Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH “ NEBULASI PADA ANAK “

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas memenuhi mata kuliah


Keperawatan Anak

Di Susun Oleh :
Acep Maskur ( 312017004 )
Eka Purnama Dewi ( 312017013 )
Elis Farida ( 312017014 )
Hendrie Firmansyah ( 312017018 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AISYIYAH
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “
Nebulasi Pada Anak “.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Keperawatan Anak. Dalam penyelesaian makalah ini
penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik
moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing dan seluruh anggota kelompok yang telah
menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu
segenap saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan
untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Bandun
g, Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................4
A. Pengertian Nebulasi......................................................................................4
B. Indikasi Pemberian Nebulasi........................................................................6
C. Kontra Indikasi Nebulasi..............................................................................6
D. Persiapan Alat Nebulasi................................................................................6
E. Persiapan Pasien Nebulasi............................................................................6
F. Tindakan Nebulasi........................................................................................7
G. Dosis Obat Nebulasi......................................................................................8
H. Diagnosis Keperawatan pasien dengan Nebulasi........................................10
I. Tindakan Keperawatan sebelum dan sesudah tindakan Nebulasi...............11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit saluran napas menahun dan menjadi
masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Asma merupakan penyakit yang
ringan dan tidak mengganggu aktivitas namun bersifat menetap sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Asma adalah penyakit inflamasi
kronik saluran napas yang berhubungan dengan hambatan jalan napas yang
reversibel, inflamasi alergi dan hiperesponsif saluran napas. Kelainan yang
berperan pada asma bebagai sel inflamasi antara lain sel mast dan eosinofil.
Pada dekade terakhir ini prevalensi asma meningkat bahkan di beberapa
negara dilaporkan telah terjadi kenaikan prevalensi morbiditas dan mortalitas
pasien asma (Idrus, Yunus et al. 2012).
Pemberian obat pada asma dapat dengan berbagai macam cara yaitu
parenteral, oral, atau inhalasi. Pengobatan atau terapi inhalasi adalah
pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan
dalam bentuk aerosol atau serbuk (dry powder). Sebenarnya prinsip terapi
inhalasi telah digunakan sejak dahulu misalnya penggunaan asap untuk
pengobatan batuk. Penggunaan aerosol sebagai pengobatan inhalasi pertama
kali dikenalkan oleh Schneider dan Waltz pada tahun 1829 dan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, terapi inhalasi berkembang dengan pesat.
Pada masa sekarang, nebulizer sudah mulai dikenal oleh masyarakat umum
sebagai alat pengobatan penyakit paru. Keuntungan penggunaan nebulizer ini
yaitu hanya memerlukan pernapasan tidal dan beberapa obat dapat di campur.
Selain itu, terdapat kekurangan dari nebulizer ini, yaitu alat cukup besar,
memerlukan sumber listrik dan relatif mahal (Supriyatno and Nataprawira
2016).
Nebulasi merupakan suatu terapi inhalasi dengan menggunakan alat
yang bernama Nebulizer. Alat ini bekerja dengan cara merubah obat droplet
menjadi aerosol sehingga dapat dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan
pada nebulizer berupa solusio atau suspensi (Tanto, Liwang et al. 2014).
2

Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas
adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel
aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya cepat,
dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di dalam
darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik tercapai
yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis.
Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain
refleks batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap
masuk dan mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat
inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol
serta cara penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran
partikel yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di
saluran napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif. Terapi inhalasi
pada asma dewasa telah banyak digunakan dan keberhasilannya cukup baik.
Penggunaannya pada anak belum banyak atau apabila diberikan
seringkali cara dan jenis obat inhalasi tidak tepat atau bahkan anak atau
orang tua tidak cukup mengerti kapan dan bagaimana penggunaannya untuk
pengobatan asma anaknya. Selain itu jenis terapi inhalasi yang dipasarkan
saat ini dibuat untuk orang dewasa yang kemudian digunakan juga untuk
anak. Untuk menunjang keberhasilan penggunaan pada anak diperlukan
pengetahuan mengenai perbedaan antara dewasa dan anak dalam hal
fisiologi dan sistem koordinasi serta tentang teknik inhalasi yang optimal
sehingga penggunaan terapi inhalasi dapat lebih dipahami. (Supriyatno and
Nataprawira 2016). Begitu pentingnya peberian terapi Nebulasi pada anak,
sehingga kami tertarik untuk membahas dan memaparkan.
3

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tarapi Nebulasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian Nebulasi.
b. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Indikasi Pemberian Nebulasi.
c. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Kontra Indikasi Nebulasi.
d. Mahasiswa dapat mengetahui tentang persiapan Alat Nebulasi.
e. Mahasiswa dapat mengetahui tentang persiapan Pasien Nebulasi.
f. Mahasiswa dapat mengetahui tentang persiapan Tindakan Nebulasi
g. Mahasiswa dapat mengetahui tentang cara perhitungan Dosis Obat
Nebulasi.
h. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Diagnosis Keperawatan pasien
dengan Nebulasi
i. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Rencana Tindakan Keperawatan
sebelum dan sesudah tindakan Nebulasi.
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Nebulasi
Nebulisasi merupakan terapi inhalasi yang menggunakan alat
nebulizer. Awalnya terapi ini hanya dilakukan pada kasus asma, tetapi seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan beberapa penelitian menunjukkan
terapi ini juga bermanfaat dalam mengatasi masalah saluran nafas lainnya.
Pada anak dengan riwayat atopi keluarga, dapat terjadi hiperreaktivitas
bronkus (HRB) dengan atau tanpa retensilendir/sputum. Kondisi ini sangat
mengganggu, bahkan anak dapat muntah karena kesulitan mengeluarkan
dahak/lendir ataupun terbangun dari tidur karena batuk. Kasus lainnya seperti
rhinitis alergi, croup, bronkiolitis, pneumonia, aspirasi, maupun penyakit paru
menahun juga memberikan respon positif pasca nebulisasi. Tindakan ini
dapat ditujukan untuk mengencerkan lendir, melebarkan (dilatasi) bronkus
dan megatasi proses radang (inflamasi) yang langsung ke target organ sesuai
dengan indikasi dan jenis obat yang dipilih.
Nebulasi merupakan suatu terapi inhalasi dengan menggunakan alat
yang bernama Nebulizer. Alat ini bekerja dengan cara merubah obat droplet
menjadi aerosol sehingga dapat dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan
pada nebulizer berupa solusio atau suspensi (Tanto, Liwang et al. 2014). Alat
nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol
secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan
atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat
nebuliser yaitu ultrasonic nebuliser dan jet nebuliser (Supriyatno and
Nataprawira 2016).
Nebulizer merupakan suatu alat yang digunakan dalam pengobatan
asma. Alat ini dapat mengubah partikel obat dari cair menjadi gas (uap)
sehingga efek dari obat lebih cepat kelihatan. Model nebulizer yang ada saat
ini diantaranya nebulizer dengan nebulizer kompresor dan Nebulizer
ultrasonik (Andica Fernando1 2016).
5

Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah obat yang berbentuk


larutan menjadi aerosol secara terus- menerus dengan tenaga yang berasal
dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik (Wahyuni 2015).
Nebulasi adalah tindakan memberikan obat-obatan kepada pasien melalui
inhalasi dengan mengguakan alat nebulizer. (Bidyankep RSAI, 2016)
Hasil pengobatan dengan nebuliser lebih banyak bergantung pada
jenis nebuliser yang digunakan. Terdapat nebuliser yang dapat menghasilkan
partikel aerosol terus menerus ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol
hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat tidak
banyak terbuang. Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah
tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan
pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol
dan natrium kromoglikat). Kekurangannya adalah karena alat cukup besar,
memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal (Supriyatno and
Nataprawira 2016). Adapun jenis alat tersebut adalah :
1. Ultrasonic nebuliser Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi
frekuensi tinggi dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan
cairan memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah
tidak menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah
larutan menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan
memerlukan biaya perawatan lebih besar.
2. Jet nebuliser Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena
relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet
berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam
silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif
yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol. Aerosol
yang terbentuk dihisap pasien melalui mouth piece atau sungkup. Dengan
mengisi suatu tempat pada nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan
partikel aerosol berukuran < 5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi
akan terpakai dan lama nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang
optimal maka hanya 12% larutan akan terdeposit di paru-paru.
6

Bronkodilator yang diberikan dengan nebuliser memberikan efek


bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping
(Supriyatno and Nataprawira 2016).

B. Indikasi Pemberian Nebulasi.


Nebulasi dilakukan pada:
1. Bronkospasme akut
2. Produksi secret berlebih
3. Batuk dan sesak napas
4. Radang pada epiglotis
5. Klien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekret.

C. Kontra Indikasi Nebulasi.


Nebulasi tidak dilakukan pada pasien dengan:
1. Tekanan darah tinggi (Autonomic Hiperrefleksia)
2. Nadi yang meningkat atau takikardi
3. Riwayat reaksi yang tidak baik dari pengobatan

D. Persiapan Alat Nebulasi.


1. Nebulizer 1 set.
2. Cairan Nacl 0,9%
3. Obat-obatan nebulizer
4. Spuit 3 cc dalam tempatnya
5. Bengkok
6. Pengalas/perlak
7. Tissue

E. Persiapan Pasien Nebulasi.


1. Identifikasi kemampuan pasien dalam tindakan pemenuhan oksigen
melalui pemberian terapi nebulizer (posisi dan privasi pasien)
7

2. Identifikasi kesiapan dan kesediaan pasien/keluarga untuk dilakukan


tindakan (jelaskan tujuan terapi oksigen dengan cara pemberian nebulizer)

F. Tindakan Nebulasi.
Tindakan memberikan terapi nebulizer dengan terapi
inhalasi/penguapan. Nebulizer sendiri merupakan suatu alat yang digunakan
untuk mengubah obat yang berbentuk larutan ke dalam bentuk aerosol yang
secara terus menerus dengan tenaga bantuan gelombang ultrasonik (Wahyuni,
2015). Banyak jenis obat bronkodilator yang dapat digunakan dalam
nebulizer (Ringel, 2012) namun ada dugaan bahwa obat bronkodilator dapat
mempengaruhi perubahan pada restriksi aliran udara yang terlalu kecil untuk
dideteksi menggunakan alat spirometri sebagai perubahan FEV1 yaitu
volume udara yang dihembuskan pada 1 detik pertama, meskipun begitu obat
bronkodilator tetap digunakan untuk membantu menurunkan hiperinflasi
yang berkaitan dengan PPOK. Combivent diberikan dengan cara inhalasi
(penguapan) yang dihirup melalui hidung dan dikeluarkan melalui mulut
dengan bantuan sungkup yang tujuan dari penguapan ini untuk melebarkan
saluran pernapasan bawah (bronkus) dan mengencerkan secret agar secret
mudah dikeluarkan (Wahyuni, 2015). Terapi inhalasi dengan nebulizer efektif
dilakukan karena pengiriman obatnya lebih efektif sehingga reaksi obatnya
cepat sampai ke paru-paru daripada pemberian obat lewat oral atau sub cutan
(Roggeri & Micheletto, 2016).
Penggunaan alat nebulizer kompresor pada terapi pengobatan asma
kepada pasien ini berkisar antara 3 menit sampai 15 menit saja, sesuai dengan
petunjuk dokter. Umumnya pada nebulizer hanya terdapat tombol on/off yang
digunakan untuk menghidupkan dan mematikan alat saja dan biasanya
perawat atau dokter menggunakan jam untuk menghitung berapa lama waktu
penggunaan alat pada pasien dan mematikan alat secara manual, sehingga
perawat atau dokter hanya terfokus pada pasien, sehingga tidak dapat
melakukan kegiatan penting lainnya.
8

Obat dimasukan ke dalam tabung nebula dimana terdapat selang


masukan kompresi udara yang dihasilkan oleh piston yang di pompa oleh
motor, sehingga tekanan udara dapat memecah cairan obat menjadi partikel
yang sangat halus dan ringan sehingga dapat keluar melalui celah kecil yang
terdapat di atas tabung dan mengeluarkan uap obat melalui selang yang
terhubung pada masker pasien, sehingga pasien dapat menghirup obat
langsung melalui saluran pernapasannya. Penggunaan setting timer sangat di
butuhkan pada alat ini, motor kompresor akan berhenti bekerja dengan
sendirinya apabila waktu yang di tentukan telah selesai, dan buzzer akan
berbunyi untuk memperingatkan perawat atau dokter bahwa penggunaan alat
pada pasiennya telah selesai yakni waktu/lamanya pemakaian alat, mulai dari
1 menit sampai 10 menit.
Setelah tegangan dari power supply masuk +12v DC keseluruh
rangkaian maka akan diteruskan oleh rangkaian sensor dan driver relay.
Seting timer digunakan untuk membatasi waktu pemberian obat. Rangkaian
driver relay berfungsi sebagai pemutus suplai daya yang akan diteruskan ke
motor kompresor, dimana motor kompresor akan menggerakkan piston yang
menghembuskan udara bertekanan tinggi ke dalam selang sehingga proses
pengkabutan pun terjadi (Andica Fernando1 2016).

G. Dosis Obat Nebulasi.


Didalam penelitian (Yosmar, Andani et al. 2015) dikatakan Inflamasi
kronik adalah dasar dari penyakit asma, oleh karena itu obat-obat
antiinflamasi berguna untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada saluran
napas. Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten dan
banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini diberikan baik yang
bekerja secara lokal maupun secara sistemik. Kortikosteroid adalah
pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Kortikosteroid bekerja dengan menekan proses inflamasi dan mencegah
timbulnya berbagai gejala pada pasien asma. Dari dua jenis obat golongan
kortikosteroid yang digunakan, Prednison lebih besar persentasi pemberianya
9

dibandingkan dengan Deksametason. Pemberian Prednison adalah sebesar


19,59% . Prednison lebih dipilih karena merupakan preparat oral golongan
steroid yang bersifat short actings, efek mineralokortikoidnya minimal, masa
kerjanya pendek sehingga efek sampingnya lebih sedikit serta efeknya
terbatas pada otot. Sedangkan untuk Deksametason pemberiannya lebih
sedikit yakni sebesar 14,43% .
Pedoman Nasional Asma Anak menyatakan bahwa pemberian
kortikosteroid secara sistemik (dalam hal ini Deksametason) haruslah berhati-
hati karena obat ini mempunyai efek samping yang cukup berat. Obat kedua
yang paling banyak digunakan adalah obat golongan mukolitik yaitu
Ambroxol. Pemberian obat ini adalah sebanyak 22,68% . Obat golongan
mukolitik merupakan obat batuk yang bekerja dengan cara mengencerkan
sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah benangbenang mukoprotein
dan mukopolisakarida dari sputum. Agen mukolitik berfungsi dengan cara
mengubah viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan
komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat di pasaran adalah
bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein. Meskipun banyak digunakan, obat
ini bukanlah terapi utama pada asma melainkan terapi tambahan untuk
mengurangi batuk yang merupakan salah satu gejala asma yang muncul pada
anak.
Kombinasi antara β2-Agonis dan antikolinergik dengan nama dagang
Combivent® digunakan didalam terapi sebanyak 21,65% . Obat ini terdiri
atas Salbutamol sulphate 2.5 mg dan Ipratropium Br 0.5 mg dengan kemasan
vial 2,5 ml. Dosis pemberiannya adalah 0,5-1 vial unit dosis setiap 1 sampai 2
jam dan dilanjutkan setiap 4 sampai 6 jam melalui rute inhalasi (nebulisasi).
Kombinasi antara inhalasi β2-agonis dan antikolinergik (ipatropium bromida)
dipercaya dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Didalam
terapi juga digunakan obat golongan β2-Agonis, yaitu Salbutamol dengan
rute peroral sebesar 16,49% . Obat simpatomimetik selektif β2 ini memiliki
manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek
samping yang minimal pada terapi asma. Pemberian langsung melalui
10

inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih


cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap
rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme
dibandingkan bila diberikan secara sistemik. Obat yang paling sedikit
digunakan dalam terapi adalah obat golongan metil-xantin yaitu Teofilin.
Pemberiannya hanya 5,16%.
Pada dasarnya efek bronkodilatasi golongan metilxantin setara dengan
inhalasi β2-Agonis, tetapi karena efek samping yang lebih banyak dan batas
keamanan yang sempit maka golongan metilxantin hanya dianjurkan jika
pemberian kombinasi inhalasi β2-Agonis dan ipatropium bromida tidak
memberikan respons. Berdasarkan penelusuran literatur, efek bronkodilatasi
Teofilin tidak berkorelasi dengan baik terhadap dosis, tetapi memperlihatkan
hubungan yang jelas dengan kadar darah. Inilah alasan mengapa obat ini
sangat jarang digunakan dalam penanganan asma anak.

H. Diagnosis Keperawatan pasien dengan Nebulasi.


Pada pasien yang mendapatkan tindakan Nebulasi adalah menganalisa
data untuk menentukan diagnosa keperawatan. Dari hasil pengkajian biasanya
ditemukan data – data senjang dimana biasanya pasien mengatakan batuk
berdahak dan sputum tidak bisa keluar, sesak nafas setelah beraktivitas.
Terdengar bunyi krekels saat diauskultasi, terlihat ekspirasi memanjang,
pasien terlihat batuk, respiration rate >25 x/menit, ada otot bantu nafas.
Akibat pengeluaran dahak yang tidak lancar maka akan menimbulkan
penumpukan mukus yang dapat membuat perlengketan pada jalan nafas
sehingga jalan nafas tidak efektif dan menyebabkan timbulnya sesak nafas
(Nugroho, 2011).
Dari masalah diatas maka diagnosa keperawatan yang muncul yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertumpuknya
secret (akumulasi secret jalan nafas). Didalam NANDA 2017 Ketidak
efektifan Bersihan Jalan Nafas ini suatu keadaan inspirasi dan / ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adequat (Herdman and Kamitsuru 2015).
11

Batasan karakteristiknya antara lain: Bradipnea, Dispnea, Fase ekspirasi


memanjang, Ortopnea, Penggunaan otot bantu pernafasan, Penggunaan posisi
tiga titik, Peningkatan diameter anterior-posterior, Penurunan tekanan
ekspirasi, Penurunan inspirasi, Penurunan ventilasi semenit, Pernafasan bibir,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan eksursi dada, Pola nafas abnormal
(mis., irama, frekuensi, kedalaman), Takipnea (Herdman and Kamitsuru
2015). Sedangkan faktor berhubungannya yaitu dari bisa dari lingkungan,
obstruksi/sumbatan jalan nafas yang berupa secret berlebih, secret di bronki,
eksudat di alveoli dan adanya benda asing yang menyumbat di jalan nafas
(Smeltzer, Bare et al. 2008).

I. Tindakan Keperawatan sebelum dan sesudah tindakan Nebulasi.


1. Sebelum tindakan
a. Kaji fungsi respirasi (auskultasi bunyi napas, tanda-tanda distress
pernapasan, dan observasi sputum.
b. Kaji riwayat kesehatan terkait pemberian obat dan alergi.
c. Kaji usia anak, tingkat perkembangan dan kemampuan kooperatif
2. Sesudah tindakan
a. Mengevaluasi respon anak.
b. Mengevaluasi keberhasilan jalan, sputum dan karakteristiknya
c. Melakukan postural drainase untuk membantu pasien mengeluarkan
dahaknya.
3. Dokumentasi
Dokumentasikan proses nebulasi (mulai dari kondisi pasien sebelum
dimulai tindakan, saat sedang tindakan dan respon pasien setelah selesai
tindakan), meliputi tanda-tanda vital terutama pernapasan, denyut nadi dan
kondisi slym.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Nebulasi merupakan suatu terapi inhalasi dengan menggunakan alat yang
bernama Nebulizer. Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah obat yang
berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus- menerus dengan tenaga yang
berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik (Wahyuni
2015). Nebulasi adalah tindakan memberikan obat-obatan kepada pasien
melalui inhalasi dengan mengguakan alat nebulizer. (Bidyankep RSAI, 2016)

Adapun jenis alat tersebut adalah :


1. Ultrasonic nebuliser. Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi
frekuensi tinggi dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan
cairan memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah
tidak menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah
larutan menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan
memerlukan biaya perawatan lebih besar.
2. Jet nebuliser. Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena
relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet
berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam
silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif
yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca atau mahasiswa. Oleh karena itu, harapan
penulis kepada pembaca semua terutama Ibu Dosen pembimbing agar
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Andica Fernando1, A. S., Faisal Hadi3 (2016). "MODIFIKASI NEBULIZER


KOMPRESOR DENGAN MENAMBAHKAN PENGATURAN
TIMER DAN DETEKTOR CAIRAN OBAT SEBAGAI BATASAN
WAKTU TERAPI PEMBERIAN OBAT PADA PENDERITA
ASMA " Teknosia II: 11.

Herdman, T. and S. Kamitsuru (2015). NANDA Interntional. Diagnosa


Kperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Idrus, I. S., et al. (2012). "Perbandingan Efek Salbutamol dengan Salbutamol yang
Diencer-kan dengan NaCl 0, 9% pada Pasien Dewasa dengan Asma
Akut Sedang di RS Persahabatan." J Respiro Indonesia 32(3): 168.

Smeltzer, S., et al. (2008). Brunner and Suddarth’s textbook of medicalsurgical


nursing 10th edition, Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins.

Supriyatno, B. and H. M. D. Nataprawira (2016). "Terapi inhalasi pada asma


anak." Sari Pediatri 4(2): 67-73.

Tanto, C., et al. (2014). "Kapita selekta kedokteran." Edisi IV. Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius: 839-842.

Wahyuni, L. (2015). "PENGARUH PEMBERIAN NEBULIZER DAN BATUK


EFEKTIFTERHADAP STATUS PERNAPASAN PASIEN COPD."
JURNAL KEPERAWATAN BINA SEHAT 11(1).

Yosmar, R., et al. (2015). "Kajian Regimen Dosis Penggunaan Obat Asma pada
Pasien Pediatri Rawat Inap di Bangsal Anak RSUP. Dr. M. Djamil
Padang." Jurnal Sains Farmasi & Klinis 2(1): 22-29.

Anda mungkin juga menyukai