DISUSUN OLEH :
ANITA
DEWI PURWATI
DINDA
INDAH PRAMUDHITA
MUTIARAH
Puji dan syukur kehadiran tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah nya
sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun secara sederhana, baik bentuknya
maupun isinya. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah komunikasi kebidanan yang
di ampuh oleh Dr.Dada Suhaida ,M.Pd selaku dosen Poleteknik Aisyiyah Pontianak
dengan demikian makalah ini kami buat, tentunya dengan besar harapan dapat bermanfaat. Namun
tidak menutup kemungkinan makalah ini masih jauh dari kata sempurnah, oleh keruna itu kritik dan
saran yang dapat membangun sangat di harap kan untuk kepentingan proses peningkatan ilmu
pengatahuan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar yang dapat menggrogoti niali-
nilai persatuan bangsa, tantantang tersebut berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal itu sendiri berasal dari dalam negri, seperti adanya
pemetakan keragaman dan juga adanya ketimpangan anatara pulau Jawa dengan pulau
lainnya menegenai pemerataan ekonomi yang kurang berkeadilan, dimana hal-hal seperti itu
dapat manjadi suatu titik perpecahan. Tantangan dari faktor eksternal atau luar negri, dengan
negri, sehingga masyarakat yang kurang akan wawasan nusantara dapat dengan mudah
mengikuti arus tersebut. Seperti sekarang ini banyak golongan atau kelompok yang berpaham
transnasional yang membuat suatu konsepan tatanan kenegaraan dan mengangap bahwa
dengan memperkuat persatuan bangsa. Persatuan bersal dari kata satu yang berarti utuh, tidak
memecah belah, persatuan mengandung suatu makna disatukannya berbagai macam corak
yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan utuh. Berarti bahwa hal-hal yang beranekka
ragam setelah disatukan menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan tidak saling bertentangan antra
satu dengan yang lain. (Kansil dkk, 2011: 35) “Perwujudan persatuan Indonesia adalah
perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta kemanusiaan yang adil dan beradab”. (MPR RI Periode 2009-2014, 2015: 63).
Dapat diketahui bahwa persatuan adalah penting, karena sebagai cerminan kokohnya
suatu negara yang berdaulat, tanpa persatuan suatu negara tidak dapat berjalan dengan
semestinya dan akhirnya runtuh. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural dan
menghendaki adanya persatuan dalam berbangsa dan bernegara dengan cinta tanah air atau
sifat nasionalisme. Dalam hal ini Pancasila mempunyai peranan penting, karena Pancasila
merupakan suatu ideologi yang memiliki nilai asas nasionalisme yang tumbuh diatas
perbedaan bukan nasionalisme yang berasas primordialisme (berdasar suku, etnis, ras, atau
agama).
Berikut adalah ulasan mengenai nilai-nilai falsafah persatuan Pancasila yang termuat
Dalam sejarah, diperkirakan pada abad 7-12, telah berdiri kerajaan Sriwijaya di
Sumatra Selatan dan kemudian pada abad 13-16 didirakan pula kerajaan Majapahit di Jawa
Timur. Kedua kerajaan besar itu merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia, karena
keduanya telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu bangsa. Dengan berdaulat, bersatu,
serta memiliki wilayah yang meliputu nusantara. Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya
negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dangan kerajaan-kerajaan lama yang
Menurut Nur Hasan (2016: 46-47) Kerajaan Sriwijaya telah menunjukan nilai-nilai
Pancasila, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan
1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Seriwijaya (Dinasty Harsa). Pengiriman para
pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh niali-nilai politik luar negri bebas aktif.
3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara
4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia
5. Nilai sila kelima, Sriwijaya meliputi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan
Pada masa kerajaan Majapahit nilai-nilai Pancasila banyak sekali tercermin dalam
perjalanan kerajaan tersebut. Seperti Empu Prapanca menulis buku Negarakartagama (1365
M) yang di dalamnya terdapat Istilah pancasila. Menutut Nur Hasan (2016: 47-49) Nilai-nilai
1. Nilai sila pertama, terbukti dengan hidup berdampingannya agama Hindu dan Budha secara
damai. Empu Tantular dalam karangannya Sutasoma terdapat sloka persatuan nasional
“Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu jua, dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan
3. Nilai sila ketiga, sumpah Palapa Gajah Mada yang diucapkannya pada sidang Ratu dan
“Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah
kekuasaan negara, jika Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
4. Nilai sila keempat, kerukunan dan gotong-royong dalam kehidupan masyarakat telah
5. Nilai sila kelima, berdirinya kerajaan hingga berabad-abad yang tentunya ditopang dengan
Pancasila bukanlah ideologi yang timbul dari buah pikiran satu dua orang saja, tapi
suatu ideologi yang nilai-nilainya digali dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat
nusantara sejak zaman dahulu. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
ideologi tersebut secara rill hidup dan berkembang dalam masayarakat nusantara pada saat itu
Berawal dari berhasilnya Panitia Sembilan membuat rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka pada 22 Juni 1945 dan disetujui seluruh anggota. Yang anggotanya terdiri
dari sembilan orang, yaitu Soekarno (ketua) Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, A.A.
Maramis, Achmad Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasyim, K.H. Kahar
4. Kerakyatan yng dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 kesepakatan yang terdapat dalam Piagam Jakarta tersebut
diubah oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Hal penting yang diubah
adalah tujuh kata setelah Ketuhanan, yang semulanya “Ketuhanan dengan kewajiban
Mengenai kisah pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta ditulis kembali dalam
buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (2015: 38-40), M. Hatta menuturkan dalam
“Pada sore harinya aku menerima telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral Maeda
menanyakan dapatkah aku menerima opsir Kaigun (Angkatan Laut) karena ia mau
mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijima sendiri yang akan
Opsir itu yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan kagiun untuk memberitahukan
bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang,
Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengikat rakyat
yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan seperti itu dalam suatu dasar yang
minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar republik
Indonesia. Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya
dalam panitia sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut
menandatanganinya. Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan
pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah penduduk Kagiun. Mungkin waktu
itu Mr. Maramis cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang
90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasa
Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk bagi
seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian dari pada dasar itu hanya
mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-
golongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalu diteruskan juga Pembukaan yang
mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di
luar Republik.
Karena begitu serius ruapanya, esok paginya tanggal 18 agustus 1945, sebelum Sidangan
Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatra mengadakan rapat
pendahuluan untuk membicarakan maslah itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa,
kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan
menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila suatu masalah yang seriusdan
bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang
dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-
Bisa dilihat dari uraian diatas bahwa kepentingan persatuan bangsa jauh lebih penting
dari pada kepentingan golongan, padahal jika membaca sejarah kontribusi golongan Islam
jauh lebih besar dari pada golongan yang lain. Tetapi dengan rendah hatinya dari golongan
Islam rela untuk merubah hal yang mengikat mereka, demi mecegah terpecah belahnya
bangsa pada awal-awal kemerdekaan. Hal itu karena tujuan Indonesia meredeka untuk
berbangsa dan bernegara, khususnya dalam bingkai persatuan bangsa. Persatuan merupakan
hal yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Tujuannya untuk mewujudkan persatuan
antar warga negara yang memiliki keberagaman budaya sehingga dapat menumbuhkan rasa
kebersamaan, solidaritas, kebanggaan, dan cinta kepada bangsa dan negara Republik
Indonesia.
“Sejatinya yang merupakan saripati nilai Pancasila, yaitu keadilan dan toleransi.
Kedua hal ini mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan yang berkeadilan dan
berkeadaban sebagai sebuah persatuan” (Misrawi, 2010: 32). Pancasila dan agama tidak sama
nilai-nilai Pancasila merupakan nili-nilai kebaikan yang juga terdapat dalam ajaran agama.
mengimplementasikan Pancasila, karena adanya Pancasila itu bukan jatuh dari langit. Tapi
diciptakan dengan menggunakan suatu alat, yang disebut masa lalu atau sejarah. Alasan-
alasan masa lalu adalah alasan adanya Pancasila dan juga karena masa lalu Indonesia dapat
merdeka.
Dibawah ini adalah rincian penerapan nilai-nilai Pancasila warga negara dalam
1. Menumbuhkan sifat nasionalisme dan cinta tanah air dalam berbangsa dan negara.
2. Menumbuhkan sikap saling menghormati antar suku, agama, ras, dan antar gologan dan tidak
mematakan perbedaan.
3. Membina persatuan dan kesatuan demi terwujudnya kemajuan bangsa dan negara.
Pemerintah juga berperan penting dalam penerapan pancasila, bahwa pemerintah tidak
publik yang dikeluarkan haruslah memperhatikan nilai-nilai Pancasila secara utuh, sehingga
dapat terhindar dari suatu kebijakan yang menguntungkan salah satu pihak tetapi merugikan
pihak yang lain. Disitulah biasanya titik sebuah perpecahan suatu bangsa karena pemerintah
sudah tidak memiliki legistimasi dan tidak mampu untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar
negara.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
persatuan adalah penting, sebagai cerminan kokohnya suatu negara yang berdaulat.
Indonesia merupakan bangsa yang plural dan menghendaki adanya persatuan. Hal ini
ideologi yang memiliki nilai asas nasionalisme yang tumbuh diatas perbedaan bukan
nasionalisme yang berasas primordialisme (berdasar suku, etnis, ras, atau agama).
tidak memetakan perbedaan, membina persatuan dan kesatuan, dan memahami sejarah
Indonesia.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar lebih
memahami peran Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari bahwa makalah sederhana ini jauh dari kata
sempurna, semoga ke depannya dalam penulisan maklah menjadi lebih baik dari
sebelumnnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan barokah untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ghofur, Abdul. (2002). Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia: Studi atas Pemikiran
Hasan, M. Nur. (2016). Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Semarang: Unissula Press.
Kansil, C.S.T. dkk. (2011). Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: PT RIEKA CIPTA.
Misrawi, Zubair. (2010). Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI Periode 2009-2014. (2015). Materi Sosialisasi
BAB II
PEMBAHASAN
Pada saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar yang dapat menggrogoti niali-
nilai persatuan bangsa, tantantang tersebut berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal itu sendiri berasal dari dalam negri, seperti adanya
pemetakan keragaman dan juga adanya ketimpangan anatara pulau Jawa dengan pulau
lainnya menegenai pemerataan ekonomi yang kurang berkeadilan, dimana hal-hal seperti itu
dapat manjadi suatu titik perpecahan. Tantangan dari faktor eksternal atau luar negri, dengan
mengikuti arus tersebut. Seperti sekarang ini banyak golongan atau kelompok yang berpaham
transnasional yang membuat suatu konsepan tatanan kenegaraan dan mengangap bahwa
dengan memperkuat persatuan bangsa. Persatuan bersal dari kata satu yang berarti utuh, tidak
memecah belah, persatuan mengandung suatu makna disatukannya berbagai macam corak
yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan utuh. Berarti bahwa hal-hal yang beranekka
ragam setelah disatukan menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan tidak saling bertentangan antra
satu dengan yang lain. (Kansil dkk, 2011: 35) “Perwujudan persatuan Indonesia adalah
perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta kemanusiaan yang adil dan beradab”. (MPR RI Periode 2009-2014, 2015: 63).
Dapat diketahui bahwa persatuan adalah penting, karena sebagai cerminan kokohnya
suatu negara yang berdaulat, tanpa persatuan suatu negara tidak dapat berjalan dengan
semestinya dan akhirnya runtuh. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural dan
menghendaki adanya persatuan dalam berbangsa dan bernegara dengan cinta tanah air atau
sifat nasionalisme. Dalam hal ini Pancasila mempunyai peranan penting, karena Pancasila
merupakan suatu ideologi yang memiliki nilai asas nasionalisme yang tumbuh diatas
perbedaan bukan nasionalisme yang berasas primordialisme (berdasar suku, etnis, ras, atau
agama).
Berikut adalah ulasan mengenai nilai-nilai falsafah persatuan Pancasila yang termuat
Dalam sejarah, diperkirakan pada abad 7-12, telah berdiri kerajaan Sriwijaya di
Sumatra Selatan dan kemudian pada abad 13-16 didirakan pula kerajaan Majapahit di Jawa
Timur. Kedua kerajaan besar itu merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia, karena
keduanya telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu bangsa. Dengan berdaulat, bersatu,
serta memiliki wilayah yang meliputu nusantara. Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya
negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dangan kerajaan-kerajaan lama yang
Menurut Nur Hasan (2016: 46-47) Kerajaan Sriwijaya telah menunjukan nilai-nilai
Pancasila, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan
1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Seriwijaya (Dinasty Harsa). Pengiriman para
pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh niali-nilai politik luar negri bebas aktif.
3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara
4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia
5. Nilai sila kelima, Sriwijaya meliputi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan
Pada masa kerajaan Majapahit nilai-nilai Pancasila banyak sekali tercermin dalam
perjalanan kerajaan tersebut. Seperti Empu Prapanca menulis buku Negarakartagama (1365
M) yang di dalamnya terdapat Istilah pancasila. Menutut Nur Hasan (2016: 47-49) Nilai-nilai
1. Nilai sila pertama, terbukti dengan hidup berdampingannya agama Hindu dan Budha secara
damai. Empu Tantular dalam karangannya Sutasoma terdapat sloka persatuan nasional
“Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu jua, dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan
2. Nilai sila kedua, hubungan baik Raja Hayam Wuruk dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda,
3. Nilai sila ketiga, sumpah Palapa Gajah Mada yang diucapkannya pada sidang Ratu dan
“Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah
kekuasaan negara, jika Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
4. Nilai sila keempat, kerukunan dan gotong-royong dalam kehidupan masyarakat telah
5. Nilai sila kelima, berdirinya kerajaan hingga berabad-abad yang tentunya ditopang dengan
Pancasila bukanlah ideologi yang timbul dari buah pikiran satu dua orang saja, tapi
suatu ideologi yang nilai-nilainya digali dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat
nusantara sejak zaman dahulu. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
ideologi tersebut secara rill hidup dan berkembang dalam masayarakat nusantara pada saat itu
Berawal dari berhasilnya Panitia Sembilan membuat rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka pada 22 Juni 1945 dan disetujui seluruh anggota. Yang anggotanya terdiri
dari sembilan orang, yaitu Soekarno (ketua) Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, A.A.
Maramis, Achmad Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasyim, K.H. Kahar
4. Kerakyatan yng dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 kesepakatan yang terdapat dalam Piagam Jakarta tersebut
diubah oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Hal penting yang diubah
adalah tujuh kata setelah Ketuhanan, yang semulanya “Ketuhanan dengan kewajiban
Mengenai kisah pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta ditulis kembali dalam
buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (2015: 38-40), M. Hatta menuturkan dalam
“Pada sore harinya aku menerima telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral Maeda
menanyakan dapatkah aku menerima opsir Kaigun (Angkatan Laut) karena ia mau
mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijima sendiri yang akan
Opsir itu yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan kagiun untuk memberitahukan
bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang,
Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengikat rakyat
yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan seperti itu dalam suatu dasar yang
minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar republik
Indonesia. Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya
Waktu merumuskan pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maramis yang ikut serta
dalam panitia sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut
menandatanganinya. Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan
pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah penduduk Kagiun. Mungkin waktu
itu Mr. Maramis cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang
90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasa
Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk bagi
seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian dari pada dasar itu hanya
mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-
golongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalu diteruskan juga Pembukaan yang
mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di
luar Republik.
Karena begitu serius ruapanya, esok paginya tanggal 18 agustus 1945, sebelum Sidangan
Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatra mengadakan rapat
pendahuluan untuk membicarakan maslah itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa,
kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan
menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila suatu masalah yang seriusdan
bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang
dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-
dari pada kepentingan golongan, padahal jika membaca sejarah kontribusi golongan Islam
jauh lebih besar dari pada golongan yang lain. Tetapi dengan rendah hatinya dari golongan
Islam rela untuk merubah hal yang mengikat mereka, demi mecegah terpecah belahnya
bangsa pada awal-awal kemerdekaan. Hal itu karena tujuan Indonesia meredeka untuk
berbangsa dan bernegara, khususnya dalam bingkai persatuan bangsa. Persatuan merupakan
hal yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Tujuannya untuk mewujudkan persatuan
antar warga negara yang memiliki keberagaman budaya sehingga dapat menumbuhkan rasa
kebersamaan, solidaritas, kebanggaan, dan cinta kepada bangsa dan negara Republik
Indonesia.
“Sejatinya yang merupakan saripati nilai Pancasila, yaitu keadilan dan toleransi.
Kedua hal ini mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan yang berkeadilan dan
berkeadaban sebagai sebuah persatuan” (Misrawi, 2010: 32). Pancasila dan agama tidak sama
nilai-nilai Pancasila merupakan nili-nilai kebaikan yang juga terdapat dalam ajaran agama.
mengimplementasikan Pancasila, karena adanya Pancasila itu bukan jatuh dari langit. Tapi
diciptakan dengan menggunakan suatu alat, yang disebut masa lalu atau sejarah. Alasan-
alasan masa lalu adalah alasan adanya Pancasila dan juga karena masa lalu Indonesia dapat
merdeka.
Dibawah ini adalah rincian penerapan nilai-nilai Pancasila warga negara dalam
2. Menumbuhkan sikap saling menghormati antar suku, agama, ras, dan antar gologan dan tidak
mematakan perbedaan.
3. Membina persatuan dan kesatuan demi terwujudnya kemajuan bangsa dan negara.
Pemerintah juga berperan penting dalam penerapan pancasila, bahwa pemerintah tidak
publik yang dikeluarkan haruslah memperhatikan nilai-nilai Pancasila secara utuh, sehingga
dapat terhindar dari suatu kebijakan yang menguntungkan salah satu pihak tetapi merugikan
pihak yang lain. Disitulah biasanya titik sebuah perpecahan suatu bangsa karena pemerintah
sudah tidak memiliki legistimasi dan tidak mampu untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar
negara.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
persatuan adalah penting, sebagai cerminan kokohnya suatu negara yang berdaulat.
Indonesia merupakan bangsa yang plural dan menghendaki adanya persatuan. Hal ini
ideologi yang memiliki nilai asas nasionalisme yang tumbuh diatas perbedaan bukan
nasionalisme yang berasas primordialisme (berdasar suku, etnis, ras, atau agama).
tidak memetakan perbedaan, membina persatuan dan kesatuan, dan memahami sejarah
Indonesia.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar lebih
memahami peran Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari bahwa makalah sederhana ini jauh dari kata
sempurna, semoga ke depannya dalam penulisan maklah menjadi lebih baik dari
sebelumnnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan barokah untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ghofur, Abdul. (2002). Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia: Studi atas Pemikiran
Hasan, M. Nur. (2016). Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Semarang: Unissula Press.
Kansil, C.S.T. dkk. (2011). Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: PT RIEKA CIPTA.
Misrawi, Zubair. (2010). Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI Periode 2009-2014. (2015). Materi Sosialisasi
Pontianak, 29 Oktober2020
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………………………………………………….
Daftar isi……………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia,Nilai,Moral,dan
Hukum…………………………………………………………………………………………………
B. Proses Keadilan,Ketertiban,dan
Kesejahteraan………………………………………………………………………………………………………..
C. Jenis-Jenis Problematika nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara
………………………………………………………………………………………………….
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan
hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya
sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan,
nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian
individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai
yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi
sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.
Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat
dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat
kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
pendidikan dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukung
terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai
moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang
juga perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman
nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.
C. Tujuan
1. Membahas mengenai manusia, nilai, moral dan hukum
2. Mengetahui Hakikat fungsi dari perwujudan nilai moral dan hukum
3. Mempelajari tentang keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4. Membahas tentang problematika nilai, moral dalam masyarakat dan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA, NILAI, MORAL DAN HUKUM
Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum
· Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang
tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
· Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.
· Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,
maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral adalah
tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk
melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi
manusia yang baik.
· Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai,
hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan
nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa
hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih
banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di
Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental,
dan yang terakhir nilai praksis.
Macam-macam Keadilan :
1. Keadilan Legal (keadilan moral)
Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila
setiap individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan
tidak akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas
kemasyarakatan dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian.
2. Keadilan Distributive
Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak
sama diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when
equals are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan
dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni
kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang paling
sempurna, paling tertinggi derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap
pentong oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.