Anda di halaman 1dari 37

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori


Konfigurasi lubang bor menembus formasi serta geometri dan
karakteristik reservoirnya menyebabkan pola aliran fluida yang terjadi berbeda-
beda. Dengan memproduksi suatu sumur yang menghubungkan permukaan
dengan reservoir, akan menyebabkan ketidakseimbangan tekanan dalam reservoir,
sehingga akan menimbulkan gradien tekanan yang akan menyebabkan fluida
dalam berpori itu mengalir kesegala arah. Pola aliran radial paling lazim
digunakan untuk menggambarkan aliran fluida dalam media berpori. Ini diawali
oleh solusi Van Everdigen & Hurst pada tahun 1949. Kemudian berkembang
model-model lainnya untuk lebih dapat mempresentasikan kondisi reservoir yang
sebenarnya.
Besaran-besaran yang diakibatkan oleh aliran fluida dalam media berpori
ke lubang sumur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : sifat fisik dari batuan
formasi dan sifat fisik dari fluida formasi. Apabila perubahan tekanan diplot
sebagai fungsi waktu, maka akan dapat dianalisa pola aliran yang terjadi dan juga
besaran karakteristik reservoirnya.
Aliran fluida dalam media berpori menuju lubang sumur didasarkan atas
hukum Darcy. Kemudian dikembangkan model-model aliran yang terjadi pada
pori-pori reservoir yaitu pola aliran radial, pola aliran linier, pola aliran spherical,
aliran bilinier, aliran semi linier dan gradien flow model. Aliran-aliran tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

14
15

Gambar 3.1.
Idealisasi beberapa Pola Aliran yang terjadi di Reservoir 2)

 Idealisasi Reservoir dengan Pola Aliran Radial


Untuk memulai suatu analisa atau perencanaan, pertama-tama kita harus
membuat penyederhanaan atas pemodelan suatu reservoir. Pada reservoir dengan
pola aliran radial ini, persamaan differensialnya diturunkan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Hukum Kekekalan Massa
Hukum Kekekalan Massa biasa disebut juga dengan Persamaan Difusivitas
Radial. Persamaannya adalah :
1 ∂ ∂P φμ c ∂P
( )
r =
r ∂ r ∂r 0 .000264 k ∂ t ................................................................(3-1)
Persamaan (3-1) dikenal sebagai persamaan diffusivitas radial. Sedangkan
asumsi-asumsi yang digunakan untuk memperoleh persamaan tersebut adalah :
 Aliran radial dan horizontal,
 Aliran laminar,
 Ketebalan formasi konstan,
 Aliran isothermal,
16

 Aliran satu fasa kompressibilitas fluida kecil dan konstan,


 Viskositas fluida konstan,
 Permeabilitas konstan,
 Gaya gravitasi diabaikan,
 Porositas kecil,
 Gradien tekanan kecil atau diabaikan.
2. Persamaan Kontinuitas
Untuk aliran di dalam media berpori, hukum konservasi massa yang dikenal
pula sebagai persamaan kesinambungan (continuity equation) menyatakan bahwa
untuk sistem berlaku :

[ Laju aliran massa¿] [ yang masuk keda¿ ] [ lam elemen selama¿] ¿ ¿¿


¿
1 ∂
( rρu r ) =− ∂ ( φρ )
r ∂r ∂t .........................................................................(3-2)
Persaman (3-2) disebut sebagai persaman kontinuitas atau persaman kekekalan
massa dari pola r
adial.
3. Persamaan Darcy
Hukum Darcy menyatakan bahwa kecepatan aliran fluida di dalam media
berpori adalah sebanding dengan gradien potensial dalam arah aliran pada titik
tersebut. Secara sistematis sebagai berikut :

u=− ∇Φ
μ ...........................................................................................(3-3)
Keterangan :
u = Kecepatan volumetrik.
Φ = Potensial.
∇Φ = Gradien potensial.
μ = Viscositas.
17

ρ = Berat jenis fluida.


k = Permeabilitas.
Persamaan tersebut hanya berlaku untuk aliran yang laminar dan tanda
negatif di dalam persaman ini menyatakan bahwa aliran yang terjadi berlawanan
arah dengan penurunan potensial. Dalam satuan lapangan Persamaan diatas
menjadi :
0 . 00708 kh( Ps−Pwf )
Q=
re
μ o B o ln +s
rw ...................................................................(3-4)
4. Persamaan Keadaan
Hukum persamaan keadaan menyatakan hubungan antara massa jenis
fluida dengan tekanan dan temperatur, atau hubungan antara viskositas fluida
dengan tekanan dan temperatur yang secara sistematis dinyatakan sebagai berikut:
1 ∂ρ
c= ( )
ρ ∂p T ...........................................................................................(3-5)

3.2. Pressure Build-Up (PBU)


PBU adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang paling dikenal
dan banyak diilakukan orang, pada dasarnya pengujian ini dilakukan pertama-
tama dengan memproduksi sumur selama suatu selang waktu tertentu dengan laju
aliran yang tetap (konstan), kemudian menutup sumur tertsebut. Penutupan sumur
ini menyebabkan naiknya tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan
yang dicatat ini biasanya adalah tekanan dasar sumur).
Dari data tekanan yang didapat kemudian dapat ditentukan permeabilitas
formasi, daerah pengurasan saat itu, adanya kerusakan atau perbaikan formasi.
Dasar analisa PBU ini diajukan oleh Horner (1951), yang pada dasarnya adalah
memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu. Prinsip yang mendasari analisa ini
adalah yang dikenal dengan prinsip superposisi (superposition principle).

3.2.1. Prinsip Superposisi


Teori yang mendasari secara matematis menyatakan bahwa penjumlahan
dari solusi-solusi individu suatu persamaan differential linier berorde dua adalah
18

juga merupakan solusi dari persamaan tersebut. Misalkan suatu kasus dimana
sebuah sumur berproduksi dengan seri laju produksi tetap untuk setiap selang
waktu seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Untuk menentukan tekanan lubang sumur (Pwf) pada tn sewaktu laju saat
itu qn, dapat dipakai prinsip superposisi dengan metode sebagai berikut :
q1 dianggap berproduksi selama tn.
q2 dianggap berproduksi selama tn – t1.
q3 dianggap berproduksi selama tn – t2.
q4 dianggap berproduksi selama tn – t3.
... ..... - .....
qn dianggap berproduksi selama tn – tn-1.

Gambar 3.2.
Sejarah Produksi Berdasarkan Laju Alir dan Tekanan Dasar
Alir Sumur dengan Fungsi Waktu 2)

3.2.2. Teori Pressure Build-Up


Setelah mengetahui prinsip superposisi diatas, maka pressure build up
akan lebih mudah dimengerti, Gambar 3.2. memperlihatkan suatu sejarah
produksi suatu sumur. Mula-mula sumur diproduksi dengan laju tetap (q), selama

waktu (tp), kemudian sumur ditutup selama waktu Δt .


19

Pi−P ws =
−70 .6
qμB
kh {( (
ln
1688 φμ c t r
w2
k ( t p + Δt ) ) )}
−2 s

1688 φμ c t r 2
−70 .6
kh {( (
( 0−q ) μB
ln
k . Δt
w
−2 s ) )} .......................(3-6)
Kemudian persamaan (4-23) disusun menjadi :
t +Δ
Pws =Pi−70. 6
qμB
kh [ ]
ln p t
Δt
............................................................(3-7)
Atau :
t +Δ
Pws =Pi−162. 6
qμB
kh
log p t
[ ]
Δt
........................................................(3-8)

Gambar 3.3.
Laju Alir Ideal dan Sejarah Produksi
untuk Pressure Build Up Test 2)
20

Persamaan (3-8) memperlihatkan bahwa Pws, shut-in BHP, yang dicatat

t +Δt
selama penutupan sumur,apabila diplot terhadap log Δt merupakan garis
lurus dengan kemiringan :
162 .6qμB
m=
kh ,psi/cycle........................................................................(3-9)
Contoh yang ideal dari pengujian ini dapat dilihat dari Gambar 3.4. Jelas
bahwa perbeabilitas (k), dapat ditentukan dari slope “m”, sedangkan apabila garis
ini diekstrapolasikan keharga Horner Time sama dengan satu (equivalent dengan
penutupan yang tidak terhingga lamanya), maka tekanan pada saat ini teoritis
sama dengan tekanan awal reservoir tersebut.
Sesaat sumur ditutup akan berlaku hubungan :
1688 φμ ct r
Ρwf =Ρi+70.6
qμB
kh [ ln
k.tp
w
2
−2 s
]
1688 φμ c t r

= Ρi+16206
qμB
kh [ log
k.t p
w
2
−0 .869 s
]
1688 φμ ct r

=
Ρi+m log
[ ( k.t p
w
2

) −0. 869 s
] .......................................(3-10)

Pada saat waktu penutupan = Δt , berlaku hubungan :


Ρ ws=Ρi−m log [ ( t p + Δt ) / Δt ]
.............................................................(4-11)
Kalau persamaan (3-10) dan (3-11) dikombinasikan, maka dapat dihitung harga
skin (s), sehingga :

Ρ ws−Ρ wf 1688 φμ c t r 2 t + Δt
s=1 .151 (m )
+1. 151 log
kΔt
w
(
+1 . 151 log p
tp ) ( ) ....(3-
12)
21

Didalam industri perminyakan biasanya dipilih Δt = 1 jam sehingga Pws


pada persamaan (3-12) menjadi P1jam. P1jam ini harus diambil pada garis lurus atau

t p + Δt
garis ekstrapolasinya. Kemudian faktor
( ) Δt dapat diabaikan sehingga :
Ρ1 jam−Ρwf
s=1 .151
[( m ) −log
( tr
φμ c
k
w2 )
+3 . 23
] .....................................(3-13)
dimana skin harus berharga positif.
 Apabila harga s ini berharga positif berarti ada kerusakan (damaged) yang
pada umumnya dikarenakan adanya filtrat lumpur pemboran yang meresap
kedalam formasi atau endapan lumpur (mud cake) di sekeliling lubang bor
pada formasi produktif yang kita amati. skin yang negatif menunjukkan
perbaikan (stimulated), biasanya ini terjadi setelah dilakukan pengasaman
(acidizing) atau perekahan (hydraulic fracturing).
 Sedangkan adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif
akibat adanya skin effect, biasanya diterjemahkan kepada besarnya
penurunan tekanan, Ps yang ditentukan menggunakan persamaan :
Ps = 0.87 m s , psi...................................................................................(3-14)
Maka besarnya produktifitas formasi (PI) dan atau flow effisiensi (FE)
berdasarkan analisa pressure build-up ini dapat ditentukan menggunakan
persamaan :
q
PI = ¿
P −Pwf − ΔP s ,BPD / Psi................................................................(3-15)
Dan
P¿ −Pwf − ΔPs
FE=
[ P¿ −P wf ] x 100 %
.................................................................(3-16)
Sedangkan untuk mengetahui besarnya radius of investigation (ri) dapat
ditentukan menggunakan persamaan :
22

kt
ri=
√ 948 φμ c t
, ft
.....................................................................................(3-17)
Keterangan :
ct : kompresibilitas , psi-1.
Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata-rata reservoir ini
adalah P* = Pi = Pave.

Gambar 3.4.
Sejarah Laju Alir untuk Ideal Pressure Buildup Test 2)

1. Pressure Build-Up yang Ideal


Seperti terlihat pada persamaan sebelumnya, plot antara Pws vs log

t p + Δt
Δt merupakan garis lurus. Ini merupakan hal yang ideal tanpa adanya
pengaruh awal dari wellbore storage.
23

Gambar 3.5.
Grafik Pressure Buld Up untuk Reservoir Ideal 2)

II. Wellbore Storage


Efek dari wellbore storage akan mendominasi data awal dari suatu
pengujian sumur, dimana lama pengaruh wellbore storage sangat tergantung
kepada ukuran maupun konfigurasi lubang bornya. Rangkaian pengerjaan analisa
pressure build-up dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu buat plot log ∆P = (Pws - Pwf) vs log ∆t.
2. Wellbore storage effect terlihat dengan adanya unit slope yang
dibentuk oleh data awal.
Dari unit slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage
coefficient (Cs) di dalam satuan
qB Δt
C s=
24 ΔΡ .....................................................................................(3-18)
Dari unit slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage
coefficient (Cs) di dalam satuan
qB Δt
C s=
24 ΔΡ .....................................................................................(3-19)
Keterangan :
q = Laju alir, STB/Day.
B = Faktor folume formasi, bbl/STB.
24

∆t = Perbedaan waktu, jam.


∆P = Perbedaan tekanan, psi.
Dimana ∆t dan ∆P tersebut berasal dari sembarang titik yang dipilih
pada unit slope.
3. Dari titik data yang mulai meninggalkan unuit slope kemudian diukur
1 atau 1.5 log cycle. Data yang terletak diluar jarak tersebut adalah
yang bebas dari pengaruh wellbore storage.
4. Membuat Horner plot, (t + ∆t)/∆t vs Pws. Horner straight line dibentuk
dari titik-titik data yang bebas dari wellbore storage diatas. Kemudian
berdasarkan garis lurus yang terbentuk tersebut dianalisa harga-
harganya seperti k, P*, s, dan FE.

Gambar 3.6.
Tipe Pressure Build-up Bawah Lubang untuk Produksi
Pseudo Steady State Sebelum Shut-in 3)
25

3.2.3. Karakteristik Kurva Pressure Buildup Test


Karakteristik kurva Pressure Buildup Test dapat mengambarkan bagian-
bagian dari ulah tekanan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa ulah tekanan dapat dibagi menjadi tiga bagian
yang meliputi :
1. Segmen Data Awal (Early Time),
2. Segmen Data Tengah (Middle Time),
3. Segmen Data Lanjut (Late Time).

Gambar 3.7.
Grafik Pressure Build-up Test Sebenarnya 2)

1. Segmen Data Awal (Early Time)


Mula-mula sumur ditutup, pressure buildup test memasuki segmen data
awal, dimana aliran didominasi oleh adanya pengaruh wellbore storage, skin dan
phase segregation (gas hump).
Bentuk kurva yang dihasilkan oleh bagian ini merupakan garis
melengkung pada kertas semilog, dimana mencerminkan penyimpangan garis
lurus akibat adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur atau adanya
pengaruh wellbore storage seperti terlihat pada Gambar 3.7.
26

2. Segmen Waktu Pertengahan (Middle Times)


Dengan bertambahnya waktu, radius pengamatan akan semakin jauh
menjalar kedalam formasi. Setelah pengaruh data awal terlampaui maka tekanan
akan masuk bagian waktu pertengahan. Pada saat inilah reservoir bersifat infinite
acting dimana garis lurus pada semilog terjadi. Dengan garis lurus ini dapat
ditentukan beberapa parameter reservoir yang penting, seperti: kemiringan garis
atau slope (m), permeabilitas efektif (k), storage capacity (kh), faktor kerusakan
formasi (s), tekanan rata-rata reservoir.

3. Segmen Waktu Lanjut (Late Times)


Bagian akhir dari suatu kurva setara tekanan adalah bagian waktu lanjut
(late times) yang dinampakan dengan berlangsungnya garis lurus semilog
mencapai batas akhir sumur yang diuji dan adanya penyimpangan kurva garis
lurus. Hal ini disebabkan karena respon tekanan sudah dipengaruhi oleh kondisi
batas reservoir dari sumur yang diuji atau pengaruh sumur-sumur produksi
maupun injeksi yang berada disekitar sumur yang diuji.
Periode ini merupakan selang waktu diantara periode transient (peralihan)
dengan awal periode semi steady state. Selang waktu ini adalah sangat sempit atau
kadang-kadang hampir tidak pernah terjadi.

3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kurva Tekanan


Pada kenyataannya kurva respon tekanan tidaklah ideal. Banyak faktor
yang mempengaruhi bentuk kurva tersebut. Adanya penyimpangan dari asumsi-
asumsi yang berbeda dari kondisi idealnya. Sebenarnya disinilah letak manfaat
dari asumsi-asumsi yang diberikan, karena terjadinya anomali kurva respon
tekanan yang terjadi akan memberikan gambaran adanya kelainan, faktor-faktor
tersebut antara lain pengaruh wellbore storage, redistribusi fasa dalam lubang bor
maupun heterogenitas reservoir.

3.3.1 Wellbore Storage


Pada saat dilakukan penutupan sumur, tekanan reservoir akan menopang
kolom fluida di dalam sumur sebatas mana ditentukan oleh kesetimbangan antara
27

tekanan formasi dan berat kolom fluida tersebut. Apabila sumur diproduksikan
kembali dengan membuka kerangan di permukaan, maka mula-mula fluida yang
diproduksikan hanya berasal dari apa yang ada di dalam sumur sehingga laju
produksi mula-mula dari formasinya sama dengan nol (qsf=0). Gejala inilah yang
sering disebut dengan wellbore storage effect atau after flow. Dengan
bertambahnya waktu aliran pada suatu tekanan permukaan yang tetap, laju aliran
di dasar sumur akan berangsur-angsur sama dengan laju aliran di permukaan
(qsf=q) dan banyaknya fluida yang tersimpan di dalam lubang sumur akan
mencapai harga yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa gejala wellbore storage
berakhir.
Pengaruh dari wellbore storage akan mendominasi data awal dari suatu
pengujian sumur, dimana lamanya pengaruh wellbore storage ini tergantung pada
ukuran maupun konfigurasi lubang bor serta sifat–sifat fisik fluida maupun batuan
formasinya. Untuk menentukan kapan wellbore storage berakhir maka dibuat plot
antara ΔP = (Pws – Pwf) vs Δt pada kertas log–log, seperti terlihat pada Gambar
3.8.
Garis lurus dengan kemiringan 45º (slope = 1) pada data awal
menunjukkan adanya pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, tentukan titik
awal penyimpangan dan ukur 1 – 1.5 cycle dari titik tersebut untuk menentukan
awal dari tekanan yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage (end of wellbore
storage).
Dengan diketahuinya wellbore storage yang terlihat dengan adanya unit
slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage coefficient (cs) dalam satuan
bbl/psi.
q × B × Δt
cs=
24 × ΔP .......................................................................................(3-20)
Keterangan :
q = laju produksi, STB/D.
B = faktor volume formasi, bbl/STB.
∆t = perbedaan waktu, jam.
∆P = perbedaan tekanan, psi.
28

∆P dan ∆t berasal dari sembarang titik yang dipilih dari unit slope.

3.3.2. Redistribusi Fasa Dalam Lubang Bor (Gas Hump)


Fenomena redistibusi fasa dalam lubang bor terjadi ketika penutupan sumur
dipermukaan dimana gas, minyak dan air mengalir bersama-sama didalam tubing.
Karena adanya pengaruh gravitasi maka cairan akan bergerak ke bawah
sedangkan gas akan bergerak naik ke permukaan. Oleh karena cairan yang relatif
tidak dapat bergerak serta gas tidak dapat berkembang di dalam sistem yang
tertutup ini, redistribusi fasa ini akan menambah kenaikkan tekanan pada lubang
bor sehingga dapat mencapai keadaan yang lebih tinggi dari tekanan formasinya
sendiri dan menyebabkan terjadinya hump disaat awal.

Gambar 3.8.
Grafik ∆P vs ∆t pada Kertas Log-log 4)

3.3.3. Heterogenitas Reservoir


Salah satu sifat heterogenitas reservoir yang mempengaruhi bentuk kurva
ulah tekanan untuk uji sumur adalah ketidakseragaman permeabilitas. Pengecilan
permeabilitas dapat disebabkan oleh penyumbatan dari scale atau kotoran,
maupun hydrasi clay dan swelling, sedangkan pembesaran permeabilitas dapat
dikarenakan oleh adanya stimulasi pada sumur seperti pengasaman ataupun
hydraulic fracturing.
29

3.4. Analisa Pressure Build Up


Untuk menganalisa data–data hasil pengujian di dasarkan pada teori analisa
ulah tekanan bentuk (Pressure Build-Up Curve), yang dikemukakan oleh Horner,
dimana untuk memberlakukan teori ini digunakan anggapan sebagai berikut :
1. Sumur berproduksi pada laju aliran tetap dari pusat reservoir tak terbatas
dengan tekanan yang tetap pada batas luar reservoir.
2. Aliran fluida hanya satu fasa.
3. Kompressibilitas dan viscositas fluida konstan pada interval tekanan dan
temperatur yang bervariasi.
4. Sumur ditutup pada muka batupasir dan tidak terjadi aliran after flow
production kedalam lubang sumur.
5. Formasi mempunyai permeabilitas homogen dalam arah aliran.

3.4.1. Langkah Kerja Metode Horner


Pressure buildup test pada prinsipnya dilakukan dengan cara
memproduksikan sumur selama selang waktu tertentu dengan laju produksi yang
tetap, kemudian menutup sumur tersebut. Penutupan ini menyebabkan naiknya
tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu. Data tekanan yang diperoleh dari test
tersebut dan data-data pendukung lainnya dikumpulkan dan kemudian dianalisa.
Analisa dengan metode Horner secara manual yaitu dengan cara memplot data

tekanan (Pws) pada saat penutupan sumur (shut in) vs horner time ((tp + Δt ) /
Δt ), dari plot ini didapatkan harga m, P 1jam dan P*. Penggunaan metode Horner
secara manual dalam penerapannnya sering kali dijumpai kesulitan, terutama bila
data tekanan sebagian besar didominasi oleh efek wellbore storage dan skin effect
sehingga tidak dapat menginterpretasikan sifat reservoir yang sebenarnya.
Tahapan–tahapan interpretasi Pressure Build-Up Test dengan
menggunakan metode Horner adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan data–data pendukung, antara lain :
- Kumulatif produksi,
- Produksi rata–rata,
30

- Porositas,
- Kompressibilitas batuan,
- Jari–jari sumur,
- Faktor volume formasi,
- Viskositas fluida,
- Ketebalan lapisan produktif.

2. Menghitung berapa lama sumur telah diproduksikan dengan rumus:


Np, kumulatif produksi
tp =
qo, produksi rata-rata terakhir sebelum test
3. Membuat tabel data uji tekanan dasar sumur (Pws), waktu penutupan
(dt), ((tp + dt)/ dt), dan Pws – Pwf, dimana Pwf adalah tekanan dasar
sumur pada waktu t = 0.
4. Memplot antara ΔP = (Pws – Pwf) vs log t pada kertas log-log. Garis
lurus dengan kemiringan 45˚ (slope = 1) pada data awal menunjukkan
adanya pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, menentukan titik
awal penyimpangan dan ukur 1 – 1.5 cycle dari titik tersebut untuk
menentukan awal dari tekanan yang tidak terpengaruh oleh wellbore
storage.
5. Pengaruh wellbore storage terlihat dengan adanya unit slope yang
dibentuk oleh data awal. Dari unit slope tersebut dapat memperkirakan
wellbore storage coefficient (cs) dalam satuan bbl/psi.
q × B × Δt
cs=
24 × ΔP
6. Membuat Horner plot antara log ((tp + dt)/ dt) vs Pws. Menarik garis
lurus dimulai dari data yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage.
Menentukan sudut kemiringan (m) dicari dengan membaca harga
kenaikan tekanan (ΔP) untuk setiap satu log cycle. P* diperoleh
dengan mengekstrapolasikan garis lurus tersebut hingga mencapai
harga waktu penutupan (dt) tak terhingga atau harga ((tp + dt)/ dt) = 1.
31

7. Menghitung harga permeabilitas (k) dengan persamaan :


162,6 × q o ×μ× Bo
k o=
m×h
8. Membaca Pws pada dt = 1 jam.
9. Menghitung harga faktor skin dengan persamaan :

( P1jam −P wf )
S=1 , 151
[ m
−log
( k
φ×μ×c t ×( r w ) )
2
+3 , 23
]
10. Menghitung ri (radius of investigation) dengan persamaan :
1
k×t
ri=
[
948 ×φ×μ× ct ] 2

11. Menghitung Flow Efficiency (FE) dengan persamaan :


( P∗−PWF )− Δ Pskin
FE=
( p∗−PWF )
Keterangan :
FE < 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur
mengecil akibat adanya kerusakan.
FE > 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur
telah diperbaiki dan harganya lebih besar dari harga semula.
12. Menghitung Productivity Index (PI) dengan persamaan :
qo
PI =
P∗−Pwf

3.4.2. Penentuan Tekanan Rata – Rata Reservoir


Seperti diketahui bersama bahwa tekanan rata – rata reservoir merupakan
suatu besaran fisik yang mendasar untuk diketahui pada proses primary recovery
maupun enhanced recovery, yaitu sangat berguna untuk karakterisasi suatu
reservoir, penentuan cadangan dan peramalan kelakuan reservoir tersebut.
Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata – rata reservoir
ini adalah P* = Pi = Ṕ yang dapat diperkirakan dengan mengekstrapolasikan
segmen garis lurus Horner plot sampai ke harga (tp + dt)/dt = 1. Tetapi pada
32

reservoir yang terbatas, hal diatas tidak dapat dilakukan mengingat bahwa dengan
adanya pengaruh dari batas reservoir maka tekanan pada umumnya akan jatuh
berada dibawah garis lurus Horner.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya
tekanan rata – rata reservoir ini, yaitu:
a. Metode Matthews – Brons – Hazebroek (Metode MBH)
b. Metode Miller – Dyes – Hutchinson (Metode MDH)
c. Metode Dietz.
3.4.2.1. Metode Matthews – Brons – Hazebroek (Metode MBH)
Penulis menggunakan metode ini, dilakukan dengan asumsi bahwa
mobilitas dan kompresibilitas fluida tidak bervariasi sampai sebatas radius
pengurasan atau dapat dikatakan bahwa tidak ada variasi sifat – sifat fluida dan
batuan reservoirnya.
Langkah – langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut:
a. Mendapatkan harga P* dari metode Horner (untuk reservoir yang terbatas, P*
ini dikernal sebagai “False Pressure”) dan mendapatkan harga kemiringannya
(slope, m).
b. Memperkirakan besanya harga tekanan rata – rata reservoir ( Ṕ) menggunakan
persamaan:
m
Ṕ=P¿ − P (t )
2.303 DMBH pDA
c. P DMBH atau dikenal sebagai “MBH Dimensionless Pressure” dibaca pada
ordinat Gambar (pada Lampiran A), tergantung pada bentuk dari daerah
pengurasannya, sedangkan harga absisnya ((t ¿¿ pDA ) ¿ didapat dengan
persamaan :
0.0002637∗k∗tp
t pDA =
∅ μ Ct A

3.4.3. Pengenalan Program Saphir versi 3.20


Perangkat lunak Saphir versi 3.20 dikembangkan untuk menganalisis hasil
uji sumur dengan beberapa metode, diantaranya metode Horner, metode pressure
33

derivative dan metode lainnya. Langkah kerja analisis Pressure Build Up dengan
perangkat lunak tersebut terdiri dan empat tahap utama, yaitu: inisialisasi, input
data, ektrak Delta P dan analisis model. Diagram alir langkah kerja tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.9. berikut. Hasil analisis Pressure Build Up adalah valid,
jika tahapan kerja analisis dilakukan dengan benar dan semua data yang
dibutuhkan adalah valid.
Penjelasan lebih lengkap tentang langkah kerja analisis pressure build up
menggunakan perangkat lunak Saphir versi 3.20 dijelaskan dalam sub bab berikut
ini.

Inisialisasi

Input Data

Ekstrak DeltaP

Log-Log Plot Superposition Plot Hystory Plot

Derivative dan Pemilihan Model Perbaikan Model


Horner Plot

Analisis
Model N
o
Yes/Matc
h
Interpretation Report

STOP

Gambar 3.9.
Diagram Alir Perangkat Lunak Saphir 3.20 5)
Penjelasan lebih lengkap tentang langkah kerja analisis pressure build up
menggunakan perangkat lunak Saphir versi 3.20 dijelaskan dalam sub bab berikut
ini.
34

A. Inisialisasi
Inisialisasi merupakan tahap awal dalam langkah kerja analisis dengan
perangkat lunak Saphir 3.20. Tahap ini terdiri dan empat bagian, yaitu : Main
Options, Information, Units dan Comments.
1. Main Options
Pada tampilan layar Main option, input data yang dilakukan adalah jenis uji
sumur, jari-jari lubang sumur (rw), ketebalan lapisan produktif (h), porositas,
reference time dan reference phase yang diperoleh dari welltesting data sheet.

Gambar 3.10.
Layar Main Options 5)

2. Information
Berisi keterangan tentang uji sumur yang akan dianalisis, nama perusahaan
yang melaksanakan, nama formasi, nama sumur, waktu pelaksanaan PBU,
jenis pressure gauge yang digunakan, kedalaman pengukuran dan informasi-
informasi yang perlu untuk dilengkapi.
35

Gambar 3.11.
Layar information 5)
3. Units
Tampilan layar pada Gambar 3.12. berikut berfungsi untuk memilih satuan
yang digunakan.

Gambar 3.12.
Layar Pemilihan Satuan 5)
4. Comments
Comment digunakan untuk memberi catatan atau note di print out hasil
interpretasi.
Pada tahap inisialisai ini di-input data PVT, seperti : Faktor Volume Formasi
(Bo), Viskositas (μo) dan Kompresibilitas total (Ct).
36

Gambar 3.13.
Layar Input data PVT 5)
B. Interpretasi Tahap Pertama
Setelah tahap inisialisasi langkah kerja selanjutnya adalah interpretasi
tahap pertama. Pada tahap ini langkah kerja yang dilakukan, yaitu :
1. Load Q dan Load P,
2. Extract delta P,
3. Generate model,
4. Improvement.
Pada Gambar 3.14. berikut dapat dilihat tampilan layar interpretasi,
sedangkan penjelasarn lebih lengkap mengenai interpretasi tahap pertama akan
dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
37

Gambar 3.14.
Layar Interpretasi Main Screen 5)

 Input Parameter Laju Alir (Q) dan Tekanan (P)


Data tekanan didapat dari hasil pembacaan memory gauge selama
Pressure Build-Up dan disimpan dalam format Ascii, sedangkan harga laju alir
(Q) didapat dari kegiatan swabing dan di-input-kan secara manual.

Gambar 3.15.
Layar Pemilihan Data 5)

 Ekstrak DeltaP
Setelah data tekanan dan laju alir di-input-kan. Kemudian dilakukan
Ekstrak delta P. Langkah kerja yang dilakukan adalah menginputkan harga
smooling faktor (L), jumlah Filtration dan harga dari Pwf pada saat sumur ditutup
dt =0.

Gambar 3.16.
Layar Ekstraksi Parameter Delta P 5)
38

Dari Ekstrak delta P tersebut, dihasilkan log-log plot, history plot dan
semi-log plot (superposision plot) Gambar 3.17. merupakan contoh tampilan
layar hasil Ekstrak Delta P.

Gambar 3.17.
Layar Hasil Ekstraks DeltaP 5)

 Pemilihan Model
Plot derivative yang dihasilkan dari Ekstrak delta P merupakan kurva yang
menggambarkan kondisi reservoir tersebut. Oleh karena itu, model yang dipilih
harus sesuai (match). Pemilihan model dilakukan dengan mernbandingkan plot
derivative data lapangan dan hasil ekstraksi, dengan katalog model kurva
pressure derivative yang tersedia (Lampiran B). Kemudian input data yang
berhubungan dengan model tersebut, diantaranya :
1. Model sumur (well models)
- storage dan skin.
- Fracture Uniform flux.
- Fracture Infinite Conductivity.
- fracture finite Conductivity.
- Sumur Horizontal.
- Limited Entry.
- Changing Weilbore Storage. dapat diterapkan untuk seluruh model.
39

- Rate Dependent Skin, dapat diterapkan untuk semua jenis fluida.


2. Model reservoir (reservoir models)
- Homogen.
- Double Porosity Pseudosteady State.
- Double Porosity Transient.
- Two Layers With Cross Flow.
- Radial Composite.
- Linear composite.
3. Model Batas Reservoir (boundary models)
- Infinite.
- Circle.
- One Fault.
- Intersecting Faults.
- Parallel Faults.
- Rectangle.
- Leaky Fault.

Setelah semua data di-inputkan, kemudian model yang dipilih dapat


ditampilkan. Langkah kerja selanjutnya adalah menyelaraskan model kurva
derivative dengan plot derivative data lapangan.

Gambar 3.18.
40

Layar Proses Matching 5)


Bila plot data derivative dan data lapangan belum selaras dengan model
kurva derivative, maka dapat digunakan fasilitas KIWI (Kappa Intelligent Well
Test Interpretation) yang berfungsi untuk mempercepat proses penyelarasan.
 Improvement
Improvement dilakukan untuk memperbaiki hasil match antara derivative
dan data lapangan dengan model derivative yang kita pilih, dengan metode regresi
non-linier. Prinsip metode ini adalah memperbaiki match point dan/atau parameter
lainnya yang bertujuan untuk meminimalkan standar deviasi. Kurva dapat
dikatakan selaras apabila kurva derivative memiliki bentuk yang sama dengan plot
derivative dan data lapangannya, dimana kedua kurva tersebut saling berhimpit.
Kondisi itu menunjukkan bahwa model kurva derivative reservoir yang kita pilih
sudah mendekati gambaran reservoir yang sesungguhnya.

C. Interpretasi Tahap Kedua


Menu ini merupakan tambahan dalam proses analisis, yang berfungsi
untuk menunjang plot derivative dan memperkuat dasar dalam pemilihan model.
Salah satunya adalah fleksibel plot yang digunakan untuk analisis khusus dengan
pemilihan skala dan fasililas menggambar segmen ganis lurus (straight line) yang
fleksibel. Pilihan dalam menu ini digunakan untuk menentukan jenis plot yang
akan ditampilkan. Jenis plot yang akan ditampilkan tergantung dari fungsi waktu,
fungsi tekanan, waktu superposisi, serta skala sumbu y tersebut.
Tipe dari flexible plot dijabarkan dan kategori-kategori di bawah ini:
a. Fungsi waktu

∆t, log (∆t), √ Δt ,4 √ Δt , atau 1/ √ Δt .


b. Fungsi tekanan
P, P2, m(P) atau P/Z.
c. Waktu superposisi
qB μ
Pi−P (t )= P
Drawdown : 2 π kh D ( t)
41

qB μ
Pi−P (t )= P ( t +Δt ) ]
Buildup : 2 π kh [ D p
qB μ n
Pi−P (t )= ∑ (q −q ) P (t −t ) ¿
¿
Multirate : 2π kh i=1 i i−1 D i i−1
d. Skala Tekanan
Linier log.
sedangkan untuk analisis aliran dapat dipilih jenis plot antara lain:
- Wellbore storage : P vs ∆t.
- Pseudo-steady state : P vs ∆t.
- Radial flow : P vs log ∆t.

- Linear flow : P vs √ Δt .

- Bi-linear flow : P vs ¼ √ Δt .

- Spherical flow : P vs 1/ √ Δt .
Tipe dari plot fleksibel yang digunakan disini adalah Horner Plot yang
digunakan sebagai pembanding terhadap metode pressure derivative. Homer Plot
dibuat dengan memilih Time function dalam log (∆t) dan Superposition dalam
build-up seperti diperlihatkan pada tampilan layar fleksibel plot berikut ini .

Gambar 3.19.
Layar Fleksibel Plot 5)
42

Kemudian Horner plot terbentuk dan dapat dianalisis untuk mengetahui kondisi
reservoirnya. Contoh hasil fleksibel Plot dengan metode Horner dapat dilihat pada
Gambar 3.20.

Gambar 3.20.
Tampilan Layar Horner Plot 5)

D. Algoritma
Penentuan pressure derivative dan sejumlah “N” data pengukuran waktu
N
tekanan terhadap waktu, [(t1,∆p1)} i=1 berdasarkan algoritma Bourdet dkk adalah
berikut ini :

t ( δPδt ) =( δδPln t )
i i

ln ( t i + j . t i −k / t ) ΔPi − ln ( t i + j /t i ) ΔP i−k
=
[ ln ( t i / t i −k ) ΔP i+ j
ln ( t i+ j / t i ) ln ( t i+ j / t i −k )
+
i
2

ln ( t i+ j / t i ) ln ( t i / t i −k ) ln ( t i / t i−k ) ln ( t i + j / t i −k ) ]
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa untuk mengetahui ∆p i pada ti
memerlukan data (ti-1, ∆pi-1) dan (ti-1, ∆pi+1). Jika selang waktu antara dua data
tekanan pengukuran kecil dan mendekati nol, maka akan dihasilkan plot pressure
derivative yang mempunyai banyak gangguan (noise). Untuk mengurangi noise
43

tersebut, Bourdet, dkk memperkenalkan parameter “L” yang digunakan dalam


pemilihan data tekanan pengukuran, sebagai berikut:
t i+1 ti
L ≤ min[ln( ti ), ln( t i−1 )]
Dimana 0 ≤ L ≤ 0.5 ; L = 0 berarti metode Bourdet diaplikasi tanpa normalisasi.
Dalam banvak kasus L = 0. 1 memberikan hasil plot yang terbaik.

3.5. Pressure Derivative


Metoda pressure derivative ini muncul oleh karena pada penentuan akhir
dari efek wellbore storage dengan menggunakan metoda analisa Horner tidak
dapat memberikan harga yang tepat dan juga metoda analisa Horner tidak bisa
memberikan hasil yang akurat apabila digunakan untuk menganalisa reservoir
yang begitu kompleks. Pada metoda analisa Horner, penentuan akhir dari efek
wellbore storage ditandai dengan perubahan deviasi (pembelokan) pada kurva
tekanan atau yang biasa disebut dengan unit slope, kemudian unit slope ini
ditambahkan dengan satu setengah cycle.
Umumnya plot kurva pressure derivative terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama merupakan plot antara beda tekanan penutupan (Pws) dengan tekanan
aliran dasar sumur (Pwf) yang dinyatakan sebagai ΔP terhadap waktu penutupan
(Δt) pada kertas grafik log-log, plot kurva pertama ini berfungsi untuk mengetahui
flat curve, disamping mengetahui berakhirnya wellbore storage. Bagian kedua
merupakan plot antara slope (m) terhadap waktu penutupan (Δt) juga pada kertas
grafik log-log.
Untuk kurva ke dua secara praktis derivative dari perubahan tekanan
berdasarkan fungsi superposisi waktu. Dari persamaan PBU, dapat dinyatakan :
P = f ( ln H ) ..........................................................................................(3-21)
Jika Pws dinyatakan sebagai :
qμB
Pws = Pi − 70.6 ln( H )
kh ...............................................................(3-22)
Persamaan diatas identik dengan persamaan garis lurus :
44

y = a + mx .........................................................................................(3-23)
Perolehan slope dari kurva kedua ini berdasarkan cara statistik cara least
square, yang merupakan garis seminimumkan jumlah pangkat dua penyimpangan,
dengan syarat : untuk meminimumisasi fungsi, turunan pertamanya haruslah nol,
ini menghendaki turunan pertama terhadap a (Pi) sama dengan nol dan turunan
pertama pertama terhadap slope (a) juga sama dengan nol. Slope suatu garis
berdasarkan superposisi titik sebelumnya dinyatakan :
− n ∑ (ln H i Pi ) + ∑ (Pi ) ∑ ( ln H i )
m=
( ∑ ln H i )2 − n ∑ (ln H i )2 ...............................................(3-24)
Keterangan :
Pi : tekanan penutupan dari data ke i, psi.
Δt + t p
Hi :
( Δt ) waktu horner untuk data ke i.
m : slope kurva.
a : tekanan initial, psi.
n : jumlah data.

Gambar atau model dari kurva derivative dapat dilihat pada Lampiran B.

3.6. Tekanan Reservoir


Tekanan reservoir adalah tekanan yang diberikan oleh zat yang mengisi
rongga reservoir baik berupa gas, minyak, atau air. Tekanan reservoir ini hanya
diberikan oleh fluida yang ada dan bergerak dalam pori-pori batuan. Dengan
adanya tekanan reservoir ini akan menyebabkan terjadinya aliran fluida didalam
formasi kedalam lubang sumur yang mempunyai tekanan relatif rendah dan
besarnya tekanan reservoir ini akan berkurang jika adanya kegiatan produksi.
Tekanan yang bekerja didalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh
tiga hal, yaitu :
1. Tekanan Hidrostatik
45

Adalah tekanan yang berasal dari fluida yang berada didalam pori-pori batuan
formasi. Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah jenis dari fluida
itu sendiri dan kondisi geologi.
2. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler disebabkan oleh adanya gaya-gaya yang dipengaruhi
tegangan antar permukaan antar fluida yang bersinggungan, besar volume dan
bentuk pori serta sifat kebasahan batuan reservoir.
3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang terjadi akibat berat batuan yang
berada diatasnya. Besarnya pertambahan tekanan overburden sebanding dengan
bertambahnya kedalaman.

3.7. Produktivity Index (PI)


Produktivity indeks (PI) adalah indeks yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan dari suatu sumur untuk berproduksi pada suatu kondisi tertentu
secara kwalitatif. Secara definisi PI adalah perbandingan antara laju produksi (q)
suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu (Pwf) dengan
perbedaan tekanan statik formasi (Ps). Secara matematis dapat dituliskan dalam
persamaan :
q bbl/hari
PI =
( P s −Pwf ) psi ..............................................................(3-25)
Keterangan :
PI = Produktivity index, bbl/day.
q = Laju produksi, bbl/day.
Ps = Tekanan statik reservoir, psia.
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga PI dapat ditentukan dengan
penurunan persamaan PI dari persamaan Darcy, untuk aliran radial dapat
berbentuk:
46

0. 007082 kh ( P s−P wf )
q=
re
μB ln
( )
rw
......................................................................(3-26)
Jika yang dialirkan minyak, maka persamaan menjadi :
0. 007082 kh
q=
re
( )
μ o B o ln
rw
....................................................................................(3-27)
Bila yang dialirkan terdiri dari minyak dan air maka persamaan menjadi :

0. 007082 kh k o k
q=
[ + w
r e μ o B o μ w Bw ]
μ o B o ln
( )
rw
.........................................................(3-28)
Keterangan :
k = Permeabilitas, md.
ko = Permeabilitas minyak, md.
kw = Permeabilitas air, md.
μo = Viskositas minyak, cp.
μw = Viskositas air, cp.
Bo = Faktor volume vormasi minyak, bbl/STB.
Bw = Faktor folume formasi air,bbl/STB.
re = Jari-jari pengurasan, ft.
rw = Jari-jari sumur, ft.
h = Ketebalan formasi, ft.
Bentuk lain yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas sumur
adalah Specific Produktivity Indeks (SPI) yaitu perbandingan antara PI dengan
ketebalan. Bisa dirumuskan sebagai berikut
PI
SPI =
h .........................................................................................(3-29)
Keterangan :
h = Ketebalan, ft.
PI = Produktivitas formasi.
47

SPI ini biasanya digunakan untuk membandingkan produktivitas formasi


pada sumur-sumur yang berbeda tetapi masih dalam satu lapangan.
Untuk perencanaan suatu sumur atau untuk melihat ulah laku suatu sumur
untuk berproduksi, maka hubungan antara kapasitas produksi minyak dengan
tekanan alir dasar sumur biasanya digambarkan secara grafis dan sering disebut
sebagai kurva Inflow Performance Relationship (IPR). Untuk aliran fluida, jika
tekanan aliran lebih besar dari tekanan gelembung, maka harga PI akan tetap.
Kurva IPR dapat dibuat dengan persamaan :
qo
Ρwf =Ρ s−
ΡΙ ...................................................................................(3-30)
Berdasarkan dari persamaan diatas maka secara grafis dapat dapat
diperoleh garis lurus seperti yang terlihat pada Gambar 3.21., maka qo = PI x Ps
dan harga laju produksi ini merupakan harga yang maksimum yang disebut
sebagai potensial sumuran, yang merupakan laju produksi maksimum yang
diperbolehkan dari suatu sumur. Harga PI merupakan kemiringan dari garis IPR.

Gambar 3.21.
Grafik IPR yang Linear 6)

Bentuk dari garis IPR akan linier jika fluida yang mengalir satu fasa, tapi
jika fluida yang mengalir terdiri dari dua fasa (fasa minyak dan fasa air) maka
bentuk grafik IPR akan melengkung, dan harga PI tidak konstan lagi. Karena
kemiringan grafik IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga Pwf, maka
dalam hal ini Vogel memberikan pemecahannya yaitu dengan mengeplot IPR
48

antara Pwf/Ps vs q/qmax. Persamaan yang diberikan oleh Vogel adalah sebagai
berikut :
2
qo Ρ Ρ
qo max [ ] [ ]
=1−0 . 2 wf −0 .8 wf
Ρs Ρs
..........................................................(3-31)

Keterangan :
qo = Laju produksi minyak, bbl.
qo max = Laju produksi maksimum, bbl.
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
Pr = Tekanan rata-rata reservoir, psia.

Gambar 3.22.
Grafik IPR untuk Aliran Dua Fasa 6)

3.8. Flow Efficiency


Flow efficiency adalah perbandingan antara selisih tekanan statik reservoir
dengan tekanan alir reservoir jika disekitar lubang tidak terjadi perubahan
permeabilitas (ideal drawdown) terhadap besar penurunan sebenarnya (actual
drawdown). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
J actual
FE=
( )
J ideal
..................................................................................(3-32)
Dimana :
49

q
J actual= ¿
P −Pwf ...........................................................................(3-33)
q
J ideal = ¿
P −Pwf −Δ skin .................................................................(3-34)

Sehingga :
P¿−Pwf − ΔPskin
FE= ¿
P −Pwf ..................................................................(3-35)
Dimana, ΔPskin = Kehilangan tekanan pada zone damage.
Dengan mengetahui harga FE maka dapat diperkirakan kondisi formasi di
sekitar lubang bor yaitu dengan adanya kerusakan formasi, maka besarnya FE
akan berkurang. Harga laju produksi maksimum yang dihasilkan adalah harga laju
produksi maksimum pada harga skin sama dengan nol.

3.9. Skin Effect


Skin adalah suatu besaran yang menunjukkan ada atau tidaknya kerusakan
pada formasi sebagai akibat dari operasi pemboran. Biasanya ini diakibatkan oleh
adanya filtrat lumpur pemboran yang masuk kedalam formasi atau adanya
endapan lumpur (mud cake) disekeliling lubang bor pada formasi produktif
tersebut. Secara matematis besarnya perubahan skin dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut ini :

Ρ ws−Ρ wf 1688 φμ c t r 2 t + Δt
s=1 .151 ( m )
+1. 151 log
kΔt
w
(
=1. 151 log p
tp ) ( ) ....(3-36)

Biasanya harga Δt dipilih satu (1) jam, sehingga Pws pada persamaan (3-37)
menjadi P1jam. P1jam ini harus diambil pada garis lurus atau garis ekstrapolasinya.

t p + Δt

Kemudian faktor log


( ) tp
dapat diabaikan sehingga :
Ρ1 jam −Ρwf k
s=1 .151
( m
−log
( φμ c t r
w2 )
+ 3. 23
) ..........................................(3-38)
50

Dimana, harga m harus berharga positif.


Apabila s berharga positif maka dalam formasi produktif tersebut terjadi
kerusakan (damaged), bila s = 0 maka tidak terdapat kerusakan maupun perbaikan
pada formasinya, dan bila s berharga negatif maka formasi produktif tersebut
menunjukkan adanya perbaikan (stimulated) yang biasanya setelah dilakukan
pengasaman (acidizing) atau suatu perekahan hidraulik (hydraulic fracturing).

Anda mungkin juga menyukai