GABUNGAN
GABUNGAN
PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis
ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dari berbagai
pihak, sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Ns. Netti, S.Kep, M.Pd
dan Ibu Hj. Ns. Elvia Metti M. Kep, Sp.Kep. Mat selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Kemudian ucapan terimakasih ditujukan kepada Yth:
Akhir kata, peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan bagi pihak yang membacanya, serta peneliti mendoakan semoga
segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga
dapat membawa manfaat bagi pegembangan ilmu keperawatan nantinya. Amin.
Padang, Juni 2017
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur dengan proporsi
15,4% serta menduduki urutan ketiga penyakit berbahaya setelah jantung dan kanker
yang berujung kematian 50% (Junaidi, 2011). Tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik di
bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
Metodologi penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Proses penyusunan dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2017 dengan waktu
penelitian selama lima hari. Populasi penelitian ada 8 orang dengan diagnosa stroke
hemoragik di bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diambil 2 sampel
yang memenuhi kriteria inklusi.
Diharapkan bagi perawat ruangan agar dapat memotivasi pasien serta keluarga
tentang kasus stroke hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan
secara biopsikososial dan spiritual
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….. 69
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 69
B. Saran................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
Agama : Islam
Ayah : Sudarman S. H
Ibu : Ermiyetti S. Sn
Riwayat Pendidikan
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak (Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National
Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala
defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak
dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009)
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar
tidak terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti : sakit
kepala, kebingungan, pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan,
apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff dan
Josephson, 2014). Edema serebri sangat berbahaya bagi penderita stroke
sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut dengan “golden
periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka
sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna, namun apabila
dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang
maksimal maka akan terjadi kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008).
Sedangkan penurunan tekanan darah diastole 5-6 mmHg dan systole 10-12
mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko stroke antara 4,5-
7% (Rudd dalam Tarwoto 2013).
Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf menurut
Junaidi (2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway, Breathing,
Circulation), serta memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien yang
mengalami penumpukan saliva dilakukan suction serta perubahan posisi
miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan observasi di ruangan HCU bangsal
syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per shift kerja (setiap 8 jam)
dengan menggunakan tensimeter manual dan pasien tidak terpasang monitor.
Selain itu, pada saat pemberian obat dan perubahan posisi, perawat kurang
berkomunikasi dengan keluarga sehingga keluarga tidak mendapatkan
informasi / edukasi atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan
Asuhan Keperawatan pada pasien stroke hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2017”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada pasien stroke
hemoragik di Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyaki Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan yang pada pasien
dengan penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
D. Manfaat
1. Bagi peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
2. Bagi lahan penelitian/Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk
Rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk
mencapai gelar diploma keperawatan. Selain itu juga dapat dijadikan
sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan Padang dalam penerapan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku
atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low-
Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (High-
Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan
obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada
dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan
obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang
lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke.
Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih
akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk
otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan
dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang
dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar
untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat
stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia
sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.
Table 2.1
Tabel tanda dan gejala stroke berdasarkan lokasi
Lokasi Syndrome
Arteri Karotis Interna (ICA) a. Kelumpuhan pada tangan, kaki
dan wajah yang berlawanan
dengan kerusakan otak
b. Gangguan sensori pada kaki,
wajah, dan tangan yang
berlawanan dengan kerusakan
otak
c. Afasia, apraksia, agnosia
Middle Cerebral Arteri a. Hemiplegi kontralateral
(MCA) b. Gangguan sensori kontralateral
c. Afasia
Anterior Cerebral Arteri a. Paralisis kontralateral
(ACA) b. Gangguan berjalan
c. Kehilangan sensoris
d. Kerusakan kognitif
e. Inkontinensia urine
Arteri Vertebra a. Pusing
b. Nistagmus
c. Dispagia
d. Disatria
e. Nyeri pada muka, hidung, atau
mata
f. Kelemahan pada wajah
g. Gangguan pergerakan
Arteri basiler a. Quadriplegia
b. Kelemahan otot wajah, lidah, dan
faringeal
Sumber : Tarwoto (2013)
Table 2.2
Tabel perbedaan PIS dan PSA
Gejala dan tanda PIS PSA
Kelainan / defisit Hebat Ringan
7. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan
untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan
natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri,
oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya
dengan pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan
pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical
dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per
hari selama 5-10 hari
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d) Profilaksis Vasospasme
(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic
(dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti
oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara
kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya
pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada
saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).
Tabel 2.3
Nilai kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0
lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti
stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,
asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu
stroke
(Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif
(Batticaca, 2008)
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.4
Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
bersihan jalan asuhan keperawatan a) Posisikan pasien untuk
nafas diharapkan bersihan memaksimalkan
jalan menjadi efektif ventilasi
Definisi : dengan kriteria hasil b) Identifikasi kebutuhan
Ketidakmampuan 1. Status pernafasan : aktual/potensial pasien
membersihkan a. Frekuensi untuk memasukkan alat
sekresi atau pernafasan normal membuka jalan nafas
obstruksi dari (16-25x/menit) c) Buang sekret dengan
saluran napas b. Irama pernafasan memotivasi pasien
untuk teratur untuk melakukan batuk
mempertahankan c. Kemampuan untuk atau menyedot lender
bersihan jalan mengeluarkan d) Instruksikan bagaimana
nafas sekret agar bias melakukan
batuk efektif
Batasan 2. Tanda-tanda vital: e) Auskultasi suara nafas
karakteristik : a. Irama pernafasan f) Posisikan untuk
1. Batuk yang teratur meringankan sesak
tidak efektif b. Tekanan darah nafas
2. Dispnea normal
3. Gelisah (120/80mmHg) Monitor pernafasan
4. Perubahan c. Tekanan nadi a. Monitor kecepatan,
frekuensi normal (60-100 irama, kedalaman dan
nafas x/menit) kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada,
Faktor yang catat ketidaksimetrisan,
berhubungan : penggunaan otot bantu
1. Benda pernafasan dan retraksi
asing otot
dalam c. Monitor suara nafas
jalan nafas tambahan
2. Sekresi d. Monitor pola nafas
yang e. Auskultasi suara nafas,
tertahan catat area dimana
terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara
nafas tambahan
f. Kaji perlunya
penyedotan pada jalan
nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
g. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji status neurologic
perfusi jaringan tindakan keperawatan setiap jam
serebral diharapkan perfusi 2. Kaji tingkat kesadaran
jaringan serebral dengan GCS
Definisi : rentan pasien menjadi efektif 3. Kaji pupil, ukuran,
mengalami dengan kriteria hasil : respon terhadap
oenurunan a. Tanda-tanda vital cahaya, gerakan mata
sirkulasi jaringan normal 4. Kaji reflek kornea
otak yang dapat b. Status sirkulasi lancer 5. Evaluasi keadaan
menganggu c. Pasien mengatakan motorik dan sensori
kesehatan nyaman dan tidak pasien
sakit kepala 6. Monitor tanda vital
Batasan d. Peningkatan kerja setiap 1 jam
karaketristik : pupil 7. Hitung irama denyut
1. Tanda-tanda e. Kemampuan nadi, auskultasi adanya
vital komunikasi baik murmur
2. Status 8. Pertahankan pasien
sirkulasi bedrest, beri
lingkungan tenang,
Faktor yang batasi pengunjung, atur
berhubungan : waktu istirahat dan
1. Hipertensi aktifitas
2. Embolisme 9. Pertahankan kepala
3. Tumor otak tempat tidur 30-45°
(missal: dengan posisi leher
gangguan tidak menekuk/fleksi
serebrovaskul 10. Anjurkan pasien
ar, penyakit agar tidak menekuk
neurologis, lutut/fleksi, batuk,
trauma, bersin, feses yang keras
tumor) atau mengedan
11. Pertahankan suhu
normal
12. Pertahankan
kepatenan jalan napas,
suction jika perlu,
berikan oksigen 100%
sebelum suction dan
suction tidak lebih dari
15 detik
13. Monitor AGD,
PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2
>80 mmHg
14. Bantu pasien dalam
pemeriksaan diagnostic
15. Berikan obat sesuai
program dan monitor
efek samping
(1)Antikoagulan:hepari
n
(2)Antihipertensi
(3)Antifibrolitik :
Amicar
(4)Steroid,
dexametason
(5)Fenitoin,
fenobarbital
(6)Pelunak feses
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Pola Nafas tindakan keperawatan a. Posisikan pasien untuk
Definisi : diharapkan pola nafas memaksimalkan
inspirasi atau pasien menjadi efektif ventilasi
ekspirasi yang dengan kriteria hasil: b. Identifikasi kebutuhan
tidak memberi 1. Status pernafasan aktual/potensial pasien
ventilasi adekuat a. Frekuensi untuk memasukkan alat
pernafasan normal membuka jalan nafas
Batasan (16-25x/menit) c. Instruksikan bagaimana
karaketristik : b. Irama pernafasan agar bias melakukan
1. Dispnea teratur batuk efektif
2. Pola nafas c. Suara auskultasi d. Auskultasi suara nafas
abnormal nafas normal e. Posisikan untuk
(irama, d. Kepatenan jalan meringankan sesak
frekuensi, nafas nafas
kedalaman) e. Retraksi dinding
dada tidak ada Terapi oksigen
Faktor yang a. Siapkan peralatan
berhubungan : 2. Tingkat kelelahan oksigen dan berikan
1. Disfungsi berkurang dengan melalui system
Neuromuskular kriteria hasil : humidifier
2. Gangguan a. Kelelahan tidak b. Berikan oksigen
neurologis ada tambahan seperti yang
(misal: b. Nyeri otot tidak diperintahkan
elektroensefalog ada c. Monitor aliran oksigen
ram [EEG] c. Kualitas istirahat d. Monitor efektifitas
positif, trauma cukup terapi oksigen
kepala, d. Kualitas tidur e. Amati tanda-tanda
gangguan cukup hipoventialsi induksi
kejang) oksigen
f. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan
atau tidur
Monitor tanda-tanda
vital
a. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan dengan
tepat
b. Monitor tekanan darah
saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri
sebelum dan setelah
perubahan posisi
c. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia
d. Monitor keberadaan
nadi dan kualitas nadi
e. Monitor irama dan
tekanan jantung
f. Monitor suara paru-
paru
g. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
h. Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan
dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu
keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus yaitu studi yang
mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber
informasi (Saryono, 2013). Hasil yang didapatkan oleh peneliti adalah
melihat penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke
Hemoragik di ruangan Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
b. Diagnosis keperawatan
Format diagnosis keperawatan berisi problem, etiologi, dan
symptom, tanggal ditemukan masalah serta tanggal dipecahkan
masalah (lampiran 11 dan 12)
c. Intervensi
Recana asuhan keeperawatan terdiri dari beberapa komponen
diantaranya diagnosis keperawatan, tujuan, kriteria hasil, serta
perncanaan keperawatan (lampiran 11 dan 12)
d. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari hari tanggal dilakukan
asuhan keperawatan, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan
berdasarkan intervensi keperawatan, serta tanda tangan yang
melakukan implementasi keperawatan (lampiran 11 dan 12)
e. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari nama pasien, hari/tanggal, evaluasi berupa
SOAP, serta tanda tangan yang membuat evaluasi keperawatan
(lampiran 11 dan 12).
G. Jenis-jenis Data
1. Data Primer
Data ini meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa hasol laboratorium, hasil CT-Scan, hasil
Rontgen, catatan perkembangan keperawatan
H. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik. Data
yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, penegakkan diagnosis, merencanakan tindakan, melakukan
tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus stroke
hemoragik. Analisa yang dilakukan untuk menentukan apakah ada
kesesuaian antara teori yang ada dengan kondisi pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Hasil
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 24 Mei – 28 Mei 2017 pada dua
partisipan, yaitu Ny.R1 dan Ny.R2 dengan diagnosis medis Stroke
Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Asuhan
Keperawatan dimulai dari pengkajian, penegakkan diagnosis keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi keperawatan yang
dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi serta
pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.00
WIB. Hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan
dituangkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan Partispan 1 dan Partisipan 2
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan diangkat berdasarkan data yang didapatkan berupa
data subjektif dan dataobjektif. Berikut ini merupakan diagnosis
keperawatan yang ditegakkan oleh perawat ruangan pada partisipan I dan
partisipan II. Ditemukan 3 diagnosis keperawatan masing-masing
partisipan
Tabel 4.2
Diagnosis Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
1. Ketidakefektifan bersihan jalan 1. Ketidakefektifan pola napas
napas berhubungan dengan reflek berhubungan dengan depresi
batuk yang tidak adekuat pusat pernapasan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan 2. Ketidakefektifan perfusi
serebral berhubungan dengan jaringan serebral berhubungan
peningkatan Tekanan Intra Kranial dengan peningkatan Tekanan
(TIK) Intra Kranial (TIK)
3. Hambatan mobilitas fisik 3. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan berhubungan dengan
anggota gerak kelemahan anggota gerak
3.Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan mengacu
pada NIC dan NOC berdasarkan hasil studi dokumentasi statuspartisipan 1
dan partisipan 2adalah seperti yang tertera pada tabel dibawah ini;
Tabel 4.3
Rencana Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Diagnosis 1 : Ketidakefektifan Diagnosis 1 : Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Pola Napas
NOC NOC
kriteria hasil kriteria hasil:
3. Status pernafasan : 3. Status pernafasan
d. Frekuensi pernafasan normal (16- f. Frekuensi pernafasan normal
25x/menit) (16-25x/menit)
e. Irama pernafasan teratur g. Irama pernafasan teratur
f. Kemampuan untuk mengeluarkan h. Suara auskultasi nafas normal
sekret i. Kepatenan jalan nafas
4. Tanda-tanda vital: j. Retraksi dinding dada tidak
d. Irama pernafasan teratur ada
e. Tekanan darah normal
(120/80mmHg) 4. Tingkat kelelahan berkurang
f. Tekanan nadi normal (60-100 dengan kriteria hasil :
x/menit) e. Kelelahan tidak ada
f. Nyeri otot tidak ada
NIC g. Kualitas istirahat cukup
1. Manajemen jalan nafas h. Kualitas tidur cukup
a. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi NIC
b. Identifikasi kebutuhan 1. Manajemen jalan nafas
aktual/potensial pasien untuk f. Posisikan pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan memaksimalkan ventilasi
nafas g. Identifikasi kebutuhan
c. Buang sekret dengan memotivasi aktual/potensial pasien untuk
pasien untuk melakukan batuk memasukkan alat membuka
atau menyedot lender jalan nafas
d. Instruksikan bagaimana agar bias h. Instruksikan bagaimana agar
melakukan batuk efektif bias melakukan batuk efektif
e. Auskultasi suara nafas i. Auskultasi suara nafas
f. Posisikan untuk meringankan j. Posisikan untuk meringankan
sesak nafas sesak nafas
2. Terapi oksigen
2. Monitor pernafasan g. Siapkan peralatan oksigen
i. Monitor kecepatan, irama, dan berikan melalui system
kedalaman dan kesulitan bernafas humidifier
j. Catat pergerakan dada, catat h. Berikan oksigen tambahan
ketidaksimetrisan, penggunaan seperti yang diperintahkan
otot bantu pernafasan dan retraksi i. Monitor aliran oksigen
otot j. Monitor efektifitas terapi
k. Monitor suara nafas tambahan oksigen
l. Monitor pola nafas k. Amati tanda-tanda
m. Auskultasi suara nafas, catat area hipoventialsi induksi oksigen
dimana terjadi penurunan atau l. Konsultasi dengan tenaga
tidak adanya ventilasi dan kesehatan lain mengenai
keberadaan suara nafas tambahan penggunaan oksigen
n. Kaji perlunya penyedotan pada tambahan selama kegiatan
jalan nafas dengan auskultasi dan atau tidur
suara nafas ronki di paru
o. Monitor kemampuan batuk efektif 3. Monitor tanda-tanda vital
pasien i. Monitor tekanan darah, nadi,
p. Berikan bantuan terapi nafas jika suhu dan status pernafasan
diperlukan (misalnya nebulizer) dengan tepat
j. Monitor tekanan darah saat
DX 2 : Ketidakefektifan perfusi pasien berbaring, duduk dan
jaringan serebral. berdiri sebelum dan setelah
perubahan posisi
NOC k. Monitor dan laporkan tanda
kriteria hasil : dan gejala hipotermia dan
f. Tanda-tanda vital normal hipertermia
g. Status sirkulasi lancer l. Monitor keberadaan nadi dan
h. Pasien mengatakan nyaman dan tidak kualitas nadi
sakit kepala m. Monitor irama dan tekanan
i. Peningkatan kerja pupil jantung
j. Kemampuan komunikasi baik n. Monitor suara paru-paru
o. Monitor warna kulit, suhu
NIC dan kelembaban
16. Kaji status neurologic setiap jam p. Identifikasi kemungkinan
17. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS penyebab perubahan tanda-
18. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap tanda vital
cahaya, gerakan mata
19. Kaji reflek kornea DX 2 : Ketidakefektifan perfusi
20. Evaluasi keadaan motorik dan jaringan serebral.
sensori pasien
21. Monitor tanda vital setiap 1 jam NOC
22. Hitung irama denyut nadi, auskultasi kriteria hasil :
adanya murmur k. Tanda-tanda vital normal
23. Pertahankan pasien bedrest, beri l. Status sirkulasi lancer
lingkungan tenang, batasi m. Pasien mengatakan nyaman dan
pengunjung, atur waktu istirahat dan tidak sakit kepala
aktifitas n. Peningkatan kerja pupil
24. Pertahankan kepala tempat tidur 30- o. Kemampuan komunikasi baik
45° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi NIC
25. Anjurkan pasien agar tidak menekuk 31. Kaji status neurologic setiap jam
lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang 32. Kaji tingkat kesadaran dengan
keras atau mengedan GCS
26. Pertahankan suhu normal 33. Kaji pupil, ukuran, respon
27. Pertahankan kepatenan jalan napas, terhadap cahaya, gerakan mata
suction jika perlu, berikan oksigen 34. Kaji reflek kornea
100% sebelum suction dan suction 35. Evaluasi keadaan motorik dan
tidak lebih dari 15 detik sensori pasien
28. Monitor AGD, PaCO2 antara 35- 36. Monitor tanda vital setiap 1 jam
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg 37. Hitung irama denyut nadi,
29. Bantu pasien dalam pemeriksaan auskultasi adanya murmur
diagnostic 38. Pertahankan pasien bedrest, beri
30. Berikan obat sesuai program dan lingkungan tenang, batasi
monitor efek samping pengunjung, atur waktu istirahat
(7)Antikoagulan:heparin dan aktifitas
(8)Antihipertensi 39. Pertahankan kepala tempat tidur
(9)Antifibrolitik : Amicar 30-45° dengan posisi leher tidak
(10)Steroid, dexametason menekuk/fleksi
(11)Fenitoin, fenobarbital : Pelunak 40. Anjurkan pasien agar tidak
feses menekuk lutut/fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras atau
Hambatan mobilitas fisik mengedan
41. Pertahankan suhu normal
NOC 42. Pertahankan kepatenan jalan
kriteria hasil : napas, suction jika perlu,
5. Peningkatan aktifitas fisik berikan oksigen 100% sebelum
6. Tidak ada kontraktur otot suction dan suction tidak lebih
7. Tidak ada ankilosis pada sendi dari 15 detik
8. Tidak terjadi penyusutan otot 43. Monitor AGD, PaCO2 antara
35-45mmHg dan PaO2 >80
NIC mmHg
10. Kaji kemampuan motorik 44. Bantu pasien dalam
11. Ajarkan pasien untuk melakukan pemeriksaan diagnostic
ROM minimal 4x perhari bila 45. Berikan obat sesuai program
mungkin dan monitor efek samping
12. Bila pasien di tempat tidur, lakukan (12)Antikoagulan:heparin
tindakan untuk meluruskan postur (13)Antihipertensi
tubuh (14)Antifibrolitik : Amicar
d. Gunakan papan kaki (15)Steroid, dexametason
e. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4 (16)Fenitoin, fenobarbital :
jam Pelunak feses
f. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan
alamiah
13. Observasi daerah yang tertekan, Hambatan mobilitas fisik
termasuk warna, edema atau tanda
lain gangguan sirkulasi NOC
14. Inspeksi kulit terutama pada daerah kriteria hasil :
tertekan, beri bantalan lunak 9. Peningkatan aktifitas fisik
15. Lakukan massage pada daerah 10. Tidak ada
tertekan kontraktur otot
16. Konsultasikan dengan ahli 11. Tidak ada
fisioterapi ankilosis pada sendi
17. Kolaborasi stimulasi elektrik 12. Tidak terjadi
18. Kolaborasi dalam penggunaan penyusutan otot
tempat tidur anti dekubitus
NIC
19. Kaji kemampuan motorik
20. Ajarkan pasien untuk
melakukan ROM minimal 4x
perhari bila mungkin
21. Bila pasien di tempat tidur,
lakukan tindakan untuk
meluruskan postur tubuh
g. Gunakan papan kaki
h. Ubah posisi sendi bahu tiap
2-4 jam
i. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan
alamiah
22. Observasi daerah yang tertekan,
termasuk warna, edema atau
tanda lain gangguan sirkulasi
23. Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan
lunak
24. Lakukan massage pada daerah
tertekan
25. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
26. Kolaborasi stimulasi elektrik
27. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
4. Implementasi Keperawatan
Impementasi dilakukan 5 hari untuk masing-masing partisipan.
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Berikut adalah implementasi yang
dilakukan
Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Implementasi yang dilakukan masalah Implementasi yang dilakukan
ketidakefektifan bersihan jalan napas pada diagnosa utama
berhubungan dengan reflek batuk yang ketidakefektifan pola napas
tidak efektif adalah memantau frekuensi berhubungan dengan depresi
pernapasan, auskultasi suara napas, miring pusat pernapasan adalah monitor
kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva, irama, frekuensi pernapasan,
mengeluarkan tumpukan saliva dengan auskultasi bunyi napas,
suction, memotivasi pasien untuk batuk mempertahankan kepatenan
efektif semampunya jalan napas, mengatur peralatan
oksigen, monitor aliran oksigen
Implementasi yang dilakukan untuk yang diberikan sebanyak 5 liter,
diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi mempertahankan posisi pasien
jaringan serebral berhubungan dengan agar tidak sesak, monitor tanda-
peningkatan Tekanan Intra Kranial tanda vital , monitor suhu, warna
(TIK)adalah memantau tanda-tanda vital, dan kelembapan kulit.
melakukan penilaian GCS, mengelevasi
kepala 15-30°, mengompres lipatan tubuh Implementasi untuk diagnosa
dengan handuk hangat, monitor adanya kedua ketidakefektifan perfusi
peningkatan TIK serta monitor obat sesuai jaringan peningkatan
program Tekanan Intra Kranial
(TIKadalah memantau tanda-
Implementasi yang dilakukan untuk tanda vital, melakukan penilaian
diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik GCS, mengelevasi kepala 15-
berhubungan dengan kelemahan 30°, mengompres lipatan tubuh
anggota gerak adalah monitor nilai dengan handuk hangat, monitor
kekuatan otot, melatih mobilisasi dengan adanya peningkatan TIK serta
ROM, mengatur posisi nyaman pada monitor obat sesuai program
pasien, miring kanan-kiri setiap 2 jam,
mengajarkan pada keluarga bagaimana Implementasi yang dilakukan
cara merubah posisi serta memasang pagar untuk masalah keperawatan
tempat tidur setiap selesai melakukan ketiga hambatan mobilitas
tindakan, fisik berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak
adalah monitor nilai kekuatan
otot, melatih mobilisasi dengan
ROM, mengatur posisi nyaman
pada pasien, miring kanan-kiri
setiap 2 jam, mengajarkan pada
keluarga bagaimana cara
merubah posisi serta memasang
pagar tempat tidur setiap selesai
melakukan tindakan,
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari selama 5 hari pada masing-masing
pasrtisipan. Berikut adalah hasil evaluasi pada kedua partisipan
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Pasrtisipan 2
Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang
didapatkan pada diagnosa didapatkan pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan reflek batuk berhubungan dengan depresi pusat
yang tidak adekuat adalah pada pernapasan adalah frekuensi
auskultasi pasien tidak lagi mengeluarkan pernapasan pasien 19x/menit
suara tambahan (gargling) , pasien tidak sebelumnya diatas batas normal,
lagi mengeluarkan saliva yang banyak oksigen yang diberikan sebelumnya 5
liter menjadi 3 liter, tidak terdapat
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa retraksi dinding dada saat bernapas
ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
peningkatan Tekanan Intra Kranial ketidakefektifan perfusi jaringan
(TIK adalah pasien telah mengalami serebral berhubungan dengan
peningkatan GCS, sebelumnya GCS 12 peningkatan Tekanan Intra Kranial
(E3M5V4) menjadi GCS 13 (E4M5V4) (TIKadalah pasien telah mengalami
peningkatan GCS, sebelumnya GCS 8
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa (E2M3V3) menjadi GCS 9 (E3M3V3)
hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan anggota gerak Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
adalah nilai kekuatan otot pasien hambatan mobilitas fisik
bertambah, sebelumnya berhubungan dengan kelemahan
444 222 anggota gerak adalah nilai kekuatan
444 222 otot pasien bertambah, sebelumnya
111 333
111 333
menjadi menjadi
222 333
444 333
222 333
444 333
dan juga keluarga dapat merubah posisi
pasien setiap 2 jam tanpa bantuan
perawat
C. Pembahasan kasus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada 2 orang partisipan melalui
pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan
diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada
bab ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan
kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus Stroke Hemoragik pada
Ny.R1 dan Ny.R2 yang telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal 24
Mei-28 Mei 2017 di ruang Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang, yang
dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan,
dari pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu:
a. Identitas pasien
Pada dua kasus diatas, terdapat perbedaan umur antara dua partisipan,
pertama yaitu Ny.R1 berusia 20 tahun sedangkan pada kasus dua yaitu
Ny.R2 berusia 54 tahun. Menurut teori Arum (2015) bahwa semakin
bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke. Hal
ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih
kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh
termasuk otak .
Menurut asumsi peneliti hal ini sama dengan kejadian yang terjadi
pada Ny.R2 dimana usia nya 54 tahun. Maka pada usia tsb sangat
rentan terhadap penimbunan plak sehingga aliran darah tidak lancar
sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Arum juga menambahkan bahwa penyebab stroke hemoragik tidak
hanya dari hipertensi, jantung, DM, obesitas, usia dan faktor keluarga
namun ada juga dari faktor risiko medis dan faktor risiko pelaku.
Faktor risiko medis diantaranya migraine (sakit kepala) sedangkan
faktor risiko pelaku seperti kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
suka menyantap makanan siap saji/junkfood, mie instan, makanan
berlemak, jeroan dan kurang aktifitas olahraga serta suasana hati yang
tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.
Menurut peneliti, teori yang diungkapkan Arum sejalan dengan pasien
Ny.R1 yang berusia masih 20 tahun. Dilihat pernyataan keluarga Ny.
R1 bahwa ia sering mengeluh sakit kepala dan pusing, serta menyukai
makanan siap saji dan kurang nya aktifitas olahraga sehingga menjadi
penyebab terserang nya stroke hemoragik
b. Keluhan utama
Berdasarkan pengkajian yang didapatkan pada Ny.R1, partisipan
mengalami penurunan kesadaran setelah bangun tidur, lemah anggota
gerak kiri disertai muntah 3 kali isi makanan. Sedangkan pada Ny.R2
keluhan utamanya mengalami penurunan kesadaran ketika
beristirahat, lemah anggota gerak kanan dan muntah 1x berwarna
hitam.
Menurut Tarwoto (2013) manifestasi klinis dari pasien stroke
hemoragik diantaranya adalah kelumpuhan wajah / anggota badan
sebelah (hemiparise) atau hemiplegic (paralisis) yang timbul secara
mendadak.
Menurut asumsi peneliti manifestasi tersebut sama dengan yang
terjadi pada kedua partisipan dimana pada Ny.R1 terjadi kelemahan
anggota gerak kiri, sedangkan pada Ny.R2 terjadi kelemahan pada
anggota gerak kanan. Hal itu terjadi karena kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal sehingga pasien tidak bisa
melakukan gerak fleksi ataupun ekstensi.
Menurut Web Of Caution Nanda (2015-2017) dimana dijelaskan
bahwa pada pasien stroke hemoragik terjadi peningkatan TIK yang
dapat mengakibatkan herniasi serebral, pusat pencernaan mengalami
depresi sehingga terjadi gangguan pada respon gastro intestinal,
pasien mengalami mual dan terangsang muntah.
Sedangkan menurut peneliti, muntah berwarna hitam yang terjadi
pada Ny.R2 adalah karena adanya perdarahan pada lambung,
dibuktikan dari pemasangan NGT di IGD (kumbah lambung) untuk
memastikan apakah benar adanya perdarahan di lambung.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada Ny.R1 hari Rabu 24 Mei 2017,
partisipan sudah hari rawatan ke 8, tingkat kesadaran delirium, GCS
12 E3M5V4, partisipan dapat memahami lawan bicara tapi bicara
pasien masih pelo, terdapat suara napas tambahan yaitu gargling.
Sedangkanpengkajian pada Ny.R2 hari yang sama, tingkat kesadaran
samnolen, GCS 8, E2M3V3, dan pernapasan 27 x/menit, terdapat
retraksi dinding dada saat bernapas.
Menurut penelitian Misbach (2013) manifestasi seorang stroke
hemoragik diantaranya adalah hipertensi, gangguan motorik
(kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik), gangguan sensorik,
gangguan visual, gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migrain,
vertigo), muntah, disatria (kesulitan berbicara) dan perubahan
mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, supor, koma).
Sedangkan menurut Tarwoto (2013), pasien stroke hemoragik akan
mengalami gangguan menelan (disfagia) hal ini terjadi karena
kerusakan nervus cranial IX.
Menurut peneliti, gejala-gejala penurunan kesadaran yang dirasakan
oleh kedua pasien Ny. R1 dan Ny. R2 terjadi karena perubahan
perfusi pada otak yang dapat menimbulkan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Otak yang
mengalami kekurangan oksigen dapat mengganggu fungsi dari otak
tersebut dan juga fungsi organ lainnya. Selain itu, suara gargling pada
Ny. R1 menurut peneliti terjadi karena penumpukan sekret di jalan
napas. Hal ini dikarenakan partisipan telah telah 8 hari tirah baring di
atas tempat tidur sedangkan reflek menelan terganggu. Ini terlihat dari
penumpukan saliva dan tindakan suction dilakukan pada Ny. R1
Jadi berdasarkan analisa peneliti, gejala yang dirasakan oleh Ny.R1
dan Ny.R2 samadengan teori.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat kesehatan dahulu keluarga mengatakan Ny.
R1sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing,
partsipan tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung
Koroner. Sementara pada riwayat kesehatan dahulu pasien Ny.R2,
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan riwayat
Diabetes Mellitus sejak 3 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Menurut penelitian Maukar,magreysti, dkk (2014) ketika seseorang
mempunyai pola makan yang baik, lebih kecil kemungkinan
seseorang terkena penyakit stroke dibanding mereka yang kurang atau
tidak baik pola makannya
Sedangkan menurut Batticaca (2008) faktor risiko terjadinya stroke
antara lain: hipertensi atau tekanan darah tinggi, hipotensi atau
tekanan darah rendah, obesitas atau kegemukan, kolesterol darah
tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes mellitus,
merokok, stress dan lainnya.
Menurut peneliti ini sama dengan yang terjadi dengan kedua
partisipan. Bedanya ialah pada Ny.R1 penyebab penyakit stroke nya
adalah karena pola makan. Hal ini berkaitandari hasil pengkajian pola
nutrisi peneliti bahwa pada Ny. R1 mempunyai pola makan yang tidak
baik seperti mengkonsumsi makanan bersantan, berminyak, mie
instan, junkfood sehingga menjadi penyebab stroke. Hal tersebut
dikarenakan apabila sering mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak, maka akan terjadi arterosklerosis, sehingga aliran
darah keotak berkurang.
Berbeda dengan Ny,R1,stroke pada Ny. R2 disebabkan adanya
riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang tidak terkontrol,
sehingga muncul plak di pembuluh darah akibatnya aliran darah
tersumbat dan tidak lancar, lama-kelamaan akan terjadi pecah nya
pembuluh darah
e. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Ny.R1 yang bermasalah yaitu keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran delirium,pupil an isokor yaitu
2mm/3mm, auskultasi napas gargling, tanda lasek (+), reflek patella
kiri (-), reflek babinsky kirin (+) dan kekuatan otot
444 222
444 222
2. Diagnosa keperawatan
Kasus pada partisipan 1 (Ny.R1) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat,
gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra cranial (TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak
Kasus pada partisipan 2 (Ny.R2) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intra cranial
(TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
reflek batuk yang tidak adekuat dapat ditegakkan pada partisipan 1
(Ny.R1) karena berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yaitu pasien
penurunan kesadaran, tampak batuk, mengeluarkan saliva yang banyak,
terdengar bunyi gargling pada saat auskultasi, serta pada terapi
pengobatan dilakukan suction. Hal ini sesuai dengan NANDA 2015 yang
menjelaskan bahwa diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas
batasan karakteristiknya adalah ada batuk, ada suara napas tambahan,
sputum dalam jumlah banyak.
Diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan pada partisipan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 8 (E2M3V3), tingkat
kesadaran samnolen, frekuensi pernapasan 27x/menit, terdapat retraksi
dinding dada saat bernapas dan pada terapi obat diberikan combivent. Hal
ini sesuai dengan batasan karakteristik dari NANDA 2015 yaitu
dispnea/gangguan pada pernapasan, irama napas abnormal serta frekuensi
napas abnormal (normal 16-25x/menit)
Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)dapat ditegakkan pada partisipan
1 (Ny.R1) dan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pada pasrtisipan 1 (Ny.R1)
mengalami penurunan kesadaran GCS 12 (E3M5V4) dengan tingkat
kesadaran delirium, pasien tampak gelisah, pupil an isokor yaitu
2mm/3mm dan terpasang O2 3liter, sedangkan pada partisipan 2 (Ny.R2)
juga mengalami penurunan kesadaran, GCS 8 (E2M3V3) dengan tingkat
kesadaran samnolen, badan teraba panas dengan Suhu 38,1°c, Tekanan
Darah 180/100, terpasang 02 5 liter.
Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak ditegakkan pada kedua partisipan (Ny.R1 dan Ny. R2) ini
ditandai dengan hasil pemeriksaan kekuatan otot. Pada partisipan 1
kekuatan otot : pada partisipan 2 kekuatan otot :
444 222 111 333
444 222 111 333
Hemiparise sinistra pada Ny.R1 dan hemiparise dextra pada Ny.R2. Pada
pemeriksaan fisiologis dan patologis partisipan 1 (Ny.R1) terdapat
beberapa kelainan berupa reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri (-), reflek
patella kiri (-), reflek caddok kiri (-), reflek openhem kiri (-), reflek
Gordon kiri (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasek ekstremitas bawah
kiri terdapat tahanan sehingga tidak terangkat sampai 70°. Aktifitas pasien
dilakukan diatas tempat tidur dan ADL dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Pada partisipan 2 (Ny.R2) hasil reflek bisep kanan (-), reflek trisep kanan
(-), reflek patella kanan (-), reflek caddok kanan (-), reflek openhem
kanan (-), reflek Gordon kanan (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasex
kaki kanan tidak terangkat sampai 70°. ADL Ny.R2 dibantu oleh keluarga
dan juga perawat.
Menurut Tarwoto (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien stroke hemoragik berupa ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas reflek menelan yang
tidak adekuat,ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan infark jaringan otak,vasospasme serebral, edema serebral,
ketidakefektifan pola naps berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,
hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan neuromuscular
kelemahan anggota gerak, risiko jatuh berhubungan dengan penurunan
kekuatan ekstremitas, resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan
kesadaran dan penurunan reflek menelan, nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Menurut asumsi peneliti, perlu ditambahkan diagnosa resiko aspirasi pada
partisipan 1 (Ny.R1) dikarenakan pasien mengalami obstruksi jalan napas
adanya secret di saluran pernapasan dan juga pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga sangat berkemungkinan pasien akan
mengalami aspirasi. Ini diperkuat dari teori menurut Batticaca (2008)
bahwa batasan karakterisitik dari diagnosa resiko aspirasi adalah adanya
batuk, adanya demam dan adanya bunyi napas tambahan ronchi. Begitu
juga menurut Tarwoto (2013) bahwa aspirasi merupakan salah satu
komplikasi dari pasien stroke hemoragik yang mengalami penurunan
kesadaran dikarenakan terjadinya gangguan N.IX yaitu gangguan batuk
dan menelan.
Peneliti tidak mengangkat diagnosa nyeri pada kedua pasrtisipan karena
kedua partisipan masih mengalami penurunan kesadaran sehingga belum
bisa untuk berkomunikasi aktif
4. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa pertama partisipan 1 (Ny. R1) yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak
adekuat, tidak semua dilakukan sesuai intervensi. Tindakan yang
dilakukan adalah memposisikan pasien semi fowler, mengauskultasi suara
napas tambahan yang didapat yaitu suara gargling, melakukan tindakan
suction. Yang tidak efektif dilakukan adalah mengajarkan pasien batuk
efektif karena pasien masih mengalami penurunan kesadaran.
Pada diagnosa pertama pasrtisipan (Ny. R2) yaitu ketidakefektifan pola
napas adalah mengauskultasi suara napas, memposisikan pasien semi
fowler, memantau aliran oksigen dan air oksigen, memonitor tanda
hipotermi dan hipertermi, memonitor irama dan tekanan jantung , monitor
warna kulit, suhu dan kelembaban, monitor perubahan tanda tanda vital
Menurut observasi, implementasi yang di dilakukan oleh perawat di
ruangan telah sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
Pada kedua partisipan dengan diagnosa yang sama yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebralberhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK), tindakan yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat kesadaran
dengan GCS, mempertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi
leher tidak menekuk, memantau suhu, pertahankan pasien bedrest,
membatasi kunjungan, memantau pupil.
Menurut observasi yang dilihat peneliti di ruangan, tindakan yang tidak
sesuai dengan intervensi adalah mengukur tanda-tanda vital tidak
dilakukan setiap 1 jam hanya setiap shift dinas (per 7 jam), selain itu
tindakan lainnya telah sesuai dengan rencana.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik pada kedua partisipan, tindakan
keperawatan yang dilakukan peneliti adalah melakukan ROM pasif secara
lembut/tidak kasar, mengubah posisi pasien setiap 2-4 jam, mengganjal
tangan dengan bantal, mengajarkan keluarga cara merubah posisi pasien,
cara mobilisasi ROM. Sedangkan yang tidak dilakukan peneliti
adalahpertama mengajarkan pasien cara mobilisasi/ ROM karena pasien
belum bisa berkomunikasi dan bergerak aktif, dan kedua tidak bisa
membantu mengajarkan pasien menggunakan tongkat saat berjalan karena
pasien masih dalam keadaan bedrest.
Menurut observasi peneliti, tindakan keperawatan yang tidak dijalankan
di ruangan yaitu mobilisasi ROM, perubahan posisi serta informasi pada
keluarga cara mobilisasi pada pasien sehingga keluarga tidak mengerti
apa yang harus dilakukakn pada nggota keluarga nya yang sakit.
Implementasi keperawatan yang juga tidak dilakukan pada Ny.R1 dan
Ny.R2 adalah masalah keperawatan yang menjadi penyerta diagnosa
utama. Contoh nya pada partisipan 1 (Ny.R1) dengan penyakit penyerta
bronkopneumonia dan pada partisipan 2 (Ny.R2) dengan DM Tipe II dan
hipertensi. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti sehingga peneliti
hanya berfokus pada tindakan untuk diagnosis utama penyakit stroke
hemoragik
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan untuk
menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan.
Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
Pada partisipan 1 (Ny.R1) tanggal 27 Mei 2017 tidak terdengar lagi suara
ronchi, suara napas normal yaitu vesikuler lalu pada tanggal 28 Mei 2017,
GCS meningkat yaitu dari GCS 12(E3M5V4) menjadi GCS 13(E4M5V4)
dan tingkat kesadaran juga berubah yang mana sebelumnya delirium
menjadi compos metis. Kekuatan otot juga telah mengalami perubahan
yaitu dari menjadi
444 222 444 333
444 222 444 333
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke hemoragikdi Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2017, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada Ny.R1 didapatkan pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium,
terdapat suara tambahan gargling, mengeluarkan saliva, batuk,
hemiparise sinistra dan kekuatan otot
444 222
444 222
B. Saran
1. Bagi perawat ruangan
Diharapkan dapat memotivasi pasien serta keluarga tentang kasus stroke
hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara
biopsikososial dan spiritual
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding yang
berkaitan dengan penyakit penyerta dari masalah utama stroke hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan
stroke. Yogyakarta: Dianloka
Aminoff, M.J., & Josephson, S.A. 2014. Aminoff’s Neurology and General
Medicine. Elsevier
Ariyanti, D., Ismonah & Hendrajaya. 2010. Efektivitas active assestive Range Of
Motion (ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non
hemoragik. http://download.portalgaruda.org. Diakses pada tanggal 28
Januari 2017 pada pukul 13.00 WIB.
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Asmadi. 2008. Teknik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Profil kesehatan tahun 2011. Diakses tanggal
23 Januari 2017 dari: http://www.bps.go.id/
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Docthterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of
America: Mosby Elsevier, Inc
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Debora, O. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika
Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 15 Januari 2017
pukul 08.00 wib
Goldszmith, Adrian, dkk. 2013. Stroke esensial edisi 2. Jakarta: PT.Indeks
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Levine, P.G. 2009. Strongger after stroke: panduan lengkap dan efektif terapi
pemulihan stroke. Alih bahasa: Rika Iffati Farihah. Jakarta: Etera
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. United State Of America: Mosby
Elsevier, Inc
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pambudi, Hubertus Agung. 2008. Studi Fenomenologis: Kecemasan Keluarga
Pada Pasien Stroke . Jurnal Keperawatan Universitas Diponegoro
Semarang. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3642-
ari%20pambudi.pdf . Diakses pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 09.00
wib
Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1
(Martha Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara
Saryono, & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta : Nuha Medika
Sikawin, C.A., Mulyadi., & Palendeng, H. 2013. Pengaruh Latihan Range Of
Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Jurnal
Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174. Diakses pada
tanggal 19 januari 2017 pukul 11.00 WIB
Sutrisno, A. 2007. Stroke sebaiknya anda tau sebelum anda terserang stroke.
Jakarta: PT.Gramedia Utama
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.
Jakarta: CV.Sagung Seto.
Yudha, Fajar. 2014. Pengaruh range of motion (rom) terhadap kekuatan otot dan
rentang gerak pasien pasca perawatan stroke.
https://www.academia.edu/8462846/Pengaruh_Range_Of_Motion_ROM_t
erhadap_kekuatan_otot_dan_rentang_gerak_pasien_pasca_stroke. Diakses
pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 10.00 WIB
LAMPIRAN 11
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R
2) Tempat/tgl lahir : Tanjung Pinang, 10 Maret 1997
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Belum kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : S1
7) Pekerjaan : Mahasiswi
8) Alamat : Jln. Belakang balok, Bukittinggi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik + Bronkopneumonia
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. N
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Alamat : Kampung Baru Keke RT 01/12 Kijang
Kota Bintan Kepulauan Riau
4) Hubungan : Ayah Kandung
c. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD
pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 10.30 WIB rujukan dari RS
Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan kesadaran,
awalnya ketika pasien dibangunkan dari tempat tidur masih
menyahut panggilan namun anggota gerak kiri pasien terlihat
lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan setelah itu
baru pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke RS
Ibnu Sina Bukittinggi langsung di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat
kesadaran, GCS 10 (E2M5V3), klien terpasang infuse asering
12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/I, Tekanan Darah 100/70
mmHg, Nadi 79x/i, Pernapasan 21x/i, Suhu 36,6°c, pasien
terpasang NGT dan kateter
b) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017, pasien
hari rawatan ke-8, keluarga mengatakan pasien baru bisa
membuka mata 1 hari yang lalu namun belum bisa diajak
berkomunikasi, saat dinilai GCS 12 (E3M5V4), tingkat
kesadaran delirium, Tekanan Darah 150/90 mmHg, Nadi 82x/i,
Pernapasan 20x/i, Suhu 37,3°c, muntah tidak ada, terpasang
infuse NaCl 0,9% 12 jam/kolf terpasang NGT dengan diit MC
1800 kkal, terpasang O2 3liter,saat dinilai kekuatan otot
444 222
444 222
2) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita
sakit seperti saat ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien
sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing
namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak rutin
cek tekanan darah ke pelayanan kesehatan
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit
kronis lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola nutrisi
Keluarga mengatakan saat sehat pasien makan tidak teratur sehari
kadang 2x dan kadang 1x, pasien juga tidak suka makan sayur
namun suka konsumsi buah-buahan, minum air putih sebanyak 6-7
gelas (1200 - 1500cc /hari ).
Saat sakit pasien diberi diit MC 1800 kakal melalui NGT, infus
NaCl 0,9% 720 cc/hari.
2) Pola eliminasi
Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1 - 2 x sehari,
konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak ada
keluhan, sebanyak ± 6-7 x sehari (1000 – 1400 cc perharinya).
Saat sakit pasien terpasang kateter, input = 2600 cc/hari, urine 24
jam 2500 cc/hari warna kuning muda dan BAB 1x/ 3 hari,
konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan.
3) Pola tidur dan istirahat
Sehat, tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang ± 2 jam/hari.
Sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai karena
pasien lebih banyak tidur
4) Pola aktifitas dan latihan
Keluarga mengatakan saat sehat pasien aktif mengikuti organisasi di
kampusnya.Namun pada saat sakit pasien tidak bisa melakukan
aktivitas karena terjadi penurunan kesadaran dan ADL dibantu oleh
keluarga dan perawat
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 12
E3M5V4, TD= 130/ 80 mmHg, HR= 82 x / menit, RR= 20x / menit,
Suhu = 367,30C.
2) Kepala
Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, kulit kepala bersih,
rambut hitam panjang dan bersih
3) Wajah
Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai
4) Mata
Conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil an isokor
2mm/3mm N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris)
mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) dapat mengikuti
arah pena ke atas dan ke bawah, N.VI (abdusen) dapat mengikuti
arah pena ke kiri dan ke kanan
5) Hidung
Simetris kiri dan kanan, hidung bersih ,tidak ada pembengkakan
polip, terpasang 02 3l/I, Pernapasan 20 x/i, N.I (olfaktorius) tidak
dapat dinilai
6) Bibir, mulut dan gigi
Bibir pucat dan mukosa bibir kering, mulut dan gigi bersih NVII
(facialis) tidak dapat dinilai N.XII (hipoglasus) dapat mengeluarkan
lidak dan dapat mencongkan ke arah kiri dan kanan
7) Telinga
Telinga bersih, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII
(akustikus), telinga kanan dapat mendengar suara gesekan jari
sedangkan telinga kiri tidak
8) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru)
I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan
P : fremitus antara yang kiri dengan yang kanan
P : Bunyinya Sonor
A:terdengar suara tambahan (ronchi)
10) Jantung
I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Sonor
A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen
I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering
P : tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia
Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas
Terpasang IVFD asering 12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan,
tidak ada edema, CRT <2detik, reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri
(-), kekuatan otot
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
N Diagnosa
NOC NIC
o Keperawatan
1 Ketidakefektifa Setelah dilakukan 3. Manajemen jalan nafas
n bersihan jalan asuhan keperawatan g. Posisikan pasien untuk
napas diharapkan bersihan memaksimalkan
berhubungan jalan menjadi efektif ventilasi
dengan reflek dengan kriteria hasil h. Identifikasi kebutuhan
batuk yang 5. Status pernafasan : aktual/potensial pasien
tidak adekuat g. Frekuensi untuk memasukkan alat
pernafasan membuka jalan nafas
normal (16- i. Buang sekret dengan
25x/menit) memotivasi pasien
h. Irama untuk melakukan batuk
pernafasan atau menyedot lender
teratur j. Instruksikan bagaimana
i. Kemampuan agar bias melakukan
untuk batuk efektif
mengeluarkan k. Auskultasi suara nafas
sekret l. Posisikan untuk
6. Tanda-tanda vital: meringankan sesak
g. Irama nafas
pernafasan
teratur
h. Tekanan darah 4. Monitor pernafasan
normal q. Monitor kecepatan,
(120/80mmHg) irama, kedalaman dan
i. Tekanan nadi kesulitan bernafas
normal (60-100 r. Catat pergerakan dada,
x/menit) catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi
otot
s. Monitor suara nafas
tambahan
t. Monitor pola nafas
u. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana
terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara
nafas tambahan
v. Kaji perlunya
penyedotan pada
jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
w. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
x. Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)
No Tanggal Tindakan
Diagnosis
Keperawatan
1 24 Mei Ketidakefektifan 1. memantau S : keluarga
2017 bersihan jalan frekuensi mengatakan masih
napas pernapasan terdengar batuk
berhubungan 2. auskultasi suara berdahak pada
dengan reflek napas pasien
batuk yang tidak 3. miring kanan-kiri O:
adekuat untuk 1. suara napas
mengeluarkan tambahan
saliva gargling (+)
4. mengeluarkan 2. tampak banyak
tumpukan saliva penumpukan
dengan suction saliva
5. memotivasi A : masalah belum
pasien untuk teratasi
batuk efektif P : Intervensi
semampunya dilanjutkan
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R2
2) Tempat/tgl lahir : Muaro Bungo, 05 Agustus 1962
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMP
7) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8) Alamat : Muaro Bungo, Jambi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik + DM Tipe II
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. K
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Hubungan : Suami
4) Riwayat kesehatan :
c. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 23 Mei 2017 pukul 23.30 WIB dirujuk dari RS Muaro
Bungo dengan keluhan penurunan kesadaran 12 jam sebelum
masuk Rumah Sakit yang terjadi tiba-tiba saat pasien istirahat
tidak menyahut panggilan dari keluarga dan lemah anggota gerah
kanan. Pasien muntah 1x dengan warna hitam dibawa ke RS
Muaro Bungo dan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat
kesadaran (samnolen), GCS 8 (E2M3V3), pasien terpasang
infuse asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/i, Tekanan
Darah 210/100 mmHg , Nadi 90x/i ,Pernapasan 24x/i, Suhu 37,1
,terpasang NGT dan kateter
2) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Pada saat dikaji pada tanggal 24 Mei 2017, keluarga mengatakan
pasien belum bisa diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 8
(E2M3V3), tingkat kesadaran samnolen, Tekanan Darah 180/100
mmHg, Nadi 79x/i, Pernasapasan 27x/i, Suhu 38,1°c, muntah
tidak ada, terpasang infuse Asering 12 jam/kolf, terpasang NGT
dengan diit MC DD 1500 kkal, terpasang O2 5 liter, auskultasi
111
terdapat suara tambahan pernapasan 333 gargling, kekuatan otot
yaitu
111 333
7) Telinga
Telinga ada serumen, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII
(akustikus), tidak dapat dinilai
8) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru)
I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan, terlihat retraksi
dinding dada saat bernapas
P : fremitus sama antara yang kiri dengan yang kanan
P : Bunyinya Sonor
A : Vesikuler
10) Jantung
I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Sonor
A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen
I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering
P : tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia
Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas
Terpasang IUFD NaCL asering 12 jam/kolf pada kaki sebelah
kiri, tanga edema, CRT <2detik, reflek bisep kanan (-), reflek
trisep kanan (-)
14) Ekstermitas bawah
Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kanan (-), tanda lasek
(+), bludinsky II (+), reflek babinsky kanan (+), reflek caddok
kanan (+), reflek openhem kanan (+), reflek Gordon kanan (+),
Kekuatan otot
111 333
111 333
2. ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
DS Ketidakefektifan opola Depresi pusat
- Keluarga
napas pernapasan
mengatakan napas
pasien sesak
DO
- Irama pernapasan
tidak teratur
- Frekuensi
pernapasan
27x/menit
- Terdapat retraksi
dinding dada saat
bernapas
- Terpasang O2 non
rebrething
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN