Disusun oleh:
Pembimbing:
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
e. Vaksin Hepatitis A
f. Vaksin Influenza
g. Vaksin Pneumokokus
h. Vaksin Rotavirus
i. Vaksin Japanese Ensephalitis
j. Human Papiloma Virus (HPV)
k. Demam berdarah
l. Hepatitis B pada dewasa
Keterangan: : Optimal
: Catch-up
: Booster
: Daerah endemis
usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu.
Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada
anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu.
Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau lebih, dosis
0,5 mL.
Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia
9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6
bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR.
Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik
pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia
10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV quadrivalen dengan jadwal 0, 2, 6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.
Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12
bulan pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis
tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
berikutnya.
Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12
bulan.7
10
Tabel 2.4: Jadwal imunisasi lanjutan anak usia sekolah dasar menurut
2. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B merupakan vaksin yang digunakan untuk
perlindungan terhadap penyakit hepatits B.1
a) Jadwal
Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12
jam) setelah lahir, setelah penyuntikan vitamin K1, untuk mecegah
terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Pada Ibu HBsAg
(+) dengan berat badan lahir (BBL) bayi > 2000 gr: pemberian vaksin
HepB-1 diberikan bersamaan dengan pemberian HBIg dalam waktu
12 jam. Periksa titer anti HBs dan HbsAg pada usia 9-15 bulan.
Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan
pada umur 3-6 bulan. Periksa titer anti HBs dan HbsAg pada usia 9-
15 bulan. Apabila (-), reimunisasi dengan 3 dosis interval 2 bulan dan
periksa kembali HbsAg dan Anti-HBs.1 Bila HbsAg ibu tidak
13
c) Kontra Indikasi
Kontra indikasi absolut vaksin hepatitis B adalah riwayat
anafilaksis setelah vaksin hepatitis B sebelumnya serta
hipersensitivitas terhadap yeast. 1,9
d) Efek samping
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan
demam ringan untuk 1-2 hari.1
4. Polio
Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap
penyakit polio dengan mempergunakan vaksin:
a. OPV (oral polio vaccine) adalah virus hidup yang dilemahkan.
berisi virus poliomyelitis tipe 1,2,3 strain Sabin dan diberikan
secara tetesan melalui mulut
b. IPV (inactivated polio vaccine) virus tidak aktif yang diberikan
secara suntikan.
a) Jadwal
Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan pertama
sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan pada saat
bayi dipulangkan dari rumah sakit atau rumah bersalin untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Untuk imunisasi
dasar (polio-1,2,3) diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan interval
antara 2 imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. 1 Imunisasi polio ulang
diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk
sekolah (5-6 tahun). Jika pemberian terlambat, jangan mengulangi
vaksinasi dari awal tidak perduli interval keterlambatan.
b) Dosis
OPV diberikan 2 tetes/0,1 mL per-oral. IPV diberikan 0,5 ml
intramuskular.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit polimielitis.
d) Kontra Indikasi
1) Infeksi HIV atau kontak HIV serumah
2) Imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imuno-
defisiensi kongenital)
3) Terapi imunosupresan jangka panjang
4) Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin IPV sebelumnya.1,9
17
e) Efek Samping
Sebagian kecil anak setelah mendapatkan imunisasi bisa
mengalami gejala pusing, diare ringan atau nyeri otot. Khusus pada
vaksin polio IPV efek samping yang bisa muncul berupa sedikit
bengkak dan kemerahan di tempat suntikan.
5. Campak
Imunisasi campak merupakan suatu proses memasukkan virus
campak yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh guna merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi atau kekebalan terhadap
penyakit campak.1 Vaksin campak berupa virus hidup dilemahkan yang
mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, dan 30 mg
eritromisin.
a) Dosis
0,5 ml diberikan secara subkutan pada deltoid.
b) Kontra Indikasi
1) Imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat,
imunodefisiensi kongenital)
2) Riwayat keluarga dengan imunodefisiensi
3) Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin campak
sebelumnya.1,9
Vaksin konjugat
diperlukan karena
anak < 2 tahun
tidak berespon
terhadap vaksin
polisakarida
Vaksin bermanfaat
untuk mengurangi:
Invasive
pneumococcal
disease (IPD),
pneumonia, OMA,
karier, occult
bacteremia
Influenza 6-35 bulan: Anafilaksis setelah Rekomendasi:
(virus tidak aktif; 0,25 mL pemberian vaksin Anak sehat usia
IIV) > 36 bulan: sebelumnya 6 bulan – 2 tahun
dosis 0,5 mL Anak dengan
Usia < 8 penyakit jantung
tahun: untuk kronik, penyakit
pemberian saluran nafas
pertama kali kronis, diabetes,
diperlukan 2 kelemahan
dosis dengan system imun
interval 4-6 Anak yang
minggu dan tinggal bersama,
tahun seperti di asrama
berikutnya
cukup 1 dosis
Intra-muskular
Demam Tifoid Intra- Penyakit akut Imunitas 2-3
(Polisakarida muskular, 0,5 sedang atau minggu pasca
kapsul Vi ml berat dengan vaksinasi
salmonella typhi Oral diberikan atau tanpa
dan tifoid oral 3 dosis dengan demam Imunogenitas
20
Tidak melindungi
terhadap S.
parathypi A dan B
Vaksin oral
direkomendasikan
untuk anak usia >
6 tahun
Varisela 0,5 mL, Reaksi anafilaksis Vaksin dapat
(virus hidup Subkutan terhadap vaksinasi mencegah
dilemahkan) varisela penularan kontak
sebelumnya langsung apabila
diberikan <72 jam
Pasien infeksi HIV pasca kontak
dengan
imunodefisiensi Jangan diberikan
berat bersama dengan
vaksin hidup lain
Imunodefisiensi
berat
Kehamilan
Riwayat keluarga
dengan
imunodefisiensi
Rotavirus RV1 (Rotarix) Reaksi anafilaksis Pemberian setiap
merupakan secara oral setelah pemberian dosis vaksin RV
vaksin hidup sebanyak 2 dosis; vaksin RV berjarak minimal 4
(terdapat dua 1 dosis/1 mL sebelumnya minggu
jenis yaitu
monovalent RV5 (RotaTeq) Severe combined
(RV1) dan secara oral immunodeficiency
pentavalen sebanyak 3 dosis; (SCID)
(RV5)) 1 dosis/2 ml
Riwayat
intususepsi
Hepatitis A Dosis pediatrik Reaksi anafilaksis
adalah jenis (HAVRIX) 720 terhadap
vaksin whole ELISA unit pemberian vaksin
21
2. Benar jadwal
Saat akan dilakukan imunisasi perlu dipertimbangkan umur anak,
riwayat imunisasi, serta interval imunisasi sebelumnya. Pemberian dua jenis
vaksin hidup yang dilemahkan dapat diberikan bersamaan, namun apabila
terpisah maka interval minimal adalah 4 minggu. Pemberian vaksin inaktif
dapat digabung dengan vaksin inaktif lain maupun vaksin hidup yang
dilemahkan.
25
Vaccine Vial Monitor: VVM untuk menilai apakah vaksin sudah pernah
terpapar suhu diatas 8 C dalam waktu lama atau belum. VVM dicek
dengan membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran
disekitarnya.
(inch)
Bayi s.d 1 th 5/8 Jaringan lemak pada
anterolateral otot paha
Anak 1 th s.d 5/8 Jaringan lemak pada
remaja anterolateral otot paham
atau jaringan lemak diats
otot triceps
Rute Teknik
Intramuskuler Menggunakan jarum sesuai umur anak dan cukup
panjang untuk mencapai otot
Tekan kulit sekitar dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan
Suntikkan dengan arah 90 terhadap kulit
Penyuntikan pada anterolateral paha atau deltoid.
Pada daerah tersebut tidak ada pembuluh darah besar
sehingga tidak perlu aspirsi. Namun, bila saat
penyuntikan terdapat darah maka vaksin tidak boleh
dipakai
Untuk vaksin dengn lebih dari satu suntikan dapat
diberikan pada ekstremitas berbeda
Subkutan Melakukan cubit tebal pada tempat suntikan
Suntikkan dengan arah 45 terhadap kulit
Untuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas
berbeda
Intrakutan Menggunakan semprit tuberkulin jarum pendek dan
kecil
Arah 10-15 terhahap kulit
Vaksin disuntikkan sampai terbentuk indurasi
Polio oral Membuka tutup botol vaksin
Meneteskan 2 tetes vaksin dengan memijat bagian
28
6. Benar lokasi
Penyuntikan intramuskuler dilakukan di otot paha anterolateral yaitu vastus
lateralis quadriceps femoris untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun. Untuk
anak umur 3 tahun ke atas penyuntukan dapat dilakukan pada otot deltoid.
29
7. Benar dokumentasi
Setelah imunisasi perlu dilakukan pencatatan yang meliputi tanggal
imunisasi, nama vaksin, produsen vaksin, nomor lot atau batch vaksin,
tanggal kadalwarsa, lokasi penyuntikan, nama dan tandatangan atau paraf
penyuntik. Orang tua perlu mendapat penjelasan tentang manfaat, kejadian
ikutan pasca imunisasi yang mungkin terjadi dan cara menanggulanginya.
Selanjutnya anak perlu diobservasi 30 menit setelah imunisasi untuk
mewaspadai terjadinya reaksi anafilaksis.
8. Benar perlakuan imbah dan sisa vaksin
Setelah imunisasi semprit dimasukkan ke dalam ktak tidak tembus jarum, dan
selanjutnya dibawa ke tempat penghancuran (insenerator). Sisa vaksin bila
disimpan dalam suhu 2-8 C dan tidak terkena sinar matahari, dapat digunakan
dalam jangka waktu tertentu. Sisa vaksin BCG dapat digunakan dalam 3 jam
setelah dilarutkan, vaksin campak 6 jam setelah dilarutkan. Untuk pelayanan
imunisasi dalam gedung vaksin DTP, DTP-HB-Hib, Td, TT dapat disimpan
sampai 4 minggu; vaksin polio oral sampai 2 minggu. Untuk dapat dipakai
lagi vaksin belum kadalwarsa harus disimpan di suhu 2-8 C, VVM baik, tidak
pernah teredam air, dan sterilitias terjaga.
2. Penyebab KIPI6
32
a. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat peyakit
dasar atau pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid
jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra
untuk pasien imunokompromais, untuk polio dapat diberikan IPV
bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek.
Tetapi Imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau
prednison 20 mg/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan
setelah satu bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau tiga
bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
b. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah tiga bulan pengobatan
untuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
c. Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan
infeksi
Walaupun responnya terhadap Imunisasi tidak optimal atau kurang,
penderita HIV memerlukan Imunisasi. Pasien HIV dapat
diImunisasi dengan mikroorganisme yang dilemahkan atau yang
mati sesuai dengan rekomendasi yang tercantum pada tabel 18.
*
) Dianjurkan dosis Hepatitis B dilipat gandakan dua kali.
35
**) Diberikan pada penderita HIV yang asimptomatik atau HIV dengan
gejala ringan.
***) Tidak diberikan bila HIV yang berat.
4. Pemantauan KIPI3
Penemuan kasus KIPI merupakan kegiatan penemuan kasus KIPI
atau diduga kasus baik yang dilaporkan orangtua/pasien, masyarakat
ataupun petugas kesehatan. Pemantauan KIPI merupakan suatu
kegiatan yang terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis kejadian,
tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi.
Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini,
merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negative
imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi. Bagian
terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi KIPI
secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis untuk
mengidentifikasi dan merespons suatu masalah. Respons merupakan
tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI.
5. Penanggulangan KIPI3
a. Pencegahan Primer
Tabel 2.11 Persiapan sebelum dan pada saat pelaksanaan imunisasi
36
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA