Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN PUSTAKA


Arif Surono (2019) Telah melakukan penelitian Karakteristik Bahan Bakar
Alternatif Motor Diesel Dari Distilasi Limbah Oli Bekas. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi karakteristik bahan bakar hasil daur ulang oli bekas melalui
proses distilasi terhadap sifat-sifat fisik dan temperatur pembakaran. Penelitian
ini diawali dengan proses distilasi oli mesin bekas jenis SAE 20W-50 yang biasa
dipakai pada kendaraan ringan. Proses pengolahan oli bekas dilakukan dengan
cara dipanaskan hingga temperatur antara 150-200˚C di dalam tabung reaktor dan
dipertahankan selama 90 menit pada setiap satu liter oli bekas. Uap hasil distilasi
dialirkan ke kondensor melalui pendingin air, karena pengaruh kondensasi uap
tersebut berubah menjadi tetesan benda cair yang bisa dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif mesin diesel. Bahan bakar hasil distilasi kemudian
dicampur dengan menambahkan solar sebesar 90, 70, dan 50%. Pengujian
dilakukan untuk mengukur densitas (density), berat jenis (specific gravity), titik
nyala (flash point), viskositas kinematik (kinematic viscosity), uji kalori (calories
test ), angka setana (Cetana number) dan juga uji emisi (emission test). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sampel bahan bakar hasil distilasi murni
mempunyai nilai viskositas = 2.155 mm2/S, density = 0.8191 gr/ml, Specific
gravity = 0,8099 gr/ml dan flash point=<17 0C, uji kalor = 46,2MJ/kg, angka
setana = 40,6. Karakteristik campuran bahan bakar menunjukkan bahwa dengan
penambahan solar akan meningkatkan karakteristik bahan bakar tersebut. Daur
ulang oli bekas murni memiliki sifat-sifat yang mendekati bahan bakar mesin
diesel, flash point sedikit lebih rendah 32% dari solar, uji kalor lebih tinggi
10,1%, angka setana lebih rendah 30,3%, emisi mengalami penurunan sebesar
28,6% bila di bandingkan dengan solar. Osvaldo Z.S (2012) Penelitian ini
bertujuan mempelajari pemanfaatan alang-alang (Imperata cylindrica) untuk
dibuat etanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi dengan mempelajari
pengaruh konsentrasi asam untuk hidrolisa, waktu hidrolisa, temperatur dan jenis

6
ragi yang berpengaruh terhadap kadar alkohol. Hasil percobaan menunjukkan
o
bahwa percobaan pada konsentrasi asam 2,0%, temperatur 140 C, waktu
hidrolisa 150 menit dan menggunakan ragi tape hari ketiga memberikan kadar
alkohol tertinggi sebesar 5,0675%.
Ummul Habibah Hasyim (2016) Tujuan yang ingin dicapai dari peneltian
ini adalah dapat memperoleh karakteristik fisika-kimua dari minyak hasil destilasi
limbah oli menyerupai bahan bakar dengan cara absorbsi menggunakan bentonite.
Dari hasil kajian menunjukan parameter-parameter densitas, titik didih, viskositas,
titik nyala dan nilai kalor terendah sesuai dengan standar bahan bakar diesel yaitu
818 kg/m3 dimana densitas bahan bakar diesel adalah 820-845 kg/m3. Tetapi
kandungan sulfur lebih tinggi dibandingkan standar. Nilai ii harus diturunkan 500
ppm dari sumber minyak bumi, yaitu berkisar kira-kira 97% dari total produksi
pelumas.
Dwi Astuti Ningrum (2017) tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan
kadar logam berat yang terkandung di dalam limbah pelumas. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah (1) Aktivasi Bentonit (2) Tahap uji kandungan
logam Limbah Pelumas Bekas (3) Proses Adsorbsi dengan variasi waktu dan
jumlah adsorben bentonit . Setelah pengujian logam dengan menggunakan
Inductively Couple Plasma (ICP), maka ditentukan efisiensi penurunan kadar
logam Fe. Dari hasil penelitian diperoleh waktu kontak terbaik yaitu 4 jam dengan
persamaan polynomial orde 4 y=4E-09x4-4E-06x3+0.0014x2-0.1356x+4.5982
R² = 1 massa bentonit 1gr. Proses penyerapan logam dikaji menggunakan model
kesetimbangan freundlich.
Afidin Junianto (2019), Penggunaan minyak pelumas (oli) baik yang
digunakan maupun tidak sangat berpotensi mengakibatkan berbagai bahaya dan
pencemaran terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Untuk mengurangi potensi
bahaya yang ditimbulkan, dapat dilakukan dengan cara teknik
penyulingan/destilasi, Teknik ini merupakan salah satu cara yang dapat
mengurangi pembuangan limbah minyak pelumas (oli) bekas. Dengan teknik
penyulingan/destilasi pada minyak pelumas (oli) bekas ini dapat meneliti seberapa
besar pengaruh yang dapat dihasilkan untuk pengolahan penjernihan minyak

7
pelumas (oli) bekas dengan pembuatan perancangan alat penyulingan/destilasi dan
mengoptimasi zat serta material yang dibutuhkan, khususnya pada material alat
dan zat additive yang digunakan. Pengguanaan alat destilasi dengan cara
bertingkat pada 1 tabung/kettle oil dengan volume 32,153 liter, 2 tabung
pendinginan dengan volume 2,289 liter dan tabung penampungan hasil destilasi
dan penambahan katalis dapat menghasilkan warna dan embun minyak yang
dihasilkan menjadi baik mendekati spesifikasi sesungguhnya. Hal ini membuat
spesifikasi terhadap grade oli itu sendiri dapat digunakan untuk menghasilkan
biodesel, minyak bakar dan bahkan mendapatkan hasil base oil.
M. Hatta Dahlan (2014), Oli mesin bekas memiliki kandungan logam lebih
tinggi dari oli mesin baru. Penurunan kadar logam ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kolom filtrasi yang mengandung zeolit dengan tinggi kolom filtrasi
1, 2, 3, 4, dan 5 cm. Selain penyaringan juga digunakan pemisahan dengan
menggunakan membran keramik yang terbuat dari zeolit 20%, 30%, dan 40%.
Pada penggunaan kolom filtrasi dilakukan dengan penyaringan minyak mesin
dengan menggunakan zeolit dengan variasi tinggi kolom zeolit. Pada penggunaan
membran oli mesin dipanaskan pada suhu 40 °C dan kemudian disaring dengan
pasir silika dan media filter bentonit. Dalam penelitian ini diperoleh penurunan
kadar logam (Al), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan seng (Zn).
Penurunan penggunaan membran zeolit lebih tinggi daripada menggunakan kolom
filtrasi zeolit.
Mamiek Mardyaningsih (2018), Penelitian ini bertujuan untuk mendaur
ulang olie mesin bekas dengan metode adsorpsi dan pirolisis serta untuk
mengetahui beberapa sifat fisik produk base oil. Penelitian ini dilakukan dalam
empat tahap, 1) analisis awal oli mesin bekas, 2) membuat alat pirolisis sedehana
dan kolom filtrasi, 3) pemurnian oli mesin bekas dengan kolom filter, 4) hasil
adsorpsi dipirolisis. Hasil dari penelitian ini adalah adsorpsi dan pirolisis dari oli
mesin bekas menghasilkan base oil dengan sifat fisik sebagai berikut:berwarna
kuning jernih, berbau menyengat, mudah terbakar, berat jenisnya 0,8 ml/g,
viskositas 5,14 g/cm detik sampai 5,39 g/cm detik, nilai kalor 16.800 J/g, dan titik
nyala 80-98 oC.

8
2.2 KAJIAN TEORI
2.2.1 Minyak Pelumas (Oli)
Minyak pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang mempunyai
tugas utama melumasi bagian-bagian mesin yang saling kontak dan bergerak
relatif satu terhadap yang lain, sehingga mencegah terjadinya keausan. Minyak
pelumas merupakan salah satu produk minyak bumi yang paling banyak jenisnya.
Kode pengenal biasanya berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari
Society of Automotive Engineers. Angka yang mengikuti di belakangnya,
menunjukkan tingkat kekentalan minyak pelumas tersebut. Semakin besar angka
yang mengikuti kode minyak pelumas menandakan semakin kentalnya minyak
pelumas tersebut. Sedangkan huruf W yang terdapat di belakang angka awal,
merupakan singkatan dari Winter. SAE 15W-50, berarti minyak pelumas tersebut
memiliki tingkat kekentalan SAE 15 untuk kondisi temperatur dingin dan SAE 50
pada kondisi temperatur panas. Dengan kondisi seperti ini, minyak pelumas akan
memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim
sekalipun. Sementara itu dalam kondisi temperatur normal, idealnya minyak
pelumas akan bekerja pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE.
Beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi oleh minyak pelumas antara
lain :
1. Viskositas harus cukup kental untuk menahan agar bagian peralatan yang
bergerak relatif terpisah, tetapi juga harus mencegah kebocoran dari perapat
(seal).
2. Fluiditas harus cukup pada saat awal yaitu pada saat peralatan masih dingin.
3. Dapat membentuk film yang cukup bat untuk pelumasan komponen.
4. Tahan terhadap oksidasi pada temperatur tinggi.
5. Mengandung cukup deterjen dan dispersan untuk menyerap endapan atau
lumpur yang terbentuk.
6. Tidak membentuk emulsi dengan air yang masuk dari perapat (seal) yang
bocor.

9
Sifat-sifat penting minyak pelumas adalah sifat alir dan kemampuan melumasi
pada kondisi pemakaian yang berbeda-beda. Sifat alir minyak pelumas
ditunjukkan oleh viskositas dan titik tuang (pour point), sedangkan kemampuan
melumasi pada kondisi temperatur, beban, kecepatan dan adanya kontaminan
ditunjukkan dengan ketahanan oksidasi, kemampuan membawa beban, karbon
residu, kandungan belerang, abu, flash point dan sifat-sifat lain yang ditentukan
dengan pengujian standar. Berdasarkan bahan bakunya, minyak pelumas dapat
dibedakan menurut bahan dasar yang digunakan yaitu:
1. Minyak pelumas dari tumbuhan/binatang (lemak binatang), telah dikenal
sejak zaman dahulu untuk melumasi roda pedati. Jenis pelumas ini kurang
cocok untuk industri karena jumlahnya terbatas, mudah teroksidasi, tidak
stabil, dan harganya relatif mahal.
2. Minyak pelumas sintetis, adalah pelumas yang bahan dasarnya berasal dari
proses sintesa hidrokarbon (misalnya Poly Alpha Olefin), golongan Esther
atau golongan Alkylated Naphtalen. Minyak pelumas sintetis terdiri atas
minyak pelumas sintetis murni (full synthetic) bila bahan dasarnya 100%
sintetis, dan semi sintetik (semi syntetic) bila bahan dasarnya merupakan
campuran antara cairan sintetis dengan base-oil mineral. Jenis minyak ini
biasa dipakai sebagai pengganti minyak pelumas dari minyak bumi
(petroleum) karena keterbatasan sifat minyak pelumas petroleum, antara lain
karena akan teroksidasi pada temperatur antara 100°C - 125°C. Minyak
pelumas sintesis digunakan pada peralatan khusus yang memerlukan
pelumasan dengan daya sangga lebih kuat atau pelumasan pada temperatur
tinggi. Minyak pelumas sintetik juga mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan minyak pelumas petroleum yaitu mempunyai
kekentalan terhadap temperatur rendah, lebih mudah larut dan tahan api.
3. Minyak pelumas dari mineral minyak bumi (petroleum), adalah pelumas yang
bahan dasarnya berasal dari hasil penyulingan minyak bumi. Minyak pelumas
hanya dihasilkan sebanyak 0,9% dari total produk penyulingan.
Minyak pelumas bekas dihasilkan dari minyak pelumas yang digunakan
pada kendaraan dan mesin-mesin. Pada dasarnya minyak pelumas bekas tersusun

10
dari komponen organik hidrokarbon rantai panjang yang sangat memungkinkan
untuk dihasilkan produk cair yang bemilai. Minyak pelumas bekas merupakan
salah satu sumber polutan yang dapat mengkontaminasi air tanah, dan akan
merusak kandungan air tanah, bahkan dapat membunuh mikro-organisme di
dalam tanah serta minyak pelumas bekas dapat menghambat proses oksidasi
biologi dari sistem lingkungan.

2.3 METODE PENGOLAHAN MINYAK PELUMAS BEKAS


Minyak pelumas bekas adalah salah satu alternatif sebagai sumber-sumber
energi. Tujuan dari pemrosesan minyak pelumas bekas adalah untuk
meningkatkan mutu (upgrading) melalui proses-proses recycling dan re-fining
sehingga menjadi produk-produk yang dapat digunakan kembali (reusable) seperti
bensin (gasoline) dan heavy oil. Bensin yang diperoleh dari minyak pelumas
bekas dapat digunakan dalam mesin Otto, tetapi hidrokarbon-hidrokarbon perlu
dibersihkan dan distabilkan. Berikut ini adalah metode-metode pengolahan
minyak pelumas bekas :
2.3.1 Acid-Clay Process
Minyak pelumas bekas disaring sehingga partikel-partikel metal dan geram-
geram akan hilang dan minyak pelumas bekas yang sudah disaring direaksikan
dengan asam sulfur (sulfuric acid) dan lempung/tanah liat (clay) pada temperatur
proses 475 – 625 K dalam suatu reaktor untuk menghasilkan bahan bakar. Bahan
bakar yang dihasilkan disimpan setelah disaring dan didinginkan Dalam acid-clay
process, minyak pelumas bekas direaksikan dengan asam sulfur, dimana akan
bereaksi dengan oksigen, nitrogen dan senyawa-senyawa berbasis sulfur, aspal
dan zat-zat resin, dan komponen-komponen logam yang dapat larut membentuk
lumpur (sludge). Warna dan bau yang tersisa dalam perlakuan minyak pelumas
bekas selanjutnya dibuang melalui perlakuan dengan activated clay. Masalah
utama dalam proses acid-clay adalah bagaimana eara pembuangan yang aman
sampah lumpur dalam jumlah banyak dan mengandung asam sulfur.
2.3.2 Solvent Extraction process
Teknik ekstraksi menggunakan bahan pelarut (solvent) adalah salah satu

11
proses yang paling murah. Dalam proses ini zat-zat pencemar (contaminants)
dibuang dalam sebuah proses pencampuran dengan bahan pelarut dimana
didapatkan hasil yang lebih baik daripada menggunakan asam sulfur (sulfuric
acid). Gambar 2.1 di bawah menggambarkan sebuah diagram alir proses ekstraksi
menggunakan suatu bahan pelarut.

Gambar 2.1 Diagram alir proses ektraksi dengan pelarut (solvent


extraction process)

Minyak pelumas bekas dicampur dengan pelarut alifatik seperti propane cair
(butane, heptanes, atau hexane) dalam sebuah reaktor. Dalam unit ini, bahan
pelarut bekerja secara selektif, memisahkan fraksi minyak dan meninggalkan
sedikit kotoran yang terlarut. Pelarut yang diambil kembali dan campuran pelarut-
minyak pelumas dalam sebuah kolom distilasi beroperasi pada tekanan atmosfer
sehingga terjadi pengembunan uap-uap pelarut dan puncak kolom tanpa
menggunakan refrigeran. Sampah lumpur yang dihasilkan dan proses perlakuan
dengan pelarut dapat dibuang sebagai sampah yang tak berbahaya dan dapat dijual
sebagai aditif untuk aspal.
Proses ekstraksi menggunakan bahan pelarut hidrokarbon digunakan untuk
mengolah minyak pelumas bekas. Bahan pelarut yang digunakan adalah
kondensat liquefied petroleum gas (LPG) dan kondensat yang telah distabilkan.
Produk cair yang dihasilkan adalah 79%. Proses ini dapat digunakan untuk
mengurangi kandungan aspal dari minyak pelumas yang diolah menjadi 0,0106 %
(w/w), kandungan abu 0,108 %, residu karbon 0,315 %, dengan tingkat
kontaminan logam-logam sangat rendah.

12
2.3.3 Cracking Process
Salah satu metode dalam mengolah minyak pelumas bekas adalah dengan
melalui perengkahan (cracking). Perengkahan adalah sebuah proses penyulingan
minyak bumi dimana memecah atau merengkahkan fraksi-fraksi minyak bumi
dengan titik didih lebih tinggi dan lebih berat ke dalam produk-produk yang lebih
bernilai seperti bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene), fuel oil, dan gas oils.
Gambar 2.2 menunjukkan skema diagram proses perengkahan termal (thermal
cracking process). Berbagai teknologi tersedia untuk merengkahkan minyak
bekas untuk pemakaian sebagai bahan bakar gas atau bahan bakar.

Waste oil

Dehydration

Heater

Thermal
cracking

Gaseous products Heavy residue Light fraction

Gambar 2.2 Skema diagram proses perengkahan termal (thermal


cracking process)

Jenis yang paling umum digunakan dalam proses craking adalah catalytic
craking. Catalytic craking dimulai sekitar tahun 1936 menggunakan katalis dari
bahan kimia tertentu yang diperlakukan dengan lempung alam (natural clay).
Catalytic craking memecah hidrokarbon kompleks menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana. Proses ini menyusun kembali struktur molekul senyawa-
senyawa hidrokarbon berat menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan seperti minyak
tanah (kerosene), bensin (gasoline), dan LPG. Katalis yang digunakan dalam unit
craking penyulingan biasanya adalah material padat (zeolite, aluminum
hydrosilicate, treated bentonite clay, fuller earth, bauxite, dan silica-alumina).

13
2.4 DISTILASI
Distilasi merupakan suatu proses dekomposisi termal tanpa adanya oksigen
sama sekali. Proses dekomposisi termal pada distilasi ini juga sering disebut
dengan devolatilisasi. Produk utama dari distilasi yang dapat dihasilkan adalah
arang (char), minyak, dan gas. Gas yang terbentuk dapat dibakar secara langsung.
Gas dan destilat dapat dibedakan menjadi gas yang tidak dapat dikondensasi (CO,
CO2, CH4, dll) dan gas yang dapat dikondensasi (tar). Minyak akan dihasilkan
pada proses kondensasi dan gas yang terbentuk.
Dalam distilasi, bahan-bahan polimer/hidrokarbon dipanaskan pada
temperatur tinggi, sehingga struktur makromolekulernya dipecah menjadi
molekul-molekul yang lebih kecil dan terbentuk hidrokarbon-hidrokarbon rantai
pendek. Hasil-hasil distilasi ini dapat dibagi ke dalam fraksi gas, fraksi cairan
(terdiri dari parafin, olefins, naptalen dan aromatik) dan residu padatan.
Distilasi atau pirolisi dapat dibedakan menjadi tiga tipe : flash pyrolysis, fast
pyrolysis dan slow pyrolysis berdasarkan, laju pemanasan dan waktu tinggal.
Produk yang dihasilkan sangat tergantung pada tipe dari pirolisis. Selain dari laju
pemanasan, pirolisis juga dibagi berdasar tekanan kerjanya menjadi 2 macam,
yaitu; pirolisis pada tekanan atmosfer dan pirolisis vakum. Pirolisis pada tekanan
atmosfer memerlukan alat yang lebih sederhana dengan hasil produknya pun tidak
jauh berbeda dengan pirolisis vakum. Untuk pirolisis vakum karena tekanan
kerjanya di bawah tekanan atmosfer maka pada alatnya harus ada pompa vakum
yang menghisapnya sehingga terbentuk ruangan yang vakum. Pirolisis vakum
merupakan teknologi baru yang mempunyai kemampuan yang lebih baik.
Dalam teknologi minyak bumi, pirolisis juga disebut steam cracking dimana
hidrokarbon jenuh terpecah menjadi hidrokarbon yang lebih pendek bahkan
hidrokarbon tak jenuh. Hal ini merupakan prinsip metode industri untuk
memproduksi alkena yang lebih ringan (olefin) termasuk etena dan propena
(propilen). Prosesnya adalah memanaskan hidrokarbon fase gas atau cair dengan
sangat cepat pada suatu reaktor tanpa adanya oksigen sama sekali. Temperatur
diset sangat tinggi sekitar 850°C. Setelah temperatur cracking tercapai, gas hasil
pirolisis dengan cepat di-quenching untuk menghentikan reaksi pada suatu

14
penukar kalor. Cracking adalah pemutusan molekul besar menjadi molekul yang
lebih kecil. Terjadi banyak sekali reaksi dalam proses cracking. Banyak dan
reaksi tersebut berdasarkan radikal-bebas. Reaksi-reaksi utama yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reaksi inisiasi, dimana molekul tunggal terpecah menjadi dua radikal bebas.
Hanya sebagian kecil molekul baku yang mengalami reaksi inisiasi, tetapi
reaksi inisiasi ini sangat menentukan untuk reaksi selanjutnya. Pada proses
pirolisis, reaksi inisiasi melibatkan pemecahan ikatan kimia dua atom karbon,
daripada pemecahan ikatan antara atom hidrogen dan karbon.
CH3CH3  2 CH3•
2. Abstraksi (pemisahan) hidrogen, dimana radikal bebas menghilangkan sebuah
atom hidrogen dan molekul yang lain kemudian mengubah molekul kedua
menjadi radikal bebas
CH3• + CH3CH3  CH4 + CH3CH2•
3. Dekomposisi radikal, dimana radikal bebas terpisah menjadi dua molekul,
satu merupakan alkena dan satu radikal bebas. Proses ini yang menghasilkan
alkena pada proses pirolisis.
CH3CH2•  CH2 = CH2 + H•
4. Penambahan radikal, merupakan reaksi kebalikan reaksi dekomposisi radikal,
dimana radikal bebas bereaksi dengan sebuah alkena untuk membentuk
radikal bebas tunggal dan lebih besar. Proses ini dilibatkan dalam proses
pembentukan produk-produk aromatik jika bahan baku hidrokarbon yang
digunakan lebih berat.
CH3CH2• + CH2 = CH2  CH3CH2CH2CH2•
5. Reaksi terminasi, yang terjadi ketika dua radikal bebas bereaksi satu sama
lain untuk memproduksi produk yang bukan radikal bebas. Dua bentuk
terminasi adalah rekombinasi, dimana dua radikal bebas bergabung
membentuk satu molekul yang lebih besar, dan disproporsionasi, dimana
sebuah radikal bebas memberikan sebuah hidrogen kepada atom lain sehingga
terbentuk alkena dan alkana.

15
CH3• + CH3CH2•  CH3CH2CH3
CH3CH2• + CH3CH2•  CH2 = CH2 + CH3CH3
Perengkahan termal (thermal cracking) pada proses pirolisis merupakan
contoh reaksi yang energinya didominasi oleh entropi (S°) daripada entalpi
(OH`') pada persamaan Gibss Free Energy :
G° = H° - TS°
Meskipun energi untuk memisahkan ikatan karbon-karbon tunggal relatif
tinggi (sekitar 375 kJ/mol) dan reaksi perengkahan adalah reaksi yang sangat
endothermik, perubahan entropi positif yang besar, yang merupakan hasil dari
fragmentasi molekul besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dikalikan
dengan temperatur tinggi T, menjadikan TS° lebih besar dan H° yang
berkontribusi untuk reaksi perengkahan.

2.5 KATALIS
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada
temperatur tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu
sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun
produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau
memungkinkan reaksi pada temperatur lebih rendah akibat perubahan yang
dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan
energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda
dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen
berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalis heterogen yaitu
bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau
substrat) untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah
sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk
dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk

16
membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk
akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini
merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C  AC

B + AC  AB + C

Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi (2.8), namun selanjutnya


dihasilkan kembali oleh reaksi (2.9), sehingga untuk reaksi keseluruhannya
menjadi,
A + B + C  AB + C

Katalis tidak termakan atau pun tercipta.

Zeolite merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat terhidrasi
yang mengandung kation alkali atau alkali tanah (terutama Na dan Ca) dalam
kerangka tiga dimensi yang terbatas dengan rongga-rongga. Ion-ion logam
tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolite dan dapat
menyerap air secara dapat balik (reversible). (Las, 1996). Zeolite juga ditemukan
sebagai batuan endapan pada bagian tanah jenis basalt dan komposisi kimianya
tergantung pada kondisi hidrotermal lingkungan lokal, seperti temperatur, tekanan
uap air setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Zeolite biasanya
ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan sel kristal Mc/n
{(A1O2)c(SiO2)d} b H2O
Adapun sifat-sifat zeolite meliputi :
1. Dehidrasi.
Sifat dehidrasi dan zeolite akan berpengaruh terhadap sifat
adsorbsinya, zeolite dapat melepaskan molekul air dari rongga permukaan
dan menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan
efektif terinteraksi dengan molekul yang akan diadsorbsi. Jumlah molekul air
sesuai dengan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang akan
terbentuk bila kristal zeolite tersebut dipanaskan.

17
2. Adsorbsi.
Dalam keadaan normal ruang hampa kristal zeolite terisi oleh molekul
air bebas yang berada di sekitar kation. Bila kristal zeolite dipanaskan pada
temperatur 300 - 400°C maka ion tersebut akan keluar sehingga zeolite dapat
berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. Beberapa jenis mineral zeolite
mampu menyerap gas atau zat, zeolite juga mampu memisahkan molekul zat
berdasarkan ukuran kepolarannya.
3. Penukar ion.
Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga
kenetralan zeolite, ion-ion dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion
menjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolite-nya. Sifat
sebagai penukar ion dan zeolite antara lain tergantung dari : sifat kation,
temperatur, dan jenis anion. Penukar kation dapat menyebabkan perubahan
beberapa sifat zeolite seperti terhadap panas, sifat adsorbsi dan sifat panas.
Untuk peningkatan zeolite sebagai penyerap (adsorbsi) perlu terlebih dahulu
dilakukan proses aktivasi, yaitu untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolite
dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang
terperangkap dalam pori kristal zeolite. Ada dua cam yang umum digunakan
dalam proses aktivasi zeolite, yaitu dengan cara fisis pemanasan pada temperatur
200 - 400°C selama 2-3 jam dan cara kimia dengan menggunakan pereaksi NaOH
atau H2SO4.

2.6 SIFAT-SIFAT BAHAN BAKAR CAIR


Bahan bakar minyak bumi didapatkan dan minyak mentah (crude oil).
Analisis ultimate minyak mentah menunjukkan komposisi kurang lebih terdiri dan
84% karbon sebagai unsur utama, 3% sulfur, 0,5% nitrogen, 0,5% oksigen, sedikit
metal dan mineral. Proses penyulingan (destilasi) untuk mendapatkan produk
seperti bensin (gasolin) solar, minyak tanah, minyak bakar (fuel oil).
Secara kimiawi, minyak mentah terdiri dan unsur utama alkana (parafin)
dengan formula CnH2n+2, cycloalkana (nafta) dengan formula CnH2n, dan aromatik.
Minyak mentah juga mengandung alkena (olefin) dengan formula CnH2n, dimana

18
2 atom yang bersebelahan membentuk ikatan ganda.
Sifat-sifat bahan bakar cair yang penting adalah nilai kalor, specific gravity,
viskositas, flash point, temperatur autoignition, kurva distilasi, kandungan sulfur.
Kandungan vanadium dan timbal, angka oktan (untuk bensin), angka cetan (untuk
solar), dan smoke point (untuk bahan bakar turbin gas).
Sifat-sifat fisik produk cair hasil pirolisis selanjutnya akan dibandingkan
dengan properties standar untuk bahan bakar mesin bensin (spark ignition) dan
mesin diesel (compression ignition) produk Pertamina. Spesifikasi standar bahan
bakar diesel ASTM D 975 dan Spesifikasi standar bahan bakar mesin SI otomotif
ASTM D 4818 juga digunakan sebagai data pembanding.
2.6.1 Specific Gravity
Specific gravity adalah densitas bahan bakar cair dibagi dengan densitas air
pada temperatur standar. Specific gravity merupakan petunjuk awal apakah
produk cair hasil pirolisis lebih mendekati bensin, solar atau minyak bakar.
Spesific gravity disebut juga sebagai densitas relatif. Pada beberapa literatur,
digunakan American Petroleum Institute (API) specific gravity. Hubungan antara
API specific gravity (G) dengan specific gravity konvensional (sg) adalah:
141,5
G=  131,5 ............................................................... (Pers. 1)
sg

Densitas atau massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume
benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa
setiap volumenya. Massa jenis rata-rata suatu benda adalah total massa dibagi
dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis yang lebih
tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama
yang memiliki massa jenis lebih rendah. Satuan SI massa jenis adalah kg/m3.
Rumus untuk menentukan massa jenis adalah:
m
 .......................................................... (Pers. 2)
v
dimana :
 = massa jenis (kg/m3)
m = massa (kg)

19
v = volume (m3)
Alat untuk mengukur specific gravity adalah hidrometer. Untuk mengukur
bahan bakar, ASTM yang digunakan adalah ASTM D1298. Specivic gravity
diukur pada 60/60°F.

Gambar 2.3 Hidrometer dan cara pembacaan skala untuk cairan tak
tembus cahaya

20
2.6.2 Flash Point
Temperatur terendah dimana bahan bakar akan dengan cepat terbakar
apabila berada di dekat nyala api di atas permukaanya. Kemampuan menyala
campuran di atas bahan bakar pada beberapa tangki bahan bakar menjadi contoh
dari perlu diketahuinya flash point suatu bahan bakar. Misal : bensin (flash point -
43°C) biasanya sangat mudah menguap (volatile) sehingga campuran diatasnya
sangat kaya sehingga mudah terbakar, solar (flash point 52°C) sangat sukar
menguap sehingga campurannya sangat miskin untuk terbakar.
Standar ASTM yang digunakan untuk menentukan flash point adalah
ASTM D 93. Alat yang digunakan adalah Pensky-Martens Closed Cup
Apparatus/ PMCC. Aparatus ini terdiri dari cup, penutup dan shutter, alat
pengaduk, sumber pemanas, sumber nyala, air bath dan plat atas seperti yang
terlihat di gambar 2.4.

Gambar 2.4 Apparatus Pensky-Martens Closed Cup untuk menentukan


flash point

2.6.3 Viscositas Kinematic


Viskositas fluida adalah ukuran resistensi fluida untuk mengalir. Untuk
bahan bakar cair, viskositas mengindikasikan mudah tidaknya untuk dipompa atau

21
diatomisasi. Viskositas berkurang dengan naiknya temperatur. Viskositas diukur
dengan menggunakan viskometer.
ASTM D 445 menyebutkan tentang metode pengujian standar viskositas
kinematik untuk cairan transparan dan keruh serta ASTM D 446 tentang
spesifikasi standar dan prosedur operasional gelas kapiler pengukur viskositas
kinematik. Terdapat 3 jenis viskometer standar untuk mengukur viskositas
kinematik yaitu : viskometer ostwald termodifikasi untuk cairan transparan,
viskometer level tersuspensi untuk cairan transparan dan viskometer aliran balik
untuk cairan transparan dan keruh.
Viskositas kinematik, mm2/s, dapat dihitung dari dimensi viskometer
dengan rumus:
v = (106  gD2 Ht / 128 VL) – E / t2 ............................................ (Pers. 3)
dimana :
v : viskositas kinematik (mm2/s)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
D: diameter pipa kapiler (m)
L: panjang pipa kapiler (m)
H: jarak rata-rata antara meniskus atas dan bawah (m)
V: volume timing bulb (m3)
E: energi kinetic (m2.s)
t : waktu alir (s)
Jika viskometer yang dipilih menyebabkan waktu alir fluida, t, yang besar,
maka energi kinetik menjadi tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Konstanta
non-variabel juga dapat disederhanakan menjadi C sehingga persamaan di atas
dapat disederhanakan menjadi :
v = C.t ........................................................................ (Pers. 4)
Viskositas dinamik dapat dihitung dari viskositas kinematik dengan rumus:
 = v x  x 10-3............................................................... (Pers. 5)
dimana :
 : viskositas dinamik (mPa.s)

22
 : densitas pada temperatur yang sama pada saat pengukuran viskositas
kinematik (kg/m3)
v : viskositas kinematik (mm2/s)
2.6.4 Nilai kalor pembakaran (Heating Value)
Nilai kalor (Heating Value) adalah jumlah energi yang dilepaskan dalam
proses pembakaran suatu bahan bakar dimana kalor laten dan uap air tidak
diperhitungkan atau setelah terbakar temperatur gas pembakaran dibuat 150°C.
Pada temperatur ini air berada dalam kondisi fasa uap. Jika jumlah kalor laten uap
air diperhitungkan atau setelah terbakar temperatur gas hasil pembakaran dibuat
25°C maka akan diperoleh nilai kalor atas (HHV, High Heating Value). Pada
temperatur ini air akan berada dalam kondisi fasa cair.
Salah satu cara untuk mengukur nilai kalor suatu bahan bakar adalah dengan
menggunakan bomb kalorimeter. Caranya adalah dengan membakar bahan bakar
yang akan diuji menggunakan arus listrik, kemudian mencatat kenaikan suhu yang
terjadi pada kalorimeter kemudian membandingkannya dengan standar asam
benzoat untuk mendapatkan nilai kalor bahan bakar tersebut.
2.6.5 Angka Cetana (Cetane Number)
Menunjukkan besarnya ignition delay (waktu antara mulai injeksi dan mulai
proses pembakaran) pada motor diesel. Peringkat angka cetan (CN) suatu bahan
bakar berdasarkan ignition delay ketika dilakukan tes standar. Karena cetane (n-
hexadecane) adalah salah satu hidrokarbon yang paling mudah menyala pada
bahan bakar, maka dijadikan memiliki angka cetan 100. Isocetane
(heptametilnonane) menyala dengan lambat dan dijadikan standar angka oktan 15.
Bahan bakar dibandingkan dengan campuran bahan bakar rujukan pada sebuah
mesin diesel pre-chamber terstandar dan dinilai dengan campuran yang paling
mendekati ignition delay bahan bakar uji. Angka cetan campuran rujukan
didefinisikan sebagai
CN = (% n-cetane) + 0,15 (% heptamethylnonane) ........................... (Pers. 6)

Pada pengujian angka cetan, injeksi diatur tetap pada 13° sebelum Titik
Mati Atas (TMA) dan rasio kompresi diubah sampai pembakaran bahan bakar uji
dimulai pada Titik Mati Atas. Campuran standar ditemukan, yang memberikan

23
ignition delay yang sama pada keadaan waktu injeksi dan rasio kompresi yang
telah ditentukan tersebut. Tes dilakukan pada putaran 900 rpm dengan temperatur
air 212 °F dan udara inlet 159 °F. Karena mesin tes berdesain pre-chamber, angka
cetan berada paling baik hanya sebuah skala relatif ketika diaplikasikan pada
mesin open chamber.
Jika mesin tes tidak tersedia atau keadaan dimana jumlah sampel tidak
mencukupi untuk menyalakan mesin tes, angka Cetan dapat ditentukan dengan
rumusan. Angka cetan ini disebut Angka Cetan Hitung/ Calculated Cetane Index
(CCI). Rumusan Angka Cetan Hitung merupakan cara untuk mendekati angka
Cetan bahan bakar menurut standar ASTM D 976 dengan variabel API gravity
dan 50% titik didih kurva distilasi. Rumusan Angka Cetan Hitung dapat
diaplikasikan untuk bahan bakar straight-run, minyak mentah hasil perengkahan
katalitik dan campuran dua bahan bakar. Rumusan yang digunakan adalah:
Calculated Cetane Index = - 420,34 + 0,016 G2 + 0,192 G log M (2.17) + 65,01
(log M)2 - 0,0001809 M2
atau
Calculated Cetane Index = 454,74 + 1641,416D + 774,74D2 - 0,554 B+
97,803(logB)2
Dimana :
G = API gravity, ditentukan dengan ASTM D 287 atau ASTM D 1298
M = temperatur 50% titik didih, ditentukan dengan ASTM D 86 dan
dikoreksi menjadi tekanan barometrik standar (°F)
D = densitas pada 15°C ditentukan dengan ASTM D 1298 (g/mL)
B = temperatur 50% titik didih, ditentukan dengan ASTM D 86 dan
dikoreksi menjadi tekanan barometrik standar (°C)

2.7 PENGEMBANGAN DESAIN PENELITIAN


Berdasarkan dari artikel penelitian yang digunakan sebagai referensi dan
kajian teori yang digunakan pada bab ini, maka penulis akan mengembangkan
melalui penelitian lanjutan ini dengan melakukan proses destilasi berbahan dasar
limbah oli mesindengan variasi jenis filtrasi sebelum proses destilasi. Jens filtrasi

24
yang digunakan adalah silika, bentonit dan arang aktif. Hasil dari destilasi dari 3
variasi jenis filtrasi tersebut kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air. Proses selanjutnya adalah menguji komposisi dari
hasil tersebut, uji FTIR (Fourier-transform Infrared Spectroscopy) dengan tujuan
untuk mengidentifikasi senyawa, mendeteksi gugus fungsi dan menganalisis
campuran dan sampel, menguji flash point dan fire point.

25

Anda mungkin juga menyukai