Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

IMUNISASI PADA ANAK

Disusun oleh:

Wulid Lailah Magfirah I4061171015


Akbar Taufik I4061162042

Pembimbing:

dr. Alexander Kurniadi, M.Sc., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT TINGKAT II KARTIKA HUSADA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
KUBU RAYA
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu metode untuk meningkatkan kekebalan tubuh


seseorang terhadap penyakit tertentu.1 Metode imunisasi dengan pemberian vaksin
(antigen) guna merangsang pembentukan imunitas (antibodi) di dalam tubuh
secara aktif disebut vaksinasi.1,8 Penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) meliputi tuberkulosis (TBC), difteri, pertusis, campak, tetanus,
polio, pneumonia dan hepatitis B. Pada akhirnya, tujuan jangka panjang dari
pelayanan imunisasi yaitu eradikasi atau eliminasi suatu penyakit infeksi di dunia.1,2
Imunisasi menurut WHO telah mencegah lebih dari 2,5 juta kematian anak setiap
tahun di seluruh dunia.2
Expanded Programme of Immunization (EPI) atau Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) di Indonesia telah berjalan sejak tahun 1977.1 PPI di Indonesia
mewajibkan setiap bayi (usia 0-11 bulan) mendapatkan imunisasi dasar lengkap
meliputi 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HepB-Hib, 4 dosis polio,
dan 1 dosis campak.3 PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi
guna mencapai komitmen internasional yaitu universal child immunization
(UCI).2
Universal Child Immunization (UCI) adalah tercapainya imunisasi dasar
lengkap pada minimal 80% bayi di suatu wilayah. 3 Cakupan desa/kelurahan UCI
Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebesar 81,34%.4 Cakupan desa/kelurahan UCI
provinsi Kalimantan Barat tahun 2019 yaitu 70,69%.4 Sementara itu, cakupan
desa/kelurahan UCI kabupaten Kubu Raya tahun 2018 mencapai 73,7%. 5 Fakta-
fakta tersebut menunjukkan bahwa masih cukup banyak bayi yang belum
mendapatkan imunisasi dasar lengkap hingga tingkat desa khususnya di
Kalimantan Barat dan kabupaten Kubu Raya.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Imunisasi6


Menurut Depkes RI, Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan.6

2.2. Jenis Imunisasi

A. Berdasarkan cara kerja


Imunisasi berdasarkan cara kerja dibagi menjadi dua yaitu
imunisasi aktif dan imunisasi pasif.1
1. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang memicu
suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi
imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan
humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat
merespon. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi
secara alamiah oleh bibit penyakit atau terinfeksi secara buatan
saat diberi vaksin. Contoh imunisasi aktif buatan adalah
kekebalan yang terbentuk setelah dengan sengaja memasukkan
vaksin ke dalam tubuh, misalnya hepatitis B, DPT, polio. Pada
keadaan ini daya imunitas diperoleh dari luar. Kelebihannya
dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit
penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya
mempunyai waktu efektif yang pendek.
Contoh imunisasi aktif alami adalah kekebalan yang
terbentuk setelah tubuh mengalami penyakit menular tertentu,
4

misalnya campak. Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah


memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk
antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang.
Keuntungannya daya imunitas biasanya bertahan lama bahkan
bisa seumur hidup.
2. Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat yang dihasilkan melalui suatu
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Kekebalan pasif
terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar
dirinya. Jadi tubuh sendiri tidak membentuk sistem kekebalan
tersebut. Kekebalan jenis ini bisa didapat langsung dari luar atau
secara alamiah. Contoh kekebalan pasif alami adalah pada saat
bayi lahir ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan
dari ibunya. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada
kekebalan yang dipunyai ibu. Keunggulan dari kekebalan pasif
yaitu langung dapat dipergunakan tanpa menunggu tubuh
penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak dapat
berlangsung lama. Kekebalan jenis ini memang biasa hanya
bertahan beberapa minggu sampai satu bulan saja.
B. Berdasarkan jenis penyelenggaraannya
Imunisasi berdasarkan jenis penyelenggaraannya dikelompokkan
menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan.3,6
1. Imunisasi Program
Imunisasi program merupakan imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan jenis vaksin dan
waktu pemberian yang ditetapkan dalam Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular
tertentu.3,6
5

Imunisasi program terdiri atas:


1.1. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi
rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.6
1.1.1. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum
berusia 1 (satu) tahun. Jenis imunisasi dasar terdiri atas:
a. Bacillus Calmette Guerin (BCG);
b. Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus
Influenza tipe B (DPT-HB-Hib);
c. Hepatitis B pada bayi baru lahir;
d. Polio; dan
e. Campak.6
1.1.2. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan
untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan
sebagaimana diberikan pada:

a. Anak Berusia Kurang dari Dua Tahun (Baduta)


Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada
anak usia bawah dua tahun (Baduta) terdiri atas
Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus
Influenza tipe B (DPT-HB-Hib) dan Campak.6

b. Anak Usia Sekolah Dasar


Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah
dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang
6

diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas


Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus
diphteria (Td).6
c. Wanita Usia Subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan
pada wanita usia subur berupa Tetanus dan
Difteri.6
1.2. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur
tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian
epidemiologis pada periode waktu tertentu. Pemberian
imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban
pemberian imunisasi rutin.6
1.3. Imunisasi Khusus.
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit
tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu yang dimaksud
antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh,
persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu
dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus terdiri
atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi demam
kuning, dan imunisasi Anti Rabies (VAR).6
2. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk
dalam imunisasi program, namun penting diberikan pada bayi, anak,
dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-
masing penyakit. Yang termasuk dalam imunisasi pilihan ini adalah:
a. Vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR)
b. Haemophilllus Influenzae Tipe B (Hib)
c. Vaksin Tifoid
d. Vaksin Varisela
7

e. Vaksin Hepatitis A
f. Vaksin Influenza
g. Vaksin Pneumokokus
h. Vaksin Rotavirus
i. Vaksin Japanese Ensephalitis
j. Human Papiloma Virus (HPV)
k. Demam berdarah
l. Hepatitis B pada dewasa

2.3. Jadwal Imunisasi7

Tabel 2.1: Jadwal imunisasi 2017, Rekomendasi Satgas Imunisasi IDAI

Keterangan: : Optimal

: Catch-up

: Booster

: Daerah endemis

*Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017.


8

Vaksin hepatitis B (HepB). Vaksin HepB pertama paling baik diberikan


dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K 1
sekitar 30 menit sebelumnya. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin
HepB dan imunoglobulin hepatitis B (HBlg) pada ekstermitas yang berbeda.
Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal
pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir
di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-
3.
Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan,
optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6
minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin
lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan
vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12
tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan,
PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis
pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia > 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
9

usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu.
Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada
anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu.
Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau lebih, dosis
0,5 mL.
Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia
9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6
bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR.
Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik
pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia
10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV quadrivalen dengan jadwal 0, 2, 6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.
Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12
bulan pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis
tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
berikutnya.
Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12
bulan.7
10

Tabel 2.2: Jadwal imunisasi dasar menurut Permenkes No 12/2017

tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Tabel 2.3: Jadwal imunisasi lanjutan anak baduta menurut Permenkes

No 12/2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Tabel 2.4: Jadwal imunisasi lanjutan anak usia sekolah dasar menurut

Permenkes No 12/2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi

2.4. Jenis Vaksin1,8


Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedimikian rupa
sehingga patogenitas dan toksisitasnya berkurang atau hilang tetapi masih tetap
memiliki sifat antigen. Vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:1
1. Vaksin live attenuated berasal dari bakteri atau virus yang dilemahkan
11

(masih memiliki kemampuan untuk replikasi dan memicu imunitas namun


tidak menyebabkan penyakit). Contoh: BCG, Typhoid oral, MMR,
varicella, OPV, rotavirus, LAIV
2. Vaksin inactivated terdiri dari seluruh tubuh ataupun komponen (fraksi,
toksoid, polisakarida, konjugasi polisakarida) dari suatu bakteri atau virus.
Contoh: Seluruh tubuh (IPV, IIV, rabies, Hepatitis A, whole pertussis);
fraksi (acellular pertussis, hepatitis B); toksoid (difteri, tetanus); polisakarida
(PPSV23, MPSV4); konjugasi (PCV13, MCV4, Hib)

Adapun vaksin yang digunakan pada imunisasi dasar sesuai Permenkes


No.17/2017 sebagai berikut:1,6
1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga
didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Tujuannya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC
(tuberkulosis).1
a) Jadwal
Imunisasi BCG diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Namun
untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian Kesehatan
menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1 bulan. Proteksi
mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi. Vaksin tidak mencegah infeksi
TB, namun dapat mencegah TB berat.
Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan perlu dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji
tuberkulin negatif. Apabila uji tuberkulin tidak memungkinkan, BCG
dapat diberikan namun perlu observasi dalam waktu 7 hari. Apabila
terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local
reaction), perlu tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis).1
b) Dosis
Vaksin BCG untuk anak usia < 1 tahun dosis 0,05 ml diberikan
12

secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio m.


deltoideus. Dosis 0,1 mL untuk anak > usia 1 tahun 1
c) Indikasi
Vaksin BCG diberikan pada anak dengan uji Mantoux
(tuberkulin) negatif.1
d) Kontraindikasi
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan
pada pasien yang respon imunya menurun, anak yang sedang
mendapat pengobatan steroid jangka panjang, atau bayi yang telah
diketahui atau dicurigai menderita infeksi HIV.1
e) Efek samping
Dua hingga enam minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas
suntikan timbul bisui kecil (papula) yang semakin membesar dan
dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh
perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2-10
mm.1

2. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B merupakan vaksin yang digunakan untuk
perlindungan terhadap penyakit hepatits B.1
a) Jadwal
Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12
jam) setelah lahir, setelah penyuntikan vitamin K1, untuk mecegah
terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Pada Ibu HBsAg
(+) dengan berat badan lahir (BBL) bayi > 2000 gr: pemberian vaksin
HepB-1 diberikan bersamaan dengan pemberian HBIg dalam waktu
12 jam. Periksa titer anti HBs dan HbsAg pada usia 9-15 bulan.
Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan
pada umur 3-6 bulan. Periksa titer anti HBs dan HbsAg pada usia 9-
15 bulan. Apabila (-), reimunisasi dengan 3 dosis interval 2 bulan dan
periksa kembali HbsAg dan Anti-HBs.1 Bila HbsAg ibu tidak
13

diketahui berikan vaksin saat lahir; bila diketahui (+) selanjutnya,


berikan HBIg 0,5 mL sebelum 7 hari.
Pada ibu HbsAg (+) dengan BBL bayi <2000 gr diberikan HBIg
0,5 ml dan Hep B dalam waktu 12 jam, selanjutnya diberikan saat
usia 1 bulan dan BB mencapai 2000 gr. Kemudian usia 2-3 bulan dan
usia 6 bulan. Periksa anti HBs dan HbsAg usia 9-15 bulan. Apabila
negative, reimunisasi seperti di atas. Pada ibu HbsAg (-) dan BBL
bayi < 2000 gr: imunisasi pertama saat mencapai 2000 gr atau secara
klinis keadaan stabil dalam 30 hari usia kronologis. Imunisasi HepB
dalam 3 dosis, yaitu 1-2 bulan, 2-4 bulan, 6-18 bulan. Pada ibu
HbsAg tidak diketahui dan BBL bayi < 2000 gr berikan vaksin HepB.
Bila status belum diketahui dalam 12 jam, berikan HBIg saat 12 jam.
Vaksin kombinasi baru dapat diberikan setelah usia 6 minggu.
Idealnya kadar anti-HBs diperiksa saat usia 5 tahun. Apabila sampai
dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi
hepatitis B maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan
jadwal 3 kali pemberian. 1 Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB-4)
dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar
1
pencegahan belum tercapai (anti HBs<10µg/ml). Bila pemberian
vaksin terlambat, tidak perlu mengulang dari awal. Vaksin dapat
diberikan kapan saja saat berkunjung apabila belum dilakukan.
Rentang dosis pertama dan kedua 4 minggu, sedangkan dosis kedua
dan ketiga 8 minggu. Pada neonates dan bayi vaksin HepB diberikan
pada vastus lateralis atau regio anterolateral paha sedangkan pada anak
dan dewasa di regio deltoid.
14

b) Skema Vaksinasi Hepatitis B pada Bayi berdasarkan Status HbsAg Ibu

Tabel 2.5: Skema Vaksinasi Hepatitis B pada Bayi berdasarkan

Status HbsAg Ibu

c) Kontra Indikasi
Kontra indikasi absolut vaksin hepatitis B adalah riwayat
anafilaksis setelah vaksin hepatitis B sebelumnya serta
hipersensitivitas terhadap yeast. 1,9
d) Efek samping
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan
demam ringan untuk 1-2 hari.1

3. DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis)


Imunisasi DTP merupakan imunisasi perlindungan terhadap penyakit
difteri, pertusis, dan tetanus. 1
a) Jadwal
15

Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak usia 2 bulan (tidak


boleh diberikan sebelum usia 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan. DTP-2 diberikan pada umur 4
bulan. DTP-3 diberikan pada umur 6 bulan. 1
Ulang booster DTP selanjutnya (DTP-4) diberikan 1 tahun
setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan. Imunisasi booster ke-2
(DTP-5) diberikan saat umur 5 tahun. Pada saat pemberian imunisasi
ini harus tetap diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya
diberikan DTaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi). Dosis ke
lima DTaP tidak diperlukan apabila dosis keempat diberikan pada
1
usia 4 tahun atau lebih. Bila pemberian vaksin terlambat, jangan
mulai dari awal, tidak peduli interval sebelumnya . Bila pada umur <
12 bulan belum pernah imunisasi dasar, vaksinasi diberikan sesuai
imunisasi dasar baik jumlah maupun interval.
b) Dosis
DTwP (whole-cell pertussis), DtaP (acellular pertussis), DT
atau Td adalah 0,5 ml, diberikan secara intramuskular, baik untuk
imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan. 1
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
tetanus, pertusis dan hepatitis B.
d) Kontra Indikasi
Vaksin DTP tidak diberikan pada pasien dengan riwayat
anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya, ensefalopati dalam
jangka waktu 7 hari sesudah pemberian vaksin DTP sebelumnya.1,9
e) Efek samping
1) Reaksi lokal kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi
2) Demam ringan dengan reaksi lokal dan 2,2% diantaranya dapat
mengalami hiperpireksia,
3) Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam
paska suntikan.
16

4. Polio
Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap
penyakit polio dengan mempergunakan vaksin:
a. OPV (oral polio vaccine) adalah virus hidup yang dilemahkan.
berisi virus poliomyelitis tipe 1,2,3 strain Sabin dan diberikan
secara tetesan melalui mulut
b. IPV (inactivated polio vaccine) virus tidak aktif yang diberikan
secara suntikan.
a) Jadwal
Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan pertama
sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan pada saat
bayi dipulangkan dari rumah sakit atau rumah bersalin untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Untuk imunisasi
dasar (polio-1,2,3) diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan interval
antara 2 imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. 1 Imunisasi polio ulang
diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk
sekolah (5-6 tahun). Jika pemberian terlambat, jangan mengulangi
vaksinasi dari awal tidak perduli interval keterlambatan.
b) Dosis
OPV diberikan 2 tetes/0,1 mL per-oral. IPV diberikan 0,5 ml
intramuskular.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit polimielitis.
d) Kontra Indikasi
1) Infeksi HIV atau kontak HIV serumah
2) Imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imuno-
defisiensi kongenital)
3) Terapi imunosupresan jangka panjang
4) Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin IPV sebelumnya.1,9
17

e) Efek Samping
Sebagian kecil anak setelah mendapatkan imunisasi bisa
mengalami gejala pusing, diare ringan atau nyeri otot. Khusus pada
vaksin polio IPV efek samping yang bisa muncul berupa sedikit
bengkak dan kemerahan di tempat suntikan.

5. Campak
Imunisasi campak merupakan suatu proses memasukkan virus
campak yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh guna merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi atau kekebalan terhadap
penyakit campak.1 Vaksin campak berupa virus hidup dilemahkan yang
mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, dan 30 mg
eritromisin.
a) Dosis
0,5 ml diberikan secara subkutan pada deltoid.
b) Kontra Indikasi
1) Imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat,
imunodefisiensi kongenital)
2) Riwayat keluarga dengan imunodefisiensi
3) Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin campak
sebelumnya.1,9

6. Hib (Haemophillus Influenza tipe B)


Haemophillus influenza tipe B merupakan suatu bakteri Gram negatif.
Vaksin Hib merupakan vaksin konjugat dimana terdapat 2 jenis konjugat,
yaitu konjugasi dengan protein tetanus-PRP-T dan konjugasi dengan outer
membrane protein complex-PRP- OMP). Tujuannya untuk perlindungan
penyakit meningitis.1
a) Jadwal
Vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide
polyribosyl ribitol phospat) konjugasi dengan protein tetanus
diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan. Vaksin Hib dapat diberikan
18

dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib,


DTaP/Hib/IPV).
b) Dosis
0,5 ml diberikan secara intramuscular dimana lokasi injeksi
untuk anak < 2 tahun pada IM pada vastus lateralis dan untuk anak > 2
tahun IM pada deltoid
c) Kontra Indikasi
1) Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin Hib sebelumnya
2) Bayi berusia < 6 minggu9

Adapun beberapa vaksin yang digunakan pada imunisasi pilihan sesuai


Permenkes No.17/2017 sebagai berikut:1,6,9,10
Imunisasi Dosis dan Kontraindikasi Keterangan
Tempat Tambahan
Pemberian
Measles, mumps, 0,5 mL Reaksi anafilaksis Usia 5-7 tahun
rubella-MMR setelah vaksinasi 29,3% tetap
(berasal dari virus sebelumnya terkena campak
campak Schwarz walaupun sudah
hidup yang Imunodefisiensi pernah
dilemahkan diimunisasi
dalam embrio Kehamilan
ayam, virus MMR tetap
gondong Urabe Riwayat keluarga diberikan pada
yang dibiak dengan anak yang pernah
dalam telur ayam, imunodefisiensi campak,
Virus rubella gondongan,
Wistar yang ataupun rubella
dibiak pada sel
diploid manusia) Vaksin MMR
harus disimpan
dalam suhu 2-80C
dan terlindung dari
cahaya. Vaksin
harus digunakan
dalam waktu 1 jam
setelah dicampur
dengan pelarutnya
Pneumokokus 5 mL diberikan Reaksi anafilaksis Dosis pertama
(Terdapat 2 jenis secara intramus- setelah pemberian tidak diberikan
19

vaksin yaitu kular vaksin sebelum usia 6


PPV23 yang pneumokokus minggu
merupakan sebelumnya
polisakarida BBLR (< 1500
murni dan PCV gram) diberikan
yang merupakan setelah usia 6-8
vaksin konjugat) minggu tanpa
melihat usia
kehamilan

Vaksin konjugat
diperlukan karena
anak < 2 tahun
tidak berespon
terhadap vaksin
polisakarida

Vaksin bermanfaat
untuk mengurangi:
Invasive
pneumococcal
disease (IPD),
pneumonia, OMA,
karier, occult
bacteremia
Influenza  6-35 bulan: Anafilaksis setelah Rekomendasi:
(virus tidak aktif; 0,25 mL pemberian vaksin  Anak sehat usia
IIV)  > 36 bulan: sebelumnya 6 bulan – 2 tahun
dosis 0,5 mL  Anak dengan
 Usia < 8 penyakit jantung
tahun: untuk kronik, penyakit
pemberian saluran nafas
pertama kali kronis, diabetes,
diperlukan 2 kelemahan
dosis dengan system imun
interval 4-6  Anak yang
minggu dan tinggal bersama,
tahun seperti di asrama
berikutnya
cukup 1 dosis
Intra-muskular
Demam Tifoid  Intra-  Penyakit akut Imunitas 2-3
(Polisakarida muskular, 0,5 sedang atau minggu pasca
kapsul Vi ml berat dengan vaksinasi
salmonella typhi  Oral diberikan atau tanpa
dan tifoid oral 3 dosis dengan demam Imunogenitas
20

Ty21a) interval selang  Hipersensitifitas rendah pada usia <


sehari terhadap 2 tahun
komponen
vaksin Perlindungan 3
tahun

Tidak melindungi
terhadap S.
parathypi A dan B

Vaksin oral
direkomendasikan
untuk anak usia >
6 tahun
Varisela 0,5 mL, Reaksi anafilaksis Vaksin dapat
(virus hidup Subkutan terhadap vaksinasi mencegah
dilemahkan) varisela penularan kontak
sebelumnya langsung apabila
diberikan <72 jam
Pasien infeksi HIV pasca kontak
dengan
imunodefisiensi Jangan diberikan
berat bersama dengan
vaksin hidup lain
Imunodefisiensi
berat

Kehamilan

Riwayat keluarga
dengan
imunodefisiensi
Rotavirus RV1 (Rotarix) Reaksi anafilaksis Pemberian setiap
merupakan secara oral setelah pemberian dosis vaksin RV
vaksin hidup sebanyak 2 dosis; vaksin RV berjarak minimal 4
(terdapat dua 1 dosis/1 mL sebelumnya minggu
jenis yaitu
monovalent RV5 (RotaTeq) Severe combined
(RV1) dan secara oral immunodeficiency
pentavalen sebanyak 3 dosis; (SCID)
(RV5)) 1 dosis/2 ml
Riwayat
intususepsi
Hepatitis A Dosis pediatrik Reaksi anafilaksis
adalah jenis (HAVRIX) 720 terhadap
vaksin whole ELISA unit pemberian vaksin
21

virus yang tidak diberikan 2 kali HepA sebelumnya


aktif (0,5 mL) secara
Intra-muskular di
anterolateral paha
untuk anak usia <
2 tahun dan di
deltoid untuk
anak usia > 2
tahun dengan
interval 6-12
bulan
Human 0,5 mL secara Reaksi anafilaksis
Papillomavirus- Intra-muskular setelah pemberian
HPV vaksin HPV
(terdapat vaksin Vaksin bivalen sebelumnya
bivalen (HPV2) pada 0-1-6 bulan
dan quadrivalen
(HPV4)) Vaksin
quadrivalen pada
0-2-6 bulan

2.5. Dosis, Cara Pemberian, Tempat dan Kontra Indikasi Imunisasi1,6


Adapun dosis, cara pemberian tempat dan kontraindikasi imunisasi
ditampilkan sesuai tebel berikut:

Tabel 2.6: Dosis, Cara Pemberian dan Tempat Imunisasi1,6


22

Tabel 2.7: Kontra Indikasi Imunisasi1,6

2.6. Manfaat Imunisasi


a) Investasi Kesehatan
Para ahli mengungkapkan bahwa vaksinasi adalah salah satu
keperluan esensial selain keperluan pengobatan dan pendidikan.
Vaksinasi akan mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan mutu
pendidikan melalui perlindungan terhadap kesehatan anak. Program
imunisasi juga sangat efektif dan murah jika diberikan dalam cakupan
23

luas secara nasional. Imunisasi berguna sebagai investasi untuk


kesejahteraan anak di masa depan.1
b) Peningkatan usia harapan hidup
Imunisasi adalah satu cara untuk meningkatkan angka usia harapan
hidup. Imunisasi hepatitis B pada bayi dapat mencegah kejadian
hepatocarcinoma pada usia produktif (30-40 tahun). Sekitar 90% bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis B aktif akan mengalami infeksi
virus hepatitis B, dimana 95% diantaranya akan berkembang menjadi
kronis dan menjadi kanker hati di kemudian hari. Contoh lain adalah
pemberian vaksinasi tetanus pada wanita minimal 5 kali seumur hidup
dapat mencegah hampir 100% kejadian tetanus neonatorum pada bayi
yang dilahirkan.
Vaksinasi MMR pada anak perempuan usia 15 bulan dan 5 tahun
juga akan mencegah cacat bawaan pada bayi yang dilahirkannya. Ibu
hamil yang menderita rubella akan melahirkan bayi dengan cacat bawaan
yang disebut rubella kongenital dengan peluang sebesar 76%. Rubella
kongenital ditandai dengan kelainan jantung bawaan, katarak,
microcephaly, hingga keterlambatan perkembangan anak.1
c) Mencegah perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik
Keuntungan lain dari pencegahan infeksi adalah mencegah
terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri. Insiden penyakit akan
menurun melalui pencegahan penyakit akibat transmisi penyakit
menurun, termasuk menurunnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
Contohnya adalah penurunan angka kejadian resistensi antibiotik
terhadap Streptococcus pneumonia pasca program vaksinasi
pneumokokus konjugasi di Amerika Serikat sejak tahun 2000.1
d) Keamanan melakukan perjalanan ke negera endemik
Imunisasi sangat penting untuk keamanan perjalanan ke negara
endemik suatu penyakit, misalnya calon haji harus mendapat vaksinasi
meningitis meningokokus.1
e) Peningkatan pertumbuhan ekonomi
24

Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan


lebih baik bila masyarakatnya lebih sehat sehingga anggaran untuk
pengobatan dapat dialihkan untuk keperluan lain yang membutuhkan.
Perhatian orang tua juga dapat terpusat pada peningkatan ekonomi dan
tidak diganggu oleh kesakitan anak-anaknya.1
f) Peningkatan perdamaian
World Health Organization mengungkapkan bahwa saat akan
dilakukan imunisasi massal (PIN Polio) di Bangladesh, maka untuk
sementara kedua organisasi yang sedang bertengkar melakukan
perdamaian. Sehingga imunisasi bisa menjadi salah satu upaya
perdamaian demi kesehatan masyarakat.1

2.7. Tatacara Pemberian Imunisasi3


Tata cara pemberian imunisasi merupakan rangkaian proses mulai dari
penyimpana vaksin, rantai vaksin, persiapan imunisasi, pemberian imunisasi,
pencatatan dan pelaporan, serta pengelolaan sisa vaksin.
Ada 8 hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian imunisasi yaitu
1. Benar anak
Sebelum dilakukan anamnesis perlu dipastikan identitas anak sesuai dengan
identitas dalam catatan medis. Identitas dipastikan dengan mencocokkan
nama lengkap, tanggal lahir, dan nomor rekam medis. Selain itu perlu
dipastikan anak dalam keadaan sehat serta tidak ada indikasi kontra yang
akan diberikan saat ini.

2. Benar jadwal
Saat akan dilakukan imunisasi perlu dipertimbangkan umur anak,
riwayat imunisasi, serta interval imunisasi sebelumnya. Pemberian dua jenis
vaksin hidup yang dilemahkan dapat diberikan bersamaan, namun apabila
terpisah maka interval minimal adalah 4 minggu. Pemberian vaksin inaktif
dapat digabung dengan vaksin inaktif lain maupun vaksin hidup yang
dilemahkan.
25

3. Benar Vaksin dan pelarut


Sebelum digunaka vaksin perlu diperiksa apakah botol mengalami
kerusakan atau retao, tanggal kadalwarsa, dan vaksin dalam keadaan baik.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah warna, kejernihan, apakah ada
endapan dan Vaccine Vial Monitor (VVM).
 Warna vaksin: vaksin polio harus berwarna kuning oranye, bila warna
berubah pucat atau kemerahan berarti pH telah berubah. Vaksin toksoid,
rekombinan dan polisakarida umumnya berwarna putih jernih sedikit
berkabut

 Vaccine Vial Monitor: VVM untuk menilai apakah vaksin sudah pernah
terpapar suhu diatas 8 C dalam waktu lama atau belum. VVM dicek
dengan membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran
disekitarnya.

 Uji kocok: dilakukan apabila vaksin dicurigai pernah membeku. Vaksin


dikocok kemudian diamati mulai 15 hingga 60 menit bila masih terdapat
26

endapan atau gumpalan berarti vaksin pernh membeku dan vaksin


tersebut tidak boleh digunakan.
 Pelarut: bila vaksin perlu dilarutkan gunakan pelarut yang telah
disediakan untuk vaksin tersebut. Vaksin perlu diberi label yang memuat
keterangan, tanggal dan jam dilarutkan, tanggal dan jam kadalwarsa,
nama dan tanda tangan yang melarutkan vaksin.
4. Benar dosis
Dosis vaksin untuk anak umumnya adalah 0,5 mL untuk vaksin DTP-
HB-Hib, DT, Td, campak, dan Hepatitis B. Dosis vaksin OPV adalah 2 tetes.
Dosis vaksin BCG anak < 1th adalah 0,05 mL sedangkan untuk anak lebih
dari 1 tahun adalah 0,1 mL. Dosis vaksin influenza untuk anak 6 bulan
sampai kurang dari 3 tahun adalah 0,25 mL sedangkan anak lebih dari 3 th
adalah 0,5 mL
5. Benar rute, panjang jarum, dan teknik penyuntikan
 Rute: Vaksin DTP, Hepatitis B, disuntikkan secara intramuskuler (IM).
Vaksin campak secara subkutan (SK). Vaksin polio inaktif bisa secara
intramuskuler (IM) atau subkutan (SK). Vaksin BCG disuntikkan secara
intrakutan (IK).
 Panjang jarum: untuk penyuntikan intramuskuler jarum yang digunakan
ukuran 22-25 G. Untuk penyuntikan subkutan digunakan 23-25 G
Tabel 2.8 Panjang dan lokasi penyuntikan intramuskuler

Klasifikasi Umur Panjang Jarum Lokasi Penyuntikan


(inch)
Bayi baru lahir 5/8 Anterolateral femoralis
Bayi s.d 1 th 1 Anterolateral femoralis
Anak 1-2th 1-1 ¼ Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid
Anak 3-18 th 1-1 ¼ Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid

Tabel 2.9 Panjang dan lokasi penyuntikan subkutan

Klasifikasi Umur Panjang Jarum Lokasi Penyuntikan


27

(inch)
Bayi s.d 1 th 5/8 Jaringan lemak pada
anterolateral otot paha
Anak 1 th s.d 5/8 Jaringan lemak pada
remaja anterolateral otot paham
atau jaringan lemak diats
otot triceps

 Teknik pemberian vaksin

Rute Teknik
Intramuskuler Menggunakan jarum sesuai umur anak dan cukup
panjang untuk mencapai otot
Tekan kulit sekitar dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan
Suntikkan dengan arah 90 terhadap kulit
Penyuntikan pada anterolateral paha atau deltoid.
Pada daerah tersebut tidak ada pembuluh darah besar
sehingga tidak perlu aspirsi. Namun, bila saat
penyuntikan terdapat darah maka vaksin tidak boleh
dipakai
Untuk vaksin dengn lebih dari satu suntikan dapat
diberikan pada ekstremitas berbeda
Subkutan Melakukan cubit tebal pada tempat suntikan
Suntikkan dengan arah 45 terhadap kulit
Untuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas
berbeda
Intrakutan Menggunakan semprit tuberkulin jarum pendek dan
kecil
Arah 10-15 terhahap kulit
Vaksin disuntikkan sampai terbentuk indurasi
Polio oral Membuka tutup botol vaksin
Meneteskan 2 tetes vaksin dengan memijat bagian
28

tengah dropper secara perlahan.

Gambar 2.1 Sudut penyuntikan vaksin

6. Benar lokasi
Penyuntikan intramuskuler dilakukan di otot paha anterolateral yaitu vastus
lateralis quadriceps femoris untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun. Untuk
anak umur 3 tahun ke atas penyuntukan dapat dilakukan pada otot deltoid.
29

Gambar. Vastus lateralis

Gambar. Otot deltoid

Penyuntikan subkutan dapat dilakukan diotot paha anterolateral untuk bayi


berusia kurang dari 12 bulan dan pada otot tricep bagian atas dan luar untuk
anak berusia diatas 12 bulan.
30

Gambar. Penyuntikan subkutan dengan cara cubit tebal


Vaksin BCG dilakukan secara intradermal dengan cara meletakkan
jarum hampir sejajar lengan kanan anak dengan lubang jarum menghadap ke
atas.

Gambar. Lokasi penyuntikan vaksin BCG


31

7. Benar dokumentasi
Setelah imunisasi perlu dilakukan pencatatan yang meliputi tanggal
imunisasi, nama vaksin, produsen vaksin, nomor lot atau batch vaksin,
tanggal kadalwarsa, lokasi penyuntikan, nama dan tandatangan atau paraf
penyuntik. Orang tua perlu mendapat penjelasan tentang manfaat, kejadian
ikutan pasca imunisasi yang mungkin terjadi dan cara menanggulanginya.
Selanjutnya anak perlu diobservasi 30 menit setelah imunisasi untuk
mewaspadai terjadinya reaksi anafilaksis.
8. Benar perlakuan imbah dan sisa vaksin
Setelah imunisasi semprit dimasukkan ke dalam ktak tidak tembus jarum, dan
selanjutnya dibawa ke tempat penghancuran (insenerator). Sisa vaksin bila
disimpan dalam suhu 2-8 C dan tidak terkena sinar matahari, dapat digunakan
dalam jangka waktu tertentu. Sisa vaksin BCG dapat digunakan dalam 3 jam
setelah dilarutkan, vaksin campak 6 jam setelah dilarutkan. Untuk pelayanan
imunisasi dalam gedung vaksin DTP, DTP-HB-Hib, Td, TT dapat disimpan
sampai 4 minggu; vaksin polio oral sampai 2 minggu. Untuk dapat dipakai
lagi vaksin belum kadalwarsa harus disimpan di suhu 2-8 C, VVM baik, tidak
pernah teredam air, dan sterilitias terjaga.

2.8. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


1. Pengertian KIPI3
KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi
baik berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan
prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
KIPI serius merupakan kejadian medis setelah imunisasi yang tak
diinginkan yang menyebabkan rawat inap atau perpanjangan rawat
inap, kecacatan yang menetap atau signifikan dan kematian, serta
menimbulkan keresahan di masyarakat.

2. Penyebab KIPI6
32

Komnas PP KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua)


klasifikasi yaitu klasifikasi etiologi lapangan dan klasifikasi kausalitas.
a. Klasifikasi Etiologi Lapangan
Sesuai dengan manfaat di lapangan maka Komnas PP KIPI
berdasarkan kriteria WHO Causality Assessment of an Adverse
Event Following Immunization (AEFI) dan Global manual on
surveillance of adverseevents following immunization. Klasifikasi
etiologi lapangan terdiri dari:
1) Vaccine product-related reaction (reaksi yang berkaitan dengan
produk vaksin)
2) Vaccine quality defect-related reaction (reaksi yang berkaitan
dengan defek kualitas vaksin)
3) Immunization error-related reaction (reaksi yang berkaitan
dengan adanya penyimpangan dalam pemberian Imunisasi)
4) Immunization anxiety-related reaction (reaksi yang berkaitan
dengan kecemasan yang berlebihan yang berhubungan dengan
Imunisasi)/ reaksi suntikan
5) Coincidental event (kejadian yang secara kebetulan
bersamaan).
b. Klasifikasi kausalitas
Klasifikasi kausalitas mengelompokkan KIPI menjadi 4 (empat)
kelompok yaitu:
1) Klasifikasi konsisten
Klasifikasi yang namun bersifat temporal oleh karena bukti
tidak cukup untuk menentukan hubungan kausalitas.
a) Data rinci KIPI harus di simpan di arsip data dasar tingkat
nasional
b) Bantu dan identifikasi petanda yang mengisyaratkan adanya
aspek baru yang berpotensi untuk terjadinya KIPI yang
mempuyai hubungan kausal Imunisasi.
2) Klasifikasi inderteminate
33

Klasifikasi berbasis bukti yang ada dan dapat diarahkan pada


beberapa kategori definitif. Klarifikasi informasi tambahan yang
dibutuhkan agar dapat membantu finalisasi penetapan kausal
dan harus mencari informasi dan pengalaman dari nara sumber
baik nasional, maupun internasional.
3) Klasifikasi inkonsisten
Suatu kondisi utama atau kondisi yang disebabkan paparan
terhadap sesuatu selain vaksin
4) Klasifikasi Unclassifiable
Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk
memungkinkan dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.
.
3. Kelompok Resiko Tinggi KIPI6
Untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan
apakah resipien termasuk dalam kelompok risiko. Yang dimaksud
dengan kelompok risiko adalah:
a. Anak yang mendapat reaksi simpang pada Imunisasi terdahulu.
b. Bayi berat lahir rendah.
Pada dasarnya jadwal Imunisasi bayi kurang bulan sama dengan
bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang
bulan adalah:
a. Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah
daripada bayi cukup bulan
b. Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) Imunisasi
ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau
berumur 2 bulan; kecuali untuk Imunisasi hepatitis B pada bayi
dengan ibu yang HBs Ag positif.
Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia,
sehingga tidak menyebabkan penyebaran virus vaksin polio melalui
tinja.
34

a. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat peyakit
dasar atau pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid
jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra
untuk pasien imunokompromais, untuk polio dapat diberikan IPV
bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek.
Tetapi Imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau
prednison 20 mg/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan
setelah satu bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau tiga
bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
b. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah tiga bulan pengobatan
untuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
c. Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan
infeksi
Walaupun responnya terhadap Imunisasi tidak optimal atau kurang,
penderita HIV memerlukan Imunisasi. Pasien HIV dapat
diImunisasi dengan mikroorganisme yang dilemahkan atau yang
mati sesuai dengan rekomendasi yang tercantum pada tabel 18.

Tabel 2.10 Rekomendasi Imunisasi untuk Pasien HIV Anak

*
) Dianjurkan dosis Hepatitis B dilipat gandakan dua kali.
35

**) Diberikan pada penderita HIV yang asimptomatik atau HIV dengan
gejala ringan.
***) Tidak diberikan bila HIV yang berat.

4. Pemantauan KIPI3
Penemuan kasus KIPI merupakan kegiatan penemuan kasus KIPI
atau diduga kasus baik yang dilaporkan orangtua/pasien, masyarakat
ataupun petugas kesehatan. Pemantauan KIPI merupakan suatu
kegiatan yang terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis kejadian,
tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi.
Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini,
merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negative
imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi. Bagian
terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi KIPI
secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis untuk
mengidentifikasi dan merespons suatu masalah. Respons merupakan
tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI.

5. Penanggulangan KIPI3
a. Pencegahan Primer
Tabel 2.11 Persiapan sebelum dan pada saat pelaksanaan imunisasi
36

b. Penanggulangan Medis KIPI


Penanggulangan kasus ringan dapat diselesaikan oleh puskesmas
dan memberikan pengobatan segera, Komda PP-KIPI hanya perlu
diberikan laporan. Jika kasus tergolong berat harus segera dirujuk.
Kasus berat yang masih dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau
meninggal, perlu dilakukan evaluasi ketat dan apabila diperlukan
Komda PP-KIPI segera dilibatkan.

BAB III

KESIMPULAN

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. Pihak-pihak
yang dapat melaksanakan pelayanan imunisasi adalah pemerintah, swasta, dan
masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.
37

Penyelenggaraan imunisasi adalah serangkaian kegiatan perencanaan,


pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Satgas Imunisasi – Ikatan Dokter Anak Indonesia. Editor: Ranuh IGN,


Suyitno Hariyono, dkk. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia, edisi 4.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. WHO, UNICEF, World Bank. 2009. State of the world’s vaccines and
immunization. 3rd edition. Geneva: World Health Organization.
3. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar
Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
4. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. 2019. Buku Profil Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018. Pontianak: Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat.
38

6. Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Lembaga Negara
RI tahun 2017.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi 2017. Diakses 3 September
2020: tersedia website: http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-
imunisasi-anak-idai.html
8. Kliegman RM. Geme JS. 2019. Nelson Textbook of Pediatrics 2-Volume Set.
21st Ed. Philadelphia: Elsevier
9. Ezeanolue E, Harriman K, Hunter P, Kroger A, Pellegrini C. General Best
Practice Guidelines for Immunization. Best Practices Guidance of the
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP).
(www.cdc.gov/vaccines/hcp/acip-recs/generalrecs/downloads/general-
recs.pdf). Accessed on September 10, 2020.
10. Centers for Disease Control and Prevention.
Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases.
Hamborsky J, Kroger A, Wolfe S, eds. 13th ed. Washington D.C.
Public Health Foundation, 2015.

Anda mungkin juga menyukai