Anda di halaman 1dari 13

Sistem koloid, yang terdiri dari koloid 

sol, emulsi, dan buih masing-masing
mempunyai sifat-sifat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan
berikut ini:
Sumber Tripot.com
 
1.    Koloid Sol
 
A.      Pembagian Koloid Sol
 
Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya
merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersi nya, sol dapat dibagi
menjadi:
 
1. Sol Padat
Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya
adalah paduan logam, gelas berwarna, dan intan hitam.

2. Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah
cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat, dll. 

3. Sol Gas (Aerosol Padat)


Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah
debu di udara, asap pembakaran, dll.
 
B.        Sifat-Sifat Koloid Sol
 
1.  Efek Tyndall
Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-
1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat
itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan
terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar
kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal
itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai
partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan
sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit
dan sangat sulit diamati.
 
 
2. Gerak Brown
 
Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat
bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan
zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan
berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak
seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat.
Untuk system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan
partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu
sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.
Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak
partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat
gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown
yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown
sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam
zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin
tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi
kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-
partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
 
 

3.  Adsorpsi koloid
 
Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam
zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas
tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya
dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol
padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.

Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada


permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena
mempunyai permukaan yang sangat luas.
 
4.  Muatan Koloid Sol
 
Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti
mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis,
maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan
partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada
sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral
karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion dengan
muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah penjelasannya:
 
a. Sumber Muatan Koloid Sol
 
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan
proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
 
i.  Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel
bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi
bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap
apakah anion atau kation.
Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai kemampuan
untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol
Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As 2S3 (bermuatan negatif)
mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.

Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu
tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika
sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag + berlebih, maka AgCl
akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi
dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.  
 
ii.  Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel
 
Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada
pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/
deterjen.
 
a.         Pada koloid protein:
 
Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan
basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada
molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton
(H+) dan membentuk gugus –NH3+ NH2    +     H+           -NH3+
 
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H + dan membentuk gugus      –
COO - COOH  +       H+           –COO-
 

Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif
pada pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral
karena muatan   -NH3+  –COO- saling meniadakan menjadi netral.
 
b.  Pada koloid sabun / deterjen
Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi
relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel
berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase
pendispersi dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid
terasosiasi.
 
Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO -Na+. Di dalam air partikel
ini akan terionisasi.
 
R-COO-Na+    R-COO-  +  Na+ Anion
 

Anion-anion R-COO-  akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut


dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO -  larut dalam air
sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.
               

 
b.  Kestabilan Koloid
 
Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak
yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya
gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar
dalam menjaga kestabilan koloid.
 
c.         Lapisan Bermuatan Ganda
           
Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan
yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari
medium pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan
larutan yang berbeda muatan dengan system koloid, maka
sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut
sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana
muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium
pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari
medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut
tijelaskan pada lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara
keseluruhan bersifat netral.
 
d. Elektroforesis
         
Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini
akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut
elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung
berikut di samping.
Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid
bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode
dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika
sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan
menuju elektrode positif.
 
 
e.         Koagulasi
           
Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan
terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh
gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut
koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
           
1.  Menggunakan prinsip elektroforesis
 
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke
elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka
system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
 
2.  Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
 
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka
muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
 
3.  Penambahan elektrolit
 
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang
bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga
sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit.
Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi.
 
4.  Pendidihan
 
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel
sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit
yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.
 
f.  Koloid pelindung
 
Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar
disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya
mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang
bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi
menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini
penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
 
- Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik
yang cukup besar   antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh,
disperse kanji, sabun, deterjen.
- Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-
menarik yang lemah atau  bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi
dan medium pendispersinya. Contoh, disperse  emas, belerang dalam air.
 
Sifat-Sifat Sol Liofil Sol Liofob
Pembuatan Dapat dibuat langsung Tidak dapat dibuat
dengan mencampurkan hanya dengan
fase terdispersi dengan mencampur fase
medium terdispersinya terdispersi dan medium
pendisperinya
Muatan partikel Mempunyai muatan Memiliki muatan positif
yang kecil atau tidak atau negative
bermuatan
Adsorpsi medium Partikel-partikel sol liofil Partikel-partikel sol
pendispersi mengadsorpsi medium liofob tidak
pendispersinya. Terdapat mengadsorpsi medium
proses solvasi/ hidrasi, pendispersinya. Muatan
yaitu terbentuknya partikel diperoleh dari
lapisan medium adsorpsi partikel-partikel
pendispersi yang ion yang bermuatan
teradsorpsi di sekeliling listrik
partikel sehingga
menyebabkan partikel
sol liofil tidak saling
bergabung
Viskositas (kekentalan) Viskositas sol liofil > Viskositas sol hidrofob
viskositas medium hampir sama dengan
pendispersi viskositas medium
pendispersi
Penggumpalan Tidak mudah Mudah menggumpal
menggumpal dengan dengan penambahan
penambahan elektrolit elektrolit karena
mempunyai muatan.
Sifat reversibel Reversibel, artinya fase Irreversibel artinya sol
terdispersi sol liofil liofob yang telah
dapat dipisahkan dengan menggumpal tidak dapat
koagulasi, kemudian diubah menjadi sol
dapat diubah kembali
menjadi sol dengan
penambahan medium
pendispersinya.
Efek Tyndall Memberikan efek Memberikan efek
Tyndall yang lemah Tyndall yang jelas
Migrasi dalam medan Dapat bermigrasi ke Akan bergerak ke anode
listrik anode, katode, atau tidak atau katode, tergantung
bermigrasi sama sekali jenis muatan partikel
 
 
C.       Pembuatan Koloid Sol
 
Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode
dispersi.
 
1.  Metode Kondensasi
 
Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-
partikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel
larutan (atom, ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu
dekomposisi rangkap, hidrolisis, redoks, dan penggantian pelarut.
 
a.    a.  Metode kondensasi
       

   Reaksi dekomposisi rangkap


    

 Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan


As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang
As2O3     +         3 H2S                 As2S3 (koloid) + 3H2O

 Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl
encer. AgNO3    +       HCl                     AgCl (koloid)   + HNO3  
 
 
iiii. Reaksi Hidrolisis
    

 Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air


mendidih AlCl3        +     3H2O              Al(OH)3 (koloid)   +   3HCl

 Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe dalam air


mendidih FeCl3         +     3H2O              Fe(OH)3 (koloid)  +   3HCl

 
iiiiii.  Reaksi redoks

Sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi


    

organik formaldehida HCHO


 
2AuCl3   +  3HCHO    +   3H2O     2Au (koloid) +  6HCl   +  3HCOOH
 
 
iv.      iv. Penggantian pelarut
 
Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alcohol seperti etanol.
Jadi, untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang
dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sampai jenuh. Stelah iut, larutan belerang
dalam etanol ini ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk.
Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan kelarutan
belerang dalam air.
 
 
 
2.  Metode Dispersi
 
Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran
koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat
berupa cara mekanik maupun peptisasi 
 
    i.       Mekanik
 
Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat
padat dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid.
Alat yang digunakan disebut penggilingan koloid.
 
Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan.
Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan
selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian
didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membuat system koloid.
Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk pelumas,
tinta cetak, cat, dan sol belerang.
 
iiii.     Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi


system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat
pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang
mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai
contoh: Jika pada endapan Fe(OH) 3 ditambahkan elektrolit
FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka
Fe(OH)3  maka Fe(OH)3  akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+
tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan
memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel
koloid.      
 
       Beberapa contoh lain :
    

   -      Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS
     -      Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl

     -      Sol  Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3

 
 
iii.   Cara busur Bredig
         
        Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol
logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang digunakan dapat
disimak pada gambar berikut. 
        Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel
koloid digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam
dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin)
sedemikian sehingga kedua ujungnya saling berdekatan.
Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas
yang timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan
terkondensasi dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa
partikel-partikel koloid.
 
 
 
D.  Pemurnian Koloid Sol
 
Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid sehingga harus
dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis,
dan penyaring ultra.
 
1.   Dialisis
 
Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput
semipermeabel (yang tidak dapat dilalui partikel koloid)
disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh sistem koloid
pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang
terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu,
sedangkan system koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga
mengambil zat-zat yang terlarut.
 
2. Elektrodialisis
 
Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik.

Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam yang menyokong selaput
semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut dalam system koloid berupa
ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan berlawanan. Adanya
pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.
 
3.         Penyaring Ultra
 
Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti
selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas saring
ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.
 

 
 
2.       Koloid Emulsi
 
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya,
emulsi dapat dibagi menjadi:
 
 
1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)
 
Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti
hairspray dan baygon, dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan
pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek
Tyndall, gerak Brown.
 
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair
melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika
dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair
ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.
 
Sifat emulsi cair yang penting ialah:
 
1.  Demulsifikasi
 
Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses
sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi. 

2.  Pengenceran

Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.

 
3. Emulsi Padat atau Gel
           
Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap
terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-
partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian
akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana medium
pendispersi cair terperangkap dalam lubung-lubang struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:

1. Gel elastis

Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk


jika diberi gaya dan kembali ke bentuk awal jika gaya
ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.

 
2. Gel non-elastis
 
Gel yang bersifat tidak elastis, artinya tidak berubah jika diberi gaya. Contoh
adalah gel silika.
 
 
3.   Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian,
berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
 
1. Buih Cair (Buih)
 
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi
zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO 2. Kestabilan buih
diperoleh karena adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar
fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan.
Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih
telur.
 
Sifat-sifat buih cair ialah:
 
 Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan
medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda,
rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas
menjadi lebih besar akibat difusi.
 Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.
 
2.       Buih Padat
 
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi
zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa
buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.
Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase
terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong
sebagai larutan.

Anda mungkin juga menyukai