KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar vi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang I-1
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian I-2
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan I-3
1.4. Hasil yang Diharapkan I-3
1.5. Acuan Peraturan Perundang-Undangan I-3
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR
BAB 1
PENDAHULUAN
Strategi pengendalian pencemaran pada sungai dapat dilakukan dengan penetapan DTBP
di Indonesia. Selain itu, hal ini dapat digunakan untuk penyusun tata ruang dan secara umum
untuk penyusunan kebijakan pengendalian pencemaran air (PPA). Pemodelan DTBP
menerapkan adanya alokasi beban pencemaran baik yang berasal sumber pencemar titik
maupun sumber pencemar non titik, sehingga secara teknis dapat dilakukan pengendalian
pencemaran air berdasarkan pengendalian sumber pencemar. Pemodelan DTBP pada kegiatan
ini menggunakan progam Water Quality Analysis Simulation Program (WASP) yang dapat
menganalisis kondisi kualitas air di suatu sungai dengan prinsip konservasi massa. Pemodelan ini
mempunyai prinsip dasar yang sama terhadap model QUAL2E yang menggunakan pendekatan
neraca massa. Kajian penetapan kelas air pada Sungai Code dilakukan untuk memperoleh dasar
ilmiah mengenai peruntukan Sungai Code setiap segmennya.
Metode Penelitian
LAPORAN AKHIR
BAB 2
METODE PENELITIAN
Beban pencemar merupakan besaran satuan berat zat pencemar dalam satuan waktu,
misal 1 kg BOD/hari. Metode perhitungan beban pencemaran dilakukan menggunakan dua
pendekatan sebagai berikut :
1. Metode perhitungan langsung menggunakan data kadar dan debit ait limbah hasil
pengukuran di lapangan. Beban pencemar yang dapat dihitung dengan metode
langsung ini adalah beban pencemar yang bersumber industri, hotel, rumah sakit
serta domestik yang memiliki IPAL ( Point Source).
2. Metode perhitungan tidak langsung dengan menggunakan faktor emisi atau faktor
effluent, digunakan untuk memperkirakan beban pencemar dari sumber pencemaran
yang sulit diukur kualitas dan kuantitasnya secara langsung. Umumnya digunakan
untuk memperkirakan besarnya beban pencemar dari industri, hotel, rumah sakit
serta domestik yang tidak memiliki IPAL. Disamping itu metode tidak langsung ini
juga sering digunakan untuk memperkirakan besarnya beban pencemar dari kegiatan
peternakan, perikanan, sampah serta non point source dari penggunaan lahan
misalnya pertanian (sawah dan perkebunan), hutan dan lahan terbangun (built-up
area) di perkotaan.
Faktor emisi/effluent merupakan rerata statistik dari jumlah massa pencemar yang
diemisikan untuk setiap satuan aktivitas kegiatan. Faktor emisi sering juga disebut dengan
pollutan load unit (PLU). Berikut ini diuraikan metode perhitungan beban pencemar langsung
dan tidak langsung untuk berbagai jenis sumber pencemar.
Berikut ini tahapan Perhitungan Beban Pencemar untuk industri menurut JICA (SEMAC,
2009):
1. Menggunakan data hasil monitoring berupa konsentrasi dan debit air limbah.
2. Jika data konsentrasi tersedia, sedangkan data debit air limbah tidak ada, maka
menggunakan debit air limbah yang terdapat pada izin.
3. Jika data konsentrasi dan debit air limbah tidak tersedia, maka menggunakan
pollutan load unit (PLU) atau faktor emisi, dapat menggunakan basis jumlah
penduduk atau output produksi seperti yang dilakukan World Bank (Industrial
Pollution Projection System).
4. Beban pencemar untuk industri yang tidak memiliki data hasil monitoring dan data
dari izin dapat menggunakan nilai median (nilai tengah) dari beban pencemar sektor
yang sama yang telah dihitung.
PLU atau FE sektor industri didapatkan dengan menggunakan basis penggunaan air,
jumlah karyawan, kapasitas produksi atau output produksi seperti yang dilakukan World Bank
(Industrial Pollution Projection System, 1997) dan WHO (Rapid Inventory Assesment in
Environmental Pollution, 1993) dan JICA (SEMAC, 2009).
1 TSS 38
2 BOD 40
3 COD 55
Sumber : BLK-PSDA, 2004
2.1.4. Potensi Beban Pencemaran dari Non Point Source (NPS) Penggunaan Lahan
Perhitungan potensi beban pencemaran air yang bersumber dari aktifitas pertanian
diperoleh berdasarkan data luas lahan pertanian. Sementara itu faktor emisi (generation load)
parameter pencemaran untuk pertanian diperoleh dari Balai Lingkungan Keairan, Puslitbang
SDA, Kementerian Pekerjaan Umum (2004) seperti pada Tabel 2.3. Rata-rata beban pencemar
pertanian yang masuk ke badan air (delivery load) di Indonesia sekitar 10% dari sawah dan 1%
dari palawija dan perkebunan lainnya. Sementara itu, faktor emisi non point source dari
penggunaan lahan seperti hutan dan lahan terbangun di perkotaan menurut kajian ICWRMIP
(2015) seperti yang disajikan pada Tabel 2.3.
Palawija Perkebunan
Sawah
Parameter (kg/ha/musim Lain/Tegalan/Kebun campuran
(kg/ha/musim tanam)
tanam) (kg/ha/musim tanam)
Tabel 2.4 Faktor Emisi Non Point source dari penggunaan lahan
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003
tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan status mutu kualitas air adalah metode STORET. Metode tersebut sesuai digunakan
untuk data pemantauan kualitas air secara time series. STORET merupakan metode dari US-EPA
dengan cara membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan
untuk peruntukananya. Hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran < baku
mutu) maka diberi skor 0, sedangkan jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu air (hasil
pengukuran > baku mutu) maka diberi skor. Penentuan skor berdasarkan Tabel 2.7. Berdasarkan
sistem nilai dari US-EPA mengklasifikasikan mutu air menjadi empat kelas, yaitu:
Bobot
Jumlah Parameter/Sampel Nilai
Fisika Kimia Biologis
Maks -1 -2 -3
<10 Min -1 -2 -3
Rerata -3 -6 -9
Maks -2 -4 -6
>=10 Min -2 -4 -6
Rerata -6 -12 -18
DTBP = Sumber Tertentu+ Sumber Tak tentu +Kualitas air + Faktor Pengaman
Sedangkan metode yang digunakan secara teknis dalam perhitungan DTBP dan alokasi
beban pencemaran dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Metode Perhitungan dan Penetapan Daya Tampung beban Pencemaran Air
Metode yang digunakan untuk perhitungan daya tampung beban pencemaran Sungai
Code segmen kota Yogyakarta adalah pemodelan numerik terkomputerisasi dengan progam
computer WASP (Water Quality Analysis Simulation Progam). Paramater yang digunakan untuk
perhitungan beban pencemaran Sungai Code segmen Kota Yogyakarta adalah BOD ( Biochemical
Oxygen Demand). Penentuan titik sampel pada Sungai Code terdapat pada Gambar 2.4.
BAB 3
DESKRIPSI WILAYAH
Kota Yogyakarta mempunyai posisi yang strategis sebagai ibu kota provinsi, sehingga
perkembangan sosial ekonomi cenderung lebih signifikan daripada kabupaten yang lain. Batas-
batas Kota Yogyakarta sebagai berikut.
• Batas sebelah Utara : Kabupaten Sleman
• Batas sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
• Batas sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
• Batas sebelah Barat : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
Ketinggian lokasi kajian berada pada ketinggian kurang dari 200mpal. Kondisi
ketinggiannya dapat dibagi menjadi dua kelas ketinggian, yaitu 1.252 Ha wilayah berada pada
ketinggian <100 mdpl dan 1.434 Ha berada pada ketinggian 100-199 m dpl. Ketinggian <100
mdpl berada di Kecamatan Mantrijeron, Kraton, Mergangsan, Umbulharjo, dan Gondomanan.
Sedangkan wilayah yang mempunyai ketinggian 100-199 mdpl berada di Kecamatan
Mergangsan, Umbulharjo, Gondokusuman, Danurejan, Pakualaman, Gondomanan,
Gedongtengen, dan Tegalrejo. Ketinggian pada lokasi kajian dijabarkan pada Tabel 3.3.
Begitu pula dengan kondisi hari hujan, tertinggi ada di bulan Januari yang mencapai 24 hari
hujan.
Tabel 3.4. Kondisi Klimatologi di Kota Yogyakarta Tahun 2015
Rata-rata Tekanan Kecepatan Curah
No Bulan Suhu Udara (oC) Kelembaban Udara Angin Hujan Hari Hujan
Udara (%) (Mbs) (Knot) (Mm)
Tabel 3.5. Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Status Peruntukan Lahan Kota Yogyakarta
Tahun 2007 – 2013
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
No Jenis Penggunaan Lahan
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sementara untuk penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah sektor jasa
seperti kegiatan perdagangan. Peningkatan dari luas guna lahan 275,47 Ha pada tahun 2007,
menjadi 280,57 Ha pada tahun 2013. Peningkatan ini menggambarkan dinamika perekonomian
Kota Yogyakarta yang ditopang oleh sektor jasa. Berikut grafik perkembangan guna lahan di
Kota Yogyakarta tahun 2007 – 2014.
2107
2105
2104
2103
2102
2101
2100
2099
2098
2097
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Perumahan
450
400
350
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
300
250
200
150
100
50
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tabel 3.6. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2014
No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Laju Pertumbuhan (%)
1. 2007 216.474 217.738 434.212
2. 2008 221.273 222.936 444.236 0,02
3. 2009 227.079 228.867 455.946 0,03
4. 2010 227.766 229.902 457.568 0,00
5. 2011 217.378 222.765 440.143 -0,04
6. 2012 210.468 217.123 427.591 -0,03
7. 2013 198.892 207.768 406.660 -0,05
8. 2014 202.296 211.640 413.936 0,02
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Yogyakarta, 2015
Kepadatan penduduk dihitung untuk mengetahui rata-rata jumlah penduduk dalam 1 km.
Kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 2007-2014 cenderung mengalami
penurunan. Pada tahun 2007, kepadatan penduduk mencapai 13.360 jiwa/km2, kemudian
mengalami peningkatan hingga 14.079 jiwa/km2 pada tahun 2010. Namun kembali mengalami
penurunan hingga 12.513 jiwa/km2 pada tahun 2013 dan kembali meningkat pada tahun 2014
menjadi 12.736 jiwa/km2.
sebelumnya yang mencapai 5,76%. Akan tetapi jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB
Daerah Istimewa Yogyakarta, perekonomian Kota Yogyakarta masih relatif tinggi dengan laju
pertumbuhan PDRB yang lebih besar.
Tabel 3.8. Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Dasar Harga Konstan 2000
Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2013
a Tanaman Bahan Makanan 2.051 2.166 2.139 2.082 2.072 2.090 2.101
c Peternakan dan hasil-hasilnya 16.623 15.456 14.687 14.824 15.128 15.285 15.520
d Kehutanan 0 0 0 0 0 0 0
2 Pertambangan dan Penggalian 279 258 265 272 293 296 296
a Industri migas 0 0 0 0 0 0 0
b Industri tanpa migas 539.154 543.050 554.574 594.845 606.849 598.159 638.805
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 64.197 65.488 67.212 68.725 71.776 75.935 79.698
a Listrik, Gas dan Air Bersih 57.014 58.761 60.691 61.893 64.887 68.384 71.743
b Gas 0 0 0 0 0 0 0
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.188.152 1.253.025 1.334.570 1.393.112 1.460.971 1.559.069 1.649.536
a Perdagangan Besar dan Eceran 357.251 368.169 385.983 394.601 404.601 427.014 446.258
7 Pengangkutan dan Komunikasi 910.568 984.782 1.048.667 1.098.384 1.185.006 1.268.866 1.366.604
2. Angkutan jalan raya 255.767 262.285 272.733 275.652 281.869 285.368 297.003
3. Angkutan laut 0 0 0 0 0 0 0
6. Jasa penunjang angkutan 23.897 24.945 26.257 27.860 30.137 32.194 33.817
1. Pos dan telekomunikasi 413.494 449.872 472.091 501.248 552.703 584.094 619.496
2. Jasa penunjang komunikasi 23.006 25.309 26.431 28.255 31.253 31.972 34.557
b Lembaga keuangan bukan bank 52.252 51.390 56.932 60.364 64.027 66.605 68.661
c Jasa penunjang keuangan 5.068 5.164 5.492 6.017 6.544 6.511 6.486
2. Jasa pemerintahan lainnya 231.677 241.417 247.754 257.504 272.504 285.569 294.532
2. Hiburan dan rekreasi 37.917 39.453 42.028 44.406 46.994 48.937 52.442
3. Perorangan & rumah tangga 148.164 152.519 164.890 179.897 197.721 209.103 214.413
PDRB Kota Yogyakarta 4.776.401 5.021.148 5.244.849 5.505.942 5.816.565 6.151.680 6.498.897
PDRB Provinsi DIY 18.291.512 19.212.481 20.064.257 21.044.042 22.131.774 23.309.218 24.567.476
Sumber:
1. PDRB Kota Yogyakarta Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012, dan 2009-2013, (BPS Kota Yogyakarta, 2015)
2. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2014, (BPS Kota Yogyakarta, 2015)
3. PDRB Provinsi DIY Menurut Lapangan Usaha 2008-2012, (BPS Provinsi DIY, 2015)
4. Provinsi DIY Dalam Angka 2009 dan 2014, (BPS Provinsi DIY, 2015)
Keterangan: (*) Angka Sementara (**) Angka Sangat Sementara (***) Angka Sangat-Sangat Sementara
merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka wajar
bahwa perekonomian Kota Yogyakarta didominasi oleh sektor – sektor tersier.
Selama tahun 2007 – 2013, sektor perdagangan, hotel dan restoran telah memberikan
kontribusi sebesar 461,38 milyar rupiah terhadap peningkatan PDRB atau setara dengan
26,79%. Sedangkan untuk kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai 456,036
milyar atau sebesar 26,48%. Sektor dengan kontribusi paling rendah adalah sektor primer yang
terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan penggalian dengan nilai kontribusi terhadap
peningkatan PDRB yang negatif.
Tabel 3.9. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Dasar Harga Konstan 2000
Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2013
Pertumbuhan Sektoral (%) 2007-2013 Kontribusi
terhadap
No Sektor/Sub sektor Persentase Pergeseran
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Peningkatan
(%) (Juta Rp) PDRB (%)
1 Pertanian -5,56 -4,32 0,56 1,72 1,04 1,39 -0,91 -1.020 -0,06
a Tanaman Bahan Makanan 5,61 -1,25 -2,66 -0,48 0,87 0,53 0,40 50 0,00
b Tanaman Perkebunan 3,47 -0,96 1,93 1,90 1,40 1,38 1,51 19 0,00
c Peternakan dan hasil-hasilnya -7,02 -4,98 0,93 2,05 1,04 1,54 -1,14 -1.103 -0,06
2 Pertambangan dan Penggalian -7,53 2,71 2,64 7,72 1,02 0,00 0,99 17 0,00
a Minyak dan gas bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
b Pertambangan tanpa migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
3 Industri Pengolahan 0,72 2,12 7,26 2,02 -1,43 6,80 2,87 99.651 5,79
a Industri migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
b Industri tanpa migas 0,72 2,12 7,26 2,02 -1,43 6,80 2,87 99.651 5,79
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,01 2,63 2,25 4,44 5,79 4,96 3,67 15.501 0,90
a Listrik, Gas dan Air Bersih 3,06 3,28 1,98 4,84 5,39 4,91 3,90 14.729 0,86
c Air bersih -6,35 -3,06 4,77 0,83 9,61 5,35 1,72 772 0,04
5 Bangunan 5,80 0,24 3,09 5,42 5,61 6,15 4,36 113.986 6,62
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,46 6,51 4,39 4,87 6,71 5,80 5,62 461.384 26,79
a Perdagangan Besar dan Eceran 3,06 4,84 2,23 2,53 5,54 4,51 3,78 89.007 5,17
b Hotel 19,16 6,75 6,12 10,27 14,70 9,50 10,99 125.539 7,29
c Restoran 3,83 7,31 5,06 4,71 5,24 5,40 5,25 246.838 14,33
7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,15 6,49 4,74 7,89 7,08 7,70 7,00 456.036 26,48
a Pengangkutan 7,50 7,96 3,41 5,65 8,61 9,15 7,03 238.483 13,85
1. Angkutan rel 4,86 11,23 4,19 -26,36 7,08 -3,14 -1,23 -2.536 -0,15
2. Angkutan jalan raya 2,55 3,98 1,07 2,26 1,24 4,08 2,52 41.236 2,39
3. Angkutan laut 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
4. Angkutan sungai dan danau 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
5. Angkutan udara 16,50 13,29 5,95 15,73 17,07 15,78 13,99 189.863 11,02
6. Jasa penunjang angkutan 4,39 5,26 6,11 8,17 6,83 5,04 5,96 9.920 0,58
b Komunikasi 8,86 4,91 6,21 10,28 5,50 6,17 6,97 217.553 12,63
1. Pos dan telekomunikasi 8,80 4,94 6,18 10,27 5,68 6,06 6,97 206.002 11,96
2. Jasa penunjang komunikasi 10,01 4,43 6,90 10,61 2,30 8,09 7,02 11.551 0,67
8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 6,88 4,53 5,81 6,50 8,02 4,12 5,97 271.134 15,74
a Bank 29,54 6,20 8,01 8,12 14,35 12,02 12,78 119.643 6,95
b Lembaga keuangan bukan bank -1,65 10,78 6,03 6,07 4,03 3,09 4,66 16.409 0,95
c Jasa penunjang keuangan 1,89 6,35 9,56 8,76 -0,50 -0,38 4,20 1.418 0,08
d Sewa bangunan 2,16 3,26 4,93 5,78 6,37 1,46 3,98 115.827 6,72
e Jasa perusahaan 6,38 4,41 6,38 8,33 8,21 2,59 6,03 17.837 1,04
9 Jasa-jasa 3,36 3,18 5,18 5,95 5,52 3,83 4,50 305.807 17,75
a Pemerintahan umum 3,80 2,62 5,04 5,72 5,94 4,38 4,58 195.359 11,34
1. Administrasi pemerintahan 3,56 2,62 5,69 5,66 6,60 5,08 4,86 132.504 7,69
2. Jasa pemerintahan lainnya 4,20 2,62 3,94 5,83 4,79 3,14 4,08 62.855 3,65
b Swasta 2,64 4,11 5,39 6,32 4,83 2,90 4,36 110.448 6,41
1. Sosial kemasyarakatan 2,13 0,52 2,24 3,24 4,11 2,29 2,42 29.674 1,72
2. Hiburan dan rekreasi 4,05 6,53 5,66 5,83 4,13 7,16 5,55 14.525 0,84
3. Perorangan dan rumah tangga 2,94 8,11 9,10 9,91 5,76 2,54 6,35 66.249 3,85
PDRB Kota Yogyakarta 5,12 4,46 4,98 5,64 5,76 5,64 5,27 1.722.496 100
PDRB Provinsi DIY 5,03 4,43 4,88 5,17 5,32 5,40 5,04 6.275.964 100
Sumber:
1. PDRB Kota Yogyakarta Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012, dan 2009-2013, (BPS Kota Yogyakarta, 2015)
2. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2014, (BPS Kota Yogyakarta, 2015)
3. PDRB Provinsi DIY Menurut Lapangan Usaha 2008-2012, (BPS Provinsi DIY, 2015)
4. Provinsi DIY Dalam Angka 2014, (BPS Provinsi DIY, 2015)
Keterangan: (*) Angka Sementara (**) Angka Sangat Sementara (***) Angka Sangat-Sangat Sementara
Sementara itu dilihat dari pertumbuhan sektoralnya, diketahui bahwa terdapat tiga sektor
dengan nilai laju pertumbuhan yang relatif besar bila dibandingkan dengan sektor – sektor
lainnya. Sektor tersebut yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (5,62%), sektor
pengangkutan dan komunikasi (7,00%) dan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan
(5,97%).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
menentukan nilai beban pencemaran NPS. Gambar 4.2. menunjukan peta segmentasi DAS Code
segmen Kota Yogyakarta yang digunakan sebagai unit analisis nilai beban pencemaran Sungai
Code. Segmentasi Sungai Code dan batas administrasi Sungai Code segmen Kota Yogyakarta
dijelaskan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pembagian Segmentasi dan Administrasi DAS Code Segmen Kota Yogyakarta
Gambar 4.1. Peta Penggunaan Lahan DAS Code Segmen Kota Yogyakarta
Sumber pencemar titik merupakan sumber pencemar yang lokasi secara spesifik dapat
diketahui. Sumber pencemar titik dalam kajian ini antara lain berupa industri dan pariwisata,
perdagangan, apotik, klinik, dan laboratorium, rumah sakit, hotel, dan rumah makan. Kendala
dari identifikasi nilai beban pencemaran titik adalah ketersediaan data terkait besaran limbah
yang dikeluarkan, sehingga nilai beban pencemar untuk sumber pencemar titik berupa nilai
estimasi berdasarkan nilai baku mutu limbah Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah. Sumber pencemar titik yang mendominasi
di DAS Code segmen Kota Yogyakarta adalah hotel dan perumahan. Beban pencemar yang
berasal dari hotel dan perumahan sebesar 57%, apotek, klinik, dan laboratorium sebesar 22%,
rumah sakit sebesar 9%, rumah makan sebesar 6%, dan industry sebesar 6% (Gambar 4.3).
Sebaran sumber pencemar titik secara spasial pada Gambar 4.4.
Gambar 4.3. Beban Pencemaran Titik DAS Code Segmen Kota Yogyakarta
Gambar 4.4. Peta Sebaran Sumber Pencemar Titik di DAS Code Segmen Kota Yogyakarta
Rumah sakit merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang pengelolaan
limbahnya cenderung kompleks, karena limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah cair, padat,
dan gas. Selain itu, jenis limbahnya dapat dibedakan menjadi limbah medis dan non-medis.
Limbah non-medis berupa limbah aktivitas domestik (sisa makanan) maupun aktivitas kantor.
Karakteristik limbahnya dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, sarana yang terdapat di rumah
sakit, dan tingkat aktivitas yang berada di rumah sakit. Jenis limbah sumber pencemar tersebut
mengandung bahan organik maupun anorganik, sehingga sangat mempengaruhi nilai beban
pencemaran parameter kualitas air BOD. Terdapat 10 rumah sakit di DAS Code Segmen Kota
Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.4.
tidak enak. Kontaminan yang berada pada limbah tersebut, dipengaruhi oleh bahan makanan,
proses pembuatan, dan tahap pembersihan. Selain limbah dapur, juga terdapat limbah toilet.
Senyawa organik yang terdapat pada limbah rumah makan berupa karbonhidrat, protein,
minyak, dan lemak.
Sumber pencemar bukan titik atau Non Point Source (NPS) dipengaruhi oleh sektor
peternakan dan rumah tangga (domestik dan sampah). Sumber pencemar NPS dihitung
berdasarkan data spasial luasan area dari penggunaan lahan tahun 2017 dan data BPS Kota
Yogyakarta tahun 2017. Perhitungan tersebut supaya potensi sumber pencemar pada lokasi
kajian dapat terwakilkan. Sumber pencemar NPS sangat dipengaruhi oleh limpasan yang masuk
pada Sungai Code. Sumber pencemar NPS didominasi oleh sumber pencemar rumah tangga
dapat dilihat pada Gambar 4.5.
BP Rumah Tangga
99%
Gambar 4.5. Sumber Pencemar NPS DAS Code Segmen Kota Yogyakarta
Kondisi permukimannya yang relative homogen, maka nilai ekuivalen disamaratakan, sebesar
0,8 dan potensi runoff sebesar 0,5.
Nilai beban pencemaran sampah setiap segmentasi sungai dan batas administrasi
kecamatan disajikan pada Tabel 4.9. Beban pencemaran sampah secara total pada lokasi kajian
(hasil inventarisasi) sebesar 68,481 kg/hari. Nilai beban pencemaran paling besar cenderung
berada pada segmen 6, dengan Kecamatan Umbulharjo memberikan kontribusi paling besar
terhadap beban pencemaran di segmen 6. Sektor ini menyumbang 1% dari total beban
pencemaran BOD di DAS Code segmen Kota Yogyakarta.
Perhitungan status mutu air Sungai Code menggunakan metode IP dilakukan dengan
membandingkan data pengukuran kualitas air sungai tahun 2018 terhadap baku mutu air sungai
kelas II. Parameter kualitas air yang digunakan untuk menganalisis status mutu meliputi
parameter fisik, kimia, dan biologis. Paramater tersebut adalah Residu Terlarut (TDS), Residu
Tersuspensi (TSS), DO, BOD, COD, Total fosfat sebagai P, Detergen sebagai MBAS, Fecal
Coliform. Dan Total Coliform. Metode IP dan STORET mempunyai prinsip perhitungan yang
sama, yaitu membandingkan antara hasil pengukuran kualitas air terhadap baku mutu air sungai
kelas II, tetapi formula dan jumlah data yang digunakan berbeda. Metode STORET merupakan
metode yang digunakan untuk menentukan status mutu air sungai dengan beberapa data
berkala, sedangkan IP dapat digunakan untuk menghitung nilai status mutu pada satu kali
periode sampling.
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA
KAJIAN BEBAN PENCEMARAN SUNGAI CODE IV - 23
LAPORAN AKHIR
Status mutu Sungai Code segmen Kota Yogyakarta tahun 2018 adalah cemar sedang. Nilai
skor bervariasi. Kriteria status mutu air Sungai Code meliputi memenuhi baku mutu (skor≤1),
cemar ringan (1 <skor IP<5), cemar sedang (5≤skor IP≤10), dan cemar berat (skor>10). Nilai
skor IP dari hulu hingga hilir segmen Kota Yogyakarat dapat dilihat pada Gambar 4.6. Skor
terbesar berada pada lokasi pemantauan S3, dan skor terendah pada lokasi pemantauan S2.
Secara keseluruhan penggunaan lahan pada Sungai Code segmen Kota Yogyakarta adalah lahan
terbangun. Intensitas pembuangan limbah yang berbeda. S3 merupakan hilir dari segmen 2.
Berdasarkan data sebaran sumber pencemar titik, segmen tersebut mempunyai jumlah sumber
pencemar titik yang cukup banyak dibandingkan dengan segmen lainnya. Segmen 7 merupakan
hilir dari Sungai Code segmen Kota Yogyakarta. Berdasarkan morfometri sungai, segmen 7
mempunyai kedalaman sungai yang dalam daripada segmen sungai lainnya).
Gambar 4.6. Status Mutu Sungai Code Segmen Kota Yogyakarta Tahun 2018
(Sumber: Hasil Analisis, 2018)
Parameter yang melebihi baku mutu air sungai kelas II adalah total fosfat (S2, S3, S4, S5,
dan S6) dan BOD (S5 dan S6). Sumber pencemar BOD dapat diakibatkan oleh limbah dari
kegiatan domestik, peternakan, industri, rumah sakit, dan hotel. Total fosfat dapat bersumber
dari kegiatan yang menggunakan produk detergen, seperti kegiatan laundry. Keberadaan fosfat
dapat menyebabkan kesuburan yang berlebih pada Sungai Code. Paramater lainnya masih
berada dibawah baku mutu air Sungai Code kelas II.
Pemodelan kualitas air dan daya tampung beban pencemaran menggunakan progam
WASP. Parameter utama sebagai input dari model tersebut adalah debit aliran dan kualitas air.
Terdapat 3 metode yang digunakan untuk pemodelan debit aliran, yaitu nett flow,gros flow,
dan 1D network kinematic wave. Tipe aliran net flow menghitung arah aliran yang
berlawananan, sedangkan tipe aliran gross flow aliran yang berlainan tetap dihitung masing-
masing. Aliran kinematic wave dipengaruhi oleh kekasaran perainan (manning) dan lereng dasar
sungai. Perhitungan debit pada segmen muka air, data yang dibutuhkan berupa data kekasaran
sungai, kemiringan, kedalaman, dan lebar sungai. Beberapa komponen tersebut mempunyai nilai
default progam. Nilai tersebut dapat muncul, jika kolom nilai dikosongkan pada saat input nilai
paramater. Flow model yang digunakan pada kajian ini adalah nett flow.
Tahap kalibrasi sangat diperlukan dalam pemodelan. Hal ini digunakan untuk mengatur
nilai konstanta parameter dalam model untuk tujuan agar hasil running model sesuai atau
mempunyai kecenderungan yang sama dengan kondisi kualitas air di lapangan. Proses kalibrasi
ini biasanya menggunakan kondisi debit rendah maupun tinggi. Model ini juga dikembangan
untuk memodelkan kondisi sungai menggunakan beberapa skenario. Hal ini berguna untuk
mengetahui kondisi kualitas air pada setiap kondisi tertentu (sesuai dengan skenario).
Pemodelan beban pencemaran eksisting menggunakan dua data kualitas air, yaitu (1)
digunakaan sebagai initial condition (data bukan Maret 2018) (2) sebagai validasi hasil
pemodelan. Hasil pemodelan beban pencemaran eksisting Sungai Code dijelaskan pada Gambar
4.7 dan Gambar 4.8. Gambar 4.7 merupakan grafik perbandingan nilai antara hasil pemodelan
sebelum dikalibrasi dan data kualitas air hasil observasi. Terdapat perbedaan nilai yang cukup
signifikan. Hal ini karena pada model tidak mengakomodasi adanya meander maupun fitur
hidrologis yang dapat merubah kualitas air, sedangkan di Sungai Code banyak ditemui adanya
meander sungai. Asumsi yang digunakan adalah data kualitas air hasil laboratorium adalah benar.
Gambar 4.8. merupakan grafik hasil pemodelan kualitas air yang telah divalidasi dengan data
observasi kualitas air bulan April 2018. Proses kalibrasi menggunakan cara trial and error nilai
beban pencemaran Sungai Code.
25,0
BOD Obs
20,0
Konsentrasi (mg/l)
15,0
10,0
5,0
0,0
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
Jarak dari hulu (km)
6,0
5,0
Konsentrasi (mg/l)
4,0
1,0
0,0
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
Jarak dari hulu (km)
Proses kalibrasi nilai hasil pemodelan menggunakan metode trial and error nilai beban
pencemaran, hingga nilai output kualitas air hasil hasil pemodelan mendekati dengan nilai
observasi. Hasil nilai kualitas air yang telah terkalibrasi diuji menggunakan uji reliabilitas. Uji
tersebut digunakan untuk mengetahui keseseuaian nilai model dan nilai observasi. Hasil uji
reliabilitas hasil pemodelan yang telah dikalibrasi dijabarkan secara detail pada Tabel 4.12.
Asumsi yang digunakan pada kajian ini adalah nilai model dianggap dapat merepresentasikan
kondisi eksisting dengan derajat kesalahan 20%, karena terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi nilai BOD pada suatu perairan, khususnya kualitas air sungai. Nilai reliabilitas
yang mendekati 1 menunjukan bahwa antara nilai observasi dan model hampir sama. Nilai
reliabilitas untuk kajian ini sebesar 0,97.
Tabel 4.12. Uji Reliabilitas Hasil Pemodelan
Gambar 4.9. Peta Beban Pencemaran Eksisting Sungai Code Segmen Kota Yogyakarta
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA
KAJIAN BEBAN PENCEMARAN SUNGAI CODE IV - 30
LAPORAN AKHIR
4.4 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Code Segmen Kota Yogyakarta
Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran pada sumber air berdasarkan
nilai baku mutu air. Jika baku mutu air belum ditetapkan, maka untuk penentuan baku mutu air
sungai dapat menggunakan kualitas air kelas II. Hal ini telah diataur pada PP No.82 Tahun 2001.
Sungai Code segmen Kota Yogyakarta baku mutu airnya menggunakan kelas II. Baku mutu air
kelas II untuk parameter BOD sebesar 3 mg/l. Kualitas air sungai dari hulu hingga hilir mengalami
penurunan. Nilai BOD yang semakin meningkat. Kualitas air sungai yang berada di bawah baku
mutu hanya terdapat pada headwater (sebelum masuk Kota Yogykarta), sedangkan kualitas air
yang melalui Kota Yogyakarta berada di atas baku mutu air kelas II disajikan pada Gambar 4.10.
6,0
5,0
Konsentrasi (mg/l)
4,0
1,0
0,0
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
Jarak dari hulu (km)
Berdasarkan hasil pemodelan daya tampung beban pencemaran Sungai Code, DTBP total
Sungai Code segmen Kota Yogyakarta sebesar 2.830,904 kg/hari. Nilai DTBP ini lebih kecil
daripada beban pencemaran eksisting Sungai Code segmen Kota Yogyakarta. Nilai beban
pencemaran eksisting Sungai Code sebesar 1.709,638 kg/hari, sehingga beban pencemaran
Sungai Code perlu masih dapat menampung beban pencemaran sebesar 1.121,27 kg/hari untuk
dapat memenuhi kualitas air sungai kelas II. DTBP Sungai Code secara detail dijelaskan pada
Tabel 4.15. Asumsi yang digunakan nilai beban pencemaran yang masuk ke sungai tidak boleh
melebihi nilai DTBP untuk mempertahankan kelas air sungai.
Secara administratif, nilai DTBP setiap kecamatan di Kota Yogyakarta dijabarkan pada
Tabel 4.16. Kecamatan Gondokusuman mempunyai nilai DTBP yang lebih besar dari kecamatan
lainnya. Hasil nilai DTBP tersebut perlu dibandingkan dengan nilai beban pencemaran eksisting,
sehingga dapat diketahui kondisi beban pencemaran sungai. Kondisi beban pencemaran yang
telah melebihi daya tampung perlu dikurangi untuk mempertahankan kondisi kualitas air sungai
kelas II. Jika nilai beban pencemaran tersebut masih lebih besar daripada nilai beban pencemaran
eksisting, maka segmen sungai tersebut masih bisa menampung beban pencemaran sungai.
Kalkulasi nilai tersebut dijabarkan pada Tabel 4.17.
1 Gondokusuman 1.173,86 1.156,53 9,78 5,40 0,08 1,50 0,17 0,14 0,26
2 Jetis 612,64 603,59 5,11 2,82 0,04 0,78 0,09 0,07 0,13
3 Tegalrejo 364,36 358,97 3,04 1,68 0,02 0,47 0,05 0,04 0,08
4 Danurejan 67,98 66,97 0,57 0,31 0,00 0,09 0,01 0,01 0,01
5 Gedongtengen 22,51 22,18 0,19 0,10 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00
6 Gondomanan 109,14 107,53 0,91 0,50 0,01 0,14 0,02 0,01 0,02
7 Mergangsan 271,42 267,41 2,26 1,25 0,02 0,35 0,04 0,03 0,06
8 Pakualaman 29,68 29,24 0,25 0,14 0,00 0,04 0,00 0,00 0,01
9 Kraton 30,51 30,06 0,25 0,14 0,00 0,04 0,00 0,00 0,01
10 Umbulharjo 148,54 146,35 1,24 0,68 0,01 0,19 0,02 0,02 0,03
11 Mantrijeron 0,26 0,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 2.830,90 2.789,09 23,60 13,02 0,19 3,62 0,42 0,34 0,62
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Tabel 4.17. Alokasi Beban Pencemaran Sungai Code Segmen Kota Yogyakarta (kg/hari)
Beban pencemaran di sebagian besar kecamatan di Kota Yogyakarta telah melebihi daya
tampung sungai, sehingga perlu dikurangi untuk mempertahankan kelas air sungai (II). Terdapat
4 kecamatan yang masih bisa menampung beban pencemaran, yaitu Kecamatan Gondokusuman
(804,24 kg/hari), Jetis (478,07 kg/hari), Tegalrejo (358,04 kg/hari) dan Kecamatan
Gondomanan (35,20 kg/hari). Secara sektoral dijabarkan pada Tabel 4.17. Secara spasial DTBP
Sungai Code dapat dilihat pada Gambar 4.11. Secara umum, kondisi Sungai Code segmen Kota
Yogyakarta tidak memenuhi standar baku kelas II, tetapi masih dapat memenuhi baku air sungai
kelas III. Paramater kualitas air yang berperan sebagai faktor pembatas kualitas air Sungai Code
di segmen Kota Yogyakarta adalah BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan Total Posfat.
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Code dapat
disimpulkan kondisi Sungai Code sebagai berikut.
1) Sumber pencemar Sungai Code segmen Kota Yogyakarta terbagi menjadi 2, yaitu sumber
pencemar titik dan bukan titik. Persentase sumber pencemar titik berupa Hotel dan
perumahan (57%), Apotek, klinik, dan lab (22%), Rumah Sakit (9%), Rumah Makan
(6%), dan industri (6%). Sumber pencemaran bukan titik berupa rumah tangga (99%),
sampah (1%), dan peternakan (0,01%). Beban pencemaran Sungai Code didominasi oleh
sektor rumah tangga.
2) Kualitas air (BOD) Sungai Code segmen Kota Yogyakarta bagian hilir sebagian besar
melebihi baku mutu air kelas II. Terjadi penurunan kualitas air dari hulu hingga hilir
3) Beban pencemaran sungai code sebesar 1.709,638 kg/hari. 98% beban pencemaran
berasal dari sektor domestik.
4) Sebagian besar kecamatan di Kota Yogyakarta yang masuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Code telah melebihi daya tampung sungai kelas II, kecamatan yang masih dapat
menampung beban pencemaran adalah Kecamatan Gondokusuman, Jetis, Tegalrejo, dan
Gondomanan (berdasarkan kajian daya tampung beban pencemaran), sedangkan
kondisi Sungai Code termasuk dalam kategori cemar sedang (metode Indeks
Pencemaran) dengan faktor pembatas kelas air II adalah parameter kualitas air fosfat dan
BOD.
5.2 Rekomendasi
1) Perlu adanya progam yang bertujuan untuk mengurangi beban pencemaran yang masuk
pada Sungai Code, khususnya terkait limbah rumah tangga. Progam tersebut dapat
berupa pembuatan IPAL komunal untuk rumah tangga, pemanfaatan hasil limbah, dan
monitoring yang baik terhadap limbah industri (khususnya pada limbah yang dibuang
langsung ke sungai)
2) Lebih selektif dalam pemberian izin kegiatan untuk segmen sungai yang telah melebihi
daya tampung.
3) Membuat sistem kuota beban pencemaran dengan cara insentif dan disinsentif, wilayah
yang telah melebihi baku mutu beban pencemaran bisa menggunakan kuota dari wilayah
lain dengan memberikan biaya kerusakan yang telah ditimbulkan atau pungutan emisi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Z. 2011. Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Batanghari pada Penggal
Gasiang – Sungai Langkok Provinsi Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas
Geografi UGM: Yogyakarta.
Alaerts, G., Sri, S. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Hindriani H., Sapei A., dan Machfud. 2012. Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung
Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran. Jurnal Sumber Daya Air. Vol.9,
No.2. 169-184.
Iskandar, I. 2007. Panduan Pelatihan Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta: Puslitbang Sumberdaya
Air Kementerian Pekerjaan Umum.
Jariyah N.A. dan Pramono I.B. 2013. Kerentanan Sosial Ekonomi dan Biofisik di DAS Serayu:
Collaborative Management. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol. 10,
No 3: 141-156.
Sartohadi. 2004. Geomorfologi Tanah DAS Serayu Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia.
VO. 18, No.:135-150.
Ozcan, Z., Kentel, E., Alp, E. 2016. Determination of Unit Nutrient Loads for Different Land Uses
in Wet Periods Through Modelling and Optimization for A Semi-Arid Region. Journal of
Hydrology 540, 40–49.
Thornthwaite,C.W. J.R. Mather. 1957. Instructions and Tables for Computing Potential
Evapotranspiration and The Water Balance. Publications in Climatology, Vol. 10, No. 3,
pp.185-311. Laboratory of Climatology, Drexel Institute of Technology, Centerton, New
Jersey.
Verstappen, H. 1983. Applied Geomorphological Surveys for Environmental Development.
Amsterdam: Elsevier.
Peraturan-Peraturan:
Perda Prov Jateng No 05 Tahun 2012 Tentang Air Limbah
Pergub Jatim No 72 Tahun 2013 Tentang Air Limbah
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Kajian
Penetapan Kelas Air.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Segmen Kecamatan Luas (km2) Apotek Klinik Lab Hotel dan Perumahan Industri Rumah Makan Rumah Sakit
Gondokusuman 0,583 6 6 11 5 2
Segmen 1 Jetis 0,612 1 8 0 3 2
Tegalrejo 0,240 0 0 0 0 0
Danurejan 0,068 0 1 0 0 0
Gedongtengen 0,081 0 3 1 1 0
Segmen 2
Gondokusuman 0,593 14 3 3 4 1
Jetis 0,413 3 11 2 2 0
Danurejan 0,875 2 11 6 2 2
Gedongtengen 0,209 0 35 4 1 0
Gondomanan 0,346 1 5 14 0 0
Segmen 3
Jetis 0,000 0 0 0 0 0
Mergangsan 0,000 0 0 0 0 0
Pakualaman 0,361 1 10 0 0 1
Gondomanan 0,282 4 3 2 0 0
Kraton 0,062 0 0 0 0 0
Segmen 4
Mergangsan 0,217 1 5 2 2 0
Pakualaman 0,079 0 3 0 0 0
Gondomanan 0,115 0 0 0 0 0
Kraton 0,117 0 0 0 0 0
Segmen 5
Mergangsan 1,002 4 9 3 1 1
Umbulharjo 0,106 0 1 2 0 0
Kraton 0,000 0 0 0 0 0
Mantrijeron 0,006 0 2 0 0 0
Segmen 6
Mergangsan 0,843 0 17 3 4 1
Umbulharjo 1,148 0 17 8 0 0
Jumlah 8,359 37 150 61 25 10
Sumber : DLH, 2018
Lampiran 2 : Inventarisasi Jumlah Beban Pencemaran Bukan Titik (satuan)