Anda di halaman 1dari 2

SUMMARY NOTES–1902-PJK-12-03

PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi
sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita
bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa
dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini
dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah
dilakukan. Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar pajak penghasilan
terutang menurut SPT Tahunan pajak penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit
pajak pajak penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.

PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi dan Badan,
maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya,
sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan
berikutnya. Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP kriteria tertentu
(diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa),
maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak
terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20
bulan berikutnya.

Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu


penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25
bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender
(Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Februari. Dengan demikian, PPh
Pasal 25 bulan Januari dan Februari 2018 adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan
Desember 2017.

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya


angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila:

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;


2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
3. SPT tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas
waktu yang ditentukan;
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;

Halaman | 1
SUMMARY NOTES–1902-PJK-12-03

5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang


mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak


dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-537/PJ/2000 Tanggal 29 Desember 2000.

Tata cara pembayaran dan pelaporan PPH Pasal 25, beberapa hal penting yang
perlu diketahui adalah sebagai berikut:
1. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur,
maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari pemilihan
umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional. Pembayaran dilakukan di
bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor pos persepsi dengan
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain. Pengesahan dilakukan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi sistem Modul
Penerimaan Negara dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap telah
menyampaikan SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Ketentuan ini
rasanya bisa diartikan bahwa Wajib Pajak yang telah membayar PPh Pasal 25
dengan sistem MPN tidak perlu lagi melaporkan SSP lembar ketiga ke Kantor
Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini merupakan suatu kemajuan yang
berarti satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan sehingga bisa menghemat biaya
administrasi.
4. Bagi Wajib Pajak yang PPh Pasal 25-nya nihil, PPh Pasal 25-nya Dolar, dan yang
pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap diharuskan
melaporkan SSP lembar ketiganya di KPP tempat WP tersebut terdaftar.
5. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan
sanksi keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.

__________________
Penulis: Ai Annisaa Utami S.Pd M.Sc.
Sumber Referensi:
Waluyo. (2014). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Nomor 28 Tahun 2009, (Undang-Undang Republik
Indonesia). (2015, Desember 21). Diambil dari: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=369.

Halaman | 2

Anda mungkin juga menyukai