JURNAL KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas
Abstract
Women’s participation in politics is a important emancipation strategy of women in
achieving gender equality. In this article, I seek to discuss the participation of women in the
parliamentary body in the district of Kendal and women’s role in determining policy in the
district. Method used in this research is observation and interview. Research result shows that
women’s participation in Kendal is still low; of the 45 legislative council members, only 4 are
women, though the population of women outnumbers male population. The low participation
of women roots from many barriers, such as psychological, economic, political, social and
cultural barriers. This limited number also does not have enough competence to pass gender
equality policies in the parliament. The consequence of low participation of women is the lack
of gender perspective in the policy made by the legislative body.
67
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
Budaya patriarki dalam masyarakat telah diajukan dalam penelitian ini, maka
menempatkan perempuan pada posisi yang pendekatan penelitian yang digunakan
selalu berada di bawah laki-laki (subordinat), adalah pendekatan kualitatif fenomenologis,
rawan akan kecenderungan merebaknya yakni bagian dari metode kualitatif
berbagai stereotip (pelabelan negatif), yang mengandung nilai sejarah dalam
marginalisasi (peminggiran dan pemiskinan perkembangannya. Fenomenologi
perempuan), subordinasi (yang berdampak digunakan untuk mengetahui deskripsi
pada eksploitasi) dan tindakan-tindakan peranan partisipasi perempuan dalam
kekerasan (violence). Keputusan- keputusan lembaga legislatif secara universal, di
penting yang menyangkut orang banyak antaranya menjelaskan latar belakang
dianggap terlalu riskan untuk diserahkan partisipasi perempuan dalam lembaga
kepada perempuan (Sadli, 2010). legislatif, maksud partisipasi perempuan
Perempuan sendiri acap kali dalam lembaga legislatif dan sebab akibat
menganggap politik itu sebagai permainan partisipasi perempuan dalam lembaga
kotor. Anggapan ini telah memukul rasa legislatif tersebut. Peneliti menggunakan
percaya diri perempuan untuk berhadapan sudut pandang kelas, ras dan budaya
dengan proses politik. Ketidakpercayaan etnis Jawa. Oleh karenanya dalam situasi
diri kerap menjadi penyebab utama tidak yang multikultural tersebut mendasarkan
tampilnya perempuan dalam pentas politik penelitian pada seperangkat ide-ide,
formal seperti dalam partai politik, parlemen kerangka teori (ontologi) yang menentukan
atau pemerintahan. Ketidakberuntungan seperangkat per tanyaan, metode
perempuan secara sosial ekonomi telah (epistemologi) yang kemudian diselidiki
menempatkan perempuan menjadi (metodologi/ analisis) dengan cara yang
kelompok warga negara yang rentan akan spesifik.
kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Permasalahan umum yang sering
Akibatnya kesempatan perempuan untuk terjadi adalah partisipasi perempuan dalam
memperjuangkan haknya menjadi sangat berbagai bidang politik yang masih kurang.
kecil (Venny dalam Wijaksana, 2004:4). Hal ini terjadi di semua kabupaten di
Oleh karenanya sebagai langkah Indonesia, meskipun dengan berbagai faktor
awal patutlah dicatat bahwa keterwakilan penyebab dan latar belakang yang berbeda.
perempuan dalam politik telah menjadi Keadaan yang timpang pada perempuan
sebuah wacana baru yang memasyarakat. tentu saja akan mempengaruhi seluruh aspek
Lambat laun orang akan sadar bahwa kehidupan masyarakatnya, karena hampir
bicara soal demokrasi harus dimulai dari 50,63% masyarakat kabupaten Kendal
dua pihak, laki-laki dan perempuan. Tidak adalah perempuan. Untuk itu peneliti
ada demokrasi jika hanya mementingkan mengambil lokasi penelitian di lembaga
satu pihak sembari mengesampingkan pihak legislatif kabuapaten Kendal sebagai kasus
lain. Resonansi ini hampir terdengar di yang juga relevan untuk diteliti.
semua lapisan masyarakat. Mengeras’atau Sasaran penelitian ini adalah
melemahnya gaung itu akan ditentukan perempuan yang duduk dalam lembaga
oleh wakil-wakil perempuan di gedung DPR legislatif di Kabupaten Kendal. Data-
dan DPRD di semua pelosok daerah nanti. data dalam penelitian diperoleh dengan
Permasalahan penelitian ini difokuskan menggunakan teknik wawancara
pada partisipasi perempuan dalam lembaga mendalam (indepth interview), observasi
legislatif dan peran perempuan dalam dan dokumentasi. Wawancara mendalam
penentuan kebijakan dalam lembaga dilakukan terhadap sejumlah informan,
legislatif di kabupaten Kendal. agar peneliti memperoleh deskripsi yang
utuh tentang partisipasi perempuan dalam
METODE PENELITIAN lembaga legislatif dan peran perempuan
dalam penentuan kebijakan di lembaga
Berdasarkan permasalahan yang legislatif kabupaten Kendal. Peneliti
68
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
69
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
muncul memiliki sensivitas gender tidak besar perempuan secara psikologis menjadi
serta merta terwujud meskipun hak-hak tidak siap untuk berpartisipasi aktif di bidang
politik perempuan sudah diakui. Perempuan politik. Sebagian memiliki perasaan rendah
sebagai warga negara seharusnya dapat diri dan yakin bahwa mereka tidak memiliki
berpartisipasi secara mandiri dalam proses keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan
demokrasi ini. untuk berkecimpung dalam dunia politik.
Mempertimbangkan kepentingan Sebagian lainnya enggan memasuki dunia
perempuan dan melibatkan laki-laki dan politik karena konotasi negatif dari dunia
perempuan dalam proses pembuatan politik itu sendiri.
kebijakan adalah dasar dari kerangka Hambatan juga muncul dengan
demokrasi yang mendorong ke arah adanya peran ganda perempuan, bahkan
kesetaraan dan keadilan gender. Jika dalam banyak kasus multi ganda yakni
membicarakan partisipasi politik perempuan sebagai ibu rumah tangga, pekerja dan
secara global maka kita harus melihatnya masyarakat profesional. Tidak terdapat
dalam konteks sosial budaya, ekonomi serta waktu yang memadai dengan banyak peran
kondisi geografis yang sangat bervariasi. tersebut untuk memasuki dunia politik.
Perempuan di Kabupaten Kendal juga Tidak ada upaya strategis yang dilakukan
lidak homogen, karena mereka berasal dari oleh organisasi poltik untuk mengatasi
berbagai kelas sosial, wilayah, etnis maupun hambatan- hambatan tersebut dan juga
agama yang berbeda. Perempuan dalam tidak ada upaya untuk memahami dan
kategori tersebut memiliki masalah spesifik mengakomodasi peran ganda perempuan
yang harus diselesaikan. Beberapa kondisi tersebut. Sebagai contoh, pertemuan
yang perlu diperhatikan untuk memahami maupun kegiatan-kegiatan politik, terlepas
tantangan yag harus dihadapi perempuan itu memang disengaja maupun tidak, secara
sebagai berikut: budaya Indonesia feodal intens dilaksanakan pada malam hari dan
dan patriarki, pemahaman dan interpretasi bahkan seringkah dilakukan di luar kota.
konservatif masyarakat Indonesia terhadap Sehingga semakin sulit bagi perempuan
ajaran agamanya yang juga beragam dan untuk dapat menghadirinya.
hegemoni negara yang direfleksikan dalam Secara keseluruhan, peran perempuan
instisusi-institusi negara yang terus-menerus yang sangat terbatas dalam pembuatan
mempertahankan budaya patriarki. kebijakan dan posisi kepemimpinan
Budaya patriarki yang mengakar dan disebabkan oleh kondisi sosial budaya
sistem politik yang didominasi oleh laki- yang mempersulit perempuan untuk
laki memiliki dampak negatif yang besar terlibat secara penuh didalamnya. Tingkat
bagi upaya perempuan untuk berpartisipasi pendidikan perempuan yang pada umumnya
dalam Lembaga Legislatif. Perempuan tidak rendah serta faktor kemiskinan yang mereka
didukung dan bahkan dalam banyak hal alami semakin memperburuk permasalahan
malah dihambat, untuk mengambil peran ini. Hal ini terlihat dengan banyaknya
aktif di ruang publik. Sebaliknya, mereka perempuan yang tidak peduli terhadap hak
diharapkan untuk menggunakan politiknya. Dalam situasi di mana mayoritas
kemampuannya di lingkungan rumah laki-laki tidak menyadari pentingnya
tangga, yang dianggap sebagai ruang privat. partisipasi perempuan yang setara serta
Bahkan pada masa reformasi sekarang ini, rendahnya dukungan sosial dan keluarga
dikotomi konsep r uang publik privat masih membuat perempuan semakin sulit untuk
mendominasi masyarakat Indonesia yang mengatakan tidak mungkin terlibat dalam
mengakibatkan perempuan Indonesia harus dunia politik.
mengatasi praktek diskriminasi dan buta Berdasarkan teori pengambilan
gender (gender blind) dalam badan legislatif keputusan dalam lembaga legislatif yang
(Soetjipto, 2005:236-237). dikemukakan Bem dalam Megawangi bahwa
Nilai budaya tradisional yang sudah sulitnya mengubah figur dominan wanita
terinternalisasi ini mengakibatkan sebagian sebagai ibu, disebabkan belum adanya
70
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
kemauan politik secara dalam menciptakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan)
kultur yang kondusif bagi terciptanya dalam representasi dalam lembaga legislatif
kesetaraan gender. Begitu juga perempuan di kebijakan kuota adalah kebijakan yang
Kabupaten Kendal sulit menggapai kekuasaan bermanfaat karena dalam waktu singkat
sebab masih dalam kategori perempuan dapat membuka jalan masuk bagi lebih
tradisional yang mempunyai stereotip tidak banyak perempuan untuk berkiprah
mengenal kekuasaan. Kefeminiman juga didalamnya. Semua kebijakan tersebut
tidak memuat ketegaran, keperkasaan atau adalah langkah strategi menuju penciptaan
ketegasan yang merupakan inti kekuasaan. critical mass (jumlah yang signifikan) sehingga
Gambaran klasik mengenai kefeminiman perempuan dapat berpartisipasi dalam
identik dengan kepasrahan, kepatuhan, proses pengambilan keputusan di lembaga
kesetiaan, kemanjaan, kekanak- kanakan, legislatif.
kesimpatikan, kehangatan, kelembutan, dan Sebesar apapun upaya pemerintah tidak
keramahan. Sedangkan kekuasaan identik akan maksimal ketika perempuan sendiri
dengan maskulinitas di mana ketegaran dan tidak melakukan pembenahan diri. Berikut
kekuatan serta mempengaruhi orang lain merupakan upaya yang bisa dilakukanoleh
menjadi bagian yang sangat penting. Dengan kaum perempuan untuk dapat berpartisipasi
demikian tidak mengherankan bahwa secara aktif dalam perpoltikan terutama
tradisional dalam diri perempuan tidak dalam lembaga legislatif: mengiatkan
memikirkan kekuasaan sebagaimana laki- kegiatan kegiatan penyadaran (awareness
laki mendefinisikan hal tersebut dalam raising),misalnya sosialisasi gender terutama
diri mereka (Soetjipto, 2000; Utami, 2010; yang dapat mengubah cara pandang dan pola
Wardani, 2009). pikir tentang prinsip-prinsip demokrasi yang
Dalam mengupayakan kesetaraan menjamin kesetaraan, HAM, supremasi
pemerintah melakukan tindakan khusus hukum dan keadilan. Mengubah kebijakan
sementara (affirmative action). Menurut Ani publik dengan mengupayakan berbagai
Widya Soetjipto (2005) affirmative action adalah advokasi dan strategi (mengamandemen
tindakan strategis yang harus diambil sebagai peraturan partai tau UU Pemerintah yang
temporary special measures untuk percepatan memperbolehkan diskriminasi terhadap
peningkatan representasi perempuan dalam perempuan), pengorganisasian massa dengan
politik. Affirmative action mempunyai dua mengangkat isu-isu krusial (mendekatkan
sasaran yakni dampak positif terhadap suatu diri pada media untuk meningkatkan
institusi agar lebih cakap dalam memahami kepedulian pada masalah-masalah
dan sekaligus mengeliminasi berbagai bentuk perempuan), membentuk alinasi atau koalisi
rasisme dan seksisme di tempat keija dan agar (membangun dan mempertahankan jaringan
institusi itu mampu mencegah terjadinya dengan organisasi perempuan baik dalam
bias gender maupun bias ras dalam segala politik maupun organisasi masyarakat
kegiatannya. Ketika sasaran untuk mencapai sipil lainnya) dan bekerja dalam kemitraan
kesetaraan telah dicapai dan jika kelompok- dengan anggota dewan laki-laki (Kweldju,
kelompok yang dilindungi telah terintegrasi, 1993; Sadli 2010).
maka kebij akan ini akan segera dicabut. Guna mewujudkan suatu tatanan
Tindakan affirmative action ini secara masyarakat yang demokratis, maka harus
berangsur-angsur akan menjamin bahwa melibatkan semua pihak, sehingga tidak
perempuan yang berada dalam institusi ada bagian dari masyarakat yang merasa
pengambilan keputusan mempunyai terpinggirkan. Begitu pula dalam setiap
kualifikasi untuk memegang berbagai penentuan kebijakan diperlukan peran
jabatan. Tindakan affirmative action yang serta seluruh anggota dewan baik laiki-laki
dilakukan pemerintah adalah dengan maupun perempuan. Peran perempuan
adanya kuota 30 % keterwakilam perempuan dalam lembaga legislatif di kabupaten
dalam lembaga-lembaga politik. Dalam Kendal tampaknya belum bisa maksimal,
upaya mempersempit gender gap (jurang hal ini bisa dilihat dari posisi mereka dalam
71
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
72
Oktaviani Adhi Suciptaningsih / Komunitas 2 (2) (2010) : 66-73
ini, menyusun pedoman kerja, membentuk ayat suci Al-Quran sehingga perempuan
tim kampanye sendiri, penggalangan dana, terdiskriminasi dalam banyak hal tak
demonstrasi, boikot, revolusi. terkecuali dalam kehidupan politik. Untuk
itu hendaknya semua pihak harus berperan
SIMPULAN aktif dalam memberdayakan perempuan
dalam politik guna peningkatan kualitas
Berdasarkan hasil penelitian dan hidup secara global.
uraian di atas dapat ditarik simpulan
sebagai berikut: permasalahan perempuan DAFTAR PUSTAKA
di Kabupaten Kendal sangat kompleks, di
antaranya disebabkan oleh kuatnya budaya Kweldju, S. 1993. Kodrat dan Posisi Wanita dalam
Perubahan: yang terungkap oleh Seksisme
patriarki di masyarakat yang mempengaruhi
dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Penelitian IKIP
seluruh sendi kehidupan dan banyaknya Malang. Vol III. No. 3 Juni. Hal 51.
kebijakan publik yang belum berperspektif Sadli, S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dalam
gender akibat rendahnya partisipasi Perspektif Hak Asasi Manusia dalam
perempuan dalam politik terutama dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap
Perempuan. Jurnal Perempuan . No 45:. Hal: 78.
lembaga legislatif sebagai penentu kebijakan. Salim, A. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial.
Rendahnya partisipasi perempuan dalam Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
lembaga legislatif di Kabupaten Kendal Soetjipto, A. 2005. Politik Perempuan Bukan Gerhana.
dikarenakan banyaknya kendala yang Jakarta: Kompas.
Soetjipto, A. 2000. Perempuan dan Politik Indonesia.
dihadapi perempuan untuk maju ke ranah
Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan
politik, seperti kendala sosial budaya, politik, Perempuan. Vol 5. Hal 120.
psikologi dan ekonomi. Sebagian besar Utami, TS. 2010. Perempuan Politik di Parlemen,
masyarakat Kabupaten Kendal merupakan Sebuah Sketsa Perjuangan dan Pemberdayaan
masyarakat yang religius yang memiliki 1999-2001. Jurnal Perempuan 48. Hal: 128.
Wardani, S&dkk. 2009. Aspirasi Perempuan Anggota
pandangan timpang mengenai eksistensi Parlemen terhadap Pemberdayaan Politik
perempuan dan menjustifikasi dengan ayat- Perempuan. Jurnal Perempuan 47. Hal 89.
Wijaksana, MB. 2004. Modul Perempuan untuk
Politik. Jurnal Prisma. No. 7 Hal : 3.
73