12 Bentuk Dan Fungsi Tanya Jawab Dalam Persidangan
12 Bentuk Dan Fungsi Tanya Jawab Dalam Persidangan
1. Pendahuluan
Pada dasarnya penggunaan bahasa dipengaruhi oleh beberapa
aspek. Salah satu aspek yang mempengaruhi penggunaan bahasa
seseorang adalah ranah (domain). Ranah adalah konstelasi dari peserta
percakapan, latar, dan topik. Berdasarkan ranah tersebut seseorang
akan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Dengan kata lain,
preferensi bahasa apa yang akan digunakan di dalam komunikasi akan
dipengaruhi ranah bahasa yang digunakan. Misalnya, penggunaan
bahasa pada ranah rumah tentunya berbeda dengan penggunaan
bahasa pada ranah sekolah, ranah agama, atau ranah pengadilan.
Dari berbagai ranah yang ada, ranah pengadilan merupakan
salah satu contoh penggunaan bahasa yang memiliki keunikan
tersendiri. Penggunaan bahasa pada ranah ini melibatkan profesi
khusus yang menggunakan bahasa secara khas. Profesi khusus
tersebut adalah hakim, jaksa, dan penasihat hukum. Adanya profesi
khusus tersebut berimplikasi pada penggunaan bahasa yang khas yang
bertujuan untuk menunjukkan identitas mereka. Hal ini tercermin
pada pemilihan kosa kata atau penggunaan kalimat yang panjang-
panjang. Implikasi dari penggunaan bahasa yang khas tersebut adalah
kelompok profesi ini secara tidak langsung mengomunikasikan
gagasan-gagasan yang hanya mereka pahami dengan baik, tetapi tidak
dipahami oleh masyarakat di luar kelompoknya.
- 235 -
Selain penggunaan bahasa yang khas, aspek lain dari
penggunaan bahasa di ranah pengadilan yang menarik untuk dikaji
adalah percakapan yang terjadi antarpartisipan di dalam persidangan.
Percakapan pada ranah pengadilan, terutama di persidangan, adalah
percakapan yang bersifat institusional. Artinya, setiap peserta yang
terlibat di dalam persidangan tidak dapat bebas berbicara. Ada
seseorang yang mengatur jalannya pergantian bicara. Dengan adanya
orang yang mengatur jalannya pergantian bicara, setiap peserta
percakapan dapat berbicara ketika mendapat izin dari orang yang
berwenang mengatur percakapan. Hal ini berbeda dengan percakapan
biasa. Pada percakapan biasa setiap peserta percakapan dapat bebas
berbicara. Giliran berbicara pada percakapan tersebut tidak diatur
secara ketat. Seseorang tidak perlu menunggu izin dari orang lain
untuk berbicara pada percakapan ini.
Pada dasarnya komunikasi dalam persidangan bersifat dialogis.
Artinya komunikasi yang berlangsung dalam persidangan bersifat dua
arah. Bentuk atau wujud interaksi dalam persidangan lazimnya berupa
tanya jawab. Pihak yang sering menyampaikan pertanyaan adalah
hakim, sedangkan pihak yang sering mengutarakan jawaban adalah
saksi atau terdakwa. Namun pada kesempatan lain, jaksa dan
penasihat hukum dapat menyampaikan pertanyaan kepada saksi atau
terdakwa dan juga mengutarakan jawaban atas pertanyaan yang
dilontarkan oleh hakim. Adapun pihak yang sering menjawab adalah
saksi atau terdakwa. Namun demikian, pada saat tertentu jaksa atau
penasihat hukum juga menyampaikan jawaban yang dikemukakan
hakim.
Dari fenomena tanya jawab yang terdapat di persidangan,
fenomena tanya merupakan fenomena yang menarik untuk diungkap
dan dibahas secara mendetail. Pada saat menyampaikan pertanyaan,
hakim atau jaksa atau penasihat hukum tidak akan melakukannya
dengan cara yang sama. Artinya bentuk pertanyaan yang digunakan
oleh hakim, jaksa, atau penasihat hukum berbeda-beda. Perbedaan
- 236 -
bentuk pertanyaan yang muncul dapat diakibatkan oleh berbagai
faktor. Oleh karena itu, perbedaan bentuk pertanyaan yang digunakan
oleh hakim, jaksa, dan penasihat hukum perlu diungkap dan
dideskripsikan supaya terdapat gambaran yang komprehensif perihal
bagaimana strategi menggali informasi kepada saksi dan terdakwa di
persidangan.
Di samping bentuk, aspek lain yang tidak kalah pentingnya
untuk diungkap adalah fungsi dari pertanyaan itu. Sebagaimana
dinyatakan oleh Tsui bahwa istilah pertanyaan ‘question’dapat dikaji
secara sintaktik atau pragmatik (Coulthard, 2002). Berkenaan dengan
pernyataan Tsui tersebut, pembahasan pertanyaan dalam persidangan
perlu juga melibatkan fungsi. Dalam teori tindak tutur terdapat
sebuah dalil bahwa suatu tuturan juga mengandung tindakan. Dengan
kata lain, sebuah tuturan memiliki fungsi untuk apa diujarkan.
Demikian pula tuturan pertanyaan yang terdapat di dalam persidangan
tentunya memiliki fungsi. Fungsi ini lazimnya dipengaruhi oleh
motivasi penutur (dalam hal ini hakim, jaksa, dan penasihat hukum).
Motivasi ini akan membuat fungsi yang terkandung dalam tuturan
pertanyaan menjadi berbeda-beda pula. Dengan demikian,
pembahasan fungsi ini akan menyertai pembahasan bentuk perihal
pertanyaan yang terdapat dalam persidangan.
2. Kajian Pustaka
Penelitian yang mengkaji pemakaian bahasa di ranah hukum
telah dilakukan oleh Bhatia (1983 dan 1993), Marcelino (1993),
Bustanul Arifin (1997), Djatmika dan kawan-kawan (1999 dan 2001),
Djatmika (2003), dan Triwati (2004). Bhatia (1983 dan 1993) meneliti
pemakaian bahasa hukum dengan judul Simplification vs Easification –
The Case of Legal Texts and Analysing Genre: Language Use ini Professional
Settings. Penelitian tersebut mengaplikasikan teori Simplification dan
Easification untuk memahami teks hukum berbahasa Inggris secara
lebih mudah.
- 237 -
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Marcelino (1993) dengan
judul Analisis Percakapan: Telaah Tanya Jawab di Meja Hijau. Penelitian
tersebut menyimpulkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan cara
yang digunakan oleh terdakwa untuk menanggapi pernyataan-
pertanyaan penyelidik. Kedua, jawaban yang disampaikan terdakwa
memperlihatkan ketidakkooperatifan.
Selanjutnya, penelitian Arifin (1997) dengan judul Analisis
Tanya-Jawab dalam Peristiwa Tutur di Pengadilan mengkaji pemakaian
bahasa di ranah hukum dengan tiga tujuan. Tiga tujuan tersebut
adalah (1) mendeskripsikan kekhasan bentuk pertanyaan yang
digunakan dalam sidang di pengadilan, (2) mendeksripsikan berbagai
jenis fungsi pragmatis pertanyaan yang digunakan dalam sidang di
pengadilan, dan (3) mendeskripsikan jawaban dari terdakwa atau saksi
terhadap pertanyaan hakim, jaksa, dan pembela.
Penelitian yang selaras dengan Bathia dilakukan oleh Djatmika
dan kawan-kawan (1999) dengan judul Strategi Memahami Teks Hukum:
Sebuah Pendekatan Sistemik Fungsional. Penelitian ini menggunakan teori
Sistemik Fungsional untuk menelaah aspek kebahasaan yang
membuat kesan rumit dan kusut teks-teks hukum bahasa Indonesia.
Selanjutnya, Djatmika dan kawan-kawan (2001) meneliti teks-teks di
dalam KUHP dengan judul penelitian Pemudahan Teks Kitab Undang-
undang Hukum Perdata: Sebuah Analisis Wacana. Penelitian ini bertujuan
mengalisis teks-teks hukum di dalam KUHP dengan piranti kohesi.
Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Djatmika (2001) dengan judul
Kohesi Teks Hukum Berbahasa Indonesia: Sebuah Upaya Pemudahan dengan
Analisis Wacana. Penelitian ini berfokus pada penggunaan kohesi dan
perumusan strategi pemudahan untuk memahami teks hukum bahasa
Indonesia.
Penelitian selanjutnya dilakukan Triwati (2004) dengan judul
Analisis Register terhadap Akta Otentik. Penelitian tersebut bertujuan
mendeskripsikan bentuk register pada akta otentik, mendeskripsikan
- 238 -
karakteristik pemakaian register pada akta otentik, dan menganalisis
fungsi register pada akta otentik dilihat dari konteks pemakaiannya.
3. Kajian Teori
3.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik sebagai salah satu cabang linguistik yang
mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat (Hudson, 1992;
Holmes, 2001). Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa tidak lepas
dari masyarakat sebagai penggunanya. Sosiolinguistik berusaha
menjelaskan ihwal mengapa setiap orang berbicara secara berbeda
dalam konteks sosial yang berbeda pula. Dengan kata lain, seseorang
akan berbicara secara berbeda dengan memperhatikan konteks sosial
tempat ia tinggal. Ketika seseorang akan berbicara, ia akan
memperhatikan siapa mitra tuturnya, waktu tuturan diujarkan, tempat
tuturan dikemukakan, topik yang dibicarakan. Dengan
memperhatikan faktor-faktor tersebut, seseorang baru akan
menentukan menggunakan bahasa yang akan dipakai. Pendek kata,
dalil sosiolinguistik yang terkenal yaitu who speaks, what languages to
whom, when, where, and to what end akan diperhatikan secara seksama
oleh seseorang yang berbicara kepada orang lain.
- 239 -
percakapan (peristiwa tutur) dan terjadi di dalam suatu pesta (situasi
tutur). Dimungkinkan pula suatu tindak tutur sekaligus mencakup
peristiwa tutur dan situasi tutur, misalnya tindak tutur berdoa.
Tindak tutur merupakan tataran yang sederhana dan rumit,
karena kedudukannya di dalam komunikasi merupakan jenjang
terendah, namun rumit sebab berkait dengan pragmatik. Hymes
berpendapat bahwa tindak tutur dipengaruhi oleh konteks sosial,
bentuk gramatikal, dan intonasi. Tindakan yang terkandung dalam
tuturan atau lebih sebagai maksud Pn akan beragam sesuai dengan
latar belakang Pn maupun situasi tuturan sehingga akan diwujudkan
dengan bentuk-bentuk kebahasaan yang berbeda pula.
- 240 -
interpretasi dalam pertuturan.
G = Genre, yang mengacu pada jenis-jenis wacana yang dipakai
3.4 Pragmatik
Istilah pragmatik pada awalnya dikemukakan oleh Charles
Morris (Levinson, 1983) dalam kajian semiotik. Menurut Morris,
semiotik terbagi menjadi tiga macam, yaitu sintaksis, semantik, dan
pragmatik. Sintaksis didefinisikan sebagai kajian ihwal hubungan
formal satu tanda dengan yang lain. Sementara itu, semantik adalah
kajian ihwal hubungan tanda dengan objek yang mana tanda tersebut
dapat dipergunakan. Adapun pragmatik merupakan kajian perihal
hubungan antara tanda dengan penafsirnya.
Berkenaan dengan definisi pragmatik, terdapat berbagai jenis
definisi dan batasan yang berbeda dari berbagai pakar linguistik.
Levinson (1983: 21) menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian ihwal
hubungan antara bahasa dan konteks yang menjadi dasar untuk
penjelasan tentang pemahaman bahasa. Dalam pada itu, Richards,
Plat, dan Weber (1985) berpendapat bahwa pragmatik adalah kajian
ihwal penggunaan bahasa, terutama hubungan antara kalimat dan
konteks serta situasi pemakaian kalimat tersebut. Sementara itu,
Fasold (1996: 119) mengemukakan bahwa pragmatik adalah kajian
perihal penggunaan konteks untuk memahami inferensi sebuah
makna. Yule (1996: 3) merumuskan definisi pragmatik kajian ihwal
maksud penutur, kajian perihal makna kontekstual, kajian ihwal
bagaimana mendapatkan lebih yang dikomunikasikan daripada yang
dikatakan, dan kajian ihwal ungkapan dari jarak relatif. Thomas (1996:
22) mendefinisikan pragmatik sebagai makna di dalam interaksi. Lebih
lanjut Thomas menyatakan bahwa membuat makna adalah proses
dinamis, yang melibatkan negosiasi makna antara pembicara dan
pendengar, konteks ucapan (fisik, sosial, linguistik), dan makna
potensial dari sebuah ucapan. Huang (2007: 2) mengemukakan bahwa
pragmatik adalah studi sistematis makna berdasarkan atau bergantung
- 241 -
pada penggunaan bahasa. Topik pusat penyelidikan pragmatik
meliputi implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan deiksis.
3.5 Konteks
Konteks dalam pragmatik memiliki kedudukan penting. Setiap
peristiwa kebahasaan yang dianalisis dengan pendekatan pragmatik
tentu akan melibatkan konteks. Dengan konteks seseorang dapat
memahami maksud sebuah ujaran yang tampak ambigu. Dengan
konteks juga seseorang dapat mengidentifikasi apa yang tersirat dari
sebuah tuturan.
Leech (1983) memerikan konteks sebagai salah satu
komponen dalam situasi tutur. Menurut Leech, konteks didefinisikan
sebagai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial
sebuah tuturan. Leech menambahkan dalam definisinya tentang
konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara
bersama dimiliki oleh penutur dan petutur dan konteks ini membantu
petutur menafsirkan atau menginterpretasi maksud tuturan penutur.
Yule (1996) membahas konteks dalam kaitannya dengan
kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi referen-referan yang
bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap
ekspresi yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule
membedakan konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai
lingkungan fisik dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks menurut
Yule adalah bahan linguistik yang membantu memahami sebuah
ekspresi atau ungkapan. Koteks adalah bagian linguistik dalam
lingkungan tempat sebuah ekspresi dipergunakan.
Yan Huang (2007: 13-14) membicarakan konteks dalam
kaitannya dengan nosi dasar semantik dan pragmatik. Menurut
Huang, konteks dipergunakan secara luas dalam kepustakaan
linguistik, namun sulit untuk memberikan definisi yang tepat.
Konteks dalam arti luas mungkin diartikan sebagai pengacuan
terhadap ciri-ciri yang relevan dari latar yang dinamis atau dalam
- 242 -
lingkungan tempat unit linguistik dipergunakan secara sistematis.
Selanjutnya, konteks disusun atas tiga jenis, yaitu konteks fisik,
konteks linguistik, dan konteks pengetahuan umum. Konteks fisik
mengacu pada latar fisik sebuah tuturan. Misalnya tuturan (3) di
bawah ini penafsirannya bergantung pada pengetahuan terukur dari
konteks fisik, yaitu lokasi ruang-waktu dari tuturan.
- 243 -
Perihal jenis-jenis kalimat tanya, Tsui dengan mengutip
pendapat Quirk dkk berpendapat bahwa kalimat tanya dapat
digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (1) kalimat tanya biasa, yaitu
kalimat tanya yang menggunakan kata tanya: apa, siapa, di mana,
bagaimana, mengapa, kapan dan bila, ke mana, dari mana, dari apa,
dari siapa, dengan apa, dengan siapa, untuk apa, untuk siapa, berapa
dan lain-lain, (2) kalimat tanya yang hanya menghendaki jawaban ya
atau tidak (pertanyaan ya/tidak), dan (3) kalimat tanya yang
mengharapkan jawaban lebih dari satu atau dua pilihan yang disajikan
dalam pertanyaan atau pertanyaan alternatif (Coulthard, 2002:89).
Selain dikaji secara sintaktik, kalimat tanya juga dapat ditelaah
secara pragmatik. Jika ditelaah secara pragmatik, istilah kalimat tanya
alih-alih menjadi tuturan tanya. Tuturan tanya termasuk ke dalam
salah satu jenis tindak ilokusi. Menurut Lyons kondisi tepat ‘felicity
conditions’ tuturan tanya adalah penutur sebaiknya tidak mengetahui
jawaban dari pertanyaan yang disampaikan (Coulthard, 2002).
Sementara itu, Searle juga menyatakan bahwa tuturan tanya
merupakan salah satu jenis tindak ilokusi.
Berkenaan dengan fungsi yang dimiliki oleh tuturan tanya, Tsui
mengemukakan bahwa tuturan tanya memiliki tujuh fungsi, yaitu
fungsi meminta, fungsi mencari informasi, fungsi mengonfirmasi,
fungsi menyetujui, fungsi meminta komitmen, fungsi menglarifikasi,
dan fungsi mengulang (Coulthard, 2002). Sementara itu Allen (1978)
menyatakan bahwa fungsi tuturan tanya meliputi (1) meminta
informasi, meminta izin, meminta konfirmasi; (2) mengubah topik
pembicaraan; (3) meminta penjelasan, pengulangan, pembuktian
kebenaran, atau meminta informasi yang lebih terperinci; dan (4)
mengembangkan percakapan (Abdul Rani dkk, 2006: 230).
- 244 -
4. Hasil Penelitian
4.1 Bentuk Pertanyaan dalam Persidangan
Di dalam strategi tanya jawab dan prinsip-prinsip interaksi
dalam persidangan pidana di pengadilan wilayah Surakarta kalimat-
kalimat tanya yang diapakai oleh para pelaku persidangan dapat
digambarkan sebagi berikut.
- 245 -
(5) PH : Kenapa ini dibiarkan lolos?
S : Ya, karena tadi seperti yang saya sampaikan karena
sekwan itu diajak membahas ya dalam kompentensi
membahas.
PH : Itu pada tahap penyusunan konsep RAPBD perubahan
atau pada pembahasa di DPRD?
S : Konsep.
(6) J3 : Mengapa saudara saksi tidak……yang bersangkutan?
S2 : Belum
J3 : Mengapa saudara saksi tidak….yang bersangkutan>
S2 : Karena yang bersangkutan
H : Dia tidak tahu ini yang menyelesaikan itu?
J3 : Tapi dia kan minta pertanggung jawaban….
(7) H : Itu pendapat, Bu. Maka simpulkan sendiri saja. Jadi
katakan sendiri, simpulkan sendiri. Nggak usah ….
Kalau diajak katakan begitu ya simpulkan sendiri saja.
Masing-masing …….
Bagaimana tadi, Bu? Sudah? Sudah. Saudara-saudara
bagaimana saudara-saudara atas keterangan saksi ini,
ada yang keberatan nggak?
J : Saya keberatan, Pak.
- 246 -
Agus. Sementara itu, pada (3) pemarkah yang digunakan adalah siapa.
Kata siapa digunakan untuk menanyakan seseorang atau nama
seseorang. Pada (3) hakim menggunakan pemarkah tanya siapa untuk
menanyakan nama seseorang. Adapun pemarkah kapan digunakan
pada (4) berfungsi untuk memperoleh informasi tentang waktu. Pada
(4) hakim bertanya kepada jaksa berkenaan dengan waktu penuntutan.
Hakim bertanya dengan menggunakan pemarkah tanya kapan karena
memang pertanyaan tersebut berkaitan dengan waktu.
Kata tanya mengapa, kenapa juga banyak digunakan dalam
membangun kalimat tanya di dalam persidangan. Pemarkah tanya ini
digunakan untuk menanyakan perbuatan. Pada (5) kata kenapa
digunakan untuk memperoleh jawaban tentang perbuatan
meloloskannya anggaran pada suatu rapat. Sementara itu, pada (6)
kata mengapa digunakan jaksa untuk menanyakan kepada saksi ihwal
mengapa saksi tidak meminta pertanggujawaban terdakwa. Adapun
kata bagaimana digunakan untuk menanyakan keadaan. Pada (6)
pemarkah bagaimana dipakai hakim bertanya kepada jaksa untuk
mengetahui keadaan jaksa apakah jaksa keberatan dengan keterangan
yang telah diberikan oleh saksi.
- 247 -
J : Sampai minggu depan Pak. Tunda satu minggu.
H : Tunda satu minggu. Pak J minta waktu satu minggu ya?
Sekitar tanggal 25.
J : Ya.
(9) H: “Lainnya itu? Dulu kredit ndak?”
S: “Nggak.”
..............................
PH : Apakah anggaran biaya operasional penunjang kegiatan
dapat dibayarkan oleh pemegang kas daerah hanya
dengan menyerahkan SK pimipinan DPRD?
S : Tidak.
- 248 -
tetapi biasanya jawaban atas pertanyaan alternatif ini bisa lebih dari
satu jawaban.
Bentuk kalimat tanya alternatif ini biasanya menggunakan
pemarkah tanya yang mana, atau dan untuk apa saja. Hal ini
dapat dilihat pada data berikut:
(10) H : Terima kasih. Terus pelaksanaannya yang mana?
S : Pelaksanaannya yang bawah. Itu yang bawah
- 249 -
itu terjadi karena pada kenyataannya pertanyaan itu hanya dipakai
untuk menegaskan apa yang sudah diketahuinya.
4.2.1 Bertanya
Tuturan pertanyaan yang mengandung fungsi bertanya berarti
bahwa tuturan itu dikemukakan dengan maksud atau tujuan untuk
bertanya sesuatu. Fungsi bertanya di dalam persidangan dilakukan
manakala penutur belum mengetahui informasi tentang sesuatu hal.
Berikut contoh penggunaan fungsi bertanya dalam persidangan.
(12) H : Yang belum dibayar, yang belum dibayar itu
sebetulnya hak siapa?
J : Haknya Padno (gaduh) yang bukan haknya Padno
yang 156 yang belum jadi.
Konteks: Tuturan hakim kepada jaksa pada persidangan
pidana korupsi di PN Klaten.
- 250 -
Konteks: Tuturan hakim kepada saksi pada persidangan
pidana pencurian di PN Klaten
4.2.2 Mengonfirmasikan
Fungsi lain yang sering muncul dalam tuturan bertanya pada
persidangan adalah fungsi mengonfirmasi. Fungsi ini dilakukan
dengan tujuan meminta penegasan kembali atas jawaban yang telah
disampaikan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh penggunaan fungsi
mengonfirmasi dalam persidangan.
(14) H : “Yang mana yang keberatan?”
J : “Yang tadi, bahwa saudara saksi mengatakan di bagian
lain yang beliau diberikan
Saya nyatakan pemahaman daripada SK Bupati, tapi
ya kalau memahami.”
- 251 -
Konteks: Tuturan hakim kepada jaksa pada persidangan
pidana korupsi di PN Klaten.
4.2.3 Meminta
Di samping fungsi mengonfirmasi, fungsi lain yang dapat
ditemukan dalam rangkaian tanya jawab di persidangan adalah fungsi
meminta. Maksud dari fungsi meminta adalah penutur meminta atau
ingin agar mitra tutur melakukan apa yang diujarkan oleh penutur.
Berikut ini contoh fungsi meminta yang terdapat dalam persidangan.
(16) H : “Sudah? Dari penasihat hukum?”
PH : “Apakah pada waktu saudara Padno melakukan
laporan tertulis itu ngomong-ngomong dengan
- 252 -
saudara mengenai apakah laporan yang diterima ini
telah memberikan tuntutan kemudian pada waktu
membaca surat apakah ada bagian dari Saudara?
Apakah uang 30 juta itu semuanya disimpan berupa
uang begitu?”
S : “Tidak.”
Konteks: Tuturan hakim kepada penasihat hukum pada
persidangan pidana korupsi di PN Klaten.
4.2.4 Menyangsikan
Fungsi lain yang terdapat pada tuturan bertanya adalah
menyangsikan. Fungsi ini disampaikan manakala seorang penutur
merasa ragu atas informasi yang disampaikan oleh mitra tutur. Di
bawah ini contoh penggunaan fungsi menyangsikan pada
persidangan.
(17) H: “Ya, kalau kamu ndak ditangkap trus kamu tidur di situ
coba. Kalau dia ndak punya uang sehingga nggak
kamu ajak ke hotel. Coba kalau Dia, punya uang,
kamu bawa ke hotel mana-mana itu. Itu akal bulusmu
- 253 -
itu kurangajar. Karena uangnya sedikit ya nginapnya
yang gratis. Sekolahan. Kamu bisa leluasa malamnya.
Coba kalau nggak ketangkep polisi. Ndak bisa .... apa
maksudnya kamu nginap di situ? Karena ndak
punya uang?”
T: “Wong tujuannya nggak di situ.”
H: “Tujuannya nggak di situ.” “Lha nyatanya di situ
kok.”
Konteks: Tuturan hakim kepada terdakwa pada sidang
tindak pidana korupsi di PN Klaten.
4.2.5 Menawarkan
Fungsi lain yang terdapat dalam persidangan fungsi
menawarkan. Fungsi ini berarti penutur menawarkan sesuatu kepada
mitra tutur perihal sesuatu hal. Berikut ini contoh penggunaan fungsi
menawarkan dalam persidangan.
(18) H: “ Menimbang...
- 254 -
Saudara Teguh Santosa ya? Putusan yang telah
diambil oleh majelis hakim dengan pidana penjara
selama 8 bulan dipotong masa tahanan. Diterima,
banding, apa pikir-pikir?”
T: “Pikir-pikir.”
Konteks: Tuturan hakim kepada terdakwa pada sidang
pidana korupsi di PN Klaten
4.2.6 Mengklarifikasi
Fungsi pertanyaan lain yang ditemukan di persidangan adalah
fungsi mengklafirikasi. Fungsi ini dikemukakan oleh penutur dengan
tujuan untuk menjernihkan atau menjelaskan kembali perihal apa yang
telah disampaikan mitra tutur. Di bawah ini contoh penggunaan
fungsi menglarifikasi dalam persidangan.
(19) H: “Ini yang masih dalam taraf apa? Dari dokter
gimana masih dalam pengawasan? Masih
observasi dari dokter? Masih pengawasan?”
- 255 -
S: “Saat ini, saat ini sudah tidak.”
H: “Sudah tidak. Cuma nanti kembali.”
S: “Jadwal kontrolnya sudah habis.”
Konteks: Tuturan hakim kepada saksi pada persidangan
pidana kecelakaan lalu lintas di PN Klaten.
5. Simpulan
Penelitian ini secara garis besar menyimpulkan dua hal. Pertama,
bentuk kalimat tanya dalam persidangan di pengadilan wilayah
Surakarta meliputi empat jenis, yaitu kalimat tanya biasa, kalimat tanya
ya/tidak, kalimat tanya alternatif, dan kalimat tanya retoris. Pemarkah
tanya pada kalimat tanya biasa apa, di mana, siapa, kapan, mengapa, dan
bagaimana. Ihwal kalimat ya/tidak dalam persidangan direalisasikan
dengan bentuk penggunaan intonasi naik (intonasi 233), penggunaan
kalimat tag. Kalimat tanya alternatif cenderung direalisasikan dengan
- 256 -
bentuk kalimat biasa. Adapun kalimat tanya retoris direalisasikan
dengan kalimat tanya ya/tidak.
Kesimpulan kedua yang dapat dipaparkan di sini bahwa
pertanyaan dalam persidangan mengandung enam fungsi. Enam
fungsi tersebut adalah bertanya, mengkonfirmasi, meminta,
menyangsikan, menawarkan, mengklarifikasi. Fungsi bertanya,
mengonfirmasi, meminta, dan menglarifikasi tergolong ke dalam
tindak tutur direktif. Sementara itu, fungsi menyangsikan dan
menawarkan termasuk ke dalam tindak tutur komisif.
- 257 -
DAFTAR PUSTAKA
- 258 -
Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono
Rani, Abdul, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah
Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia
Richards, Jack, John Platt, Heidi Weber. 1985. Longman Dictionary of
Applied Linguistics. Essex: Longman
Searle, John R. 1979.Speech Act An Essay in The Philosophy of Language.
Cambridge: Cambridge University Press
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan
Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret
University Press
Thomas, Jeny. 1996. Meaning in Interaction. London/New York:
Longman.
Triwati Rahayu. 2004. Analisis Register Akta Otentik. (Tesis).
Yogyakarta: Univesitas Gajah Mada.
Tsui, Amy. 2002. “A Functional Description of Question” dalam
Malcom Coulthard Advanced in Spoken Discourse Anaylisis.
London: Rouletdge
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
- 259 -