Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS GENETIK KEMATIAN JANTUNG MENDADAK DI JAKARTA:

TINJAUAN GEN SCN5A, RYR2, DAN BAZ2B

- Melihat hubungan antara masing-masing variasi gen terhadap suseptibilitas penyakit


jantung vaskular
- Melihat hubungan antara masing-masing variasi gen terhadap risiko SCD
KEMATIAN JANTUNG MENDADAK
Kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death (SCD) didefinisikan sebagai
suatu kematian tidak terduga akibat hilangnya fungsi jantung yang terjadi dalam waktu satu
jam sejak munculnya gejala atau dalam waktu 24 jam sejak terakhir terlihat hidup. Kematian
jantung mendadak dapat terjadi setelah memiliki riwayat penyakit jantung yang panjang,
namun juga dapat menjadi manifestasi awal dari penyakit jantung genetik pada orang yang
terlihat sehat.(1,2) Kejadian SCD menjadi masalah kesehatan utama, dan diperkirakan terjadi
pada setengah dari keseluruhan kasus dari penyakit jantung vaskular. Di Asia Timur,
khususnya China, Jepang dan Taiwan, insiden SCD diperkirakan terjadi 20 hingga 50 kasus
dari 100.000 kasus per tahun. Insiden SCD di Amerika Serikat dan Eropa dilaporkan lebih
tinggi dibandingkan di Asia Timur, sekitar 50 – 100 dari 100.000 kasus pertahun.(3,4)
Mekanisme terjadinya kematian jantung mendadak dapat disebabkan karena
penghentian denyut jantung atau ritme jantung yang tidak teratur, yang mengarah pada
penurunan perfusi (aliran) jaringan.(2) Penyebab kematian jantung mendadak pada semua
kelompok usia di antaranya disebabkan oleh penyakit jantung/arteri coroner (CHD/CAD),
kelainan struktur jantung (kardiomiopati), kelainan katup jantung, sindrom aritmia bawaan,
dan penyebab lainnya.(5) Penyakit CAD berkontribusi sekitar 70% terhadap SCD pada
kelompok pasien semua usia. Pada populasi orangtua mayoritas SCD disebabkan oleh CAD
dan infark miokardium (IM) akut, sedangkan pada kelompok pasien dengan usia di bawah 35
tahun, CAD berkontribusi sekitar 24%.(3,5) Pada populasi anak muda penyakit jantung
bawaan merupakan penyebab kejadian utama SCD dengan kompenen genetic yang
signifikan.(4)
Kemunculan SCD pada penderita CAD dapat diamati secara luas dari keparahan
anatomis atherosclerosis coroner. Karakteristik plak dan modifikasi oleh inflamasi, fraktur
plak, dan fisura berkontribusi pada patofisiologis kejadian yang menyebabkan kematian
mendadak.
Henti jantung menjadi penyebab kematian pada 30 – 50% pasien dengan gagal jantung
(heart failure) dan penurunan ejection fraction (HFeEF), yang mana disfungsi sistolik
merupakan factor risiko utama untuk kematian jantung mendadak tersebut.(6) Gagal jantung
(heart failure/HF) dikarakterisasi dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan curah
jantung yang optimal untuk memenuhi kebutuhan tubuh selama proses metabolisme. Pasien
dengan HF dapat dikelompokkan sebagai kelompok dengan penurunan/reduced ejection
fraction dan kelompok preserved ejection fraction. Penyebab umum dari HF dengan
penurunan ejection fraction diantaranya iskemik miokardium, hipertensi atau kelainan katup
jantung. Kematian jantung mendadak pada HF dapat disebabkan oleh aritmia ventrikel,
disosiasi elektromekanik, atau asistol akibat kegagalan pompa jantung.
Heart failure (HF) adalah ketidakmampuan curah jantung untuk mengimbangi
kebutuhan tubuh terhadap proses penyediaan dan pembuangan sisa/ sampah tubuh. Heart
failure dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sistolik HF dan diastolic HF. Sistolik
HF adalah pengurangan ejeksi fraksi ventrikel kiri sehingga curah jantung menurun atau
jantung mengalami kesulitan dalam memompa darah keluar. Diastolic HF adalah saat jantung
kesulitan atau memiliki masalah dalam proses pengisian. Kelainan utama dalah sistolik HF
adalah penurunan kontraktilitas jantung. Sel otot jantung melemah dan kontraksi kurang
efektif sehingga menghasilkan pengurangan ejection fraction secara besar-besaran. Sistolik
HF dapat terjadi karena beragam alasan diantaranya (1) kerusakan otot jantung sebagai hasil
dari suatu serangan jantung atau gangguan sirkulasi pada otot jantung, (2) pompa
berkepanjangan.
Sindrom aritmia jantung bawaan diketahui mengikuti pola pewarisan autosomal
dominan, tetapi mungkin juga dapat menunjukkan adanya tumpang tindih fenotip,
ekspresivitas bervariasi dan penetrasi inkomplit. Penetrasi didefinisikan sebagai proporsi
individu dengan suatu genotip spesifik yang bermanifestasi menjadi suatu
karakteristik/fenotip klinis khusus. Ekspresivitas yang bervariasi mengarah pada serangkaian
tanda atau gejala yang dapat terjadi pada orang berbeda dengan kondisi genetic sama. Baik
penetrasi inkomplit dan ekspresivitas bervariasi dapat timbul dari kombinasi factor genetic,
lingkungan dan gaya hidup. Selain itu pada sejumlah kasus penyakit akibat mutasi tumpah
tindih fenotip atau pleiotropic dapat terjadi. Pleiotropic terjadi ketika mutasi pada suatu gen
memiliki efek yang berbeda dan menghasilkan kelainan jantung bawaan yang berbeda pada
pedigree multi generasi yang sama.(7)
POLIMORFISME
Polimorfisme genetik adalah suatu perbedaan dalam urutan sekuens DNA antar
individu, kelompok, atau populasi. Jenis-jenis polimorfisme genetik yaitu polimorfisme
nukleotida tunggal (SNP), sekuens berulang, insersi, delesi, dan rekombinasi. Polimorfisme
genetik dapat terjadi karena adanya kesalahan secara tiba-tiba atau karena diinduksi oleh agen
eksternal seperti virus atau radiasi. Jika suatu perbedaan dalam urutan DNA antar individu
berasosiasi dengan suatu penyakit, maka biasanya akan disebut dengan mutasi genetik.
Perubahan urutan DNA yang telah dikonfirmasi disebabkan oleh agen eksternal juga disebut
mutasi bukan polimorfisme.
Polimorfisme lahir dari mutasi. Mutasi dapat dikarenakan adanya suatu perubahan dari
satu jenis nukleotida ke jenis nukleotida lainnya, insersi atau delesi, serta penyusunan ulang
nukleotida. Polimorfisme dapat diwariskan, serta dapat dilacak dari orangtua ke anak.
Perbedaan polimorfisme berdasarkan pengaruhnya pada organisme dapat dibagi menjadi dua
yaitu polimorfisme sinonimus dan polimorfisme nonsinonimus. Polimorfisme sinonimus
(mutasi diam) adalah polimrofisme yang tidak memiliki efek atau pengaruh pada organisme,
karena subsitusi yang terjadi tidak menyebabkan perubahan asam amino dalam proses
produksi protein. Polimorfisme/substitusi nonsinonimus (mutasi missense) dapat
menyebabkan suatu perubahan pada asam amino yang dikodenya. Mutasi missense
menyebabkan perubahan pada protein akibat adanya perubahan pada kodon, biasanya
menghasilkan perubahan kodon terminasi.
Missense variants diartikan sebagai mutasi yang mengubah suatu asam amino. Radical
mutation diartikan sebagai variasi yang diprediksi menyebabkan lebih dari satu perubahan
asam amino termasuk nonsense, insersi/delesi (in-frame/out-frame), dan mutasi pada situ
pemotongan.(8) Biomarker genetic atau uji genetic dapat menjadi predictor alternatif, karena
sebagian besar pasien memiliki fungsi jantung yang terjaga. Uji genetic pada SCD
memungkinkan deteksi dini penyakit, stratifikasi risiko, identifikas pada anggota keluarga
berisiko, serta konseling genetic untuk penyakit yang mengarah pada SCD.(8)
TEKNOLOGI DNA
1. Sekuensing DNA
Proses pemasangan basa yang komplemen untuk menentukan urutan nukleotida yang komplit
dari suatu molekul DNA. Prosedur sekuensing terminasi rantai dideoksiribonukleotida
dilakukan dengan cara menggunakan satu untai dari suatu potongan DNA sebagai cetakan
untuk sintesis perangkat terdekat potongan komplemennya.
2.
POTENSIAL AKSI JANTUNG DAN EKSITASI – KONTRAKSI JANTUNG
Sel jantung merupakan sekumpulan sel yang mampu menghasilkan dan menghantarkan
suatu potensial aksi (PA), suatu sinyal listrik yang akan diterjemahkan menjadi kontraksi otot
jantung. Potensial aksi dihasilkan oleh serangkaian perpindahan ion melintasi membrane sel,
sehingga membawa sel dari keadaan istirahat (resting) ke keadaan teraktivasi (melalui
depolarisasi) dan kembali ke keadaan potensial membrane istirahat (melalui repolarisasi).
Semua fase potensial aksi diperoleh melalui proses yang sinergis antara aktivasi dan
inaktivasi sejumlah kanal ion bervoltase.(9)
Potensial aksi pada sel-sel kontraktil bermula dipicu oleh masuknya ion natrium ke
dalam sel, menghasilkan aliran arus yang akan menggeser potensial membrane dari keadaan
istirahat (-90 mV) menjadi keadaan terdepolarisasi (+20 mV). Fase selanjutnya diikuti oleh
keluarnya sejumlah ion kalium yang menginisiasi repolarisasi sel. Fase flat muncul secara
singkat, ditandai dengan potensial membrane yang konstan karena adanya keseimbangan
antara arus masuk kalsium melalui kanal ion kalsium L, dan aliran keluar ion kalium. Pada
titik tersebut, masuknya ion kalsium melalui kanal L akan memicu lepasnya sejumlah
kalsium dalam jumlah yang lebih besar dari reticulum sarkoplasma melalui kanal ion reseptor
ryanodine tipe 2 (RYR2), menghasilkan peningkatan sistolik kalsium intrasel yang
diperlukan sel untuk berkontraksi. Fase potensial aksi diakhiri dengan inaktivasi kanal
kalsium L, dan arus ion kalium merepolarisasi sel serta membawa potensial membrane
kembali ke keadaan istirahat (Gambar X).(9)

Selama proses kerja jantung, eksitasi – kontraksi jantung dibentuk dengan mengubah
sinyal elektrik menjadi gaya mekanik yang diperlukan untuk mendorong pelepasan kalsium
dan penyerapan kembali oleh kardiomiosit. Siklus pelepasan kalsium dimulai oleh
depolarisasi membrane plasma dan proses invaginasi terspesialisasi (Tubulus T). Kanal
kalsium tipe L pada membrane tubulus T teraktivasi oleh depolarisasi yang memungkinkan
sejumlah kecil aliran kalsium masuk ke sel. Kalsium berikatan pada kanal ion RYR2 dan
mengaktivasi kanal, yang selanjutnya akan melepas kalsium dari SR, dimana kalsium
disimpan dalam konsentrasi tinggi. Kalsium yang dilepas dari SR meningkatkan konsetrasi
kalsium di sitoplasma, dan berikatan pada troponin C jantung serta protein lain yang sensitive
terhadap kalsium.

KANAL ION JANTUNG


Semua proses dalam potensial aksi dimediasi secara ketat oleh sejumlah kanal ion dan
protein regulator. Kanal ion natrium jantung bertanggungjawab selama aliran ion masuk
depolarisasi pada fase awal potensial aksi jantung. Sementara kanal ion kalsium berperan
selama proses eksitasi-kontraksi sel jantung, khususnya kanal reseptor ryanodine.(10)
1. Kanal ion natrium Nav1.5 SCN5A
Salah satu kanal ion natrium pada jantung adalah kanal ion natrium Na v1.5 yang
dikode oleh gen sodium channel alpha-subunit (SCN5A). Aktivitas kanal ion natrium jantung
menghasilkan peningkatan potensial aksi jantung melalui aktivasi secara cepat dengan
merespon depolarisasi membrane dan hantaran arus ion natrium masuk melintasi membrane.
(10) Gen SCN5A manusia terletak pada kromosom 3p21, dan dilaporkan mengandung kurang
lebih 28 ekson. Protein Nav1.5 dikode oleh DNA berukuran 80 kb, dan tersusun atas 2016
asam amino. Kanal ion Nav1.5 subunit α merupakan komponen dari kanal ion natrium yang
membentuk pori dan mengandung empat domain transmembrane yang homolog (DI – DIV)
yang saling terhubung secara intraseluler. Setiap domain tersusun atas enam segmen
transmembrane (S1 – S6). Segmen S4 memiliki karakteristik bermuatan positif dan terlibat
dalam aktivasi kanal yang bergantung voltase. Pori kanal yang mengalirkan ion natrium
sesungguhnya tersusun oleh segmen S6.

Gambar X.
Secara umum RNA Nav1.5 diturunkan dari 23 ekson yang berbeda. Ekson 2- 28
mengandung sekuens yang mengkode protein, sedangkan ekson 1 dan sebagian ekson 2
mengkode bagian 5’ yang tidak ditranslasi (5’ UTR), serta ekson 28 yang juga mengandung
3’ – UTR. Beragam variasi RNA Nav1.5 dilaporkan ditemukan pada jantung mamalia, yang
sebagian besar dihasilkan oleh alternative splicing. Regulasi ekspresi Nav1.5 dimulai dengan
transkripsi gen SCN5A, diikuti dengan pemrosesan RNA dan sintesis protein pada reticulum
endoplasma, serta dikemas ke dalam membrane. Pada reticulum endoplasma protein Nav1.5
selanjutnya mengikuti pensinyalan sekretoris hingga mencapai sarcolemma dan menunjukkan
peran fungsionalnya. Protein kanal Nav1.5 terletak pada intercalated disc, bagian di antara
kardiomiosit yang mengandung kompleks adhesi sel, dan pada bagian membrane lateral,
dimana tubulus transversal dan kostamer dapat ditemukan.(11)
Kanal ion Nav pada sel jantung berperan dalam menghasilkan aliran ion natrium, dan
menimbulkan fase puncak pada fase 0, dan fase 2 potensial aksi jantung, yang merupakan
penentu penting penghasil ritme jantung dengan konduksi normal dan pemelihara proses
eksitasi jantung. Saluran ion natrium yang mengalami kelainan akibat dari variasi SCN5A
berpotensi menyebabkan terjadinya disorganisasi sistem elektrofisiologi jantung, sehingga
menghasilkan sejumlah aritmia (kelainan ritme jantung) dan penyakit kelainan struktur
jantung.
Kemunculan aritmia fatal pada seorang pasien dapat terjadi karena adanya gangguan
dalam regulasi transkripsi, yang mempengaruhi ekspresi SCN5A dan/atau modifikasi pasca-
translasi SCN5A. Ketidak sempurnaan proses Nav1.5 mungkin akan mengubah protein
tersebut tersimpan ke dalam jalur eksositik. Lokasi subseluler yang tepat bagi Na v1.5 penting
untuk peran kanal tersebut dalam menghasilkan potensial aksi. Kerusakan target Na v1.5 ke
sarcolemma ataupun ketidaktepatan dan tidak cukupnya penempelan Nav1.5 pada membrane,
dapat mempengaruhi fungsi kanal, yang pada akhirnya akan menimbulkan sejumlah kelainan
fungsi jantung dan SCD.
Sejumlah mutasi pada SCN5A telah dilaporkan berhubungan dengan sejumlah
sindroma aritmia langka seperti long QT syndrome type 3 (LQTS) dan sindroma Brugada.
Perubahan morfologi potensial aksi dan peningkatan kerentanan aritmia berkorelasi dengan
perubahan pada tingkat ekspresi Nav1.5 dan/atau kepadatan arus natrium. Pasien dengan
sindrom Brugada menunjukkan gambaran ECG abnormal karena hilangnya fungsi kanal ion
natrium, dan dikarakterisasi dengan peningkatan segmen ST.
Mutasi pada SCN5A dapat mengganggu fungsi dari protein kanal Nav1.5, yang
mengarah pada kelainan atau penyakit jantung. Mutasi pada SCN5A dapat menyebabkan
hilangnya fungsi (loss of function) dan terbebaninya fungsi (gain of function) jantung. Mutasi
loss of function berasosiasi dengan sindroma Brugada, dilatasi kardiomiopati, sindroma Sick
Sinus, dan fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Mutasi akibat gain of function berasosiasi
dengan sindroma panjang QT (Long QT syndrome), dsb.
Variasi genetik pada gen SCN5A seperti single nucleotide polymorphisms (SNPs)
dapat muncul pada area gen yang mengkode dan tidak mengkode. Sejumlah varian di area
gen tidak mengkode umumnya teridentifikasi berada di bagian promoter, dan diketahui dapat
mengubah aktivitas transkrips gen SCN5A. Keberadaan SNP mempengaruhi konduktivitas
baik pada pasien berpenyakit dan orang sehat, dan menimbulkan kerentanan/suseptibilitas
aritmia pada karier SCN5A termutasi. Di antara variasi genetik terkait SCD yang telah
diidentifikasi dalam gen SCN5A antara lain meliputi: (i) rs7626962 (p.Ser1103Tyr) yang
dapat menyebabkan substitusi asam amino dalam urutan yang dipertahankan antara domain II
dan III dari Nav1.5; (ii) rs11720524 yang telah diprediksi akan dapat mengganggu situs
pengikatan faktor transkripsi gen; dan (iii) rs41312391 yang dapat memodulasi ekspresi gen
yang berdekatan yang terlibat dalam regulasi kompleks deubiquitinating histone.
2. Kanal ion kalsium jantung (RYR2)
Sel dan jaringan mamalia mengekspresikan tiga jenis protein RYR serupa, yang
dikode oleh gen yang berbeda. Protein RYR1 merupakan isoform yang dominan pada otot
rangka, RYR2 dominan pada otot jantung, sedangkan RYR3 diekspresikan pada jumlah
rendah di berbagai jaringan termasuk otot jantung.(12) Kanal pelepas ion kalsium reseptor
ryanodine 2 (RYR2) diperlukan oleh jantung untuk proses eksitasi dan kontraksi. Kondisi
oksidasi patologis dan hiperfosforilasi oleh PKA pada RYR2, atau mutasi RYR2 dapat
menyebabkan kebocoran kalsium dari kanal RYR2 pada SR selama diastole, dan
berkontribusi pada peristiwa gagal jantung. Kebocoran kalsium diastolic pada miosit atrium
dan ventricular dapat menyebabkan aritmia atrium dan ventrikel.(13)
Gambar X.
Reseptor ryanodine merupakan kanal ion terbesar yang pernah dilaporkan. Gen RYR2
manusia mengkode protein yang tersusun atas 4967 asam amino. Kanal RYR2 berbentuk
kanal membrane homotetramer mirip daun semanggi atau kaki, terletak pada membrane
reticulum sarkoplasma yang menghadap ke arah tubulus T, dimana 80% domain membentuk
struktur domain sitoplasma. Stimulasi kanal kalsium tipe-L yang sensitive voltase pada
permukaan luar membrane sel miokardium memungkinkan sejumlah ion kalsium masuk, dan
akan mengaktivasi kanal RYR2 untuk mengizinkan masuknya ion kalsium jumlah besar ke
dalam sitoplasma dari lumen SR. Mekanisme tersebut menginisiasi kontraksi miokardium.
(14)
Mutasi RYR2 berasosiasi dengan takikardi ventrikel. Takikardi ventrikel
dikarakterisasi dengan adanya stress fisik maupun fisik terhadap aritmia vantrikel dan SCD
tanpa adanya kerusakan struktur jantung. Hingga saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 300
mutasi yang dapat ditemukan pada gen dan protein RYR2. Segmen pembentuk pori tersusun
atas urutan asam amino nomor 4822 – 4829. Situs penempelan ATP terletak antara residu
asam amino ke 2618 – 2653; situs penempelan calmodulin antara residu ke 2774 – 2806,
2876 – 2897, serta 2997 – 3015.(15)
Pada penderita gagal jantung kemungkinan terbukanya kanal RYR2 dan rata-rata
durasi terbukanya kanal meningkat, sedangkan rata-rata durasi tertutupnya kanal menurun.
Kardiomiosit ventrikel dari penderita HF memiliki kebocoran kalsium diastolik melalui kanal
RYR2, sehingga menurunkan penyimpanan kalsium di SR. Selain itu, pada penderita HF
konsentrasi katekolamin yang bersirkulasi meningkat, sehingga menstimulasi aktivitas
reseptor beta-adrenergik dan produksi cAMP oleh adenilil siklase, meningkatkan fosforilasi
PKA-cAMP.(13)
Sejumlah mutasi pada gen RYR2 dilaporkan berasosiasi dengan kardiomiopati dan
gangguan kelistrikan jantung. Mutasi tersebut umumnya berasosiasi dengan
catecholaminergic polymorphic ventricular tarchycardia (CPVT) tipe 1, arrhythmogenic
right ventricular dysplasia (ARVD) tipe 2, polymorphic ventricular tachycardia (PVT), dan
sudden cardiac death (SCD). Mutasi pada RYR2 dinilai berasosiasi dengan meningkatnya
aktivitas adrenergik karena adanya stimulasi dari sistem saraf simpatik. Pada jantung yang
mengalami kegagalan, keadaan hiperadrenegik kronis berasosiasi dengan hiperfosforilasi
PKA RYR2. Kebocoran ion kalsium akibat hiperaktifnya RYR2 mungkin menjadi salah satu
sinyal keterlambatan setelah depolarisasi (afterdepolarization) yang memicu timbulnya
takikardia ventrikel. Dilaporkan bahwa delapan mutasi RYR2 yang berkaitan dengan SCD
berada dalam area kanal yang berikatan dengan FKBP12.6. Kelainan fosforilasi RYR2 juga
dilaporkan berkaitan denngan fibrilasi atrium, meningkatnya kematian sel pada iskemia, dan
penyakit Alzheimer. Ran et al, melaporkan bahwa alel A gen RYR2 rs3766871 dapat
berperan sebagai prediktor SCD pada pasien gagal jantung. Mutasi rs3766871
(p.Gly1886Ser) RYR2 merupakan salah satu mutasi paling menonjol yang dilaporkan terlibat
dalam SCD, dan terbukti menghasilkan peningkatan osilasi ion kalsium dalam sel sehingga
dapat menyebabkan kebocoran ion kalsium.
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa puluhan mutasi dan polimorfisme pada gen
RYR2 berasosiasi dengan kelainan irama jantung, gagal jantung (heart failure), kelainan
takikardi polimorfik ventrikel (CPVT) dan SCD.(13,16). Variasi gen RYR2 rs3766871
dilaporkan berasosiasi dengan sejumlah kelainan jantung seperti HF, VT/VF, serta
meningkatkan risiko terjadinya SCD. Minor alel varian rs3766871 dilaporkan tiga kali lebih
tinggi terjadi pada pasien HF dengan terapi implantasi defibrillator dibandingkan dengan
kelompok pasien tanpa implantasi defibrillator, serta lebih rendah frekuensinya pada
kelompok individu sehat dibandingkan kelompok pasien VT/VF. Variasi rs3766871 terletak
pada ekson 37, menyebabkan termodifikasinya kanal ion akibat perubahan asam amino serin
menjadi glisin. Substitusi tersebut menyebabkan terbentuknya suatu situs fosforilasi untuk
protein kinase C (PKC), sehingga meningkatkan pelepasan kalsium yang termediasi oleh
PKC. Perubahan konformasi asam amino pada kanal ion tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas perpindahan ion kalsium dari SR menuju sitosol, sehingga terjadi
kebocoran kalsium yang dapat berakibat pada kelainan aritmia fatal.
3. Elemen protein – Bromodomain

UKURAN SAMPEL PENELITIAN


Ukuran sampel bergantung pada besarnya frekuensi alel atau genotype yang paling
tidak umum. Genotype atau alel yang terjadi pada frekuensi lebih dari 10% dapat dilakukan
denan ukuran sampel 40 individu. Ukuran sampel 100 individu akan menjaga genotype (alel)
yang terjadi pada frekuensi 5%. Jika frekuensi genotype (alel) langka menurun di bawah 5%,
ukuran sampel yang lebih besar diperlukan. Sampel sebanyak 300 – 400 diperlukan untuk
melestarikan alel yang ada pada frekuensi 1%.
Penelitian deskriptif yaitu meneliti proporsi individu dengan suatu karakter (untuk
variable kualitatif) atau meneliti rata-rata nilai suatu karakter (untuk variable kuantitatif).
Peneliti akan mengestimasi parameter populasi dengan presisi tinggi dari sampel. Jika
peneliti mengambil sampel dengan ukuran besar maka estimasi sampel akan sangat dekat
dengan parameter populasi dan presisi akan tinggi. Jika ukuran sampel kecil maka estimasi
sampel akan terdeviasi jauh dari parameter populasi, dan presisi rendah. Penelitian
komparatif yaitu membandingkan dua kelompok penelitian dan membuat suatu kesimpulan
mengenai perbedaan tersebut, pada populasi yang mewakilinya.

Anda mungkin juga menyukai