Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN BUKU

Judul : Atheis
Sastra Klasik terbitan 1725 dari seri BP
Pengarang : Achdiat Karta Mihardja
Penerbit : PT Balai Pustaka,
Tempat& Tahun Terbit : Jakarta, 2008
ISBN : 9794071854, 9789794071854
Tebal : 250 halaman+ v

Atheis
Bagian I:
Dalam bagian satu ini langsung diceritakan akhir cerita dari
roman "Atheis" ini. Setelah mengetahui Hasan meninggal Kartini begitu
terpukul. Dia pun sangat menyesal atas apa yang telah diperbuatnya. Dia
keluar dari kamar Kantor Polisi militer Jepang dengan muka yang lesu, pucat,
dan lusuh. Penulis dan Rusli mengantarkan Kartini keluar dari kamar itu,
dalam ruang yang mereka lalui bqnyqk serdadu- serdadu dan opsir Kenpei
Jepang berkerumun. Mereka juga berwajah lesu, pucat, dan lusuh.
Kekuasaan mereka telah dihancurkan kekuasaannya oleh tentara Sekutu dan
Rusia.
Kartini keluar dari Kantor Polisi Militer Jepang dengan langkah
terseok- seok, hampir terjatuh jika Penulis dan Rusli tidak menopangnya.
Harapannya telah hilang sama sekali, baru beberapa menit
yang lalu dia mengetahui bahwa Hasan telah meninggal dunia. Kartini
sendiripun tidak mengetahui kapan pastinya Hasan meninggal, dimana Hasan
dikubur. Tak ada lagi orang, kepada siapa ia hendak memperlihatkan
sesalnya yang begitu menekankan jiwanya selama itu. Dia berfikiran
alangkah mudahnya kalau Hasan masih ada, Kartini akan lebih setia
kepadanya, akan lebih berbakti kepadanya. Pendek kata, segala sesalnya
akan mudah diperbaikinya, segala dosanya akan ditebusnya. Kartinipun
menangis terisak-isak. Kemudian Ruslimembujuknya.Rusli berkata," Ya, Tin,
umur manusia singkat, tapi kemanusiaan lama, begitulah katanya, lupakanlah
segala kesedihanmu itu debgan lebih giat lagi bekerja. Bekerja untuk
kemanusiaan…"

Bagian II
Satu
Disini di ceritakan bahwa saat penulis mengangur dia
berkenalan dengan seorang laki- laki, dan suatu sore laki- laki itu datang
kerumahnya. Pada saat laki- laki itu berkunjung ke rumahnya penulis merasa
simpatik pada kesan pertama. Laki- laki itu bernama Hasan.Seperti namanya,
laki-laki itu biasa saja., sederhana.Badannya sangat kurus, mata dan pipinya
sangat cekung. Dia mempunyai penyakit TBC. Dari gerak- gerik dan
ucapannya napak bahwa ada yang sedang diperjuangkan di dalam batinnya.
Dia seorang pencari, maka dia selalu terombang- ambing dalam
kebimbangan dan kesangsian. Dapat dikatakan pula dia bukanlah seorang
pencari yang baik. Artinya, dia bukan seorang ahli fakir atau penyelidik yang
radikal, yang sanggup menyelami dan memeriksa hal- hal yang menjadi
soalnya itu pada akar- akarnya. Tapi itu hanya kesan saja.

Dua
Saat baru satu bulan penulis berkenalan, Hasan datang
kerumahnya lagi. Dia membawa portefeuille, temapt surt- surat. Yang
didalamnya terdapat setumpuk kertas yang kira- kira seratuslembar
banyaknya. Ternyata itu adalah sebuah karangan. Setelah membacanya,
rupanya cerita itu adalah sebuah “Ditchung unh Wahrheit”dengan mengambil
sebagai pokok lakon dan pengalaman Hasan sendiri. Jadi cerita itu
semacam” autobiographical novel”.
Inilah kisahnya.
Bagian III
Satu
Hasan yang lahir dari sebuah keluarga yang sangat taat kepada
agamanya yaitu Islam.Hasan adalah anak tunggal dari pensiunan manteri
guru yang tinggal di lereng gunung Telaga Bodas ditengah-tengah
pegunungan priangan yang indah bernama kampung panyeredan di wilayah
Bandung yang pada waktu itu masih dalam keadaan dijajah pemerintahan
Jepang.Sejak kecil Hasan dididik dengan cara Islam,Ayahnya Raden
Wiradikarta menginginkan Hasan menjadi anak yang baik,sopan,berilmu dan
berakhlak sholeh.Oleh karena itu,walaupun Hasan masih kecil tapi,dia sudah
menunjukkan pribadi Islam yang taat.Hasan selalu patuh kepada semua
peraturan kedua orang tuanya. Suatu hari ketika ayah Hasan masih menjadi
guru Bantu di Tasikmalaya, ia kedatangan tamu, seorang haji dari Banten
yang bernama Haji Dahlan.
Haji dahlan menginap dirumah kedua oarngtua Hasan selama tiga hari.
Pada hari kedua, sepulang dari Sholat jumat di masjid sambil duduk- duduk
dan minum- minum di tengah rumah, ayah Hasan bertanya kenapa Haji
Dahlan selalu memetik tasbih, lalu Haji Dahlan menjelaskan secara rinci
kepada ayah Hasan bahwa beribadat dengan tidak memakai bimbingan
seorang guru seperti penduduk desa yang dilepaskan dalam kota- kota besar.
Dia akan tersesat. Kemudian dia menjelaskan tentang sareat, tarekat,
hakikat, dan maktrifat. Dia mengambil mutiara sebagai kiasan. Menurut Haji
Dahlan Mutiara itu makrifat-hakikat, tujuannya. Sareat yaitu kapal. Tenaga
dan pedoman untuk mendayung kapal dan kemudian menyelam ke dasar
laut untuk mengambil mutiara itu adalah tarekat. Tidaklah mungkin
mendapatkan mutiara kalau tidak punya kapal dan tidak punya tenaga serta
pedoman untuk mendayung serta menyelam ke dasar laut. Alhasil, semuanya
perlu ada dan perlu kita jalankan. Kapal tidak ada artinya kalau kita tidak ada
tenaga untuk mendayungnya tidak ada pedoman untuk melancarkan ke jalan
yang benar.
Ayah Hasan mendengarkannya dengan sungguh- sungguh, ayah
Hasan tampak begitu asyik mendengarkannya. Setelah ayah Hasan selesai
mendengarkan penjelasan dari Haji Dahlan, dia kemudian mengambil
keputusan untuk terus berguru kepada Kyai Mahmud di Banten, yairu
seorang guru tarekat atau mistik yang digurui oleh Haji Dahlan.

Dua
Sebulan kemudian ayah Hasan memecahkan celengannya,
kemudian berangkat bersama istrinya ke Banten dengan uang yang berada
dalam celengan itu.
Saat orang tuanya hendak berangkat, Hasanpun menangis ingin
ikut bersama mereka, tetapi tidak diperbolehkan. Kemudian mereka
berangkat.

Tiga
Sebetulnya Hasan mempunyai tiga saudara, tapi mereka
meninggal waktu kecil. Kemudian orangtua Hasan memungut seorang anak
yatim dari saudara mereka yang banyak anaknya dan baru saja ditinggalkan
mati oleh istrinya.
Anak itu bernama Fatimah, kedua orangtua Hasan sangat
bahagia dengan anak pungut itu. Mereka bergembira bukan karena mereka
seolah- olah punya anak lagi, tapi juga karena diwajibkan oleh agama,
menolong anak yatim.
Kedua orangtua Hasan sejak kecil dididdik dalam suasana
keagamaan, maka mereka menjadi lebih alim ketika mengalami musiabah
waktu anak- anak mereka mati ketika masih kecil. Ada pepatah Belanda yang
mengatakan”in de nood leert men bidden. 1” Dan rupanya orang yang gemar
bersembahyang seperti oprangtua Hasan,”nood” itu menambah mereka
menjadi rajin bersembahyang. Hasan adaslah anak yang mau menurut kata
oaring tua dan amat sayang serta hormat kepada mereka. Sejak kecil Hasan
sudah dididik dalam agama, orangtuuuuuanya pun sanggat bangga.

Empat
Kedua orang tua Hasan semakin bangga melihat Hasan tumbuh
dewasa dengan kadar keimanan yang cukup tinggi, kebahagiaan dan
kebanggaannya bertambah ketika Hasan berniat untuk pergi memperdalam
1
Artinya: kerusakan hidup mendorong kita sembahyang
ilmu tarekat pada kiayi Mahmud seperti yang dilakukan oleh kedua orang
tuanya dulu. Sejak Hasan menganut ilmu mistik yang dianut seperti kedua
orang tuanya, Keimanannya semakin meningkat setelah Hasan menimba ilmu
disana dan mengamalkannya dalam setiap langkah hidupnya. Dia makin rajin
menjalankan ibadah. Ditambah lagi dengan kewajiban- kewajiban yang berat
yang diperintahkan oleh ajaran- ajaran mistik yang ia anut. Setelah Hasan
merasa cukup dengan ajaran-ajaran dari kiayi Mahmud dan orang tuanya,
maka setelah ia sekolah, Hasan pun bekerja disebuah kantor milik Jepang.
Kini Hasan harus terpisah dengan kedua orang tuanya, karena pekerjaannya
berada didaerah yang jauh dari desa tempat kelahirannya dulu. Walaupun
Hasan jauh dari kedua orang tuanya dan bekerja pada orang-orang Jepang
tetapi Hasan masih memegang teguh agamanya dan masih menjadi pribadi
dengan keimanan yang kuat.

Lima
Walaupun ia bekerja di Bandung tapi ia tidak menyimpang dari
perintah- perintah agama dan mistik.
Pada saat itu ia berfikir bahwa ia sudah sampai pada puncak
kegiatannya dalam menjalani perintah agama. Ia pernah puasa tujuh hari
tujuh malam lamanya. Pernah mandi di kali Cikapundung sampai empat puluh
kali dalam satu malam dari sembahyang Isya sampai Subuh. Tiap kali ia
mencemplungkan diri kedalam air, menyelam ke dalam, setelah itu ke luar
dari dalam air, lalu duduk di pinggir kali membiarkan tubuh menjadi kering lagi
dengan tidak boleh mempergunakan handuk untuk mengeringkan. Dia juga
pernah mengunci diri di kamar, tiga hari tiga malam, dengan tidak makan,
tidak tidur, tidak berbicara dengan orang lain. Agaknya itu yang membuatnya
terkena penyakit TBC.
Bagian IV

Satu
Suatu ketika,Hasan sedang bekerja pada loketnya,Hasan
bertemu sahabat lamanya bernama Rusli, dia teman kecil Hasan yang dulu
sama- sama bersekolah HIS2 di Tasikmalaya, teman kecil Hasan yang telah
meraih kesuksesan dan memiliki pengalaman hidup yang luas. Dalam waktu
yang bersamaan, Rusli mengenalkan seorang perempuan bernama Kartini
yang bersamanya pada waktu itu kepada Hasan. Hasan sangat senang
bertemu dengan sahabat lamanya itu, ditambah lagi dengan adanya Kartini
yang menurut Hasan adalah sesosok perempuan yang sangat mirip dengan
Rukmini, kekasihnya dulu pada waktu dikampung. Baginya Kartini adalah
jelmaan yang dikirim Tuhan untuk menggantikan Rukmini yang telah pergi
dari kehidupannya. Ketiganya saling bercakap-cakap sampai pada titik
kesimpulan bahwa Hasan disuruh berkunjung kerumah Rusli yang tidak jauh
dari perumahan yang ditempati Hasan yang berada di Kebon Manggu 11.
Saat Kartini dan Rusli hendak pergi, Hasan bertemu pandang dengan Kartini.
Kartinipun tersenyum kepadanya. Senyum yang cukup meninggalkan kesan
yang tidak mudah dihilangkan dalam hati Hasan.

Dua
Saat dalam perjalanan menuju rumah Rusli

2
HIS artinya Hollands Indlandse School = Sekolah Rakyat dengan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantarnya.

Anda mungkin juga menyukai