(Proposal Skripsi)
Oleh :
Putri Kusuma Wardani
NPM 1716051018
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR RUMUS
Di era globalisasi yang terjadi pada saat ini, menuntut para pelaku usaha untuk
mampu bersaing dengan perusahaan lain. Pelaku usaha harus bisa
mempertahankan bahkan memperluas pangsa pasar dengan cara melakukan
inovasi produk agar penjualan dapat stabil. Dengan penjualan yang stabil bahkan
meningkat dapat menjadikan profitabilitas perusahaan meningkat.
Di tengah masa pandemi yang terjadi satu tahun belakangan ini, memaksa para
pelaku bisnis agar mampu bersaing bahkan mempertahankan bisnisnya agar tetap
berjalan. Salah satu industri yang mampu mempertahankan usaha di tengah
pandemi yaitu industri makanan dan minuman. Di mana, makanan dan minuman
merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi selain kebutuhan
sandang dan papan. Selain itu, semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk di
Indonesia, maka volume permintaan konsumen akan makanan dan minuman pun
meningkat.
(Purnama, 2017) menyebutkan bahwa suatu hal yang dapat dilakukan untuk
mengukur kinerja manajemen adalah informasi laba yang terdapat di dalam
laporan keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, hal tersebut dimanfaatkan oleh
manajer untuk melakukan tindakan oportunis guna memaksimalkan kepuasannya
dalam memimpin perusahaan. Tindakan oportunis tersebut dilakukan dengan cara
menaikan atau menurunkan laba sesuai dengan keinginannya atau biasa disebut
dengan manajemen laba.
No Perusahaan Sumber
No Perusahaan Sumber
Kasus manajemen laba merupakan kasus yang cukup kontroversial. Tabel 1.1
menunjukkan beberapa perusahaan yang pernah melakukan skandal laporan
keuangan atau manajemen laba. Pada tahun 2004, terjadi skandal laporan keungan
PT. Indofarma di mana perusahaan melakukan praktek manajemen laba dalam
penyajian laporan keuangan dengan menaikkan laba bersih senilai Rp. 28,780
miliar. Kasus serupa juga terjadi pada PT. Bank Lippo Karawaci Tbk, di mana
perusahaan tersebut menerbitkan tiga versi laporan keuangan yang berbeda antara
satu dengan yang lain. Yaitu laporan yang di terbitkan pada media massa, laporan
keuangan yang dilaporkan kepada Bapepam, dan laporan keuangan yang
disampaikan akuntan public kepada manajer perusahaan.
Kasus manajemen laba juga terjadi pada PT. Inovasi Infracom yang terjadi pada
tahun 2015. Di mana Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan laporan keuangan
yang tidak sinkron dan terdapat banyak kesalahan. Terdapat delapan item yang
harus diperbaiki, antara lain yaitu bagian utang lain- lain, aset tetap, laba bersih
persaham, pembaayaran kas kepada karyawan, penerimaan (pembayaran)
bersihutang pihak berelasi, laporan segmen usaha, dan jumlah kewajiban. BEI
juga menemukan salah saji dalam pembayaran karyawan, di mana pembayaran
kas kepada karyawan mencapai Rp. 1,91 triliun tetapi pada periode kuartal III-
2014 turun menjadi Rp. 59 miliar.
Kasus selanjutnya yaitu skandal laporan keuangan PT. Garuda Indonesia. Kasus
yang terjadi pada PT. Garuda Indonesia berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Kementrian Keuangan, terdapat ketidakwajaran dalam penyajian laporan
keuangan perusahaan. Hal tersebut terlihat pada laporan keuangan tahun 2018 di
mana tertulis kenaikan laba senilai USD 809,85 ribu yang tidak signifikan dengan
4
kerugian yang terjadi pada tahun 2017 senilai USD 216,5 juta. Dengan demikian
terdapat tindakan merekayasa laporan keuangan menggunakan trik akuntansi agar
laporan keuangan yang disajikan lebih baik dari yang sebenarnya.
Menurut Scott dalam Barus & Sembiring (2012), terdapat tiga hal yang
memotivasi manajer melakukan manajemen laba yaitu, (1) Hipotesis program
bonus (the bonus plane hypotesis), di mana manajer akan memperoleh bonus
berdasarkan besarnya laba yang dilaporkan. Dan manajer akan memanipulasi laba
demi memaksimalkan keuntungan yang akan ia peroleh. (2) Hipotesis perjanjian
hutang (the debt convenant hypotesis), motivasi ini muncul karna adanya
perjanjian antara manajer dengan perusahaan berdasarkan kompensasi manajerial.
(3) Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis), hal ini dimanfaatkan oleh
manajemen dalam kelemahan perhitungan akuntasi dalam rencana menghadapi
kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.
5
Manajemen laba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu
kinerja keuangan. Dalam penelitian ini, kinerja keungan di ukur menggunakan
profitabilitas perusahaan. Di mana profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba, (Hasty & Herawaty, 2017). Profitabilitas
merupakan acuan bagi pihak eksternal terutama investor, di mana investor
mengharapkan profitabilitas selalu meningkat untuk tujuan kemakmuran dirinya.
Hal tersebut menjadi faktor pendorong manajemen untuk melakukan manajemen
laba agar mendapat bonus dari perusahaan.
Profitabilitas merupakan salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja suatu perusahaan. Di mana ketika profitabilitas suatu perusahaan
meningkat artinya kinerja perusahaan tersebut baik. Namun sebaliknya, jika
profitabilitas perusahaan menurun artinya kinerja perusahaan tersebut buruk.
Ketika profitabilitas menurun, maka manajemen akan memanipulasi dengan cara
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Hal ini juga merupakan salah satu faktor
pendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba, agar pihak agen
perusahaan tersebut di pandang mampu dan baik dalam mengelola perusahaan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya manajemen laba adalah good
corporate governance. Good corporate governance merupakan aturan dalam
mengelola kinerja perusahaan yang berhubungan dengan stakeholder, seperti
Dewan Komisaris, Investor, Manajemen, Karyawan dan pemangku kepentingan
yang lain. Menurut (Fatmawati, 2018), good corporate governance merupakan
peraturan yang mengatur hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal.
Good corporate governance bekerja sebagai alat untuk memonitoring kinerja
perusahaan untuk mencapai visi yang di inginkan. Selain itu, dapat memberikan
6
Pembagian dividen kepada para pemegang saham berdasarkan atas laba yang
dihasilkan perusahaan. Semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan artinya
semakin tinggi pula dividen yang akan dibagikan kepada para investor, maka
semakin memotivasi manajemen untuk melakukan tindakan manajemen laba
dengan cara menurunkan laba perusahaan agar dividen yang dibagikan kepada
para investor tidak terlalu besar. Dengan demikian terdapat pengaruh yang timbul
akibat adanya kebijakan dividen terhadap manajemen laba.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak,
diantaranya yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi dan acuan
dalam melakukan penelitian selanjutnya terutama penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana informasi dan menambah
pengetahuan bagi pihak investor maupun calon investor yang akan
menanamkan modal di perusahaan mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya manajemen laba. Serta dapat membantu investor
menentukan keputusan dalam penanaman modal di suatu perusahaan.
II TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan mengenai konsep manajemen laba tentu tidak terlepas dari teori
keagenan atau agency theory. Teori ini mulai berkembang sejak penelitian yang
dilakukan oleh (Company et al., 1976) yang menjelaskan suatu kontrak dimana
satu orang atau lebih (principal) memerintahkan orang lain (agent) untuk
melakukan aktivitas perusahaan. Dengan keterlibatan oleh beberapa orang dalam
menjalankan perusahaan, tentu tujuan perusahaan menjadi sulit tercapai. Dimana
masing-masing pihak tersebut memiliki tujuan ataupun kepentingan yang
berbeda-beda. Kepentingan yang berbeda tersebut terjadi antara manajemen
(agent) maupun pemilik (principal).
1. Motivasi Bonus
Manajer pada perusahaan yang akan memberikan bonus, lebih memilih untuk
melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba pada periode saat
ini. Manajer akan mengelola laba dengan tujuan untuk memaksimalkan kinerja
perusahaan sehingga manajer akan memperoleh bonus dari perusahaan karena
performanya dalam memimpin perusahaan.
2. Motivasi Kontraktual Lainnya
Perusahaan yang memiliki utang yang besar, akan melakukan metode
akuntansi dengan cara mengelola laba. Terlebih jika hal tersebut memberikan
manfaat kepada perusahaan. Manajer akan memberikan informasi keuangan
yang salah kepada pihak yang ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan,
sehingga kewajiban utang perusahaan dapat ditunda pada periode berikutnya.
3. Motivasi Politik
Manajemen laba dilakukan untuk menghindari biaya politik dengan cara
memperkecil laba yang dilaporkan kepada publik. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi kebijakan pemerintah yang semakin ketat.
4. Motivasi Pajak
Salah satu motivasi dilakukannya manajemen laba yaitu motivasi perpajakan.
Perusahaan melakukan rekayasa laporan keuangan dengan cara mengurangi
12
laba yang dilaporkan. Tujuan nya yaitu agar dapat meminimalkan jumlah pajak
yang harus dibayarkan.
5. Pergantian CEO
Manajemen laba juga dilakukan sekitar pergantian CEO. Kerap kali CEO yang
akan pensiun atau mendekati masa akhir kontrak kerja akan melakukan strategi
memaksimalkan laba dalam laporan keuangan. Hal tersebut guna
memaksimalkan bonus yang akan diterima di akhir masa kerjanya. Selain itu
untuk menghindari kinerja yang buruk agar terhindar dari pemecatan, maka
manajer melakukan rekayasa keuangan.
6. Motivasi Pasar Modal
Motivasi ini timbul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh
investor dan analis keuangan untuk menilai saham. Oleh sebab itu, hal ini
dimanfaatkan oleh manajemen dalam merekayasa laba perusahaan dengan cara
mempengaruhi performa harga saham jangka pendek.
Scott menyebutkan bahwa pola dalam manajemen laba dapat dilakukan dengan
beberapas cara, yaitu :
1. Taking a Bath
Pola ini dilakukan ketika reorganisasi, dimana manajemen harus melaporkan
kerugian dalam jumlah besar demi meningkatkan laba di masa yang akan
datang.
2. Income Minimization
Pola ini dilakukan pada saat perusahaan berada pada periode profitabilitas
tinggi. Sehingga ketika perusahaan pada periode selanjutnya mengalami
kerugian, dapat mengambil dari laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Pada saat profitabilitas menurun, pola ini yang biasa dilakukan oleh
manajemen. Pola ini merupakan kebalikan dari pola Income Minimization, pola
ini dilakukan dengan cari menarik simpanan laba periode sebelumnya atau
simpanan laba pada periode yang akan datang. hal ini dilakukan atas dasar
motivasi bonus. Karena manajemen yang melaporkan profitabilitas yang tinggi
berharap akan memperoleh bonus yang besar.
13
4. Income Smoothing
Pola ini dilakukan dengan cara perataan laba, dengan tujuan untuk pelaporan
kepada pihak eksternal. Hal ini dilakukan terutama untuk pihak investor,
karena investor cenderung lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Menurut (Fatmawati, 2018), praktik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga
teknik yaitu :
Menghitung nilai total akrual dengan menggunakan pendekatan arus kas (cash
flow approach):
Keterangan:
Menghitung nilai koefisien dan regresi total akrual, untuk menentukan nilai
koefisien β1, β2, β3 menggunakan model Jones (1991), dengan formulasi:
Lalu untuk menskala data, semua variable tersebut dibagi dengan asset tahun
sebelumnya (TAit-1) sehingga formulasinya berubah menjadi:
Keterangan:
Nilai parameter β1, β2, β3 adalah hasil perhitungan pada langkah 2, isikan semua
nilai yang ada dalam formula sehingga nilai NDA akan diperoleh
Keterangan:
Keterangan:
Dividen adalah keuntungan perusahaan yang akan dibagikan kepada investor pada
setiap tahun. Kebijakan dividen merupakan keputusan terkait laba yang diperoleh
akan dibagikan kepada investor atau disimpan menjadi laba ditahan untuk
kepentingan pada periode mendatang. Menurut (Hasty & Herawaty, 2017) teori
Bird-in-the Hand adalah teori kebijakan dividen dimana antara dividen dan gains,
pihak investor lebih menyukai dividen dibandingkan dengan gains sementara itu
investor lebih menyukai dividen yield dibandingkan dengan capital gains yield
sehingga diperoleh pembagian keuntungan dari perusahaan.
Keterangan :
Kinerja Keuangan
(X1)
H1
(
(
Kebijakan Dividen H3
(X2)
H4
( H4
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atu subjek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu perusahaan subsektor makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020 yang berjumlah 27
perusahaan dengan rentang waktu 6 tahun (27x6 = 162). Total populasi dalam
penelitian ini berjumlah 162. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
27
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2017). Sampel dari penelitian ini yaitu perusahaan subsektor
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia per tahun 2015-
2020. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. Kriteria
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Data merupakan sekumpulan informasi yang nantinya akan diolah oleh peneliti
yang kemudian dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan mengenai
hasil penelitian. Sedangkan sumber data adalah segala sesuatu yang dapat
menunjukan informasi mengenai data. Pada penelitian ini, data yang digunakan
bersifat kuantitatif. Menurut Sugiyono (2017), sumber data dalam penelitian
terdiri dari data primer dan data sekunder, data primer merupakan sumber data
yang yang memberikan secara langsung kepada pengumpul data sedangkan data
sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan kepada pengumpul
data yaitu melalui perantara seperti orang lain atau melalui dokumen. Data yang
digunakan pada penelitian ini yaitu data sekunder yang bersumber dari data
perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2015-2020 serta sumber-sumber lain yang terkait dengan
penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari www.idx.co.id, jurnal, dan buku-buku
lainnya.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
dokumentasi. Dimana peneliti mempelajari data sekunder (catatan atau dokumen
perusahaan). Data tersebut diperoleh melalui browsing internet seperti
www.idx.co.id atau alamat web lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena
adanya variabel bebas (Sugiono, 2017). Variabel terikat dalan penelitian ini yaitu
manajemen laba.
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2017).
30
Variabel independen (variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kinerja keuangan,
good corporate governance, dan kebijakan dividen.
a. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan uraian kegiatan yang dilakukan untuk tunjuan
bisnis selama periode waktu tertentu. Pada penelitian ini, kinerja keuangan
diukur menggunakan rasio profitabilitas. Profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.Good Corporate
Governance Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta para stakeholders baik internal maupun
eksternal yang mengendalikan perusahaan.
b. Kebijakan dividen
Kebijakan dividen merupakan keputusan terkait pertanyaan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para investor atau disimpan
menjadi laba ditahan perusahaan.
c. Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan tindakan manajer dalam meningkatkan atau
menurunkan laba yang disajikan dengan tujuan dan maksud tertentu.
Definisi operasional adalah batasan penjelasan variabel yang akan diteliti yang di
dalamnya merupakan cerminan indikator-indikator yang akan digunakan untuk
mengukur indikator-indikator yang bersangkutan (Sugiyono,2017).
31
Teknik analisis data adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data
dalam rangka memecahkan masalah atau menguji hipotesis. Model analisis data
dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang dilakukan dengan cara
32
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan
cara mendekripsikan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang bersifat umum atau generalasiasi (Sugiyono,2017).
Analisis statistik deskriptif dapat menggambarkan suatu data yang dilihat dari
nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum..
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif
dengan model analisis data yang digunakan adalah regresi dengan model panel
data. Data diolah menggunakan eviews 9. Menurut Ayani (2014), madel panel
data dapat diukur dan mendeteksi dampak dampak dengan lebih baik di mana hal
ini tidak bisa dilakukan dengan metode cross section maupun time series.
Model persamaan analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Keterangan :
DA = manajemen laba
a = konstanta
X1 = kinerja keuangan
X3 = kebijakan dividen
e = eror term
Menurut Winarno dalam Sumiati (2015), untuk menentukan model estimasi data
panel disesuaikan dengan asumsi yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
β1- β3 = koefisien regresi
i = 1,2,...,n
t = 1,2,...t
n = jumlah unit/individu cross section
t = jumlah periode waktu
β = vektor berukuran P x l merupakan parameter hasil estimasi
πit = komponen error cross section
Keterangan :
i = 1,2,...n
t = 1,2,...t
n = jumlah unit/individu cross section
D = Dummy
Keterangan :
µit = komponen error cross section
Vit = komponen error time series
Wit = komponen error gabungan
Menurut Winarno dalam Sumiati (2015), terdapat beberapa uji untuk menentukan
model yang tepat dalam melakukan pengujian. Uji yang pertama kali dilakukan
adalah uji signifikansi fixed effect uji F atau chow-test. Selanjutnya yaitu uji
Hausman. Chow-test digunakan untuk memilih antara common effect atau fixed
35
effect. Sedangkan uji Hausman digunakan untuk mrmilih antara fixed effect atau
random effect
1) Uji Chow-test
Uji signifikansi fixed effect (uji F) atau chow-test dilakukan untuk megetahui
apakah model fixed effect lebih baik dari model regresi data panel tanpa
variabel dummy. Tingkat keyakinan dalam penelitian ini adalah 95% serta
tingkat kesalahan analisis (α) 5% dan Chi Square (χ2) hitung > Chi Square
(χ2) tabel. Chi Square (χ2) hitung adalah sebagai berikut :
(𝐑𝐑𝐒𝐒−𝐔𝐑𝐒𝐒)/(𝐍−𝟏)
χ2 = ..........................................................................(3.6)
𝐔𝐑𝐒𝐒/(𝐍𝐓−𝐍−𝐊)
Keterangan :
RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square
Fixed effect)
Jika dalam menghitung χ2 hitung adalah menggunakan rumus di atas, maka dalam
menghitung χ2 tabel menggunakan perhitungan degree of freedom yaitu dengan
rumus df = (n-1;nt-n-k). Di mana n adalah jumlah perusahaan (cross section), t
adalah jumlah time series dan k merupakan jumlah variabel independen
penelitian.
36
Formulasi hipotesis :
Ho : Common Effect
Ha : Fixed Effect
a. Jika nilai Chi Square statistik < Chi Square, maka Ho diterima.
Jika nilai Chi Square statistik > Chi Square, maka Ho ditolak.
b. Dasar pengambilan keputusan signifikan adalah sebagai berikut :
Jika probabilitas Cross Section dan Chi Square > 0,05 maka Ho diterima. Jadi
model yang cocok adalah Common Effect.
Jika probabilitas Cross Section dan Chi Square < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi
model yang cocok adalah Fixed Effect.
3) Uji Hausman
Uji Hausman merupakan uji yang digunakan untuk memilih antara fixed
effect atau random effect. Uji Hausman diperoleh dari command eviews yang
terdapat pada direktori panel (Winarno dalam Sumiati, 2015). Model fixed
effect mengasumsikan variabel independen berkorelasi dengan error-nya,
sedangkan untuk random effect adalah sebaliknya. Model panel data dengan
37
fixed effect diestimasi dengan OLS (Ordinary Least Square), sementara itu
random effect diestimasi dengan GLS (Generalized Least Square).
Ha : fixed effect
a) Jika probabilitas Chi Square > 0,05 maka Ho diterima. Jadi model yang
cocok adalah Random Effect.
b) Jika probabilitas Chi Square < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi model yang cocok
adalah Fixed Effect.
Uji parsial atau biasa disebut uji t adalah uji statistik yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara individual untuk
menerangkan variabel dependen. Uji parsial digunakan untuk menguji pengaruh
masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini menggunakan α sebesar 5 % (α = 0,05). Untuk melakukan uji
t maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
a) Jika probabilitas (signifikansi) > 0,05 atau t hitung < t tabel maka hipotesis
tidak terbukti dan Ho diterima, Ha ditolak
b) Jika probabilitas (signifikansi) < 0,05 atau t hitung > t tabel maka hipotesis
tidak terbukti dan Ho ditolak, Ha diterima
3.8.4.2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui atau menguji signifikan atau tidak signifikan
model regresi yang digunakan serta untuk menunjukan apakah semua variabel
independen memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan menggunakan uji statistik F dengan tingkat signifikansi
5%. Jika nilai signifikansi F < 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antar semua variabel independen terhadap variabel dependen. Dan jika nilai
signifikansi F > 0,05 maka artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar
semua variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).
𝒃𝟏∑𝒚𝑿𝟏+𝒃𝟐∑𝒚𝑿𝟐+𝒃𝟑∑𝒚𝑿𝟑
R2 = ........................................................................... (3.8)
∑𝒚𝟐
Keterangan :
R2 = Koefisien Determinasi
Y = Variabel Dependen
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
PT Budi Starch & Sweetener Tbk merupakan salah satu perusahaan di bawah
naungan Sungai Budi Grup (SBG). SBG didirikan di Lampung pada tahun 1974.
Sedangkan PT Budi Starch & Sweetener didirikan pada tahun 1979 dengan kantor
pusat yang berlokasi di Wisma Budi Lt. 8-9, Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C-6,
Jakarta. Usaha utama pada perusahaan ini yaitu produk yang berbahan baku
singkong serta produk utamanya yaitu tepung tapioka, glukosa, dan fruktosa,
41
maltodextrin dan sorbitol, dan karung plastik. Pada tahun 1995, perusahaan
melakukan penawaran umum perdana saham-saham perusahaan kepada publik.
Visi perusahaan :
Misi perusahaan :
Visi perusahaan :
Menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri minyak nabati dan minyak nabati
spesialitas.
42
Misi perusahaan :
PT Delta Djakarta Tbk pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 1932
sebagai perusahaan prduksi bir Jerman. PT Delta memproduksi bir Pilsener dan
Stout berkualitas terbaik untuk pasar domestik dengan meliputi Anker Bir, Anker
Stout, Anker Lyche, Carlsberg, San Miguel Pale Pilsen, San Mig Light, San
Miguel Cerveza Negra, dan Kuda Putih. Kantor pusat PT Delta berlokasi di jalan
Inspeksi Tarum Barat, Tambun-Bekasi Timur. Perusahaan memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana
Saham (IPO) kepada masyarakat sebanyak 20.000.000.000 lembar saham dengan
nilai nominal Rp1.000,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Februari 1974.
Visi perusahaan :
Misi perusahaan :
a) Memproduksi minuman berkualitas dan aman dengan biaya optimal, yang akan
memberikan hasil terbaik untuk pelanggan, melalui karyawan dan mitra bisnis
yang handal.
b) Memberi keuntungan yang terbaik kepada pemegang saham.
c) Memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kemampuan
diri dan profesionalisme di lingkungan kerja.
43
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) didirikan 02 September 2009 dan
mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1 Oktober 2009. ICBP merupakan
hasil pengalihan kegiatan usaha Divisi Mi Instan dan Divisi Penyedap Indofood
Sukses Makmur Tbk (INDF), pemegang saham pengendali. Kantor pusat
Indofood CBP berlokasi di Sudirman Plaza, Indofood Tower, Lantai 23, Jl. Jend.
Sudirman, Kav. 76-78, Jakarta 12910, Indonesia, sedangkan pabrik perusahaan
dan anak usaha berlokasi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan
Malaysia. Induk usaha dari Indofood CBP Sukses Makmur Tbk adalah INDF,
dimana INDF memiliki 80,53% saham yang ditempatkan dan disetor penuh ICBP,
sedangkan induk usaha terakhir dari ICBP adalah First Pacific Company Limited
(FP), Hong Kong. Pada tanggal 24 September 2010, ICBP memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana
SahamICBP (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.166.191.000 lembar saham
dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp5.395,- per
saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tanggal 07 Oktober 2010.
Visi perusahaan :
Misi perusahaan :
Visi perusahaan :
Misi perusahaan :
Mayora Indah Tbk (MYOR) didirikan 17 Februari 1977 dan mulai beroperasi
secara komersial pada bulan Mei 1978. Kantor pusat Mayora berlokasi di Gedung
Mayora, Jl.Tomang Raya No. 21-23, Jakarta 11440 – Indonesia, dan pabrik
terletak di Tangerang dan Bekasi. pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih
saham Mayora Indah Tbk, yaitu PT Unita Branindo (32,93%), PT Mayora Dhana
Utama (26,14%) dan Jogi Hendra Atmadja (25,22%). Pada tanggal 25 Mei 1990,
MYOR memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan
Penawaran Umum Perdana Saham MYOR (IPO) kepada masyarakat sebanyak
3.000.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp1.000,-per saham dengan harga
penawaran Rp9.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 04 Juli 1990.
Visi perusahaan :
Menjadi produsen makanan dan minuman yang berkualitas dan terpercaya di mata
konsumen domestik maupun internasional dan menguasai pangsa pasar terbesar
dalam kategori produk sejenis.
Misi perusahaan :
Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk didirikan tanggal 2 Nopember
1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada awal tahun 1974. Kantor pusat
dan pabrik Ultrajaya berlokasi di Jl. Raya Cimareme 131 Padalarang–40552, Kab.
Bandung Barat. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Ultrajaya
Milk Industry & Trading Company Tbk, antara lain: PT Prawirawidjaja Prakarsa
(21,40%), Tuan Sabana Prawirawidjaja (14,66%), PT Indolife Pensiontana
46
Visi perusahaan :
Menjadi perusahaan industri makanan dan minuman yang terbaik dan terbesar di
Indonesia, dengan senantiasa mengutamakan kepuasan konsumen, serta
menjunjung tinggi kepercayaan para pemegang saham dan mitra kerja perusahaan.
Misi perusahaan :
Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang
diteliti secara deskriptif dengan mencari nilai minimum, maksimum, mean, dan
standar deviasi. Berikut disajikan tabel yang memuat nilai minimum, maksimum,
mean, dan standar deviasi secara rinci.
47
Observations
42 42 42 42
Sumber : (Data diolah tahun 2021)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dari 7 perusahaaan industri barang konsumsi yang
menjadi sampel penelitian dengan kurun waktu selama 6 tahun, variabel
manajemen laba memiliki nilai mean sebesar -12.14429 yang diperoleh dari nilai
total acrual perusahaan dibagi dengan total aset perusahaan kemudian dikurangi
dengan nilai nondiscretionary accruals, sedangkan untuk nilai standar deviasinya
sebesar 37.11654 yang berarti nilai standar deviasi lebih besar dari pada nilai rata-
rata. Nilai mean menunjukan nilai rata-rata dari seluruh sampel penelitian untuk
variabel manajemen laba. Variabel selanjutnya yaitu kinerja keuangan yang
memiliki nilai rata-rata sebesar 10.58714 yang diukur dengan menghitung laba
bersih setelah pajak dibagi dengan total aset, sedangkan nilai standar deviasinya
lebih kecil yaitu sebesar 5.927430. Besarnya nilai rata-rata untuk variabel good
corporate governance memiliki nilai rata-rata sebesar 67.29905 dengan proksi
kepemilikan institusional dimana jumlah saham yang dimiliki pihak institusi
dibagi dengan jumlah saham beredar, untuk nilai standar deviasinya lebih kecil
daripada nilai rata-rata yaitu 19.55270. Variabel kebijakan dividen dengan proksi
kas dividen dibagi dengan laba bersih setelah pajak menghasilkan nilai rata-rata
sebesar 61.43286, sedangkan nilai standar deviasi lebih besar yaitu 87.82290.
sebesar 80.53000. Dan variabel kebijakan dividen memiliki nilai tengah (median)
sebesar 37.63500.
Hasil analisis variabel dependen pada penelitian ini yaitu manajemen laba
memiliki nilai tertinggi sebesar 36.04000 dan nilai terendah sebesar -87.27000.
Nilai tertinggi dimiliki oleh PT. Delta Djakarta Tbk pada tahun 2016, sedangkan
nilai terendah dimiliki oleh PT. Indofoof CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun
2019. Hasil analisis independen pada penilitian ini yaitu variabel kinerja keuangan
memiliki nilai tertinggi sebesar 22.29000 yang dimiliki oleh PT. Delta Djakarta
Tbk pada tahun 2019, dan nilai terendah sebesar 0.650000 yang dimiliki oleh PT.
Budi Starch & Sweetener Tbk pada tahun 2015. Kemudian variabel good
corporate governance memiliki nilai tertinggi sebesar 87.02000 yang dimiliki
oleh PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk pada tahun 2015-2019, sedangkan nilai
terendah yaitu sebesar 32.93000 yang dimiliki oleh PT. Mayora Indah Tbk pada
tahun 2015. Variabel kebijakan dividen memiliki nilai tertinggi sebesar 491.8000
yang dimiliki oleh PT. Mayora Indah Tbk pada tahun 2016, sedangkan nilai
terendah sebesar 0.120000 yang dimiliki oleh PT. Ultrajaya Milk Industry &
Trading Company Tbk pada tahun 2020.
Analisis data dengan menggunakan model data panel memiliki tiga asumsi antara
lain yaitu common effect model (pooled least square), fixed effect model (FEM),
dan random effect model (REM). Ada tiga macam cara yang dapat dilakukan
untuk memilih model data yang tepat yaitu dengan melakukan uji chou-test yaitu
untuk memilih common effect model atau fixed effect model, kemudian uji
lagrange multiplier (LM) untuk memilih random effect model atau common effect
model, dan uji hausman untuk memilih fixed effect model atau random effect
model.
Uji chou adalah uji yang digunakan untuk memilih model analisis regresi data
panel dalam menentukan model regresi yang digunakan antara. Dengan cara
49
mengestimasi common effect model dan fixed effect model. Setelah diperoleh hasil
dari estimasi model, maka selanjutnya dilakukan uji chou atau dikenal juga
dengan likehood ratio test. Hasil uji chou pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.3 berikut.
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, nilai probabilitas F test maupun chi-square sebesar
0.0000 lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian, pengambilan keputusan
berdasarkan uji chou yang telah di lakukan maka H0 ditolak, maka model yang
terpilih adalah fixed effect. Kemudian langkah selanjutnya yaitu adalah uji
lagrange multiplier (LM) untuk menentukan model random effect atau common
effect.
Uji Lagrange multiplier adalah uji yang digunakan untuk memilih random effect
model atau common effect model. Kedua model tersebut kemudian di estimasi
untuk mrmilih model mana yang tepat. Uji LM ini didasarkan pada probability
Breusch-Pagan, jika nilai probability Breusch-Pagan kurang dari nilai alpha (0,05)
maka Ho ditolak sehingga model yang terpilih adalah model random effect dan
sebaliknya. Uji LM pada penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.
Test Hypothesis
Cross-section Time Both
Breusch-Pagan 86.30325 2.697031 89.00028
(0.0000) (0.1005) (0.0000)
Sumber : Lampiran dan data diolah tahun 2021
50
Berdasarkan tabel di atas, nilai Breusch-Pagan yaitu pada cross-section dan both
masing-masing adalah sebesar 0.0000 dan lebih kecil dari nilai α (0.05) maka H 0
ditolak sehingga model yang terpilih yaitu random effect model.
Uji hausman adalah uji yang digunakan untuk memilih model fixed effect atau
random effect. Dalam uji ini, didasarkan pada probabilitas yang diperoleh. Jika
probabilitas Chi Square lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan model yang
cocok adalah random effect, begitu juga sebaliknya. Dalam penelitian ini, hasil
dari uji hausman disajikan pada tabel 4.5 berikut.
Hasil dari uji hausman pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas
cross-section yaitu 0.6796 lebih besar dari α (0.05). pengambilan keputusan dari
hasil uji hausman adalah H0 diterima, sehingga model yang digunakan adalah
random effect model. Hasil dari uji hausman secara lengkap disajikan dalam tabel
4.5 berikut.
Periods included: 6
Cross-sections included:7
S.D. Rho
Cross-section random 45.17569 0.9932
51
Berdasarkan hasil output dari regresi linier berganda model random effect dengan
menggunakan eviews 10, maka model penelitian yang terbentuk dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
DPR + e
Dari data yang dihasilkan pada tabel 4.6 di atas, maka dapat diketahui antara
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil
perhitungan nilai df = (n-k) = (42-3) = 39, maka pedoman t-tabel yang diletakkan
pada df = 39 adalah 1,68488. Berikut hasil ringkasan uji t :
Uji F dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari variabel bebas
yaitu kinerja keuangan, good corporate governance, dan kebijakan dividen secara
bersama-sama (simultan) terhadap kinerja keuangan. Dalam penelitian ini,
pengujian F-test diperoleh pada tabel 4.7 berikut.
Dari hasil uji F pada tabel 4.7 di atas menunjukkan nilai probabilitas (F-statistic)
dengan nilai 0.044817 yang berarti menunjukkan bahwa nilai signifikansi tersebut
< 0,05. Hal ini menyatakan bahwa hal ini menyatakan terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
54
Berdasarkan hasil uji regresi berganda dengan model random effect variabel
kinerja keuangan memiliki nilai t-hitung sebesar 0.741051 lebih kecil dari t-tabel
1,68488 serta nilai probabilitas kinerja keuangan lebih besar dari 0,05 yaitu
sebesar 0,4632. Berdasarkan hasil analisis secara statistik yang kemudian
diinterpretasikan berdasarkan pedoman penelitian, maka Ha1 ditolak. Berarti
kinerja keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, di mana
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan yang rendah
maka perusahaan cenderung melakukan manipulasi laba dengan tujuan tertentu.
Terlihat dari rata-rata ROA pada tahun 2018 yaitu sebesar 10,42%, pada tahun
2019 sebesar 12,33% dan pada tahun 2020 sebesar 8,54%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama
periode penelitian mengalami fluktuasi, namun tidak sampai mengalami kerugian.
Sehingga para manajer tidak perlu melakukan manajemen laba karena perusahaan
55
masih dalam kondisi yang baik dan kondisi ini dapat mempertahankan investor
untuk menanamkan modal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fandriani dan
Tanjung (2019). Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
damayanti dan Kawedar (2018) di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa
profitabilitas memiliki pengaruh terhadap manajemen laba meskipun tidak
signifikan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwanti (2017) yang
menunjukkan bahwa good corporate governance tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jannah dan Mildawati (2017) yang menunjukkan
hasil bahwa good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Berdasarkan hasil yang telah diuji, dapat dilihat pada tabel 4.6 di atas yang
menunjukkan nilai t-hitung sebesar -2.508840 < t-tabel 1,68488 serta nilai
probabilitas kebijakan dividen lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0.0165 maka dapat
disimpulkan bahwa Ha3 diterima. Artinya kebijakan dividen berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
Jika pada rata-rata DPR pada tahun 2018 sebesar 34,77%, pada tahun 2019
sebesar 41,87% dan pada tahun 2020 sebesar 64,00%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa selama periode penelitian selama tiga tahun terakhir, DPR pada perushaan
sampel penelitian selalu mengalami peningkatan. Dengan demikian, semakin
tinggi DPR maka semakin tinggi pula dividen yang harus dibagikan kepada para
investor. Sedangkan manajemen perusahaan lebih cenderung menggunakan laba
menjadi laba ditahan untuk kepentingan tertentu. Sehingga hal ini dapat
memotivasi manajemen dalam memanipulasi laba dengan cara menurunkan
besarnya laba agar dividen yang dibagikan tidak terlalu besar.
Penelitian ini mendukung teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) yang
menyatakan bahwa manajemen dan pemegang saham memiliki kepentingan yang
berbeda. Sehingga menimbulkan konflik antara kedua belah pihak. Konflik
tersebut terjadi di mana pemegang saham lebih suka laba dibagikan kepada para
investor. Sedangkan manajemen lebih suka jika laba ditahan agar dapat digunakan
untuk kepentingan atau kegiatan perusahaan yang lain.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahyani
dan Iketut Budiartha, Budiartha (2017) yang menunjukkan bahwa kebijakan
57
Hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil uji F pada tabel 4.7 menunjukkan
nilai probabilitas (F-statistic) dengan nilai 0.044817 yang berarti menunjukkan
bahwa nilai signifikansi tersebut < 0,05. Hal ini menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel kinerja keuangan, good corporate
governance, dan kebijakan dividen terhadap manajemen laba. Dengan hasil
tersebut artinya jika perusahaan memperoleh laba yang kurang optimal maka
manajemen akan melakukan tindakan manajemen laba dengan tujuan memperoleh
bonus dari perusahaan. Selain itu, ketika perusahaan memperoleh laba yang tinggi
maka semakin tinggi pula dividen yang harus dibagikan kepada para investor
sehingga dilakukan manajemen laba karena manajemen lebih cenderung memilih
laba sebagai laba ditahan guna kepentingan tertentu. Dengan demikian, perlu
adanya peran GCG yang baik dalam suatu perusahaan guna meminimalisir
tindakan manajemen laba sehingga terciptanya keselarasan kepentingan antara
manajer dan pemilik.
Hal ini juga didukung dengan hasil uji R2 di mana nilai koefisien determinasi
(adjusted-R-squared) sebesar 0.124889 atau 12%, hal tersebut berarti bahwa
variabel kinerja keuangan, good corporate governance, dan kebijakan dividen
dalam menjelaskan variabel manajemen laba yaitu sebesar 12%. Pada uji t
58
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan di atas, maka saran yang dapat
disampaikan penulis adalah sebagai berikut :
1. Saran Praktis
a. Bagi perusahaan agar lebih memperhatikan kebijakan dividen karena
terbukti memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Untuk
mempertahankan kebijakan dividen dapat dilakukan dengan cara
60
Observations 42 42 42 42
Effects Specification
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Effects Specification
Test Hypothesis
Cross-section Time Both