Pelatihan PLN Topok Pembakaran
Pelatihan PLN Topok Pembakaran
Penggunaan bahan bakar pada dasarnya ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Analisis bahan bakar biasanya dilakukan untuk menentukan macam-macam unsur dalam
bahan bakar yang tidak jarang memerlukan waktu.
Bagi keperluan rutin, testing batubara hanya dilakukan untuk menentukan :
• Kandungan embun.
• Kandungan abu.
• Nilai kalor.
• Kandungan belerang.
Tetapi setiap laboratorium pembangkit listrik juga melakukan pengujian untuk memperoleh
data mengenai karakteristik-karakteristik lain batubara yang dianggap penting sesuai
dengan kebutuhan unit pembangkitan yang bersangkutan. Ada 2 macam analisis yang
lazim dilakukan terhadap batubara yaitu :
(1) Analisis pendekatan (proximate analysis) yang memberikan data tentang kandungan zat
terbang, Carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian, biasanya
dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang.
(2) Analisis ultimate (ultimate analyisis) yang memberikan data tentang komposisi bahan
bakar dalam presentase untuk Nitrogen, Oksigen, Carbon, abu, belerang Chlor dan
Hidrogen.
TOTO/UNJ/ hr//06 1
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara untuk menentukan
kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu serta Carbon tetap (fixed
Carbon).
b. Inherent Moisture.
Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 Kg sampel dipanaskan delam
oven sampai 105 0C - 110 0C selama 5 - 6 jam dalam aliran udara lambat.
TOTO/UNJ/ hr//06 2
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
dari gas Nitrogen kering yang dilewatkan pada batubara yang ditempatkan dalam
tabung pemanas.
Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih dari 100 0C tetapi dibawah titik
nyalanya maka akan terjadi perubahan lain selain hilangnya uap air yang meliputi :
1.1.2 Ash ( a bu ).
Ada tiga tipe abu :
a. Inherent ash (abu inherent) - kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan
metoda pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsur-
unsur pokok mineral dari bahan tumbuhan dari mana batubara diperoleh, ditambah
endapan (lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.
b. Associated ash (abu campuran) - terdapat pada lapisan betubara sebagai bercak-
bercak. Diantaranya terdiri dari semacam zat mineral yang belum terpisahkan dari
bingkahan-bungkahan batubara selama penambangan.
c. Adventitous ash - tidak terdapat pada lapisan, tetapi berasal dari lantai atau atap
tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat. Adventitous ash
mungkin berupa lempung (tanah liat) tahan api atau serpihan Carbon dari tanah liat
yang mengendap pada air dangkal dilokasi tambang batubara.
TOTO/UNJ/ hr//06 3
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor
pada volume konstan. Nilai kalor yang lain selanjutnya dapat dihitung jika komposisi
bahan bakar diketahui. Kata “Gross (kotor)” menandakan bahwa panas laten penguapan
dari air yang terdapat dalam bahan bakar ditambah panas laten dari air yang terbentuk
selama pembakaran dimasukkan dalam Harga Nilai kalor yaitu dengan cara
mengembunkannya. Kata “Net (bersih)” menandakan bahwa panas laten untuk
mebentuk uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karea panas uap tidak
diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini terbuang dalam bentuk
uap air.
Pada prakteknya, panas laten dari uap air ini tidak bisa diperoleh kembali dalam kondisi
operasi ketel, sehingga pabrik-pabrik pembuat ketel harus menyatakan harga efisiensi
ketel berdasarkan nilai kalor bersih (Ncv). Harga efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi
TOTO/UNJ/ hr//06 4
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
harga efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (Gcv). Hal ini harus
diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi ketel yang satu dengan ketel
yang lain. Proses pembakaran bahan bakar dalam sebuah bomb calorimeter berbeda
dengan proses pembakaran bahan bakar dalam ketel. Proses pembakaran dalam bomb
calorimeter berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada ketel
berlangsung pada tekanan konstan.
Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil
pembakaran harus bebas manual sehingga melakukan kerja (work). Dengan demikian,
nilai kalor kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang
diperoleh dari Bomb calorimeter bila panas ekivalen dengan kerja (work) yang dilakukan
diperhitungkan. Selain itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai
kalor bahan bakar. Tetapi untuk ini perlu dilakukan analisis ultimate.
1.1.6 Sulfur.
Penetuan sulfur adalah bagian dari analisis ultimate batubara tetapi hal ini
dibicarakan secara terpisah karena sangat menentukan harga. Sulfur dalam batubara
ditemukan dalam tiga macam bentuk.
TOTO/UNJ/ hr//06 5
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Sulfur Sulfat terdapat dalam jumlah kecil Ferrous Sulphate (Fe SO4 7 H20) yang
berasal dai oksida pyrite besi (iron pyrites) (FeS) dan batu kapur/gips (Ca SO4 2H2O).
Bahan-bahan tersebut terbentuk lapisan tipis dalam batubara ketika larutan telah
menguap.
Sulfur organik berkombinasi dengan Carbon dan Nitrogen untuk membentuk batubara.
Konsekwensinya bahan tersebut tidak bisa dihilangkan dengan pencucian dan
cenderung agak konstan. Pyrites adalah besi belerang (FeS). Bahan ini berbentuk
bongkah-bongkah padat dan serta lapisan yang berbentuk pita (band) tipis. Yang
berbentuk partikel padat dihilangkan oleh proses pencucian. Jumlah kandungan pyrite
amat bervariasi.
Analisis ultimat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menentukan unsur-unsur
yang terkandung dalam bahan bakar termasuk Chlorine, Phospor dan lain sebagainya.
Untuk keperluan yang berkaitan dengan teknologi bahan bakar, analisis ultimat terhadap
batubara terutama dilakukan untuk mengetahui kandungan Carbon, Hidrogen, Nitrogen
dan Sulfur.
Kandungan Oksigen biasanya ditentukan setelah unsur-unsur tersebut diatas diketahui
yaitu dengan cara 100 dkurangi jumlah unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam persen.
Analisis ultimat merupakan sseuatu yang penting terutama dalam aplikasinya untuk
keperluan perhitungan dalam bidang teori pembakaran serta neraca panas.
Seperti sudah diketahui bahwa perkiraan nilai kalor - nilai kalor bahan bakar yang
dihitung berdasarkan analisis ultimat cukup valid. Hingga saat ini, analisis dasar
berdasarkan methode Liebig klasik memerlukan ketrampilan dan pengalaman serta
memerlukan waktu yang lama.
Karena itu, untuk keperluan perhitungan neraca panas analisis ultimat dilakukan secara
teratur. Tetapi seringkali juga cukup diambilkan dari data yang tercatat pada lembar
karakteristik batubara. Dibawah ini diberikan contoh Analisa Proximate dan Ultimate
batubara dari West Virginia Bituminous Coal - Kanguka Counting USA :
TOTO/UNJ/ hr//06 6
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Proximate Analisis.
AS RECEIVED KERING
Moisture 2,82 -
Volatile Matter 32,20 32,12
Fixed Carbon 56,95 58,61
Abu 8,03 8,26
100,00 100,00
Ultimate Analysis.
AS RECEIVED KERING
CARBON 76,24 78,97
HYDROGEN 4,85 4,99
SULFUR 1,38 1,44
OKSIGEN 4,84 4,98
NITROGGEN 1,34 1,38
ABU 8,03 8,26
MOISTURE 2,82 -
100,00 100,00
TOTO/UNJ/ hr//06 7
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
C + O2 CO2
(untuk Carbon yang terbakar sempurna dan panas yang dihasilkan adalah 8100
Kcal/Kg).
2C + O2 2CO
(untuk pembakaran Carbon yang tidak sempurna dan panas yang dihasilkan sebesar
2370 Kcal/Kg).
Reaksi yang kedua menghasilkan produk “Carbonmonoksida”.
Mengingat pembakaran tidak sempurna tidak dikehendaki karena tidak esluruh nilai
kalor Crabon dilepaskan, maka kita harus memastikan bahwa jumlah Oksigen cukup
tersedia untuk membentuk persamaan jumlah reaksi yang pertama. Nanti akan kita lihat
bahwa, dalam operasi ketel, kadar Carbonmonoksida didalam gas cerobong dimonitor
dengan teliti dan proses pemabakaran dalam ketel diatur sedemikian rupa untuk
memperoleh kandungan Carbonmonoksida yang minimum.
HIDROGEN : Hidrogen dalam bahan bakar yang dibakar akan menghasilkan uap air,
sesuai dengan reaksi berikut :
2 H2 + O2 2 H2O
S + O2 SO2
TOTO/UNJ/ hr//06 8
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Kita sudah membicarakan proses pembakaran bahan bakar degan Oksigen, tetapi untuk
menggunakan Oksigen murni dalam ketel secara praktis merupakan suatu yang sangat
mahal. Selain itu juga akan mengakibatkan suhu lokal yang tinggi didalam ruang bakar ketel
sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam pembungkus ketel.
Dalam praktek kita menggunakan Oksigen yang paling murah dan cukup banyak tersedia
yaitu udara. Jika kita mengabaikan kandungan kecil dari gas-gas mulia yang ada dalam
udara seperti : neon, xenon dan lain sebagainya, maka kita bisa menganggap udara kering
sebagai campuran dari gas Nitrogen dan Oksigen.
Kita bisa mengatur proporsi Oksigen dan Nitrogen dalam udara baik dalam satuan volume
maupun dalam satuan berat. Dalam bentuk persentase, proporsinya adalah :
Perbedaan persentase dalam satuan berat dan satuan volume disebabkan oleh kenyataan
bahwa jika kita menimbang 21% Oksigen dalam satuan volme 79% untuk sejumlah sampel
udara, maka perbedaan berat antara molekul Oksigen dan Nitrogen (Oksigen 16 dan berat
Nitrogen 14) membuat analisis teresbut berat sebelah/meragukan berdasarkan berat
sehubungan dengan atom-atom Oksigen yangsedikit lebih berat.
Nitorgen dalam udara tidak turut bereaksi dalam proses rekasi pembakaran dan tidak
mengalami perubahan sampai keluar menuju cerobong. Selain membantu mendinginkan
ruang bakar sehingga menurunkan temperatur sampai pada batas kemampuan metalurgi,
maka secara umum kehadiran Nitrogen merupakan kerugian karena menipiskan (dilute)
Oksigen serta dapat mengahlangi kontak langsung antara molekul-molekul Oksigen dengan
partikel bahan bakar.
Pada analisis pembakaran selalu diperlukan data-data berat molekul dan berat atom
dari unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar. Dibawah ini dapat dilihat
mengenai Tabel Berat Atom dan Molekul zat-zat dalam bahan bakar.
Carbon C 12
Hidrogen H2 1 2
Oksigen O2 16 32
Nitrogen N2 14 28
Sulfur S 32
Carbonmonoksida CO 12 + 16 = 28
Carbondioksida CO2 12 + 32 = 44
Air H2O 2 + 16 = 18
Karena itu, dari tabel berat ataom dan besar molekul diatas dapat dilihat bahwa :
12 Kg + 32 Kg 44 Kg
Carbon + Oksigen Karbondioksida
TOTO/UNJ/ hr//06 10
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Ini berarti bahwa setiap Kg Karbon memerlukan 2,66 Kg Oksigen secara teoritis untuk
membakar sempurna Carbon menjadi Carbondioksida.
Demikian pula persamaan untuk Hidrogen adalah :
Ini berarti,
4 Kg + 32 Kg 36 Kg
Hidrogen + Oksigen Air
Karena itu,
1 Kg + 8 Kg 9 Kg
Hidrogen + Oksigen Air
Karena itu,
32 Kg + 32 Kg 64 Kg
Sulfur + Oksigen Sulfurdioksida
atau,
1 Kg + 1 Kg 2 Kg
Sulfur + Oksigen Sulfurdioksida
Ini berarti untuk tiap Kg Sulfur memerlukan 1 Kg Oksigen untuk membakar sempurna
Sulfur menjadi Sulfurdioksida. Jika Oksigen yang diperlukan untuk membakar masing-
TOTO/UNJ/ hr//06 11
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
masing unsur pokok dalam batubara dihitung dan kemudian dijumlahkan, maka akan
ditemukan kebutuhan Oksigen teoritis yang diperlukan untuk membakar sempurna
seluruh bahan bakar tersebut. Tetapi mengingat batubara sendiri biasanya mengandung
Oksigen, maka Oksigen ini akan dilepaskan selama proses pembakaran berlangsung
dan akan beraksi dengan unsur-unsur yang dapat terbakar didalam bahan bakar.
Oleh karena itu, untuk memeproleh harga kebutuhan Oksigen teoritis yang sebenarnya,
maka kebutuhan Oksigen yang telah dihitung berdasarkan persamaan rekasi
pembakaran seperti diatas harus dikurangi dengan kandungan Oksigen dalam bahan
bakar. Karena bila menggunakan udara untuk proses pembakaran dalam ketel-ketel,
maka udara teoritis yang dibutuhkan untuk membakar sempurna 1 kg bahan bakar yang
digunakan adalah :
100
Kebutuhan Oksigen teoritis x
23,2
Karena 23,2% udara mengandung Oksigen. Rumus untuk menghitung kebutuhan udara
teoritis adalah :
Secara sistematis ini biasa dinyatakan sebagai : udara teoritis = 100/23,2 [O2 yang
diperlukan olah C + O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yang diperlukan oleh S - O2
dalam bahan bakar] .
TOTO/UNJ/ hr//06 12
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
100
Kg udara = 4,31 Kg udara.
23,2
Contoh :
Analisis ultimate sejenis batubara adalah :
Carbon ( C ) 56,8%
Hidrogen (H) 3,7%
Nitrogen (N) 1,3%
Sulfur (S) 2,0%
Oksigen 7,0%
Abu (ash) 16,7%
Moisture 12,5%
100,0%
TOTO/UNJ/ hr//06 13
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Nitrogen dan abu bukan merupakan unsur-unsur yang tak dapat terbakar sehingga tidak
memerlukan Oksigen. Oksigen yang terdapat dalam 1 Kg bahan bakar adalah 0,07 Kg.
Karena itu, dari persamaan ;
Udara teoritis = 100/23,2 [O2 yang diperlukan oleh C + O2 yang diperlukan oleh H2 + O2
yang diperlukan oleh S - O2 dalam bahan bakar].
Karena itu :
TOTO/UNJ/ hr//06 14
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Dari hukum ini kita bisa menaik kesimpulan bahwa proporsi yang dinyatakan dengan
jumlah molekul adalah juga proporsi berdasrkan volume. Karena itu, jika suatu gas
memiliki jumlah molekul 2 kali lebih banyak dibanding jumlah molekul pada gas lain,
maka gas yang pertama akan mempunyai volume 2 kali besar dari gas yang kedua.
Jika kita menyatakan berat gas dengan “Gram Molekul”, yaitu berat molekul gas
tersebut dikalikan satu gram, maka akan kita temukan bahwa berat gram molekul dari
gas apa saja akan mengisi volume yang sama pada suhu dan tekan yang standard.
Volume ini adalah 22,4 liter.
Karena itu, mengacu pada tabel 3.1 maka molekul dari suatu gas
TOTO/UNJ/ hr//06 15
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
UNTUK HIDROGEN :
Yaitu :
Atau :
UNTUK CARBONMONOKSIDA.
atau,
1 liter + ½ liter 1 liter
Carbonmonoksida + Oksigen Carbondioksida
TOTO/UNJ/ hr//06 16
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Hidrogen 15%
Methane 2%
Carbonmonoksida 21%
Carbondioksida 6%
Nitrogen 54%
Oksigen 2%
Udara minimal (atau udara teoritis) yang diperlukan untuk pembakaran sempurna bisa
dikalkulasikan/dihitung berdasar rumus berikut :
Udara teoritis = 100/21 [O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yangdiperlukan oleh CH4 + O2
yang diperlukan oleh CO - O2 dalam bahan bakar].
Udara yang mengndung 21% Oksigen berdasar volume.
Untuk 1 liter bahan bakar.
Hidrogen yang terdapat dalam 1 liter bahan bakar = 0,15 liter. Karena itu, jika 1 liter H2
memerlukan 0,5 liter O2 maka 0,15 liter memerlukan = 0,5 x 0,15 = 0,075 liter Oksigen.
Carbonmonoksida yang terdapat dalam 1 liter bahan bakar = 0,21 liter. Karena itu, jika 1
liter Carbonmonoksida memerlukan0,5 liter Oksigen maka 0,21 liter memerlukan 0,5 liter
Oksigen maka 0,21 liter memerlukan = 0,5 x 0,21 = 0,105 liter Oksigen. Carbondioksida
dan Nitrogen tidak bisa terbakar dan tidak memerlukan Oksigen.
Oksigen yang tedapat dalam bahan bakar 0,02 liter. Karena itu :
Udara teoritis = 100/21 [O2 yang diperlukan H2 + O2 yang diperlukan oleh CH4 + O2 yang
diperlukan oleh CO - O2 dalam bahan bakar].
TOTO/UNJ/ hr//06 17
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Sekarang kita sudah mengetahui bahwa kebutuhan udara minimal atau teoritis untuk
pembakaran sempurna dapat dihitung baikdalam satuan berat maupun dalam satuan
volume.
Dalam prakteknya, pembakaran sempurna dengan udara teoritis sangat sulit dicapai
karena ada kenyataannya, disebabkan oleh beberapa faktor, tidak semua Oksigen
dapat bertemu dan bereaksi dengan unsur-unsur dalam bahan bakar.Karena itu,
untukmenjamin terlaksananya proses pembakaran sempurna, maka dioberikan
sejumlah udara lebih (Excess air).
Tapi mengingat udara lebih akan membawa panas keluar cerobong, maka jumlah udara
harus merupakan kompromi antara bertujuan untuk menciptakan pembakaran sempurna
serta usaha untuk menciptakan pembakaran sempurna serta usaha untuk mengurangi
kerugian panas ke cerobong sekecil mungkin.
Jumlah udara lebih yang diperlukan tergantung pada tipe ketel dan komposisi bahan
bakar yang sedang dibakar serta jenis bahan bakar seperti batubara, minyak atau
gas.Secara umum, udara lebih pada ketel modern berkisar antara 19% - 35%.
Dibawah ini dapat dilihat banyaknya gas CO2 yang keluar dicerobong dan udara lebih
(Excess air) yang dibutuhkan.
TOTO/UNJ/ hr//06 18
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
18,5 0 teoritis
18,0 5
16,0 19 batasan normal
14,0 36 untuk ketel p.f
12,0 58 batasan untuk
10,0 90 chain grate
8,0 138
Dalam hal ini penmgoperasian ketel, nilai CO2 itu tersendiri tidak penting.Tetapi bila
dikaitkan dengan masalah efisiensi, pemantauan harga CO2 menjadi sangat penting
karena % CO2 merupakan indikator yang tetap terhadap banyaknya udara lebih yang
dimasukkan kedalam ketel.
Dengan memonitor persentase O2 dalam gas buang, kita juga dapat mengetahui
persentase udara lebih. Hubungan antara CO2 dan O2 dalam gas buang dinyatakan
dengan :
21 - % O2
% CO2 = 15,93 ( )
21
Adanya kesulitan dalam hal rehabilitas terhadap pengukuran CO2 dan O2 menyebabkan
ditetapkannya Instrumen pencatat Carbonmonoksida yang bisa berfungsi lebih reliabel
dengan sensitivitas yang tinggi. Munculnya Carbonmonoksida dalam gas buang
merupakan indikasi terjadinya pembakaran yang tidak sempurna. Ini dapat
diantisipasikan dengan menaikkan jumlah udara lebih atau memperbaiki efisiensi Mill.
TOTO/UNJ/ hr//06 19
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Atau jika kita memonitor CO2 dalam gas asap, udara lebih juga dapat kita ketahui
dengan rumus :
CO2 teoritis
% udara lebih = ( - 1) x 100
CO2 aktual
Secara umum, harga % CO2 teoritis untuk bahan bakar adalah sebagai berikut :
Pemantauan terus-menerus terhadap jumlah udara lebih yang disuplai ke ketel dapat
dilakukan dengan cara mengukur persentase Carbondioksida. Hal ini disebabkan
karena makin banyak udara lebih ditambahkan kedalam ketel, maka persentase
Carbondioksida dalam gas asap akan turun sebagai akibat dari bertambanya jumlah
total udara yang dipakai. Dengan kata lain, udara lebih akan menipiskan (dilute)
Carbondioksida.
O2 % x 100
Udara lebih =
21 - O2 %
TOTO/UNJ/ hr//06 20
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Dengan mensubtitusikan harga O2 kedalam rumus diatas, maka akan kita ketahui %
udara lebih seperti contoh berikut :
% O2 2 4 6 8 10 10,5
% Kelebihan Udara 11 24 40 62 91 100
Menentukan udara lebih dengan berdasarkan jumlah gas CO2 keluar cerobong.
Selain itu, udara lebih juga bisa ditentukan dari % CO2 bila CO2 maksimal teoritis untuk
bahan bakar yang digunakan diketahui. Seperti sudah diperlihatkan sebelumnya bahwa
presentase CO2 ini adalah sekitar 18,5 % untuk batubara Bituminous.
% CO2 teoritis
Udara lebih =
% CO2 yang aktual
Bila kita subtitusikan harga CO2 aktual kedalam rumus diatas, maka akan kita peroleh %
udara lebih seperti pada contoh dibawah.
Dengan cara yang sama akan kita peroleh % udara lebih sebagai berikut :
TOTO/UNJ/ hr//06 21
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Seperti telah diuraikan diatas bahwa tanpa udara lebih sulit memperoleh pembakaran
yang sempurna. Karena itu, dalam proses pembakaran selalu diperlukan udara lebih.
Besarnya udara lebih yang diperlukan untuk bahan bakar batubara tidak sama dengan
yang diperlukan oleh banah bakar minyak.
Besarnya udara lebih harus tepat karena sebenarnya udara lebih ini akan membawa
sejumlah panas keluar ke cerobong. Jadi sebenarnya udara lebih ini merupakan suatu
kerugian bila ditinjau dari segi efisiensi. Sekalipun demikian, tanpa udara lebih juga
merupakan kerugian bila ditinjau efisiensi. Karena itu jumlah udara lebih harus tepat dan
ini merupakan kompromi antara besarnya kerugian karena udara lebih dengan kerugian
karena pembakaran tak sempurna. Dengan kata lain, jumlah udara lebih harus dibuat
pada suatu harga tertentu dimana pada harga tersebut besarnya kerugian yang
diakibatkan berada pada tingkat minimum.
Dibawah ini dapat dilihat gambar ilustrasi proses pembakaran dengan variasi Excess
Air.
TOTO/UNJ/ hr//06 22
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Pada gambar 3.3a terlihat bahwa tanpa udara lebih, kerugian karena pembakaran tak
sempurna mencapai sekitar 25% yang terdiri dari 15% kerugian pada gas asap sedang
10% pada abu dan debu. Dengan 15% udara lebih seperti gambar 3.3b kerugian karena
pembakaran tak sempurna akan berkurang menjadi sekitar 3 % tetapi kerugian gas
asap bertambah besar.
Pada gambar 3.3c dengan 100% udara lebih, kerugian karena pembakaran tak
sempurna turun menjadi sekitar 0,5% tetapi kerugian gas asap menjadi besar. Jadi
dengan naikanya udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna turun tetapi
kerugian karena panas yang dibawa oleh gas keluar cerobong bertambah. Kurva
besarnya kedua kerugian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.3d, yaitu kurva
menunjukkan hubungan antara jumlah Excess Air yang dipakai dan Heat Loss
(kehilangan panas) pada ketel.
TOTO/UNJ/ hr//06 23
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Pada gambar 3.3d diatas terlihat bahwa kerugian minimum (heat loss terendah) terjadi
pada harga Excess Air sekitar 22%. Untuk pengoperasian yang efisien, maka ketel
harus dioperasikan dengan jumlah udara lebih dimana harga kerugian minimum. Karena
itu, memonitor udara lebih menjadi hal yang cukup penting. Pada Pembangkit PLTU
untuk memonitor banyaknya Excess Air dengan mengukur % gas CO2 atau % gas O2
pada gas buang.
TOTO/UNJ/ hr//06 24
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Proses Pembakaran suatu zat (bahan bakar) dapat terjadi, bilamana temperatur dari zat
tersebut berada pada suatu harga tertentu yang cukup untuk memulai terjadinya reaksi
pembakaran. Harga temperatur ini tergantung pada komposisi kimia dari masing-masing zat
dan temperatur ini disebut sebagai Temperatur Penyalaan.
Oleh karena itu temperatur ruang bakar harus cukup tinggi menjamin bahwa campuran
bahan bakar dan udara akan mencapai temperatur penyalaannya pada zona pembakaran.
Dibawah ini dilihat table temperatur penyalaan untuk berbagai unsur persenyawaan.
TOTO/UNJ/ hr//06 25
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Salah satu unsur yang terkandung dalam bahan bakar adalah Sulfur. Sulfur bila dibakar
akan menghasilkan panas. Dengan dmikian Sulfur juga memberikan kontribusi terhadap
nilai kalor bahan bakar. Meskipun demikian, adanya Sulfur didalam bahan bakar akan
meningkatkan potensi pembentukan Asam Sulfat yang sangat korosif terhadap logam.
Reaksi pembakaran belerang dan pembentukan Asam Sulfat adalah sebagai berikut :
S + O2 SO2
SO2 + ½ O2 SO3
SO3 + H2O H2SO4
Dalam pembakaran Belerang (S) akan bereaksi dengan Oksigen menjadi Belerang
dioksida (SO2). Selanjutnya dengan adanya Oksigen berlebih akan membentuk
Belerang trioksidda (SO3) dan yang terakhir ini akan bereaksi dengan air (H2O) akan
membentuk Asam Sulfat (H2SO4) yang korosif.
Bilamana temperatur gas buang pada cerobong lebih rendah dari titik embun gas Asam
Sulfat maka Asam Sulfat akan membentuk deposit dan akan menempel pada logam-
logam yang dilalui gas asap. Hal ini akan mengakibatkan berlangsungnya proses korosi
suhu rendah oleh Asam Sulfat terhadap logam-logam tersebut.
Komponen ketel yang paling sering terkena korosi Asam Sulfat adalah elemen sisi
dingin Pemanas Udara (Air Heater). Salah satu cara untuk mengurangi resiko terhadap
korosi Asam Sulfat adalah mencegah pengembunan Asam Sulfat. Hal ini dapat dicapai
dengan mengusahakan agar temperatur didaerah elemen sisi dengan Air Heater selalu
lebih tinggi dari titik embunnya. Titik embun ini tergantung pada kandungan Sulfur dalam
bahan bakar serta % udara lebih.
TOTO/UNJ/ hr//06 26
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Bahan bakar yangbanyak mengandung abu adalah betubara. Sedangkan bahan bakar
minyak sangat sedikit mengandung abu. Unsur-unsur dalam abu yang menimbulkan
masalah korosi dan penggerakan adalah Natrium, Vanadium. Pengaruh unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut :
• Memakan permukaan batu tahan api, menyebabkan korosi dan erosi sehingga bisa
bersih.
• Mengurangi availability karena pembentukan kerak boiler tubes, ekonomiser dan air
heater.
• Menyebabkan korosi pada pipa superheater karena pemebntukan kerak Natrium
Vanodat yang mempunyai titik leleh yang rendah (600 - 900 0C).
Kandungan abu yang tinggi dalam batubara akan mempengaruhi kapasitas peralatan untuk
fuel dan ash handling. Bila kandungan abu naik dari 5% menjadi 10%, maka batubara yang
dibutuhkan akan naik sebesar 5% dan abu yang ditangani akan menjadi dua kali lipat.
Kandungan abu yang tinggi juga akan menaikkan biaya pulverizer. Dengan demikian biaya
operasi akan dipengaruhi oleh kandungan abu. Yang lebih penting lagi adalah komosisi
abu, yaitu senyawa-senyawa yang terdapat dalam abu serta titik lelehnya. Semua itu
merupakan faktor penting bagi desain boiler.
Titik leleh akan menentukan furnance combustion rate dan pendinginan yang diperlukan
bagi gas buang sebelum masuk daerah konveksi. Senyawa-senyawa tersebut juga akan
memepengaruhi terjadinya slogging, fouling dan korosi dalam furnance dan peralatan akan
menentukan kebutuhan sootblower. Natrium adalah salah satu unsur yang menyebabkan
fouling didaerah konveksi. Senyawa dalam abu umumnya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu senyawa asam terdiri dari Oksida silika (SiO2), Alumina (Al2O3) dan Titanium (TiO2)
dan yang kedua adalah senyawa bata yang terdiri dari Oksida besi (Fe2O3), Kalsium (CaO),
Magnesium (MgO), Natrium (NaO) dan Kalium(K2O).
Senyawa itu akan menentukan titik leleh abu yang selanjutnya akan menentukan slagging
potensial dan fouling potensial. Slagging adalah penempelan abu pada daerah radiasi dab
fouling adalah penempelan abu pada daerah konveksi. Untuk mengendalikan slogging dan
fouling pada boiler, biasanya dibersihkan dengan menggunakan Sootblower yang
menggunakan udara atau uap sebagai medium. Slagging dan fouling adalah penting dalam
operasi karena hal ini akan menentukan availability. Bila slagging dan fouling terlalu berat
bukan tidak mungkin bahwa Unit Pembangkit harus dihentikan guna pembakaran.
Gambar 5.2 a memperlihatkan korelasi antara titik embun terhadap % udara lebih untuk
bahan bakar dengan kandungan sulfur 3 %.
TOTO/UNJ/ hr//06 27
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
TOTO/UNJ/ hr//06 28
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
7. Gas Buang.
7.1 Asap.
Gas bekas adalah merupakan material tak terlihat yang disebarkan melalui cerobong.
Secara umum, gas asap berwarna hitam yang keluar dari cerobong menunjukkan
bahwa proses pembakaran didalam ketel yang berlangsung secara kurang sempurna.
Penyebab terbentuknya asap yang berwarna hitam ada beberapa faktor seperti :
a. Terbawanya debu dengan jumlah yang cukup banyak dalam gas asap.
b. Terdapat Carbon yang tak terbakar pada gas asap dalam bentuk jelaga (soot).
c. Adanya gas-gas berwarna seperti SO2, Nox terutama pada saat pembakaran
minyak.
d. Adanya uap volatile matter.
Tetapi gas asap yang keluar dari cerobong juga dapat berwarna hitam meskipun hanya
mengandung sedikit Carbon yang takk terbakar yang bila ditinjau dari segi efisiensi, hal
ini sebenarnya dapat diabaikan. Sebaliknya, asap yang berwarna jernih secara umum
menyatakan bahwa proses pembakaran berlangsung secara sempurna. Terutama pada
proses pembakaran minyak. Asap yang jernih biasanya dapat diperoleh dengan cara
menurunkan % CO2 pada suatu harga tertentu dimana udara lebih berada sedikit diatas
harga optimum. Selain berkaitan dengan masalah efisiensi, kepekatan gas asap juga
berkaitan dengan masalah lingkungan.
Asap yang pekat akan mencemari lingkungan dengan kadar pencemaran yang lebih
besar. Oleh sebab itu, pengukuran kepekatan gas asap menjadi faktor yang perlu
diperhatikan oleh pengelola PLTU mengenai lingkungan hidup yang ketat. Pengukuran
kepekatan gas asap dapat dilakukan dengan menggunakan kartu “Ringelmann” atau
dengan menggunakan meter asap tipe photo cell.
TOTO/UNJ/ hr//06 29
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
Banyaknya persentase CO2 dan O2 dalam gas buang sangat mempengaruhi efisiensi
dari pembakaran. Dengan menggunakan segitiga Ostwald, kita dapat menganalisa
apakah pembakaran berlangsung secara sempurna atau tidak.
A
CO2
max
CO2
B
O O2 21
21% O2 (dalam udara)
CO2
n=
CO max
0,21
n =
0,21 - 0
O2 U’ - U’min
=
0,21 U’
TOTO/UNJ/ hr//06 30
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
• Gas CO2 dan O2 diukur dalam gas sisa pembakaran dalam prosen volume sisa
pembakaran.
• CO2 max adalah angka teoritis maksimum yang dapat dicapai oleh jeni bahan bakar
yang dipakai dan ditentukan oleh komposisi bahan bakar. Dari rumus didapat :
1,866 . C
CO max = x 100%
G’min
• Sombu horizontal menunjukkan bahwa dalam udara pembakaran terdapat 21%
volume gas Oksigen.
• Garis AB menunjukkan dimana terjadi pembakaran sempurna.
• Titik-titik dluar garis AB (disisi luar segitiga) adalah suatu hal yang tidak mungkin
didalam segitiga menunjukkan pembakaran tidak sempurna.
Pengendapan abu elektrostatik dianggap salah satu cara yang paling berhasil untuk
menurunkan kadar emisi abu terbang. Efisiensi pengumpulam abu tergantung dari daya
hantar listrik abu terbang, sedang daya hantar listrik abu erbang tergantung dari luas
permukaan penyerapan air, garam-garam dan kadar asam belerang (H2SO4).
TOTO/UNJ/ hr//06 31
PENGOPERASIAN UNIT PLTU
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP
SURALAYA
PEMBAKARAN
TOTO/UNJ/ hr//06 32