Anda di halaman 1dari 8

Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

JURNAL KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM LEMBAGA LEGISLATIF DI


KABUPATEN KENDAL

Oktaviani Adhi Suciptaningsih 

Universitas Sunan Muria Kudus, Jawa Tengah Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Partisipasi perempuan dalam politik merupakan bentuk emansipasi yang penting
Diterima Juni 2010 bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan gender.Dalam penelitian ini, saya
Disetujui Juli 2010 mengeksplorasi bagaimana partisipasi perempuan dalam Lembaga Legislatif di
Dipublikasikan September
Kabupaten Kendal dan bagaimana peran perempuan dalam penentuan kebijakan
2010
di Lembaga Legislatif di Kabupaten Kendal. Metode penelitian menggunakan
Keywords: pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara
Legislature; dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi perempuan
Participation of woman; dalam Lembaga Legislatif di Kabupaten Kendal masih sangat rendah, dari 45 orang
Gender. anggota dewan legislatif, hanya 4 orang saja yang perempuan. Padahal jumlah
penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Rendahnya
partisipasi perempuan ini disebabkan karena banyaknya kendala yang menghambat
perempuan untuk maju berpartisipasi dalam lembaga legislatif, diantaranya kendala
psikologis, ekonomi, politik, dan sosial budaya. Yang sedikit inipun tidak memiliki
kompetensi yang baik untuk memperjuangkan keadilan jender dalam kebijakan.
Akibatnya, banyak kebijakan publik yang belum berperspektif gender.

Abstract
Women’s participation in politics is a important emancipation strategy of women in
achieving gender equality. In this article, I seek to discuss the participation of women in the
parliamentary body in the district of Kendal and women’s role in determining policy in the
district. Method used in this research is observation and interview. Research result shows that
women’s participation in Kendal is still low; of the 45 legislative council members, only 4 are
women, though the population of women outnumbers male population. The low participation
of women roots from many barriers, such as psychological, economic, political, social and
cultural barriers. This limited number also does not have enough competence to pass gender
equality policies in the parliament. The consequence of low participation of women is the lack
of gender perspective in the policy made by the legislative body.

© 2010 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2086-5465
Universitas Sunan Muria, Kudus
E-mail: osuciptaningsih@yahoo.co.id
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

PENDAHULUAN sebagai penerima kebijakan tanpa memiliki


akses dan kontrol untuk memberikan
Anggapan secara umum, dunia politik masukan, kritik atau perubahan kebijakan.
merupakan dunia yang penuh dengan intrik. Ketertinggalan perempuan di bidang
Panggung yang sarat dengan adu kekuatan, ekonomi, pendidikan, ketenagakeijaan,
sarana orang-orang untuk unjuk kekuasaan, kesejahteraan sosial dan lainnya harus dibaca
tempat orang yang bergelut untuk meraih, sebagai akibat ketimpangan keterwakilan
mempertahankan dan memperluas pengaruh. perempuan dalam perumusan kebijakan
Politik adalah perebutan makna” kebenaran publik.
umum”. Hal yang dianggap sebagai Tantangan politisi perempuan lebih
kebenaran umum itu akhirnya diputuskan berat dibandingkan perjuangan politisi
sebagai sebuah kebijakan atau keputusan laki- laki, tetapi semua itu harus dilakukan
politik. Apa yang dianggap para pengambil oleh kaum perempuan dan oleh karenanya
keputusan sebagai kebenaran akhirnya harus mengapa mematok kuaota 30 % perempuan
diakui sebagai kebenaran bersama. Padahal di parlemen dalam Pemilu 2004 menjadi
keputusan politik ditentukan oleh segelintir sangat penting dalam rangka tindakan
orang yang umumnya adalah laki-laki, affirmative action (tindakan khusus sementara)
berasal dari kelas tertentu dan berpendidikan sekaligus memberikan kesempatan seluas-
(Wijaksana, 2004:xi). luasnya bagi perempuan untuk berkiprah
Berbicara soal kebenaran umum, dalam dunia politik.
tentu banyak yang menyangsikan. Apakah Basis pemikiran lainnya adalah
kebenaran itu sudah merupakan kesepakatan keyakinan bahwa sangatlah penting bagi
terutama kelompok masyarakat yang selama perempuan untuk meningkatkan partisipasi
ini terpinggirkan dalam politik? Bagaimana politiknya baik secara kuantitatif dan
kelompok terpinggirkan seperti masyarakat kualitatif, sebab dengan maju ke ruang publik
miskin, mereka yang hidup di daerah dan menduduki tempat-tempat strategis
terpencil, kelompok penyandang cacat, usia pengambilan keputusan sebagai satu-satunya
lanjut dan perempua (sebagai bagian warga cara agar kepentingan mereka terwakili.
negara yang terbesar), dapat mengakui Kepentingan tersebut harus diperjuangkan
kebenaran itu jika pada prosesnya mereka oleh kaum perempuan sendiri sebab tidak
yang lebih sering terabaikan? mungkin dapat dirumuskan secara baik oleh
Politik bukan saja bicara soal adu kaum laki-laki (Venny dalam Wijaksana,
kekuatan atau adu pengaruh yang cenderung 2004: x).
menguntungkan segelintir orang. Politik Sudah waktunya memang, perspekif
juga harus bicara soal partisipasi dan gender masuk ke segala lini kehidupan
keterwakilan. Partisipasi dan keterwakilan terutama dalam pengambilan keputusan
yang dimaksud adalah bagaimana politik dan kebijakan pemerintah dari tingkat
memiliki kemauan untuk mendorong dan pusat sampai daerah. Hal ini sesuai dengan
mengakomodasi keberagaman masyarakat Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang
yang selama ini terpinggirkan, tak terkecuali Pengarusutamaan Gender dalam setiap
perempuan. Sistem politik harus menghapus kebijakan dari tingkat pusat sampai daerah.
berbagai jenis diskriminasi dan subordinasi Sistem politik lebih menguntungkan sifat-
yang secara sengaja atau tidak sengaja sifat maskulin yang dimiliki oleh laki-laki.
dilakukan terhadap kelompok masyarakat Model politik lebih banyak ditentukan
terbesar tersebut. Untuk itu perempuan juga dengan sifa-sifat konfrontatif ” menang”
harus terlibat langsung dalam politik karena atau “ kalah”. Politik jauh dari menghormati
perempuan memiliki persoalan-persoalan nilai- nilai kolaboratif atau pembangunan
khusus, sementara itu keterwakilan mereka konsensus. Berapapun sumbangan yang
dalam lembaga-lembaga strategis pembuat diberikan perempuan untuk partai sangat
keputusan sangatlah rendah. Ketimpangan besar, menjadi tidak berarti karena kebijakan
ini mengakibatkan perempuan sebatas partai yang tidak menguntungkannya.

67
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

Budaya patriarki dalam masyarakat telah diajukan dalam penelitian ini, maka
menempatkan perempuan pada posisi yang pendekatan penelitian yang digunakan
selalu berada di bawah laki-laki (subordinat), adalah pendekatan kualitatif fenomenologis,
rawan akan kecenderungan merebaknya yakni bagian dari metode kualitatif
berbagai stereotip (pelabelan negatif), yang mengandung nilai sejarah dalam
marginalisasi (peminggiran dan pemiskinan perkembangannya. Fenomenologi
perempuan), subordinasi (yang berdampak digunakan untuk mengetahui deskripsi
pada eksploitasi) dan tindakan-tindakan peranan partisipasi perempuan dalam
kekerasan (violence). Keputusan- keputusan lembaga legislatif secara universal, di
penting yang menyangkut orang banyak antaranya menjelaskan latar belakang
dianggap terlalu riskan untuk diserahkan partisipasi perempuan dalam lembaga
kepada perempuan (Sadli, 2010). legislatif, maksud partisipasi perempuan
Perempuan sendiri acap kali dalam lembaga legislatif dan sebab akibat
menganggap politik itu sebagai permainan partisipasi perempuan dalam lembaga
kotor. Anggapan ini telah memukul rasa legislatif tersebut. Peneliti menggunakan
percaya diri perempuan untuk berhadapan sudut pandang kelas, ras dan budaya
dengan proses politik. Ketidakpercayaan etnis Jawa. Oleh karenanya dalam situasi
diri kerap menjadi penyebab utama tidak yang multikultural tersebut mendasarkan
tampilnya perempuan dalam pentas politik penelitian pada seperangkat ide-ide,
formal seperti dalam partai politik, parlemen kerangka teori (ontologi) yang menentukan
atau pemerintahan. Ketidakberuntungan seperangkat per tanyaan, metode
perempuan secara sosial ekonomi telah (epistemologi) yang kemudian diselidiki
menempatkan perempuan menjadi (metodologi/ analisis) dengan cara yang
kelompok warga negara yang rentan akan spesifik.
kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Permasalahan umum yang sering
Akibatnya kesempatan perempuan untuk terjadi adalah partisipasi perempuan dalam
memperjuangkan haknya menjadi sangat berbagai bidang politik yang masih kurang.
kecil (Venny dalam Wijaksana, 2004:4). Hal ini terjadi di semua kabupaten di
Oleh karenanya sebagai langkah Indonesia, meskipun dengan berbagai faktor
awal patutlah dicatat bahwa keterwakilan penyebab dan latar belakang yang berbeda.
perempuan dalam politik telah menjadi Keadaan yang timpang pada perempuan
sebuah wacana baru yang memasyarakat. tentu saja akan mempengaruhi seluruh aspek
Lambat laun orang akan sadar bahwa kehidupan masyarakatnya, karena hampir
bicara soal demokrasi harus dimulai dari 50,63% masyarakat kabupaten Kendal
dua pihak, laki-laki dan perempuan. Tidak adalah perempuan. Untuk itu peneliti
ada demokrasi jika hanya mementingkan mengambil lokasi penelitian di lembaga
satu pihak sembari mengesampingkan pihak legislatif kabuapaten Kendal sebagai kasus
lain. Resonansi ini hampir terdengar di yang juga relevan untuk diteliti.
semua lapisan masyarakat. Mengeras’atau Sasaran penelitian ini adalah
melemahnya gaung itu akan ditentukan perempuan yang duduk dalam lembaga
oleh wakil-wakil perempuan di gedung DPR legislatif di Kabupaten Kendal. Data-
dan DPRD di semua pelosok daerah nanti. data dalam penelitian diperoleh dengan
Permasalahan penelitian ini difokuskan menggunakan teknik wawancara
pada partisipasi perempuan dalam lembaga mendalam (indepth interview), observasi
legislatif dan peran perempuan dalam dan dokumentasi. Wawancara mendalam
penentuan kebijakan dalam lembaga dilakukan terhadap sejumlah informan,
legislatif di kabupaten Kendal. agar peneliti memperoleh deskripsi yang
utuh tentang partisipasi perempuan dalam
METODE PENELITIAN lembaga legislatif dan peran perempuan
dalam penentuan kebijakan di lembaga
Berdasarkan permasalahan yang legislatif kabupaten Kendal. Peneliti

68
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

melakukan observasi terhadap anggota perempuan dan anak. Anggota dewan


dewan perempuan pada saat rapat paripurna, perempuan berusaha memperjuangkan
rapat fraksi, rapat komisi, cara me-lobby solusi dari berbagai permasalahan yang
anggota dewan laki-laki dan lainnya. dialami perempuan di kabupaten Kendal
di atas melalui kebijakan- kebijakan publik
HASIL DAN PEMBAHASAN yang berperspektif gender, misalnya dalam
bentuk PERDA yang sensitif gender.
Partisipasi Perempuan dalam Minimnya keterwakilan perempuan
Lembaga Legislatif di Kabupaten Kendal, dalam lembaga legislatif di kabupaten
dari enam partai politik yang terdapat dalam Kendal juga tidak lepas dari kendala-kendala
lembaga legislatif di kabupaten Kendal yang menghambat gerak langkahnya,
yakni PDIP, PKB, PPP, PAN, GOLKAR diantaranya adalah: kendala sistem politik
dan Demokrat, hanya PDIP dan GOLKAR yakni: kelaziman model maskulin mengenai
saja yang mempunyai wakil Anggota dewan kehidupan politik dan badan-badan
perempuan di Kabupaten Kendal terdiri pemerintahan (laki-laki mendominasi politik,
dari empat orang yakni dr. Hj. Widya Kandi memformulasi aturan permainan politik, dan
Susanti dan Hj. Nuryati dari Fraksi Partai menentukan standar untuk evaluasi, bahkan
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hj. kehidupan politik diatur oleh norma-norma
Supartinah dan Dra. Hj. Siti Nurmarkesi dari dan nilai-nilai laki-laki). Kendala sosial
Fraksi Golkar. Meskipun secara kuantitas budaya. Masyarakat Kabupaten Kendal
hanya empat orang saja, namun mereka masih terikat kuat oleh budaya Jawa yang
berusaha optimal dalam hal kualitas, hal cenderung patriarki. Kendala psikologis :
ini terbukti dengan terpilihnya Dra. Hj. Siti perempuan takut berkuasa, karena beberapa
Nurmaikesi sebagai wakil bupati Kendal. parpol Islam menunjukkan keberatannya
Agenda politik perempuan di atas partisipasi perempuan pada aspek
lembaga legislatif kabupaten Kendal politik. Kendala sosial ekonomis, yakni
adalah: Penghapusan kekerasan terhadap adanya pemiskinan perempuan.
perempuan dan sosialisasi kesehatan Dengan berbagai kendala yang
reproduksi perempuan. Beberapa persoalan muncul tersebut di atas menghambat
pokok kesehatan reproduksi yang dihadapi perempuan untuk maju dalam aspek politik
perempuan di kabupaten Kendal adalah apalagi untuk berpartisipasi dalam lembaga
: masih rendahnya angka penyebaran legislatif. S e s u a i d e n g a n k o n s e p
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, ada kemitrasejajaran dalam teori kesetaraan
semacam ketakutan menghadapi berbagai peran laki-laki dan perempuan menjadi poin
resiko jika berbicara mengenai pendidikan penting dalam perwujudan demokratisasi
seks dan penanganan abortus, hukum yang sebuah negara. Dalam terminologi politik
tidak memihak kepada kesehatan reproduksi yang bias gender, untuk waktu yang
perempuan, masih banyaknya adat yang lama pengertian partisipasi “dari rakyat,
memiliki resiko tinggi bagi kesehatan oleh rakyat dan untuk rakyat “ ini hanya
reproduksi yang dilandasi kebiasaan dan diartikan secara terbatas untuk beberapa
kepercayaan, masih kuatnya budaya patriarki kalangan tertentu dalam masyarakat dan
sehingga untuk hamil,” memiliki anak dan ini sudah tentu tidak termasuk perempuan
pemilihan alat kontrasepsi ditentukan oleh di dalamnya. Walaupun saat ini hak-hak
laki-laki (suami), penafsiran moral yang politik bagi perempuan sudah banyak diakui,
sering tidak konsisten khususnya mengenai namun adanya hak-haknya politik tersebut
nilai keperawanan, janda, pelacuran dan tidak menjamin adanya pemerintahan
abortus (Wardani, 1999). Perlindungan sistem politik yang demokratis di mana masa
buruh migran perempuan. Hal ini menjadi partisipasi, representasi dan akuntabilitas
sangat penting karena Kendal merupakan di beri makna yang sesungguhnya. Ini
salah satu daerah pemasok TKW terbesar artinya, adanya keterwakilan perempuan
di Jawa Tengah. Penghapusan perdagangan didalamnya dan berbagai kebijakan yang

69
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

muncul memiliki sensivitas gender tidak besar perempuan secara psikologis menjadi
serta merta terwujud meskipun hak-hak tidak siap untuk berpartisipasi aktif di bidang
politik perempuan sudah diakui. Perempuan politik. Sebagian memiliki perasaan rendah
sebagai warga negara seharusnya dapat diri dan yakin bahwa mereka tidak memiliki
berpartisipasi secara mandiri dalam proses keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan
demokrasi ini. untuk berkecimpung dalam dunia politik.
Mempertimbangkan kepentingan Sebagian lainnya enggan memasuki dunia
perempuan dan melibatkan laki-laki dan politik karena konotasi negatif dari dunia
perempuan dalam proses pembuatan politik itu sendiri.
kebijakan adalah dasar dari kerangka Hambatan juga muncul dengan
demokrasi yang mendorong ke arah adanya peran ganda perempuan, bahkan
kesetaraan dan keadilan gender. Jika dalam banyak kasus multi ganda yakni
membicarakan partisipasi politik perempuan sebagai ibu rumah tangga, pekerja dan
secara global maka kita harus melihatnya masyarakat profesional. Tidak terdapat
dalam konteks sosial budaya, ekonomi serta waktu yang memadai dengan banyak peran
kondisi geografis yang sangat bervariasi. tersebut untuk memasuki dunia politik.
Perempuan di Kabupaten Kendal juga Tidak ada upaya strategis yang dilakukan
lidak homogen, karena mereka berasal dari oleh organisasi poltik untuk mengatasi
berbagai kelas sosial, wilayah, etnis maupun hambatan- hambatan tersebut dan juga
agama yang berbeda. Perempuan dalam tidak ada upaya untuk memahami dan
kategori tersebut memiliki masalah spesifik mengakomodasi peran ganda perempuan
yang harus diselesaikan. Beberapa kondisi tersebut. Sebagai contoh, pertemuan
yang perlu diperhatikan untuk memahami maupun kegiatan-kegiatan politik, terlepas
tantangan yag harus dihadapi perempuan itu memang disengaja maupun tidak, secara
sebagai berikut: budaya Indonesia feodal intens dilaksanakan pada malam hari dan
dan patriarki, pemahaman dan interpretasi bahkan seringkah dilakukan di luar kota.
konservatif masyarakat Indonesia terhadap Sehingga semakin sulit bagi perempuan
ajaran agamanya yang juga beragam dan untuk dapat menghadirinya.
hegemoni negara yang direfleksikan dalam Secara keseluruhan, peran perempuan
instisusi-institusi negara yang terus-menerus yang sangat terbatas dalam pembuatan
mempertahankan budaya patriarki. kebijakan dan posisi kepemimpinan
Budaya patriarki yang mengakar dan disebabkan oleh kondisi sosial budaya
sistem politik yang didominasi oleh laki- yang mempersulit perempuan untuk
laki memiliki dampak negatif yang besar terlibat secara penuh didalamnya. Tingkat
bagi upaya perempuan untuk berpartisipasi pendidikan perempuan yang pada umumnya
dalam Lembaga Legislatif. Perempuan tidak rendah serta faktor kemiskinan yang mereka
didukung dan bahkan dalam banyak hal alami semakin memperburuk permasalahan
malah dihambat, untuk mengambil peran ini. Hal ini terlihat dengan banyaknya
aktif di ruang publik. Sebaliknya, mereka perempuan yang tidak peduli terhadap hak
diharapkan untuk menggunakan politiknya. Dalam situasi di mana mayoritas
kemampuannya di lingkungan rumah laki-laki tidak menyadari pentingnya
tangga, yang dianggap sebagai ruang privat. partisipasi perempuan yang setara serta
Bahkan pada masa reformasi sekarang ini, rendahnya dukungan sosial dan keluarga
dikotomi konsep r uang publik privat masih membuat perempuan semakin sulit untuk
mendominasi masyarakat Indonesia yang mengatakan tidak mungkin terlibat dalam
mengakibatkan perempuan Indonesia harus dunia politik.
mengatasi praktek diskriminasi dan buta Berdasarkan teori pengambilan
gender (gender blind) dalam badan legislatif keputusan dalam lembaga legislatif yang
(Soetjipto, 2005:236-237). dikemukakan Bem dalam Megawangi bahwa
Nilai budaya tradisional yang sudah sulitnya mengubah figur dominan wanita
terinternalisasi ini mengakibatkan sebagian sebagai ibu, disebabkan belum adanya
70
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

kemauan politik secara dalam menciptakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan)
kultur yang kondusif bagi terciptanya dalam representasi dalam lembaga legislatif
kesetaraan gender. Begitu juga perempuan di kebijakan kuota adalah kebijakan yang
Kabupaten Kendal sulit menggapai kekuasaan bermanfaat karena dalam waktu singkat
sebab masih dalam kategori perempuan dapat membuka jalan masuk bagi lebih
tradisional yang mempunyai stereotip tidak banyak perempuan untuk berkiprah
mengenal kekuasaan. Kefeminiman juga didalamnya. Semua kebijakan tersebut
tidak memuat ketegaran, keperkasaan atau adalah langkah strategi menuju penciptaan
ketegasan yang merupakan inti kekuasaan. critical mass (jumlah yang signifikan) sehingga
Gambaran klasik mengenai kefeminiman perempuan dapat berpartisipasi dalam
identik dengan kepasrahan, kepatuhan, proses pengambilan keputusan di lembaga
kesetiaan, kemanjaan, kekanak- kanakan, legislatif.
kesimpatikan, kehangatan, kelembutan, dan Sebesar apapun upaya pemerintah tidak
keramahan. Sedangkan kekuasaan identik akan maksimal ketika perempuan sendiri
dengan maskulinitas di mana ketegaran dan tidak melakukan pembenahan diri. Berikut
kekuatan serta mempengaruhi orang lain merupakan upaya yang bisa dilakukanoleh
menjadi bagian yang sangat penting. Dengan kaum perempuan untuk dapat berpartisipasi
demikian tidak mengherankan bahwa secara aktif dalam perpoltikan terutama
tradisional dalam diri perempuan tidak dalam lembaga legislatif: mengiatkan
memikirkan kekuasaan sebagaimana laki- kegiatan kegiatan penyadaran (awareness
laki mendefinisikan hal tersebut dalam raising),misalnya sosialisasi gender terutama
diri mereka (Soetjipto, 2000; Utami, 2010; yang dapat mengubah cara pandang dan pola
Wardani, 2009). pikir tentang prinsip-prinsip demokrasi yang
Dalam mengupayakan kesetaraan menjamin kesetaraan, HAM, supremasi
pemerintah melakukan tindakan khusus hukum dan keadilan. Mengubah kebijakan
sementara (affirmative action). Menurut Ani publik dengan mengupayakan berbagai
Widya Soetjipto (2005) affirmative action adalah advokasi dan strategi (mengamandemen
tindakan strategis yang harus diambil sebagai peraturan partai tau UU Pemerintah yang
temporary special measures untuk percepatan memperbolehkan diskriminasi terhadap
peningkatan representasi perempuan dalam perempuan), pengorganisasian massa dengan
politik. Affirmative action mempunyai dua mengangkat isu-isu krusial (mendekatkan
sasaran yakni dampak positif terhadap suatu diri pada media untuk meningkatkan
institusi agar lebih cakap dalam memahami kepedulian pada masalah-masalah
dan sekaligus mengeliminasi berbagai bentuk perempuan), membentuk alinasi atau koalisi
rasisme dan seksisme di tempat keija dan agar (membangun dan mempertahankan jaringan
institusi itu mampu mencegah terjadinya dengan organisasi perempuan baik dalam
bias gender maupun bias ras dalam segala politik maupun organisasi masyarakat
kegiatannya. Ketika sasaran untuk mencapai sipil lainnya) dan bekerja dalam kemitraan
kesetaraan telah dicapai dan jika kelompok- dengan anggota dewan laki-laki (Kweldju,
kelompok yang dilindungi telah terintegrasi, 1993; Sadli 2010).
maka kebij akan ini akan segera dicabut. Guna mewujudkan suatu tatanan
Tindakan affirmative action ini secara masyarakat yang demokratis, maka harus
berangsur-angsur akan menjamin bahwa melibatkan semua pihak, sehingga tidak
perempuan yang berada dalam institusi ada bagian dari masyarakat yang merasa
pengambilan keputusan mempunyai terpinggirkan. Begitu pula dalam setiap
kualifikasi untuk memegang berbagai penentuan kebijakan diperlukan peran
jabatan. Tindakan affirmative action yang serta seluruh anggota dewan baik laiki-laki
dilakukan pemerintah adalah dengan maupun perempuan. Peran perempuan
adanya kuota 30 % keterwakilam perempuan dalam lembaga legislatif di kabupaten
dalam lembaga-lembaga politik. Dalam Kendal tampaknya belum bisa maksimal,
upaya mempersempit gender gap (jurang hal ini bisa dilihat dari posisi mereka dalam

71
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

setiap kegiatan. Anggota dewan belum ada kepentingan perempuan.


yang diberi kesempatan untuk menempati Posisi duduk dalam rapat juga
posisi ketua sebagai posisi utama penentu mempengaruhi suara yang didapatkan.
kebijakan. Posisi ketua maupun wakil ketua Untuk rapat tertentu anggota dewan
dalam pimpinan dan alat kelengkapan DPRD perempuan duduk sesuai dengan daftar
Kabupaten Kendal semuanya ditempati nama yang sudah diletakkan di atas meja
oleh anggota dewan laki-laki. Seharusnya rapat, memang memungkinkan untuk
bisa saja, demi terciptanya ekosistem yang berkomunikasi antar anggota dewan
seimbang dalam tubuh DPRD kabupaten perempuan, tetapi dengan posisi duduk
Kendal salah satu diantara ketiga posisi tersebut mereka tidak bisa membaur dengan
di atas diberikan kepada perempuan. anggota dewan laki-laki untuk melakukan
Karena bagaimanapun juga tanpa adanya lobby, seperti pada rapat paripurna.
kesempatan bagi perempuan tidak mungkin Meskipun demikian hal tersebut
bisa maju, apalagi anggota dewan laki-laki tidak menghambat kinerja anggota
dan perempuan memiliki hak yang sama dewan perempuan di Kabupaten Kendal
untuk menempati posisi sebagai ketua dalam memperjuangkan kepentingan
maupun wakil ketua. Dengan masuknya perempuan melalui berbagai kebijakan yang
perempuan sebagai ketua atau wakil ketua berperspektif gender. Diantaranya dengan
diharapkan dapat selalu memasukkan mengupayakan mekanisme counter terhadap
agenda politik perempuan dalam setiap kebijakan publik, yakni melalui legal drafting
kebijakan sehingga dapat menghasilkan (kebijakan keuangan yang resmi). Kebijakan
kebijakan publik yang berperspektif gender. publik harus memperhatikan anggaran
Anggota dewan perempuan tidak bisa berperspektif gender dalam APBN maupun
berpartisipasi dalam seluruh jenis rapat yang APBD. Hal ini bertujuan untuk mendukung
diadakan oleh DPRD kabupaten Kendal terciptanya kesetaraan gender, mengarahkan
misalkan dalam rapat pimpinan dan rapat dan menjadi acuan secara menyeluruh
gabungan pimpinan DPRD, mengingat posisi dalam pelaksanaan kebijakan dan program
mereka hanya sebagai anggota dalam setiap pemerintah yang berdampak pada
struktur organisasi. Hal ini sangat merugikan kemajuan taraf hidup seluruh masyarakat-
bagi kaum perempuan dan anggota dewan terutama masyarakat miskin, anak-anak
perempuan khususnya, sebab rapat tersebut dan perempuan serta pertanggungjawaban
biasanya membahas hal-hal penting pemerintah dalam melaksanakan
seputar kebijakan publik. Tidak ikutnya pembangunan di wilayahnya. Ada tiga
anggota dewan perempuan mengakibatkan hal penting sebagai tolok ukur untuk
kebijakan yang dihasilkan belum terlalu menilai apakah alokasi anggaran tersebut
memasukkan kepentingan perempuan, berperspektif gender, yakni berapa anggaran
sebal hanya dipandang dari kacamata laki- untuk kebutuhan khusus bagi perempuan
laki saja. Apalagi sebagian besar keputusan dan anak, berapa anggaran untuk
kebijakan publik diputuskan melalui voting mempercepat tercapainya kesetaraan laki-
(pengambilan suara terbanyak). Dengan laki dan perempuan,dan berapa anggaran
sistem pemungutan suara yang merifhitung untuk pengarusutamaan gender dalam
langsung setiap anggota DPRD yang hadir seluruh kebijakan dan program pemerintah.
akan menguntungkan laki-laki, perempuan Guna menjalankan upaya di atas diperlukan
akan kalah dengan sendirinya, sebab secara aksi- aksi advokasi yang efektif dan efisien,
kuantitas tidak proporsional. Untuk itu diantaranya: non litigasi (lobi) (dengar
anggota dewan perempuan harus mengatur pendapat (hearing), kampanye), litigasi (legal
strategi dengan melakukan “lobby” dengan standing, class action, counter legal, synectic,
anggota dewan laki-laki. Diharapkan brainstorming).
kerjasama ini dapat membuka akses anggota Sedangkan untuk mencalonkan diri
dewan perempuan untuk menyalurkan menjadi anggota DPRD, politikus perempuan
aspirasinya dalam memperjuangkan harus mengupayakan hal-hal seperti berikut

72
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73

ini, menyusun pedoman kerja, membentuk ayat suci Al-Quran sehingga perempuan
tim kampanye sendiri, penggalangan dana, terdiskriminasi dalam banyak hal tak
demonstrasi, boikot, revolusi. terkecuali dalam kehidupan politik. Untuk
itu hendaknya semua pihak harus berperan
SIMPULAN aktif dalam memberdayakan perempuan
dalam politik guna peningkatan kualitas
Berdasarkan hasil penelitian dan hidup secara global.
uraian di atas dapat ditarik simpulan
sebagai berikut: permasalahan perempuan DAFTAR PUSTAKA
di Kabupaten Kendal sangat kompleks, di
antaranya disebabkan oleh kuatnya budaya Kweldju, S. 1993. Kodrat dan Posisi Wanita dalam
Perubahan: yang terungkap oleh Seksisme
patriarki di masyarakat yang mempengaruhi
dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Penelitian IKIP
seluruh sendi kehidupan dan banyaknya Malang. Vol III. No. 3 Juni. Hal 51.
kebijakan publik yang belum berperspektif Sadli, S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dalam
gender akibat rendahnya partisipasi Perspektif Hak Asasi Manusia dalam
perempuan dalam politik terutama dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap
Perempuan. Jurnal Perempuan . No 45:. Hal: 78.
lembaga legislatif sebagai penentu kebijakan. Salim, A. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial.
Rendahnya partisipasi perempuan dalam Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
lembaga legislatif di Kabupaten Kendal Soetjipto, A. 2005. Politik Perempuan Bukan Gerhana.
dikarenakan banyaknya kendala yang Jakarta: Kompas.
Soetjipto, A. 2000. Perempuan dan Politik Indonesia.
dihadapi perempuan untuk maju ke ranah
Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan
politik, seperti kendala sosial budaya, politik, Perempuan. Vol 5. Hal 120.
psikologi dan ekonomi. Sebagian besar Utami, TS. 2010. Perempuan Politik di Parlemen,
masyarakat Kabupaten Kendal merupakan Sebuah Sketsa Perjuangan dan Pemberdayaan
masyarakat yang religius yang memiliki 1999-2001. Jurnal Perempuan 48. Hal: 128.
Wardani, S&dkk. 2009. Aspirasi Perempuan Anggota
pandangan timpang mengenai eksistensi Parlemen terhadap Pemberdayaan Politik
perempuan dan menjustifikasi dengan ayat- Perempuan. Jurnal Perempuan 47. Hal 89.
Wijaksana, MB. 2004. Modul Perempuan untuk
Politik. Jurnal Prisma. No. 7 Hal : 3.

73

Anda mungkin juga menyukai