Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK TYROID

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Alice Rosy, M.Kep

DI SUSUN
SHELI HERMILA
P0319144720212

POLTEKKES KEMENKES RIAU


PRODI DIII KEPERAWATAN DILUAR KAMPUS UTAMA
TA. 2021/2022
A. Definisi Thyroid
Hipertiroid juga disebut tirotoksikosis, terjadi ketika kelenjar tiroid
memproduksi hormon tiroid melebihi kebutuhan tubuh. Penyebab
paling umum dari hipertiroid utama adalah penyakit grave, yaitu
penyakit autoimune yang mempengaruhi 0,4 % dari populasi Amerika
Serikat, dengan 5 : 1 rasio perempuan dan laki-laki . Obat anti disritmia
seperti amiodaron ( Cordarone ) diketahui menyebabkan disfungsi
tiroid pada 14% sampai 18% dari pasien. Kondisi hipertiroid juga
mungkin akibat dari konsumsi obat pengganti tiroid yang berlebihann
Krisis tiroid, juga disebut thyroid storm, merupakan tahap
kritis hipertiroidisme. Ini adalah kondisi yang langka dan mengancam
jiwa. Patofisiologi yang mendasari transisi dari krisis tiroid tidak
sepenuhnya dipahami. Aktivasi SNS dan peningkatan sensitivitas
terhadap efek hormon tiroid yang jelas. Stressor utama, seperti infeksi,
operasi, trauma, kehamilan, atau penyakit kritis, dapat memicu krisis
tiroid pada pasien hipertiroid.
Krisis tiroid (Thyroid storm) merupakan hasil kegagalan
akhir dari mekanisme kompensasi tubuh dari hipertidoidisme yang
parah. Secara klinis, krisis tiroid didefinisikan sebagai pengancam
kehidupan dari manifestasi hipertiroid (Bhasin, et.all).
Sekresi tiroid yang berlebihan (hipertiroid) menyebabkan
badan menjadi kurus, kegelisahan, takikardia, tremor, dan kelebihan
pembentukan panas. Hormon tiroid memiliki efek langsung terhadap
kardiostimulator dan menghasilkan takikardi dan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Selain itu meningkatkan hasil termoregulasi yang
merupakan bagian dari respon kompensasi dari meningkatnya suhu
tubuh. Apabila tubuh tidak dapat melakukan kompensasi dalam jangka
waktu yang lama, maka hipertiroid dapat menyababkan krisis tiroid.
Pada kasus kegawatan endokrin, krisis tiroid menempari urutan pertama
kejadian kesakitan kegawatan terbanyak. Kejadian tersebut meliputi
kurang dari 10% pasien yang dirawat dengan hipertiroid.
Kejadian krisis tiroid 9-10 kali lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Prevalensi penderita sekitar 80/100.000 per tahun
pada wanita dan 8/100.000 per tahun pada laki-laki. Angka kematian
pada penderita krisis tiroid sekitar 20-30%. Krisis tiroid dapat
ditemukan pada semua umur namun biasanya baru diketahui pada umur
30an (Paul, 2013).
Selanjutnya, perawatan pada pasien dengan krisis tiroid
dilakukan di ruang Intensive Care Unit (ICU) untuk pemberian terapi
yang berfungsi menghentikan sintesis , pelepasan , dan efek perifer
hormone tiroid dan memonitor keadaan fisik.
a. Etiologi
Sebelum penggunaan preoperatif iodida dan obat anti-tiroid
propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI; Tapazole), krisis tiroid
yang paling sering terlihat selama dan setelah tiroidektomi subtotal.
Karena agen ini digunakan untuk mengembalikan euthyroidism
sebelum operas, krisis tiroid jarang terlihat dalam konteks ini.
Krisis tiroid terjadi paling sering pada pasien dengan tirotoksikosis
yang berat, sering tidak terdiagnosis, atau karena alasan lain, seperti
infeksi, trauma, ketoasidosis diabetikum, atau gangguan paru dan
kardiovaskuler. Krisis tiroid juga telah dilaporkan terjadi setelah
konsumsi obat simpatomimetik (seperti pseudoephedrine) pada pasien
thyrotoxic
b. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah
yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya,
kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu
triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk
yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang
terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang
bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya
beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar
tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor
TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari
subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan
hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang
uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat
yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling
berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh
hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan
hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat
tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic
adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa.
Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami,
teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan
krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi
daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar
hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi
kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid.
Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon
dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid
setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung
teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar
plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak
menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon
tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai
akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein
pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan
peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan,
kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi
selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya
folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang
pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap
hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan
tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebagai
akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Urden dan Stacy (2010), adalah:
a. Sistem Kardiovaskular
Takikardi, sistolik murmur, peningkatan stroke volume,
peningkatan cardiac output, peningkatan tekanan sistolik,
penurunan tekanan diastolik, adanya gambaran ekstrasistol,
paroxysmal atrial takikardi, dada berdebar-debar, nyeri dada,
peningkatan kontraktilitas jantung, CHF, edema pulmo dan syok
kardiogenik.
b. Sistem Syaraf Pusat
Hiperkinesis, kelemahan otot, konfusi, kunfulsi, tremor,
emosional yang labil, apatis, stupor, diaphoresis.
c. Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah, diare, pembesaran hati, nyeri perut,
kehilangan berat badan, penurunan nafsu makan.
d. Sistem integumen
Pruritus, hiperpigmentasi pada kulit, kebotakan.
e. Sistem Termoregulator
Hipertermia, penguapan tubuh, diaforesis.
f. Sistem Perkemihan dan serum
Hiperkalsemia, hiperglikemia, hipoalbumin
d. Tes Diagnostik
Scoring system: A score of 45 or greater is highly suggestive of thyroid
storm; a score of 25-44 is suggestive of impending storm, and a score below
25 is unlikely to represent thyroid storm.

Sumber: F, Fun-Sun. 2012. Yao & Artusio’s anesthesiology: Problem-


Oriented Patient Management. Philadelphia: Wolters & Kluwer Health.

Pada kasus yang hipertiroidisme yang biasa, tes diagnostik yang paling tepat
menurut Guyton (2012) adalah pengukuran langsung konsentrasi tiroksin “bebas”
di dalam plasma, menggunakan tindakan analisis radioimun yang sesuai.Tes lain
yang sering digunakan adalah:
 Biasanya kecepatan metabolisme basal meningkat sampai +30 atau +60 pada
hipertiroidisme berat.
 Kecepatan ambilan yodium radio aktif dalam dosis suntikan standar oleh
kelenjar tiroid yang normal, bila diukur dengan detektor radio aktif yang telah
di kalibrasi, yang ditempatkan di atas leher, adalah sekitar 4%/jam. Pada
pasien hipertiroid, ini dapat meningkat sampai setinggi 20 – 25 %/jam.
 Yodium yang diikat ke protein plasma biasanya, tetapi tak selalu, berbanding
langsung dengan jumlah tiroksin yang bersirkulasi. Sehingga, sering
peningkatannya juga bermakna dalam diagnosis hipertiroidisme.
 Kadar kortisol yang normal dapat memberikan interpretasi sebagai indikasi
adanya insufisiensi adrenal
 Radiografi dada dapat menunjukkan peningkatan uptake dari radioiodine
yang besar
 Sonogram tiroid dengan doppler dapat menilai ukuran kelenjar tiroid,
vaskularitas, dan nodul yang mungkin membutuhkan perhatian. Khasnya,
kelenjar tiroid mensekresikan hormon yang berlebihan akan membesar dan
aliran doppler (doppler flow) meningkat
 Gambaran EKG paling banyak dijumpai sinus takikardia dan atrial fibrilasi.
Sinus takikardi muncul pada 40% kasus dan atrial fibrial muncul pada 10-
20% kasus.

e. Penatalaksanaan
Menurut Urden dan Stacy (2010) tujuan manajemen medis krisis tiroid adalah
untuk mengurangi efek klinis hormon tiroid secepat mungkin, termasuk mencegah
dekompensasi jantung, mengurangi hypertermia, dan mengembalikan dehidrasi
yang disebabkan oleh demam atau kerugian gastrointestinal.

 Mencegah kolaps jantung


Meningkatnya sensitivitas tubuh terhadap peningkatan adrenergik dan reseptor
katekolamin harus ditekan. Penyimpangan jantung harus dikontrol dan
perkembangan gagal jantung dihentikan . Pemberian beta – blocker adalah terapi
utama untuk perlindungan jantung
 Mengurangi hipertermi
Penurunan suhu tubuh dicapai (36,5C- 37,5C) dengan menggunakan selimut dan
obat antipiretik. Salisilat (aspirin) merupakan kontraindikasi karena salisilat
mencegah protein yang mengikat dari T4 ke T3 dan meningkatkan hormon tiroid.
 Mengembalikan hidrasi
Penggantian dengan cairan vigrous harus sesuai dengan institusi untuk mengobati
atau mencegah dehidrasi. terapi antibiotik bisa digunakan di pada infeksi sistemik.
Kondisi patologis lainnya yang ada diperlakukan dengan tepat. Jika dehidrasi dan
asidosis metabolik yang datang, mereka dipergunakan dengan volume besar untuk
solusi glukosa dan natrium untuk mengganti kehilangan cairan beredar dan
natrium akibat hipermetabolisme

Penatalaksanaan menurut Bongard (2008), adalah:


Mechanism Of Action Treatment
Mengurangi sintesis - Propylthiouracil, 200-300 mg oral / melalui NGT
hormon tiroid setiap 6 jam
atau
- Propylthiouracil, dosis awal 600 mg per oral,
kemudian dilanjutkan 200-300 mg / 8 jam
atau
- Methimazole, 20-30 mg per oral / melalui NGT
setiap 6 jam
plus
- Ipodate, 1-1,5 gr/d untuk 24 jam pertama,
kemudian dilanjutkan 500 mg dua kali per hari

Mengurangi pelepasan - Lugol’s solution, 5-10 tetes 3x1 atau sodium


hormon tiroid iodide’s solution 3 tetes 3x1 setelah terapi
antitiroid
- Lithium carbonate, 300 mg setiap 8 jam, mungkin
digunakan pada pasien dengan alergi iodine
Sympathetic blockade - Propanolol, 0,5-1 mg IV selama 5-10 menit.
Diulangi setiap 3-4 jam sesuai indikasi
- Kontraindikasi pada pasien dengan COPD dan
asma; hati-hati pada pasien dengan gagal jantung
kongenstive
Glucocorticoids - Dexamethasone, 2-4 mg IV setiap 6-8 jam
Terapi Suportif - Mengidentifikasi ancaman faktor pencetus
- Memberikan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan
- Hiperpireksia: Selimut dingin

f. Asuhan Keperawatan pada pasien tyroid storm


A. Pengkajian
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda
klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam,
takikardi, tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia. Pengkajian
system:
1. B1 (Breathing)
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea
2. B2 (Blood)
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi
dan cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen
dan nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan
atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
3. B3 (Brain)
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami
delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4. B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
5. B5 (Bowel)
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan
motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual,
dan muntah.
6. B6 (Bone)
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan
melalui rute normal
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke otak
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid  tidak terkontrol,
keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung

C. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh normal
dengan kriteria hasil suhu dalam batas normal 36,5°C-37,5°C
Intervensi :
a) Pantau tanda vital (suhu) tiap 15 menit
R: Menilai peningkatan dan penurunan suhu tubuh
b) Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut
R: Meminimalkan kehilangan panas
c) Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar
R: Mengurangi vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler
d) Lindungi terhadap pajanan hawa dingin dan hembusan angin
R: Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut
kehilangan panas
e) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
R: Obat antipiretik dapat mempercepat turunnya suhu tubuh
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan
melalui rute normal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cairan tubuh
seimbang dengan kriteria hasil: volume cairan tetap adekuat, pasien
memproduksi volume urine yang adekuat, pasien mempunyai turgor kulit
normal dan membrane mukosa lembab, volume cairan kembali normal
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital setiap 15 menit atau sesering mungkin sesuai
keperluan sampai stabil
R: Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan
volume cairan dan ketidakseimbangan elektrolit
b) Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut
R: Untuk memeriksa dehidrasi dan menghindari dehidrasi membrane
mukosa
c) Ukur asupan dan haluaran cairan. Catat dan laporkan perubahan yang
signifikan termasuk urine.
R: Haluaran urin yang rendah mengindikasikan hipovolemi
d) Berikan cairan IV sesuai instruksi.
R: Untuk mengganti cairan yang hilang
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke otak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan
cerebral efektif dengan kriteria hasil: kesadaran compos mentis, tekanan
darah sistolik dan diastolik satabil, terbebas dari PTIK
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian neurologis setiap 1 sampai 2 jam pada awalnya
selanjutnya setiap 4 jam bila pasien sudah stabil.
R: Untuk menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status   neurologis
b) Ukur tanda-tanda vital setiap 15 menit kemudian setiap 4 jam jika pasien
sudah stabil
R: Untuk mendeteksi secara dini tanda-tanda penurunan perfusi jaringan
serebral atau peningkatan TIK
c) Tinggikan kepela tempat tidur pasien 30 derajat
R: Untuk mencegah peningkatan tekanan intraserebral dan untuk
memfsilitasi drainase vena sehingga menurunkan edema serebral
d) Pertahankan kepala pasien dalam posisi netral
R: Untuk mempertahankan arteri karotis tanpa halangan sehingga dapat
memfasilitasi perfusi
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid  tidak terkontrol,
keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, curah jantung yang
adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan kriteria hasil efektifitas
status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung, serebela, perifer
dan pulmonal) dan perfusi jaringan perifer, tidak terjadi kejang dan CVP
normal
Intervensi :
a) Pantau tekanan darah
R: Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi
b) Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan
pasien.
R: Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot
jantung atau iskemia
c) Auskultasi suara jantung. Perhatikan adanya suara yang tidak normal
(seperti murmur).
R: Murmur dan S1 yang menonjol berhubungan dengan curah jantung
meningkat pada keadaan hipermetabolik (meingkatnya kalsitonin)
d) Pantau tanda-tanda kejang
R: Kejang terjadi karena peningkatan kalsium dalam darah, evaporasi
tinggi, kekurangan cairan)
e) Kolaborasi untuk memberikan obat sesuai dengan indikasi : Beta blocker
seperti: propranolol, atenolol, nadolol (R: diberikan untuk mengendalikan
pengaruh tirotoksikosis terhadap takikardi, tremor dan gugup serta obat
pilihan pertama pada krisis tiroid akut.
f) Kolaborasi untuk memantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi: Kalium serum (R: berikan pengganti sesuai indikasi) (hipokalemi
sebagai akibat dari kehilangan melalui evaporasi); Kalsium serum (R:
terjadi peningkatan dapat mengubah kontraksi jantung).
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F. 2012. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis. Jakarta: EGC.

Guyton. 2012. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

L, TAO, dkk. 2013. Synopsis organ system endrokinologi: pendekatan dengan


system terpadu dan disertai kumpulan kasus klinik. Pamulang : Karisma

Lanken, Paul., et.all. 2013. The Intensive Care Unit Manual Second Edition.
Philadelphia: Elsevier Sounders

Nanda, NIC NOC, Judith Wilkinson. 2013. Diagnosa Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Nayak, Bindu., Burman, Kenneth. 2006. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm.


Endocrinol Metab Clin N Am Journal. (online), volume 35, halaman 663-
686, (http://www.med.illinois.edu/…/…/Endocrine/Thyrotoxicosis.pdf).
Diakses tanggal 21 November 2014

Urden, Linda D. et al. 2010. Critical Care Nursing: Diagnosis anf Management.
Missouri: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai