Anda di halaman 1dari 131

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

1945) mengatur dan melindungi kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM).

Amanat ini tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) yang memuat, “setiap orang berhak

1
2

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. 1

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Segenap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan

berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka

pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan

daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Pembangunan nasional harus

dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus

memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua

pihak. Pembanguanan kesehatan dalam upaya untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan

berdasarkan prinsip perikemanusaiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,

penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan gender, non diskriminatif,

partisipatif, norma-norma agama dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan

sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan saya saing

bangsa.2

Upaya pembangunan kesehatan diperlukan kontribusi oleh tenaga

kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat mampu untuk

1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1)
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ,Pasal 1
3

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat, sehingga akan

terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi

serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum.

Sesuai hak atas kesehatan tersebut diatur lebih lanjut dengan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang selanjutnya dalam tulisan

ini disebut Undang-Undang Kesehatan mengatur bahwa “Untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya

kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan

perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat”3 Hal ini kemudian menjadikan

seseorang tidak sederajat secara kondisional dan tidak akan mampu memperoleh

hak haknya yang lain.

Sebagaimana ketentuan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan mengatur bahwa: Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.

Setiap orang yang memiliki profesi berkewajiban mematuhi kode etik

profesi dan perundang-undangan sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang

No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu :

“Tenaga kesehatan harus mematuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional”4
3
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 46
4
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan , Pasal 29 ayat (1)
4

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan


5
kesehatan yang aman , bermutu dan terjangkau. Lebih lanjut dalam Pasal 58

Undang- Undang Kesehatan dijelaskan bahwa:

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”9

Hal inilah yang dapat dijadikan dasar pasien atau keluarga untuk menuntut

bidan yang menimbulkan kerugian.

Berdasarkan pasal 5 dan pasal 58 dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun

2009 tentang Kesehatan tersebut setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman dan dapat menuntut ganti rugi terhadap seseorang

yang telah melakukan kesalahan atau kelalaian dalam memberikan pelayanan

kesehatan.

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, bukan merupakan

negara kekuasaan Indonesia menganut hukum positif, hukum memiliki tujuan

menurut teori etis ini adalah semata-mata untuk mencapai keadilan dan

memberikan haknya setiap orang, sedangkan tujuan hukum menurut teori utilities

adalah untuk memberikan manfaat atau faedah bagi setiap orang dalam

masyarakat.6 Oleh karena itu, pentingnya hukum berlaku di dalam kehidupan

masyarakat agar terciptanya keselarasan.

5
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien , Jakarta, Prestasi
Pustaka Publiser, 2010, hlm. 63
6
Yunasril Ali, Dasar-Dasar Ilmu Hukum , Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2009
5

Untuk menilai tingkat pelayanan kesehatan maka dari itu harus

memperhatikan dan meningkatkan dua aspek yaitu promotif dan preventif.

Pelayanan kesehatan secara promotif adalah pelayanan yang dilakukan

dengan cara meningkatkan, menaikan derajat kesehatan sedangkan pelayanan

kesehatan secara preventif adalah pelayanan yang silakukan dengan cara

mencegah atau menghindari penyebab terjadi suatu penyakit. Sehingga bentuk

pelayanan kesehatan bukan hanya ada pada fasilitas pelayanan kesehatan

lembaga-lembaga kesehatan saja melainkan juga dalam bentuk-bentuk kegiatan

lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit,

maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan,

keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan, terhadap hak dan

kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia produktif secara sosial dan ekonomis7.

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa :

“ Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan /atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan”8

7
Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB II Asas dan Tujuan
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 1
6

Tenaga kesehatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

menjelaskan bahwa :

“ Tenaga kesehatan terdiri dari , tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga
keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,
tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional
dan tenaga kesehatan lainnya”9

Menurut International Conferention Of Midwives (ICM), Pada tanggal 7-

9 Oktober 2015 bertempat di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta ; Bidan sebagai

salah satu tenaga kesehatan strategis yang memiliki tugas dan fungsi memberikan

pelayanan kebidanan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak,

khususnya kesehatan reproduksi perempuan dan tumbuh kembang bayi dan balita.

Perkembangan iptek dan pelayanan kebidanan (midwifery) terjadi sangat cepat

dan dinamis.10

Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) , bidan adalah seorang perempuan

yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di

wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi

untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah mendapatkan lisensi untuk

menjalankan praktik kebidanan. Bidan sebagai tenaga professional yang

bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk

memberikan dukungan, asuhan dan nasihat selama masa hamil, masa persalinan

dan masa nifas, memimpi persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan

asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan,
9
Ibid, Pasal 11
10
https://www.ibi.or.id/en/article_view/A20151016001/the-midwifery-international-scientific-
conference-2015.html, diakses pada tanggal 15 Februari 2020 pukul 16.00 WIB
7

promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses

bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan

kegawat-daruratan. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di

rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.11

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menjelaskan bahwa pemerintah

daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk

melaksanakan program pemerintah, bidan praktik mandiri yang ditugaskan

sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari

pemerintah. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki

bidan di tetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, dapat melakukan

pelayanan kesehatan diluar kewenangan.12

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2017 tentang Izin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Pasal 8 : Dalam penyelenggaraan Praktik

Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan:

a. pelayanan kesehatan ibu;

b. pelayanan kesehatan anak; dan

c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.13

Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan bidan harus melaksanaan

tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi, memiliki kerampilan dan

kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya, mematuhi dan melaksanakan

protap yang berlaku di wilayahnya, bertanggung jawab atas pelayanan yang

11
Keputusan Menteri Kesehatan No. 369/MENKES/SKIII/2007 tentang Standar Profesi Bidan
12
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
13
Keputusan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan. Pasal 8
8

diberikan dan berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu

dan bayi atau janin.

Prinsip tentang tanggung jawab berhubungan dengan pelanggaran hak

orang lain sebagai individu . Dalam pelayanan kebidanan sebagai subyek hukum

adalah bidan, memberikan pelayanan dan tanggung jawab terhadap segala sesuatu

yang berhubungan dengan hak asasi pasien sebagai manusia.

Tanggung jawab bidan berdasarkan peraturan perundang-undangan

sebagai tanggung jawab hukum dapat dilihat dari aspek hukum perdata, hukum

pidana, hukum administrasi dan aspek etika profesi. 14

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang

Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, tenaga kebidanan dalam menjalankan

tugasnya, harus memiliki Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB) dan Surat Izin

Praktik Bidan (SIPB). Surat Tanda Registrasi Bidan adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh Pemerintah kepada bidan yang telah memiliki sertifikat kompetensi

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, sementara Surat Izin

Praktik Bidan adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota kepada bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan

praktik kebidanan. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang

dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.

Praktik Mandiri Bidan adalah tempat pelaksanaan rangkaian kegiatan

pelayanan kebidanan yang dilakukan oleh Bidan secara perorangan.15

14
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 58
15
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, Pasal 1
9

Praktik Bidan dapat meliputi : konseling pada masa sebelum hamil,

antenatal pada kehamilan normal, persalinan normal, ibu nifas normal, ibu

menyusui dan konseling pada masa antara dua kehamilan.16

Bidan berwenang melakukan: episiotomi, pertolongan persalinan normal,

penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawat-daruratan

dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil,

pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, fasilitasi/bimbingan inisiasi

menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif,pemberian uterotonika pada

manajemen aktif kala tiga dan postpartum,penyuluhan dan konseling,bimbingan

pada kelompok ibu hamil dan pemberian surat keterangan kehamilan dan

kelahiran.17

Peran serta pelayanan Bidan, dapat berkontribusi terhadap peningkatan

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), jika tidak

dilakukan pelayanan sesuai ketentuan. Pekerjaan bidan adalah suatu profesi,

sehingga dalam pelaksanaannya di samping mendasarkan pada standar pelayanan

yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, juga harus tunduk pada kode

etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi (Pasal 24 ayat (1) dan (2) UU

Kesehatan). Sehingga seorang bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan tidak saja

harus bertanggung jawab kepada masyarakat berdasarkan peraturan perundang-

undangan, tetapi juga harus bertanggung jawab kepada organisasi profesi

(kebidanan) atas dasar kode etik bidan.

16
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, Pasal 19 ayat 2
17
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, Pasal 19 ayat 3
10

Pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan, diperkarakan).18 Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab

adalah beban yang dipikul seseorang atas perbuatannya. Tanggung jawab

berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai tanggung jawab hukum.

Tanggung jawab perdata disebut sebagai tanggung gugat. Tanggung gugat yaitu

mempertanggungjawabkan segala perbuatan terhadap keberatan orang lain atas

perbuatannya tersebut. Di dalam pelayanan kesehatan, di samping diperlukan

tenaga kesehatan juga diperlukan bantuan dari pihak lain, agar pelayanan

kesehatan tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan. Pihak lain ini adalah

pihak yang menyediakan sarana kesehatan seperti rumah sakit, medical center,

Puskesmas, balai pengobatan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta

melalui lembaga yayasan. Di dalam rumah sakit, medical center, Puskesmas dan

balai pengobatan inilah tenaga-tenaga kesehatan bekerja untuk memberikan

pelayanan kesehatan bagi pihak yang memerlukan. Disinilah terjadi suatu

hubungan hukum berupa transaksi terapeutik atau perjanjian penyembuhan antara

pihak yang memberikan pelayanan kesehatan dengan pihak yang menerima

pelayanan kesehatan. Hubungan hukum yang timbul dalam transaksi terapeutik

antara bidan dengan pasien dapat dikategorikan ke dalam hubungan kontraktual.

Hubungan kontraktual timbul karena ada pertemuan kehendak antarakeduanya.

Kehendak diantara keduanya tidak sama tetapi saling berhubungan. Artinya

seorang pasien datang ke tempat praktik bidan untuk minta pelayanan pengobatan

18
Departemen Pendidikan, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 4, Pusat Bahasa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
11

kepada bidan, sedangkan bidan berkehendak memberikan pelayanan pengobatan

kepada pasien. Menurut J. Guwandi dalam hubungan antara tenaga kesehatan

dengan penerima jasa kesehatan didasarkan pada dua ciri, yaitu adanya

persetujuan tentang pemberian pelayanan (konsensual) dan adanya kepercayaan

(fiduciary) antara pemberi pelayanan dan penerima pelayanan kesehatan.19

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa: “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Berdasarkan ketentuan ini maka para pihak harus mentaati

perjanjian sebagaimana layaknya mentaati undang-undang. Ini berarti bahwa hak

dan kewajiban yang lahir dari perjanjian penyembuhan tersebut harus dapat

dipertahankan dan dilaksanakan oleh para pihak. Apabila salah satu pihak tidak

melaksanakan kewajiban karena adanya unsur kesalahan, yang dalam hukum

perikatan disebut dengan istilah wanprestasi, maka ia dapat

dipertanggungjawabkan atas kesalahannya tersebut. Hukum perikatan di samping

melindungi seseorang secara kontraktual melalui lembaga wanprestasi, juga

memberikan perlindungan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan

hal-hal tersebut di atas, selanjutnya dalam tulisan singkat ini akan dicoba untuk

dikaji hal-hal yang berkaitan dengan profesi, malpraktik, dan pertanggungjawaban

dalam upaya penyembuhan.

Indikator status derajat kesehatan masyarakat suatu negara adalah Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Apabila suatu negara

masih tinggi Angka kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, maka semakin

rendah derajat kesehatan suatu negara.


19
J. Guwandi, 2007, Dokter, Pasien, dan Hukum, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Hlm. 19
12

Menurut hasil Survey Demografi kesehatan Indonesia Angka kematian

Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2012

masih tinggi yaitu AKI 359/100.000 kelahiran Hidup 20 dan AKB 32/1000

Kelahiran Hidup21.

Dari data di Provinsi Banten dalam kurun waktu dua tahun terakhir yaitu

tahun 2017-2018 kasus kematian ibu cenderung meningkat dari 227 kasus

menjadi 247 kasus atau meningkat 8,8% dari tahun sebelumnya, namun

berbanding terbalik dengan data kematian bayi dalam periode tersebut cenderung

menurun yaitu 1246 di tahun 2017 dan 1156 di tahun 2018 atau menurun 7,2%

dari tahun sebelumnya. Dan dari 8 kabupaten/kota di provinsi Banten, Kabupaten

Lebak yang angka kematian ibu dan bayi yang cenderung meningkat yaitu angka

kematian ibu meningkat 15% dan kematian bayi meningkat 12,2%.22

Dan pada periode Januari sampai dengan Juli tahun 2020, kematian Ibu di

Provinsi Banten mancapai 141 kasus. Pada tahun 2018 jumlah bidan di Kabupaten

Lebak sebanyak 932 orang, tahun 2019 jumlah bidan meningkat menjadi 1138,

tahun 2020 sebanyak 1377 bidan dan yang praktik Mandiri tahun 2018 sebanyak

99 orang dan tahun 2019-2020 sebanyak 164, perlu dilihat legalitas terutama
11
Bidan Praktik Mandiri.

Berdasarkan pengalaman penulis sebagai Pengurus IBI Banten, beberapa

oknum Bidan yang melaksanakan praktik kebidanan tidak sesuai dengan

20
Mathernal and Child Health Integrated Program ( MCHIP), Buku panduan pembelajaran
KIBBLA Terpadu, bagian Tantangan Puskesmas Mampu Poned 24 Jam. MCHIP USAID.
Jakarta, 2012, Hal. 1
21
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Buku Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), Kementrian Kesehatan.
Jakarta, 2010, Hal.1
22
Data Kematian Ibu Dan Kematian Bayi, Dinas Kesehatan Provinsi Banten, tahun 2017-2018
13

kewenanganya. Penulis menerima laporan laporan bahwa ada salah satu bidan

yang praktik swasta di Kabupaten Lebak. Kami dari IBI Kab. Lebak melakukan

kunjungan ke bidan praktik swasta tersebut, berdasarkan penuturan Bd ”E” bahwa

pasien yang di tolongnya ,ibunya sudah pernah datang ke bidan spesialis

kandungan dan dilakukan USG dengan hasil bayi yang dikandungnya tersebut

mengalami kelainan bawaan, yaitu perutnya besar (Ascites) dan saat mau bersalin

nanti , ibu tersebut ingin bersalin di tempat bidan “E”. Ketika itu pembukaan

sudah lengkap tetapi bayi susah keluar dan bidan “E” meminta pertolongan ke

bidan yang lebih senior yaitu bidan “S” yang bertugas di Rumah Sakit. Akhirnya

pasien tersebut di ambil alih oleh bidan “S” yang dipanggil ketempat praktik

bidan “E”. Sedangkan di depan bidan prakek swasta tersebut itu terdapat Rumah

Sakit Provinsi, tetapi bidan ‘E” lebih memilih memanggil bidan “S”.

Pada akhirnya pasien di tolong oleh bidan “S” dengan hasil kepala putus dan

badan bayi tersebut masih tertinggal di dalam rahim ibunya. dan pasien tersebut di

rujuk ke Rumah Sakit “P” dan dilakukan tindakan operasi SC.

Kenyataan dilapangan terdapat beberapa bidan yang melaksanakan

praktiknya tidak sesuai dengan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian

bahkan kematian kepada pasien . bidan praktik mandiri mempunyai tanggung

jawab besar karena harus mempertanggungjawabkan sendiri apa yang dilakukan.

Dalam hal ini Bidan Praktik Mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol

dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan

terjadinya penyimpangan etik.23 Setiap hal yang menyebabkan terjadinya

ganggungan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian


23
Sofyan dkk, Bidan Menyongsong Masa Depan, PP-IBI, Jakarta, 2006
14

ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik mengangkat tesis mengenai:

“Tanggung Jawab Hukum Bidan Praktik Mandiri Dalam Melakukan Pelayanan

Kesehatan Diluar Kewenangan Menurut UU 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga

Kesehatan (Studi Kasus Bidan Praktik Mandiri di Kabupaten Lebak)”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana fungsi dan peran bidan praktik mandiri dalam melakukan

pelayanan kesehatan menurut UU 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan?

2. Bagaimana tanggung jawab dalam melakukan pelayanan kesehatan

diluar kewenangan menurut UU 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui fungsi dan peran bidan praktik mandiri dalam

melakukan pelayanan kesehatan menurut UU 36 Tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan.
15

2. Untuk mengetahui tanggung jawab dalam melakukan pelayanan

kesehatan diluar kewenangan menurut UU 36 Tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk pengembangan ilmu hukum pidana terhadap tanggung

jawab tenaga kesehatan khususnya bidan yang melaksanakan

praktik pelayanan kesehatan.

b. Untuk pengembangan ilmu pendidikan atau akademik diperguruan

tinggi dan menjadi acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis

untuk tahap berikutnya

2. Manfaat terhadap institusi

Sebagai sumbangan pemikiran dalam membuat kebjiakan kesehatan

dan meningkatkan pengawasan di lapangan.

3. Manfaat untuk Praktis

Memberikan informasi bagi praktisi bidan praktik mandiri untuk

memberikan gambaran, serta pengetahuan mengenai peraturan

perundang-undangan tenaga kesehatan.

4. Manfaat bagi Masyarakat

Memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam meningkatkan

wawasan untuk mengetahui proses penyelesaian hukum dalam

pelayanan kesehatan bidan praktik mandiri.


16

E. Kerangka Pikir

Dalam rangka pembangunan nasional, upaya pembangunan harus dilandasi

wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan

kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak setiap

kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan perikemanusiaan,

keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan hak dan kewajiban,

keadilan, nondisriminatif, partisipatif dan berkelajutan dalam rangka

pembentukan sumber daya Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya

saing bangsa.24

Upaya kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kewenangan sesuai dengan keahliannya seperti yang dijelaskan dalam Undang-

undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Bidan merupakan salah satu

tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam

penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi

(AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan berkesinambungan dan

paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dan berlandaskan

kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama tenaga kesehatan


25
lainnya. Pasal 14 ayat (1), yaitu bagi bidan yang menjalankan praktik di

daerah yang tidak memiliki bidan, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar

24
Tim peneribit, Kitab Undang-Undang Tentang Kesehatan dan Kedokteran, Buku Biru,
Jogjakarta, 2012, hlm 10
25
Keputusan Menteri Kesehatan No. 369 tentang Standar Profesi Bidan
17

26
kewenangan. Dan apabila di daerah terpencil yang tersebut telah ada bidan,

bidan bisa berkolaborasi dengan bidan dalam melakukan tindakan kesehatan,

misal pengobatan umum.

Kewenangan yang diatur oleh perundang-undangan supaya terjadi

keharmonisan dalam melaksanakan hubungan antara bidan dan pasien,

kewenangan ini ditujukana agar bidan mengetahui dengan jelas batas-batas tugas

yang menjadi kompetensinya dan pasien mengetahui adanya perlindungan

hukum bagi dirinya yang merupakan haknya.27

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan

Bidan yang diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin

untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu

memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada

wanita selama mada hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum

periode), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan

pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif,

pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan

medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak

hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi

dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga

termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan ini termasuk pendidikan

antenatal, persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari

ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di rumah
26
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Buku Saku Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Barat,
FKPP, Bandung, 2003, Hlm 31
27
Reddy Tengker, S.H, Hak Pasien, C.V Mandar Maju, Bandung, 2007, Hlm 3
18

sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan

lainnya.28

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007

tentang Standar Profesi Bidan. Standar Kompetensi terdiri dari Standar

Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan

Kebidanan, dan Kode Etik Profesi. Standar Profesi ini, wajib dipatuhi dan

dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mangamalkan amanat profesi kebidanan.29

Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan

untuk memberikan:

a. pelayanan kesehatan ibu;

b. pelayanan kesehatan anak; dan

c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. 30

Hubungan yang dibentuk umumnya merupakan objek pemeliharaan

kesehatan dan pelayanan kesehatan kususnya Hubungan hukum ditimbulkan dari

peristiwa hukum yang berintukan hubungan antar subjek hukum yang wujudnya

dalam bentuk hak dan kewajiban antar subjek hukum yang satu terhadap yang

lannya. Pengertian hak dan kewajiban adalah pengertian korelatif, artinya dalam

sebuah hubungan hukum maka hak dari salah satu pihak adalah kewajiban dari

pihak lainnya dan sebaliknya.31

28
Sujianti dan susanti, Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi, Nuha Medika, 2009,
Hal.2
29
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
30
Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2017 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, pasal 18
31
Mochtar K & Arief S, Pengantar Ilmu Hukum. Alumni, Bandung, 2000, hlm 89-90
19

Profesi kebidanan dan tenaga medis lainnya merupakan suatu profesi yang

sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Bidan dalam

menjalankan tugasnya mediknya harus disesuaikan dengan batas-batas yang

telah ditentukan pula agar bidan tidak dituntut atau digugat telah bertindak yang

dinilai telah merugikan masyarakat atau digugat/dituntut ke muka pengadilan.32

Bidan praktik mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan

dibidang kesehatan dasar. Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan

masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

Malpraktik adalah kegagalan seorang professional untuk melakukan

praktik sesuai standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki

ketrampilan dan pendidikan.

Suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai malpraktik jika memenuhi

kriteria :

– apakah perawatan atau tindakan yang diberikan oleh bidan cukup

layak dan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.

– apakah terdapat pelanggaran kewajiban

– apakah kelalaian itu benar - benar merupakan penyebab cidera dan

kerugian.

Hak dan Kewajiban bidan, bidan mempunyai hak dan kewajiban yaitu:33

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi,


32
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga
Melakukan Medika Malpraktik, Karya Putra Darwanti, Bandung, 2012 hlm 1
33
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Bidan, Pasal 60-61
20

standar pelayanan profesi, dan standar prosedur oprasional;

2. Memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari pasien

dan/atau keluarganyan;

3. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan kode etik, standar

profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

4. Menerima imbalan jasa atas pelayanan kebidanan yang telah diberikan;

5. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar; dan

6. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.

Bidan dalam menjalankan praktiknya berkewajiban yaitu:

1. Memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan stadar profesi,

kewenangan, dan mematuhi kode etik;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai

tindakan kebidanan kepada pasien dan keluarganya;

3. Memperoleh persetujuan dari pasien dan keluarganya atas tindakan yang

diberikan.

Pertanggungjawaban langsung berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata “Tiap

perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

mengganti kerugian tersebut”34 Suatu perjanjian yang sudah saling disepakati

sudah selayaknya untuk dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak. Prinsip

melaksanakan perjanjian adalah mewujudkan atau melaksanakan apa yang

menjadi isi dalam perjanjian, atau mewujudkan prestasi dalam perjanjian.


34
Pasal 1365 KUHPerdata, tentang Tanggung Jawab Hukum
21

Adapun bentuk-bentuk prestasi dalam perjanjian menurut ketentuan pasal 1234

KUHPerdata adalah : memberi sesuatu, berbuat/melakukan sesuatu dan tidak

berbuat sesuatu, dengan syarat prestasi tersebut harus diperkenankan, harus

tertentu atau dapat ditentukan dan harus mungkin dilaksanakan.35

Hukum diperlukan untuk mengatur semua tenaga kesehatan agar sadar taat

dan patuh terhadap hukum yang belaku. Adanya sanki yang jelas terhadap

pelanggarnya, tentunya ini menjadi patokan agar tenaga kesehatan tidak

bersikap ceroboh. Oleh karena itu, apabila terbukti seorang tenaga kesehatan

terbukti melakukan malpraktik yang bersifat fatal terhadap pasien, tentunya

perlu dikaji apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada profesi ini.36

Hukum membebankan pada praktisi kesehatan, kewajiban untuk

mengungkapkan dan menginformasikan tiga subjek mendasar

pengobatan/perawatan, yaitu Procedure (Prosedur), menjelaskan diagnosis dan

prosedur serta tindakan yang dilaksanakan, Alternative (Alternatif tindakan),

Risk (risiko bila dilakukan dan bila tidak dilakukan). 37 Dalam tindakan

kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan terhadap pasien akan selalu

berhadapan dengan risiko. Risiko inilah yang membuat manusi akan

bertanggung jawab terhadap yang dilakukan, tidak menutup kemungkinan risiko

dari pelayanan kesehatan akan membuat tuntutan pertanggungjawaban dari

pasien.

35
Pasal 1234 KUHPerdata, tentang wanprestasi
36
Isfandyarie, Anny, Malpraktik Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta,
Prestasi Pustaka, 2005, hal 46-48.
37
D.Y Tan MDJD, Medical Practive, Understanding The Law, Managing The Risk, World
Scientific Publishing, Co, Pte, Ltd, Singapore, 2006, hlm 89
22

Negara Indonesia atas hukum (rechtstaat), bukan atas kekuasaan

(machsstaat). Kedaulatan atau kekuasaa tertinggi dalam negara hukum tidak

didasarkan kepada kekuasaan semata, tetapi didasarkan kepada hukum oleh

karena itu negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan
38
belaka, tetapi berdasarkan hukum. Secara luas hukum dapat diartikan tidak

saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur

manusia dalam masyarakat melainkan pula meliputi lembaga-lembaga dan


39
proses-proses yang mewujudkan berlakukan kaidah itu dalam kenyataan.

Hukum sangat berperan dalam mengatur setiap hubungan hukum yang timbul

baik antar individu dengan individu maupun antar individu dengan masyarakat
40
dalam berbagai aspek kehidupan. Selain mempunyai kewenangan atau hak,

manusia tidak dapat terlepaskan dari kewajiban untuk melakukan perbuatan

tertentu. Dalam kaidah-kaidah hukum positif pihak yang diatur, yakni tiap orang
41
dipandang dan dilindungi oleh tatanan hukum sebagai subjek hukum. Subjek

hukum adalah sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban

atau sebagai pendukung hak dan kewajiban. 42

Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan-kumpulan

peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai

susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yamg berlaku dlam suatu

38
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989,
hlm 538
39
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bina
Cipta Bandung, 1986, hlm 3
40
Veronica Komalasari, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1989, Hlm 73
41
Ibid
42
Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika, Bandung, 2003,
hlm 32
23

kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan

sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan suatu tatanan

hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera didalam keseimbangan-

keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat diharapkan


43
kepentingan manusia akan terlindungi. Berdasarkan hal tersebut, setiap

kesalahan yang diperbuat oleh seseorang akan dikenakan sanksi yang sesuai,

agar terjadi keseimbangan dan kserasian didalam kehodupan sosial. Untuk

mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap

anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap

ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tentram dan aman.

Untuk tanggung jawab tenaga kesehatan di bidang hukum perdata. Pasal

58 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak menuntut ganti rugi

terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan

kesehatan yang diterimanya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka seorang bidan

sebagai salah satu tenaga kesehatan yang telah melakukan kesalahan wajib

bertanggung jawab terhadap pasien yang menderita kerugian karena

kesalahannya.

Mulyosudarmo membagi pengertian pertanggungjawaban dalam dua aspek

sebagai berikut:

43
Soeparto, Pitono, dkk, Etik dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya, Airlangga University,
2008, hlm 129
24

a. Aspek internal yakni pertanggungjawaban yang diwujudkan dalam

bentuk laporan pelaksanaan kekuasaan yang diberikan oleh

pimpinan dalam suatu instansi.

b. Aspek eksternal yakni pertanggungjawaban kepada pihak ketiga,

jika suatu tindakan menimbulkan kerugian kepada pihak lain atau

dengan perkataan lain berupa tanggung gugat atas kerugian yang

ditimbulkan kepada pihak lain atas tindakan jabatan yang

diperbuat.44

Pertanggungjawaban hukum terhadap pihak ketiga sebagai akibat

penggunaan wewenang dapat ditempuh melalui peradilan. Dalam proses

peradilan hakim berwenang menguji penggunaan wewenang terhadap wewenang

yang di berikan kepadanya menimbulkan kerugian atau tidak bagi pihak lain.

Bila terbukti bahwa penggunaan wewenang oleh pemerintah menimbulkan

derita atau kerugian, maka hakim melalui putusannya membebankan tanggung

jawab pada badan atau pejabat pemerintahan yang bersangkutan.

Prinsip negara hukum mengandung makna setiap tindakan hukum

pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, atau

setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada kewenangan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Setiap tindakan hukum

pemerintah mengandung makna penggunaan wewenang, maka di dalamnya

tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban. Roscoe Pound adalah ahli

hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta metodologi ilmu-ilmu sosial.

Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama berabad-abad dituding telah
44
Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Newaksara, Gramedia, Jakarta, 1997, hlm. 42.
25

gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi logika sebagai sarana

berpikir semakin terabaikan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Langdell

serta para koleganya dari Jerman. Pound menyatakan bahwa hukum adalah

lembaga terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial. Hukum secara bertahap

telah menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai instrumen penting untuk

mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial diperlukan untuk

melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah mengendalikan “aspek

internal atau sifat manusia”,yang dianggapnya sangat diperlukan untuk

menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.

Roscoe Pound termasuk salah satu pakar yang banyak menyumbangkan

gagasannya tentang timbulnya pertanggungjawaban. Melalui pendekatan analisis

kritisnya, Pound meyakini bahwa timbulnya pertanggungjawaban karena suatu

kewajiban atas kerugian yang ditimbulkan terhadap pihak lain. Pada sisi lain

Pound melihat lahirnya pertanggungjawaban tidak saja karena kerugian yang

ditimbulkan oleh suatu tindakan, tetapi juga karena suatu kesalahan.45 Suatu

konsep yang terkait dengan teori kewajiban hukum adalah konsep tanggung

jawab hukum (liability). Seseorang secara hukum dikatakan bertanggungjawab

untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi

dalam suatu perbuatan yang berlawanan. Normalnya dalam kasus sanksi

dikenakan karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus

bertanggungjawab. Menurut teori tradisional terdapat 2 bentuk

Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Diterjemahkan dari edisi yang diperluas oleh Drs.
45

Mohammad Radjab, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1982, hlm. 90


26

pertanggungjawaban hukum, yaitu berdasarkan kesalahan (based on fault) dan

pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility).46

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, melaksanakan

berbagai perubahan dalam pembangunan yang mempengaruhi segi kehidupan

bermasyarakat. Semua masyarakat yang sedang membangun dicirikan dengan

perubahan bagaimana mendefinisikan pembangunan. Peranan hukum dalam

pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara

teratur. Perubahan akan teratur melalui prosedur hukum baik berwujud

perundang-undangan atau keputusan badan peradilan.47

F. Metode Penelitian

Penelitian menurut Prof. Soerjono Soekanto adalah merupakan suatu

sarana untuk mengembangkan Ilmu Pengatahuan baik segi teoritis maupun

praktis. Suatu penelitian dimulai apabila seseorang berusaha untuk memecahkan

suatu masalah secara sistematis dengan metode-metode tertentu yang ilmiah.48

1. Metode Pendekatan

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan secara

yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara menghubungkan

antara asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku

dengan pelaksanaan di masyarakat dalam hal ini yang dimaksud dengan

asas-asas hukum disiplin profesi adalah yang berkaitan dengan Kode Etik

46
Lihat Hans Kelsen dalam Jimly Assidiqie dan M. Ali Syafaat, Teori Hans Kelsen tentang
Hukum, Sekjend Mahkmaah Konstitusi, Jakarta, 2006, hlm. 65.
47
Mochtar Kusumatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Unpad, Bandung. 2006,
hlm 19-20
48
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta , hlm 3
27

Bidan Indonesia dan peraturan perundang-undangan adalah Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang

Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2019 Tentang Kebidanan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Al-

Qur’an dan Hadits.

2. Sifat Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah termasuk penelitian yang

bersifat desktiptif analitis. Desktiptif analisis, diharapkan mampu memberi

gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang

berhubungan dengan tanggung jawab hukum bidan.

3. Jenis Data

Sebagai bahan pendukung penulisan ini , maka diperlukan data primer dan

sekunder. Data primer berupa data yang langsung diperoleh dari data yang

dipergunakan dalam penelitian ini, berdasarkan sumbernya adalah dara

primer yaitu data yang diperoleh dari Al Qur’an, buku buku dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Data sekunder adalah penelitian

kepustakaan dan kasus-kasus yang terdapat dalam berita. Hasil penelitian dari

data yang diperoleh tersebut, dipelajari serta dibahas sebagai suatu bahan

yang komprehensif dalam rangka pengungkapan bahasan dengan

menggunakan metode kualitatif akan menghasilkan data deskriftif analisis 49


49
Ibid, hlm. 242
28

4. Tehnik Pengambilan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui penelitian

kepustakaan (library research) dan lapangan. Penelitian kepustakaan

dilakukan untuk memperoleh data sekunder, data data sekunder dipergunakan

untuk mendapatkan data yang relevan untuk dijadikan bahan penyusunan

tesis ini, juga wawancara kepada institusi terkait. 50

Bahan data primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa :

1) Al Qur’an

2) Hadits

3) Undang Undang Dasar 1945

4) Kitab Undang–Undang Hukum Perdata

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang

Kebidanan

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang

Tenaga Kesehatan

Bahan data sekunder adalah berupa kepustakaan yang berkaitan dengan

penelitian ini, jurnal, pendapat para pakar, kasus-kasus yang terdapat dalam

media, surat kabar, majalah, berita di TV dan internet.

5. Tehnik Analisa Data

50
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Metode, Tehnik, Bandung, TNP, 2010, hlm.
25
29

Analisa data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan

pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normative membahas doktrin-


51
doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Data yang diperoleh kemudian

disusun secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas

dengan tidak menggunakan rumus maupun data statistik.

BAB II

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA PELAYANAN KESEHATAN

DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI

A. Tanggung Jawab Hukum Bidan Praktik Mandiri

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki arti

yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa

boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan, dan sebagainya).52 Dalam

kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang

untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.53 Menurut

hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensikebebasan

seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral

dalam melakukan suatu perbuatan.54

51
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 24
52
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997, hlm. 576.
53
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
54
Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
30

Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya kewajiban yang

tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian, hal

tersebut juga membuat pihak yang lain mengalami kerugian akibat haknya

tidak dipenuhi oleh salah satu pihak tersebut. Tanggung jawab hukum

memiliki beberapa arti. Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab

hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik

peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara

umum tanggung jawab hukum diartikansebagai kewajiban untuk

melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak

menyimpang dari peraturan yang telah ada.55 Selanjutnya menurut Titik

Triwulan pertanggungjawaban harus


29 mempunyai dasar, yaitu hal yang
menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang

lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain

untuk memberi pertanggungjawabannya.56

2. Macam-Macam Tanggung Jawab

Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut:57

1) Tanggung jawab dan Individu

Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat

bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari

perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggungjawab pribadi

55
Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Pasca Sarjana,
Medan 2008, hlm. 4
56
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2010, hlm 48
57
Widiyono, Wewenang Dan Tanggung Jawab, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 27
31

atau tanggungjawab sendiri sebenarnya “mubajir”. Suatu

masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu

mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu

menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu

mengenali hakikat kebebasan.

Friedrich August von Hayek mengatakan bahwa58 “Semua bentuk

dari apa yang disebut dengan tanggungjawab kolektif mengacu

pada tanggungjawab individu”. Istilah tanggungjawab bersama

umumnya hanyalah digunakan untuk menutup-nutupi

tanggungjawab itu sendiri. Dalam tanggungjawab politis sebuah

masalah jelas bagi setiap pendelegasian kewenangan

(tanggungjawab). Pihak yang disebut penanggungjawab tidak

menanggung secara penuh akibat dari keputusan mereka. Risiko

mereka yang paling besar adalah dibatalkan pemilihannya atau

pensiun dini. Sementara sisanya harus ditanggung si pembayar

pajak. Karena itulah para penganut liberal menekankan pada

subsidiaritas, pada keputusan-keputusan yang sedapat mungkin

ditentukan di kalangan rakyat yang notabene harus menanggung

akibat dari keputusan tersebut.

2) Tanggung jawab dan kebebasan

Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang

dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan

58
Friedrich august von hayek, Tanggung jawab individu, Pradya Paramitha, jakarta,
2001, hlm. 102
32

mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang

mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak

manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk

kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk

membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi

suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap

individu harus mengambil alih tanggungjawab. Ini merupakan

kebalikan dari konsep sosialis yang mendelegasikan

tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau

negara. Kebebasan berarti tanggungjawab; Itulah sebabnya

mengapa kebanyakan manusia takut terhadapnya. George Bernard

Shaw mengatakan bahwa59 “Persaingan yang merupakan unsur

pembentuk setiap masyarakat bebas baru mungkin terjadi jika ada

tanggungjawab individu. Seorang manusia baru akan dapat

menerapkan seluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk

tindakan yang efektif dan berguna jika ia sendiri harus

menanggung akibat dari perbuatannya, baik itu berupa keuntungan

maupun kerugian. Justru di sinilah gagalnya ekonomi terpimpin

dan masyarakat sosialis: secara resmi memang semua

bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak

seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai

sekarang.”

3) Tanggungjawab sosial
59
George Bernard Shaw, Persaingan Masyrakat, Rajawali press, jakarta, 1999, hlm. 90
33

Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab

sosial. Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari

tanggungjawab secara umum. Namun berbeda dari penggunaan

bahasa yang ada, tanggungjawab sosial dan solidaritas muncul dari

tanggungjawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan

persaingan dalam ukuran yang tinggi. Untuk mengimbangi

“tanggungjawab sosial” tersebut pemerintah membuat sejumlah

sistem, mulai dari Lembaga Federal untuk Pekerjaan sampai

asuransi dana pensiun yang dibiayai dengan uang pajak atau

sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan

dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut

tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela.

Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah

mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri

sendiri dan orang lain.Semboyan umum semua birokrat adalah

perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.

4) Tanggung jawab terhadap orang lain

Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi

juga kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab

terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat

dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya. Si orang

tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling

tanggungjawab. Anggota keluarga saling membantu dalam


34

keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam keadaan

sakit. Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai

alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab

terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah

kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak. Tanggungjawab

terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar

lingkungan keluarga. Bentuknya bisa beranekaragam. Yang

penting adalah prinsip sukarela – pada kedua belah pihak.

Pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri tidak boleh

digantikan dengan perwalian.

5) Tanggungjawab dan risiko

Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai

risiko. Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan

penanganan medis yang sangat mahal. Atau membuat orang

kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai

cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan

asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah,

melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh

tanggungjawab dan bijaksana.

3. Tanggung Jawab Dalam Pelayanan Kesehatan

Pertanggungjawaban dalam hal pelayanan kesehatan atau

pelayanan medis yang mana pihak pasien merasa dirugikan maka perlu
35

untuk diketahui siapa yang terkait di dalam tenaga medis tersebut. Tenaga

medis yang dimaksud adalah bidan yang bekerjasama dengan tenaga

profesional lain di dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan

medis kepada pasien.

Apabila dalam tindakan medis terjadi kesalahan dan

mengakibatkan kerugian terhadap pasien, maka tanggung jawab tidak

langsung kepada pihak pelayanan kesehatan, terlebih dahulu harus melihat

apakah kesalahan tersebut dilakukan oleh bidan atau tenaga medis yang

lain. Setiap masalah yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja perlu

diteliti terlebih dahulu.

Apabila kesalahan dilakukan oleh bidan, maka pelayanan

kesehatan bidan praktik mandiri yang bertanggung jawab secara umumnya

dan bidan sebagai pelaksana tindakan medis dapat dikenakan sanksi.

Dengan demikian pertanggungjawaban dalam hal pelayanan kesehatan

merupakan pertanggungjawaban yang terjadi karena adanya unsur

kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

merugikan pasien.

Bidan praktik mandiri sebagai pihak yang mempekerjakan tenaga

kesehatannya harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan

oleh tenaga kesehatannya tersebut. Bisa dilihat Tanggung Jawab dalam

Hukum Kesehatan diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009, sebagai berikut : 1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi

terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan


36

yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam

pelayanan kesehatan yang diterimanya. 2) Tuntutan ganti rugi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan

yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan

seseorang dalam keadaan darurat. 3) Ketentuan mengenai tata cara

pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Tanggung Jawab Hukum Bidan

Fungsi dan tujuan hukum itu sebenarnya sudah terkandung dalam

batasan pengertian atau definisinya. Jika dikatakan bahwa hukum itu

adalah perangkat kaidah‐kaidah dan asas‐asas yang mengatur kehidupan

manusia dan masyarakat, maka dapat di simpulkan bahwa salah satu

fungsi yang terpenting dari hukum adalah tercapainya keteraturan dalam

kehidupan manusia di dalam masyarakat. Keteraturan ini yang

menyebabkan orang hidup dengan berkepastian, artinya orang dapat

mengadakan kegiatan‐kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat, karena ia dapat mengadakan perhitungan tentang apa yang

akan terjadi atau apa yang bisa ia harapkan. Keteraturan yang intinya

kepastian ini, apabila di hubungkan dengan kepentingan penjagaan

keamanan diri maupun harta milik dapat juga dinamakan ketertiban.60

60
Mohtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,
Tahun 2000, hal. 49 – 50.
37

Hukum warisan Belanda yang berlaku di Indonesia atas dasar

konkordansi mencakup 4 hal penting yaitu hukum perdata dalam

KUHPerdata, hukum dagang dalam KUHDagang (Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran), hukum pidana dalam KUHPidana, dan hukum

acara perdata (HIR-RBg) dan acara pidana.61 Hubungan antara Bidan

dengan pasien adalah hubungan hukum, karena masing‐masing merupakan

subyek hukum serta mempunyai hak dan kewajiaban dalam hukum dan,

persamaan kedudukan hukum bagi setiap orang.62 Hubungan ini bisa

terjadi manakala pasien membutuhkan Bidan dalam pertolongan

persalinan, dimana hubungan ini menimbulkan perjanjian

terapetik/kontrak tereapetik. Jika ada ketidakpuasan atau permasalahan

maka akan timbul akibat hukum, terutama ketidak puasan dari sisi pasien

yang kemudian timbul tanggung jawab hukum terhadap Bidan. Menurut

kamus besar bahasa Indonesia, arti tanggung jawab adalah : ”Keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa‐apa boleh

dituntut,dipersalahkan,diperkarakan dan sebagainya)”63 Sedangkan

menurut Nusye Ki Jayanti, tanggung jawab mengandung makna:

”Keadaan cakap terhadap beban kewajiban atas segala sesuatu akibat

perbuatannya”. Pengertian tanggung jawab tersebut diatas harus memiliki

unsur:

a. Kecakapan

61
Toto Tohir, Transformasi KUHPerdata Indonesia dari Kodifikasi ke SeKtoral, 2015.
62
W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,
Tahun 2008 hal. 3
63
Nusye Ki Jayanti, Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik Kedokteran, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, hal 22
38

b. Beban kewajiban

c. Perbuatan

Menurut Pasal 1330 KUHPerdata,orang yang tidak cakap adalah :

a. Orang yang belum dewasa

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan

c. Orang perempuan dalam hal yang ditetapkan undang‐undang dan

semua orang kepada siapa undang‐undang telah melarang membuat

perjanjian tertentu.

Unsur kewajiban mengandung makna sesuatu yang harus

dilakukan,tidak boleh dilaksanakan, jadi sifatnya harus ada atau

keharusan. Sedangkan unsur perbuatan mengandung arti segala seuatu

yang dilakukan. Dengan demikian tanggung jawab adalah: ”Keadaan

cakap menurut hukum baik orang atau badan hukum,serta mampu

menanggung kewajiban terhadap segala sesuatu yang dilakukan”.64

Tanggung jawab hukum menurut Black’s Law Dictionary, adalah dua

istilah yang menunjuk pada kata tanggung jawab, yakni Liability (the

state of being liable) dan Responsibility the state of fact being

Responsible). Dalam pengertian dan pangunaan praktis istilah

liability. Menunjuk pada tanggung jawab hukum, yaitu tanggung

jawab akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan

istilah responsibility menunjuk pada pertanggung jawaban politik.


64
Ibid, hal 23
39

Liability menurut Black’s Law dictionary merupakan istilah hukum

yang luas (a broad legal term), yang didalam nya mengandung makna

bahwa:“it has been referred to as of the most comprehensif

significance, including almost every character of hazard or

responsibility, absolute, contingent, or likely. It has been defined to

mean: all character of debts and obligation”65

Jadi pengertiannya dapat diterjemahkan secara bebas

sebagai berikut: Liability menunjuk pada makna yang paling

komprehensif, meliputi hampir semua karakter resiko atau tanggung

jawab, yang pasti,yang bergantung, atau yang mungkin. Liability di

definisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Di

samping itu liability juga merupakan:“Condition of being actually or

potentially subject to an obligation: condition being responsible for

possible or actual loss, penalty, evil, expense, or burden:condition

which creates a duty to perform an act immediately or in the future”66.

Ini berarti liability jika secara bebas di terjemahkan, adalah

merupakan suatu kondisi tunduk kepada kewajiban secara actual atau

potensial seperti ancaman, kejahatan, biaya atau beban. Selain itu

liability juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menciptakan

tugas untuk melaksanakan undang‐undang dengan segera atau pada

masa yang akan datang.

65
Henry Campbell Black,1979, Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, st. Paul Minn, West
Publishing co. USA, hal. 823
66
Ibid
40

Jadi liability adalah tanggung jawab akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subyek hukum. Dalam sehari‐hari lebih dikenal

dengan tindakan malpraktik. Malpraktik timbul apabila ada perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh Bidan terhadap pasien yang

menimbulkan kerugian, luka, cacat ataupun kematian yang disebabkan

oleh kesalahan ataupun kelalaian yang dapat dituntut ataupun digugat

secara pidana, perdata dan juga sanksi administratif. Namun, dalam

penelitian ini akan berfokus kepada sanksi hukum perdata.

B. Pelayanan Kesehatan di Luar Kewenangan yang Menimbulkan

Malpraktik

1. Teori Kewenangan

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang

diartikan sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai

untuk melakukan sesuatu. Kewenanangan adalah kekuasaan formal,

kekuasaan yang diberikan oleh Undang- Undang atau dari kekuasaan

eksekutif administrasi. Menurut Ateng Syafrudin67 ada perbedaan

antara pengertian kewenangan dengan wewenang, kewenangan

(autority gezag) adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan

yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang,

sedangkan wewenang (competence bevoegheid) hanya mengenai suatu

”onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Didalam


67
Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggungjawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung,
2000,hlm.22.
41

kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden)68.

Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam

rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi

wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan

akibat-akibat hukum69. Sedangkan pengertian wewenang menurut

H.D.Stoud adalah “bevoegheid wet kan worden omscrevenals het

geheel van bestuurechttelijke bevoegheden door publiekrechtelijke

rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer” bahwa

wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang

berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah

oleh subjek hukum publik dalam hukum publik.70

2. Pendelegasian Wewenang

Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan

oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya dengan tujuan

meningkatkan kesehatan ibu dan anak guna tercapainya keluarga yang

berkualitas, bahagia, dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan

68
Ibid
69
Indrohato, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, dalam Paulus Efendie Lotulung,
Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994, hlm. 65
70
Stout HD, de Betekenissen van de wet, dalam Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan
Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004, hlm.4.
42

adalah individu, keluarga, dan masyarakat, yang meliputi upaya

peningkatan, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan.71

Penyelenggaraan praktik bidan diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2017 pasal 22 menyatakan tentang pelimpahan kewenangan berupa

pendelegasian yang diberikan oleh bidan, dan pada pasal 27 ayat (4)

menyatakan bahwa : “Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bidan pemberi

pendelegasian, sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan

pelimpahan yang diberikan”.

Bidan dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan pendelegasian bidan di bawah pengawasan bidan. Selain itu,

dalam melakukan tindakan medis tertentu bidan juga tidak dapat

melaksanakan sendiri, tetapi dibantu oleh bidan yang berada di tempat

pelayanan kesehatan dalam hal ini di Puskesmas/ Bidan Praktik

Mandiri.

Permasalahannya adalah apabila bidan memberikan

pelimpahan wewenang kepada bidan untuk melakukan suatu tindakan,

tindakan yang dilimpahkan oleh bidan yang dilakukan bidan

menimbulkan malpraktik, apakah tanggung jawab sepenuhnya ada

pada bidan selaku pemberi pelimpahan wewenang atukah tanggung

Suryani Soepardan, (2007), Suryani Soepardan, Konsep Kebidanan, Jakarta: Buku Kedokteran
71

EGC, hlm. 29.


43

jawab bidan sebagai penerima pelimpahan yang telah melakukan

malpraktik. Aturan tersebut juga tidak memuat penjelasan mengenai

bentuk tindakan pelayanan kesehatan seperti apa yang dapat

dilimpahkan pada bidan secara pendelegasian. Kesalahan dalam

pemberian pendelegasian juga dapat berpotensi besar menimbulkan

bahaya.

Bidan dalam menjalankan praktiknya harus sesuai dengan

standar, baik standar pelayanan, standar profesi, dan standar

operasional prosedur. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan pasal 29 menyebutkan bahwa :“Dalam melaksanakan

praktik kebidanannya, bidan memiliki hak memperoleh perlindungan

hukum sepanjang melaksanakan pelayanannya sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional”.

Perlu diketahui bahwa, bahwa permasalahannya bukan

berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat medis

dalam pelayanan kesehatan, melainkan berkenaan dengan

pertanggungjawaban masing-masing pelaksana jabatan menurut

peraturan perundang-undangan. Permasalahan akan terjadi apabila

bidan yang melakukan tindakan pelayanan kesehatan tidak kompeten

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pengguna jasa pelayanan

kesehatan, mulai dari kerugian ringan hingga pada kematian.


44

Pendelegasian Kewenangan yang sah bila ditinjau dari

sumber darimana kewenangan itu lahir atau diperoleh, maka terdapat

tiga kategori kewenangan, yaitu atributif, delegatif dan pendelegasian,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut :72

a. Kewenangan atributif

Kewenangan atributif biasanya digariskan atau berasal dari

adanya pembagian kekuasaan oleh peraturan perundang-

undangan. Dalam pelaksanaan kewenangan atributif ini

pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan yang

tertera dalam peraturan dasarnya terhadap kewenangan atributif

mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada

pejabat atau badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya.

b. Kewenangan delegatif

Kewenangan delegatif bersumber dari pelimpahan suatu organ

pemerintah kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-

undangan. Dalam hal ini kewenangan delegatif tanggung jawab

dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi wewenang

tersebut dan beralih pada delegataris.

c. Kewenangan pendelegasian

Kewenangan pendelegasian merupakan kewenangan yang

bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau

badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih

72
Nur Basuki Winanmo. (2008). Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi,
Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hlm. 70-75.
45

rendah. Kewenangan pendelegasian terdapat hubungan rutin

atasan dan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas.

Delegasi harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

a. Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi

menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan,

artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang

memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-

undangan;

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki

kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans

berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan

wewenang tersebut;

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans

memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan

wewenang tersebut.73

Pelimpahan kewenangan kepada tenaga kesehatan diatur

dalam Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan pasal 65 ayat yang menyatakan bahwa :

(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat

menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.

73
Ibid, hlm.94.
46

(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) dilakukan dengan ketentuan:

a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan

keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;

b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah

pengawasan pemberi pelimpahan;

c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan

yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai

dengan pelimpahan yang diberikan; dan

d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan

keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan;

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan tindakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan pasal yang yang dimaksud dengan tenaga

kesehatan dalam ketentuan ini, antara lain adalah perawat, bidan,

penata anestesi, tenaga keterapian fisik, dan keteknisian medis.

Selanjutnya pelimpahan kewenangan oleh bidan kepada bidan diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang

Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 22 huruf b yang

menyatakan bahwa: “Pelimpahan wewenang melakukan tindakan

pelayanan kesehatan secara pendelegasian dari bidan”. Kemudian

pasal 27 yang menyatakan bahwa :


47

(1) Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan

secara pendelegasian dari bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22 huruf b diberikan secara tertulis oleh bidan pada Fasilitas

Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan bekerja.

(2) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya dapat diberikan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan

pelayanan yang melebihi ketersediaan bidan di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan tingkat pertama tersebut.

(3) Pelimpahan tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kompetensi yang

telah dimiliki oleh Bidan penerima pelimpahan;

b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah

pengawasan bidan pemberi pelimpahan;

c. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil

keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan

d. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.

(4) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menjadi tanggung jawab bidan pemberi pendelegasian, sepanjang

pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.

Pelimpahan wewenang secara delegatif yang diberikan oleh bidan

kepada bidan, secara jelas belum diatur, berbeda dengan profesi

keperawatan yang telah diatur dalam undang-undang keperawatan.


48

Walaupun, dalam peraturannya menyebutkan tentang pelimpahan

wewenang secara pendelegasian oleh bidan kepada bidan, namun

secara jelas belum mengatur tentang jenis tindakan apa yang

dilimpahkan, misalkann tindakan penyuntikan dan pemasangan infus

merupakan tindakan yang dapat dilimpahkan secara delagatif ataukah

secara pendelegasian.

3. Malpraktik

Malpraktik atau malpraktik adalah sebuah tindakan atas

dasar kelalaian atau kesalahan seorang tenaga kesehatan dalam hal ini

bidan dalam menjalankan profesi, praktik, pengetahuan dan

ketrampilannya yang biasa digunakan dalam mengobati pasien

sehingga menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan atau

kehidupan pasien karena tidak sesuai dengan standar profesi medik

serta menggunakan keahlian untuk kepentingan pribadi.

Malpraktik berasal dari bahasa inggris malpractice, kata

mal artinya salah atau tidak semestinya, sedangkan practice atau

praktik adalah proses penanganan kasus (pasien) dari seseorang

professional yang sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan

oleh kelompok profesinya. Sehingga malpraktik dapat diartikan

melakukan tindakan atau praktik yang salah satu menyimpang dari

ketentuan atau prosedur yang baku. Dalam bidang kesehatan,

malpraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah


49

kesehatan (termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga

menyebabkan dampak buruk bagi penderita atau pasien.

Profesi tenaga medis (bidan) mengandung risiko tinggi

karena bentuk, sifat dan tujuan tindakan yang dilakukan oleh seorang

tenaga medis dapat berpotensi menimbulkan bahaya bagi seseorang.

Undang-undang memberikan kewenangan secara mandiri kepada

tenaga medis untuk melakukan dan bertanggung jawab dalam

melaksanakan ilmu medis menurut sebagian atau seluruh ruang

lingkupnya serta memanfaatkan kewenangan tersebut secara nyata.

Seorang tenaga medis dinyatakan melakukan kesalahan profesional

apabila melakukan tindakan yang menyimpang atau lebih dikenal

sebagai malpraktik.

4. Jenis-jenis Malpraktik

Ditinjau dari etika profesi dan hukum, malpraktik dapat

dibedakan menjadi dua bentuk yaitu; malpraktik etik (ethical

malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice). Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Malpraktik Etik

Malpraktik etik yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan

yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga

kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan

yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan


50

yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan

seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang

berlaku untuk seluruh bidan. Malpraktik etik adalah bidan

melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika

kebidanan, sedangkan etika kebidanan yang dituangkan di

dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip,

aturan atau norma yang berlaku untuk bidan.

b. Malpraktik Yuridis

Malpraktik yuridis dibagi menjadi menjadi tiga bentuk, yaitu

malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana

(criminal malpractice) dan malpraktik administratif

(administrative malpractice). Adapun penjelasannya adalah

sebagai berikut:

c. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang

menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi)

didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau

terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad),

sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam

malpraktik perdata yang dijadikan ukuran dalam malpraktik

yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat

ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah

kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut


51

termasuk dalam malpraktik pidana. Contoh dari malpraktik

perdata, misalnya seorang bidan yang melakukan operasi

ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien.

Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian

dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang

tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan

oleh bidan dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat

negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.

Dalam ranah hukum privat (hukum perdata) malpraktik

meliputi perbuatan melakukan wanprestasi; perbuatan melawan

hukum (Pasal 1365 KUHPerdata); perbuatan melalaikan pekerjaan

sebagai penanggung jawab (Pasal 1367 KUHPerdata); dan perbuatan

melakukan kelalaian yang menyebabkan kerugian (Pasal 1366

KUHPerdata). Luasnya lingkup pelayanan kebidanan yang meliputi

pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal,

deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuh

sesuai kewenangannya serta melaksanakan kegawatdaruratan, maka

dalam menjalankan tugas perlu adanya standar pelayanan agar

tindakan medis yang dilakukan mencapai hasil yang baik. Ada dua

puluh empat ruang lingkup standar pelayanan bidan yang meliputi: (1)

standar pelayanan umum (dua standar); (2) standar pelayanan

antenatal (enam standar); (3) standar pertolongan persalinan (empat

standar); (4) standar pelayanan nifas (tiga standar); dan (5) standar
52

pelayanan kegawatdaruratan obstetric neonatal (sembilan standar).74

Apabila dalam menjalankan tugas, bidan selalu

berpedoman pada standar pelayanan maka kesalahan tindakan medik

dapat ditekan. Saat ini banyak terjadi gugatan terhadap bidan, rumah

sakit maupun sarana pelayanan (dimana bidan melakukan praktik)

yang dilakukan oleh pasien. Gugatan yang diajukan oleh pasien

biasanya adalah gugatan malpraktik. Seorang tenaga kesehatan yang

diduga melakukan malpraktikharus bertanggung jawab akan akibat

perbuatannya. Tanggung jawab disini maknanya adalah tanggung

jawab secara hukum.

Di dalam hukum perikatan, yang dimaksud dengan

wanprestasi adalah tidak dipenuhinya suatu prestasi oleh salah satu

pihak (debitur) yang disebabkan karena adanya unsur kesalahan.

Kesalahan itu sendiri dapat berupa: (1) Kesengajaan, yaitu perbuatan

yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban itu memang

dikehendaki/diketahui oleh si debitur; dan (2) Kelalaian, yaitu orang

yang melakukan perbuatan itu hanya mengetahui adanya

kemungkinan bahwa akibat yang merugikan itu akan timbul. Akibat

dari adanya gugatan berdasarka wanprestasi itu adalah timbulnya

kewajiban untuk memberikan ganti rugi sebagaimana diatur di dalam

Buku III KUHPerdata. Di dalam transaksi terapeutik, gugatan

berdasarkan wanprestasi dapat dilancarkan apabila seorang tenaga

kesehatan yang berpraktik secara mandiri atau suatu lembaga


74
Yanti, 2010, Etika Profesi dan Hukum Kebidanan, Pustaka Rihama,Yogyakarta Hlm. 117
53

(Puskesmas, Balai pengobatan atau Rumah Sakit) telah berjanji untuk

memberikan pelayanan kesehatan atau transaksi terapeutik, tetapi

kemudian ternyata bahwa ia tidak melaksanakan janji tersebut,

padahal ia tidak berada dalam keadaan memaksa.

Dengan terjadinya wanprestasi tentu saja akan

menimbulkan kerugian bagi si pasien, oleh karena itu si pasien berhak

untuk menuntut dan mendapatkan ganti rugi. Hak pasien untuk

mendapatkan ganti rugi atassuatu wanprestasi, di samping didasarkan

pada ketentuan hukum perikatan juga didasarkan pada ketentuan

hukum kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 58 Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menentukan

sebagai berikut: (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap

seseorang, tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang

diterimanya; (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada

ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat. Ketentuan ayat (1) tersebut sebenarnya menunjuk

pada ketentuan mengenai pemberian ganti rugi yang diatur di dalam

KUHPerdata.

Rumusan Pasal 58 UU Kesehatan tersebut di samping

sebagai dasar hukum gugatan berdasarkan wanprestasi juga dapat

dipergunakan sebagai dasar hukum gugatan berdasarkan perbuatan


54

melawan hukum. Gugatan berdasarkan wanprestasi hanya dapat

ditujukan terhadap orang/lembaga yang merupakan pihak di dalam

perjanjian penyembuhan. Jadi apakah gugatan berdasarkan

wanprestasi itu akan ditujukan kepada tenaga kesehatan (bidan) atau

rumah sakit tergantung pada kontrak/ perjanjiannya. Besarnya ganti

kerugian ini harus disesuaikan dengan besarnya kerugian yang diderita

oleh pasien. Kerugian itu sendiri dapat dibedakan menjadi kerugian

materil dan kerugian immaterial. Kerugian materil sebagai mana yang

ditentukan dalam Pasal 1243 KUHPerdata berupa:

1. biaya (kosten) yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang

nyata-nyata sudah dikeluarkan;

2. rugi (scaden) yaitu berkurangnya harta kekayaan kreditur

akibat wanprestasi;

3. bunga (interessen) yaitu keuntunganyang diharapkan tidak

diperoleh karena adanya wanprestasi.

Pengaturan tentang ganti rugi yang terdapat pada Pasal

1246 KUHPerdata menyebutkan bahwa biaya, rugi, bunga yang dapat

dituntut penggantiannya meliputi kerugian yang senyatanya diderita

yaitu kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta dari

wanprestasi tersebut serta keuntungan yang diharapkan yang hilang

karena adanya wanprestasi tersebut. Sementara itu, hingga saat ini

belum ada pedoman untuk menentukan kerugian immaterial. Oleh

karena itu, penentuan besarnya kerugian immateriil sangatlah


55

subjektif. Untuk dapat melancarkan gugatan berdasarkan wanprestasi,

penggugat (pasien) harus dapat membuktikan bahwa si tergugat

(bidan) tidak memenuhi kewajiban yaitu memberikan pelayanan

kesehatan yang memadai menurut ukuran-ukuran standar profesinya

sehingga pasien menderita kerugian karenanya. Kewajiban

pembuktian yang demikian ini menyulitkan penggugat, oleh karena

pelayanan yang sesuai dengan standar profesi, standar prosedur

operasional itu hanya diketahui oleh si tergugat atau bidan. Kondisi

demikian ini yang menyebabkan lembaga wanprestasi sangat jarang

dipergunakan oleh pasien untuk menggugat tenaga kesehatan (bidan)

atau rumah sakit. Untuk itu lembaga hukum yang dipergunakan adalah

berdasarkan perbuatan melawan hukum.

4. Standar Profesi Bidan

Istilah bidan yang pertama kali muncul di komunitas adalah

“penolong persalinan” yaitu sebutan bagi seseorang yang membantu

dalam proses persalinan di komunitas. Hingga saat ini istilah

“penolong persalinan” memiliki sebutan yang berbeda di setiap Negara

dari waktu ke waktu. Seperti “mit wif” pada suku Anglo Saxon, “wise

women” di Amerika, “sage femme” di Prancis, dan “Weise Frau” di

Jerman.75 Kata Bidan diambil dari bahasa sansekerta “Whirdan” yang

artinya wanita bijaksana. Bidan memiliki arti sama dengan midwife

dan wise women di negara lain, yaitu wanita bijak pendamping

75
Farid Husin, Asuhan kehamilan berbasis bukti, Sagung seto, Jakarta, 2014, Hal 1
56

persalinan. 76Bidan adalah sebutan bagi orang yang belajar di sekolah

khusus untuk menolong perempuan saat melahirkan. Bidan dalam

bahasa Inggris berasal dari kata Midwife yang artinya “Pendamping

Wanita”, sedangkan dalam bahasa Sanksekerta “Wirdhan” yang

artinya “Wanita Bijaksana”. Bidan merupakan profesi yang diakui

secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di

seluruh dunia. Menurut International Confederation of Midwives

(ICM) Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional

telah diakui oleh ICM tahun 1972 dan Federation of International

Gynecologist Obstetrition (FIGO) tahun 1973, World Health

Organisation (WHO) dan badan lainnya. Pada pertemuan dewan di

Kobe tahun 1980, ICM menyempurnakan definisi tersebut yang telah

di sahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992). Bidan adalah

seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang

diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk

menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu

memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang

dibutuhkan kepada wanita selama mada hamil, persalinan dan masa

pasca persalinan (post partum periode), memimpin persalinan atas

tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.

Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi

abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta

melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak


76
Ibid., Hal 10
57

hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam

konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita

tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan

ini termasuk pendidikan antenatal, persiapan untuk menjadi orang tua,

dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan

asuhan anak. Dia bisa berpraktik di rumah sakit, klinik, unit kesehatan,

rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.77

Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan

internasional yaitu Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui

kongres ICM ke 27 pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia,

dan ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah

mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah

lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk

didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
78
melakukan praktik bidan. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

Bidan Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan

lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku. Jika melakukan praktik,

yang bersangkutan harus mempunyai kualifikasi agar mendapatkan

lisensi untuk praktik.79

77
Sujianti dan susanti, Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi, Nuha Medika, 2009,
Hal.2
78
Rury Narulita sari, Konsep Kebidanan, Graha Ilmu, 2012, Hal.3
79
Mustika Sofyan dkk, 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI, 2007, Hal.16
58

Bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari

pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di

wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan

kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat

lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.80

1) Menurut peraturan perundang-undangan

a. KepMenKes RI No.900/MenKes/SK/2000 tentang

registrasi dan praktik bidan, pada pasal 1 ayat 1 yang

berbunyi “Bidan adalah seseorang wanita yang telah

mengikuti dan lulus program pendidikan bidan dan telah

lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.”

b. PerMenKes RI No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan, Pasal 1 ayat 1 yang

berbunyi “Bidan adalah seseorang perempuan yang lulus

dari pendidikan Bidan yang telah teregistrasi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.”

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2019 Tentang Kebidanan, Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi

“Surat izin praktik bidan yang selanjutnya disingkat

SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada bidan sebagai

80
Setiawan, Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan, Trans Info Media, 2010, Hal. 26
59

pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik

kebidanan.”

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan

pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh

kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktik kebidanan di

negeri itu yang mampu memberikan supervisi, asuhan dan

memberikan nasehat yang dibutuhkan wanita selama masa hamil,

persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas

tanggung jawabnya sendiri serta pada asuhan pada bayi baru lahir dan

anak.

Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung-

jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk

memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa

persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab

sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi.

Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,

deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau

bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-

daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan

pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga

kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup

pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat


60

meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan

reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan

pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau

unit kesehatan lainnya81. Dalam melaksanakan profesinya bidan

memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti82.

1) Peran Sebagai Pelaksana

Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu: Menetapkan manajemen

kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,

mencakup:

a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan

asuhan klien.

b. Menentukan diagnosis.

c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah

yang dihadapi.

d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang

telah disusun.

e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.

f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.

g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan

melibatkan mereka sebagai klien, mencakup:

81
Atik Purwandari. Konsep Kebidanan: Sejarah dan Profesionalisme. Jakarta. 2006. EGC. Hal. 5
82
Safrudin dan Hamidah. 2007. Op.,Cit., Hal 56
61

a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja

dan wanita dalam masa pranikah.

b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.

c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas

mendasar bersama klien.

d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.

e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah

diberikan bersama klien.

f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan

bersama klien.

g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

Peran bidan dalam kesehatan Reproduksi Remaja

a. Untuk memperoleh dukungan masyarakat terhadap

kesehatan remaja dilakukan tindakan advokasi. Upaya

advokasi dapat difokuskan untuk membuat perubahan

di tingkat lokal, daerah, atau nasional dengan

menargetkan penerimaan informasi dan pelayanan

kesehatan reproduksi bagi para remaja.

b. Program program kesehatan reproduksi untuk remaja.

Program kesehatan reproduksi untuk remaja cenderung akan

mencapai keberhasilan maksimal jika program program

tersebut :
62

a) secara akurat mengidentifikasi dan memahami kelompok

yang akan dilayani

b) melibatkan remaja dalam perencananan programnya

c) bekerjasama dengan para pemuka masyarakat dan orang tua

d) melepaskan hambatan hambatan kebijakan dan mengubah

pra anggapan para pemberi layanan

e) membantu remaja melatih keterampilan interpersonal untuk

menghindari resiko

f) menghubungkan informasi dan saran dengan pelayanan

1) Kaum remaja dilibatkan dalam aktivitas yang bermanfaat

2) Memberikan informasi mengenai HIV & PMS di kalangan

remaja, kehamilan dini, pendidikan seks berbasis sekolah dan

memberikan pelayanan klinik bagi rema

a. Melibatkan Wanita Dalam Pengambilan Keputusan dengan cara:

1) Mendukung keputusan yang diambil oleh seorang ibu

2) Memastikan keputusab yang diambil ibu adalah yang terbaik

3) Meyakinkan ibu bertanggung jawab atas keputusan yang ia

ambil

4) Memberikan pandangan akibat yang akan di timbulkan atas

keputusan yang ia ambil

b. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal,

mencakup:

1) Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.


63

2) Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan

klien.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai

dengan prioritas masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang

telah disusun.

5) Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.

6) Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan

bersama klien.

7) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama

klien,

8) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang

telah diberikan.

c. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar

dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa

persalinan.

2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam

masa persalinan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai

dengar prioritas masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang

telah disusun.
64

5) Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.

6) Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan

sesuai dengan prioriras.

7) Membuat asuhan kebidanan.

d. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:

1) Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan

keluarga.

2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada

bayi baru lahir.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang

telah dibuat.

5) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut.

7) Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah

diberikan.

e. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan

melibatkan klien/keluarga, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa

nifas.

2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada

masa nifas.
65

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas

masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.

5) Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah

diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama

klien.

f. Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang

membutuhkan pelayanan keluarga berencana, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus

(pasangan usia subur)

2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.

3) Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah

bersama klien.

4) Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

5) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.

7) Membuat pencatatan dan laporan.

Bidan sebagai praktisi atau pelaksana atau pemberi layanan mulai

menyadari istilah “ duty of care “ (kewajiban dalam memberi

perawatan), sehingga semakin banyak Bidan yang mulai memperluas

wawasannya dengan mempelajari masalah hokum, selain masalah


66

kebidanan. Keinginan mempelajari masalah hukum ini lebih didorong

oleh rasa takut mendapat tuntutan hukum dari kliennya.83

1. Peran Sebagai Pengelola

Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan

pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

a. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan

Bidan bertugas, mengembangkan pelayanan dasar kesehatan,

terutama pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok

khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan

masyarakat/klien, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan

kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan serta

mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah

kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.

2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian

bersama masyarakat.

3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat,

khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

(KB) sesuai dengan rencana.

4) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun,

atau petugas kesehatan lain dalam melaksanakan

program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.

83
Suryani Supardan, Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan, EGC, 2008, Hal. 69
67

5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan

masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB,

termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program

dan sektor terkait.

6) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat

serta memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-

potensi yang ada.

7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik

profesional melalui pendidikan, pelatihan, magang sena

kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.

8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

b. Berpartisipasi dalam tim

Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program

kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan

kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan

lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya,

mencakup:

1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota

tim dalam memberi asuhan kepada klien dalam bentuk

konsultasi rujukan dan tindak lanjut.

2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader

kesehatan atau petugas lapangan keluarga berencaca (PLKB)

dan masyarakat.
68

3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader

dan petugas kesehatan lain.

4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.

5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang

berkaitan dengan kesehatan.

2. Peran Sebagai Pendidik

Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik

dan penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing

kader.

a. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien

Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada

klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang

penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang

berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga

berencana, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan,

khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga

berencana bersama klien.

2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek

maupun jangka panjang bersama klien.

3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan

sesuai dengan rencana yang telah disusun.


69

4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan

penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka

pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-

unsur terkait, termasuk klien.

5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan

bersama klien dan menggunakannya untuk memperbaiki

serta meninglcatkan program dl masa yang akan datang.

6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/

penyuluhan kesehatan secara lengkap serta sistematis.

b. Melatih dan membimbing kader

Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan

dan keperawatan, serta membina dukun dl wilayah atau tempat

kerjanya, mencakup:

1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader,

dukun bayi, serta peserta didik

2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan

hasil pengkajian.

3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA)

dan bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai

dengan rencana yang telah disusun.

4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai

dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan

unsur-unsur terkait.
70

5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan

dalam lingkup kerjanya.

6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.

7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program

bimbingan.

8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil

evaluasi pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan

lengkap.

3. Peran Sebagai Peneliti/Investigator

Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang

kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:

a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.

b. Menyusun rencana kerja pelatihan.

c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.

d. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.

e. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.

f. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan

mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.

Sembilan fungsi pokok bidan84:

1. Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (antenatal care)

2. Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (postnatal

care)

84
Laela Chomsiyah. Sembilan Tugas Pokok Bidan. 2012. http://ellachomsiyah.blogspot.com/.
Diakses 18 Juli 2013.
71

3. Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir (kunjungan

neonatal care)

4. Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin di wilayah

kerja puskesmas

5. Memberikan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan

kebidanan

6. Melaksanakan pelayanan keluarga berencana (KB) kepada wanita usia

subur

7. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil resiko

tinggi

8. Mengupayakan diskusi Audit Maternal Perinatal (AMP) bila ada kasus

kematian ibu dan bayi

9. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan pelaporan terpadu.

Ciri-ciri Profesional:85

1. Menurut T. Raka Joni, 1980 adalah:

a. Menguasai visi yang mendasari keterampilan

b. Mempunyai wawasan filosofis

c. Mempunyai pertimbangan rasional

d. Memiliki sifat yang positif serta mengembangkan mutu kerja.

2. Menurut CV.Good adalah:

a. Memerlukan persiapan dan pendidikan khusus bagi pelaku

b. Memiliki kecakapan profesional sesuai persyaratan yang telah

dibakukan ( organisasi profesi, pemerintah)


85
Heni Puji W, Etika Profesi Kebidanan, Fitramaya, 2008, Hal.22
72

c. Mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah.

3. Menurut Scein EH adalah:

a. Terikat dengan pekerjaan seumur hidup

b. Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan

pemilihan kariernya dan mempunyai komitmen seumur hidup

c. Memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus

melalui pendidikan dan pelatihan

d. Mengambil keputusan demi kliennya, berdasarkan aplikasi prinsip-

prinsip dan teori

e. Berorientas pada pelayanan menggunakan keahlian demi

kebutuhan klien

f. Pelayanan yang diberikan kepada klien berdasarkan kebutuhan

objektif klien.

g. Lebih mengetahui apa yang baik untuk klien mempunyai otonomi

dalam mempertahankan tindakannya

h. Membentuk perkumpulan profesi peraturan untuk profesi

i. Mempunyai kekuatan status dalam bidang keahliannya,

pengetahuan mereka dianggap khusus.

j. Tidak diperbolehkan mengadakan advertensi klien

Cita-cita bangsa Indonesia sekaligus tujuan Nasional bangsa Indonesia

sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah


Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi serta keadilan sosial”
73

Cita-cita di atas bisa dilihat dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun

2009 tentang kesehatan pasal 3 tentang tujuan pembangunan

kesehatan,menyatakan:

“Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomis.”

Penjelasan atas pasal tersebut menyatakan bahwa:

“Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk


meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.
Derajat yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat
sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuan yang nyata dari
setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu ditingkatkan
secara terus menerus agar masyarakat mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.”

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

pemerintah melalui kementrian kesehatan mengatur tentang pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai dengan

keahlian/ kompetensinya, agar pelayanan yang diberikan adalah pelayanan

yang berkualitas sehingga sesuai dengan tujuan utama yaitu meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Pemerintah melaui kementrian kesehatan

telah mengeluarkan peraturan yaitu Peraturan Mentri Kesehatan Nomor: 28

Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Peraturan ini

berisi tentang syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi bidan sebagai salah

satu tenaga kesehatan apabila akan memberikan pelayanan kesehatan secara

mandiri. Permenkes ini sesuai dengan isi Undang-Undang Kesehatan BAB

V tentang Sumber Daya di Bidang Kesehatan:


74

“(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,


pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan kesehatan; (2) Ketentuan mengenai perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
pemerintah; (3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan
Undang-Undang”

Membaca Undang-undang yang mengatur tentang kesejahteraan

masyarakat Indonesia tentunya isi dari setiap Undang-Undang atau perturan

yang dibawahnya harus saling melengkapi dan tidak boleh saling

bertentangan sesuai dengan hirarki perundang-undangan yang dengan jelas

tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pasal 7:

(1) Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia

c. Undang – Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Daerah Provinsi

f. Peraturan daerah Kabupaten/ Kota.

Sumber daya di bidang kesehatan, dalam Undang-Undang kesehatan,

dipahami sebagai segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan

farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas kesehatan dan teknologi yang

dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. Bidan praktik


75

mandiri bisa masuk dalam kategori penyelenggaraan upaya kesehatan oleh

masyarakat.

C. Registrasi dan Praktik Bidan

Register adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang

telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu

lainnya serta diakui oleh hukum untuk menjalankan praktik dan /atau

pekerjaan profesinya. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR

adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan

yang telah memiliki sertifikat kompetensi.86

Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan

dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan

menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan

menopause, bayi baru Iahir dan balita, fungsi-fungsi reproduksi manusia serta

memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan

komunitasnya.87

Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui

asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai

dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana,

termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat.88

86
PerMenKes RI Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
BAB I Pasal 1 ayat 5
87
Setiawan, Op.,Cit., Hal. 26
88
Nurul Jannah, Konsep Kebidanan, Ar-Ruzz Media, 2011, Hal. 20
76

Pelayanan Kebidanan (Midwefery Service) merupakan bagian

integral dan sistem pelayanan kesehatan, yang diberikan oleh bidan yang

telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi

atau rujukan.89 Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan

masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan

pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:

1. Layanan Primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi

tanggung jawab bidan.

2. Layanan Kolaborasi adalah Iayanan yang dilakukan oleh bidan

sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan

atau sebagai Salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan

kesehatan.

3. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam

rangka rujukan ke system Iayanan yang Iebih tinggi atau sebaliknya

yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan

dari dukun yang menolong persalinan, juga Iayanan yang dilakukan

oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara

horizontal maupun vertikal atau meningkatkan keamanan dan

kesejahteraan ibu serta bayinya.

Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu Kebidanan oleh bidan

yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya,


89
Setiawan, Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan, Trans Info Media, Jakarta, 2010, Hal. 26
77

didasari etika dan kode etik bidan.90 Manajemen Asuhan Kebidanan adalah

pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan

metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data,

analisa data, diagnosa Kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.91

Asuhan Kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan

yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup

praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.92 Bidan dalam bekerja

memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa

pandangan terhadap manusia/perempuan, Iingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan/kebidanan dan keturunan. Pelayanan kebidanan berfokus pada

upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi

komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan

kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan

kegawat daruratan. 93

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan

kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan

masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan

menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan

seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan Anak. Bidan dapat praktik di

berbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit,

klinik atau unit kesehatan lainnya.94

90
Ibid
91
Ibid
92
Ibid
93
Ikatan Bidan Indonesia, Bidan Menyongsong Masa Depan, PPIBI 2007, Hal.19
94
Ibid
78

Sebelum dapat melakukan praktik, bidan harus memiliki Surat Ijin Praktik

Bidan (SIPB). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang

sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.95

Surat Ijin Praktik Bidan diterbitkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kota

dimana bidan yang bersangkutan akan berpraktik dengan mempertimbangkan

rekomendasi dari IBI setempat. Bidan yang bekerja memberikan pelayanan

asuhan kebidanan di Rumah Sakit, Puskesmas, Rumah Sakit Ibu dan Anak,

Rumah Bersalin, praktik mandiri dan lain-lain harus mempunyai Surat Ijin

Praktik Bidan yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dimana

bidan bekerja. SIPB berlaku di satu tempat selama 5 tahun atau selama STR

nya masih berlaku.96

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau

masyarakat.97 Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan

dibidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga

kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Mentri98

Dalam menjalankan fungsinya hukum memerlukan berbagai perangkat

dengan tinjauan agar hukum memiliki kinerja yang baik. Salah satu kinerja

yang membedakan dengan yang lain adalah bahwa hukum memiliki kaidah

yang bersifat memaksa, artinya apabila kaidah hukum dituangkan ke dalam

95
PerMenKes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik
bidan BAB I Pasal 1 Ayat 5
96
Ibid
97
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 1 Ayat 3
98
Ibid
79

sebuah perundang-undangan maka setiap orang harus melaksanakannya.99

Selain itu untuk mengendalikan setiap kegiatan atau prilaku individu atau

kolektifitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki

kesamaan seperti dispensasi, izin, dan konsesi. Izin adalah suatu keputusan

administrasi Negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada

umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit100

Dalam kamus hukum izin (vergunning) dijelaskan sebagai

“overheidstoesemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van

handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die,

in het algemeen, niet als onwenselijk wonder beschouwd” ( perkenan/ izin dari

pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang

disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan

khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang

sama sekali tidak dikehendaki (S.J Fockema Andreae) dalam buku Ridwan

HR,101

Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) dikeluarkan oleh pemerintah daerah

setelah menerima pengajuan dari bidan yang akan memberikan pelayanan

kebidanan secara mandiri. Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) didapat dengan

membayar retribusi. Retribusi SIPB adalah pungutan yang dikenakan oleh

pemerintah daerah untuk pelayanan SIPB dari pemerintah daerah. Objek

retribusi adalah pelayanan penerbitan SIPB. Subjek retribusi adalah bidan

yang memperoleh SIPB. Wajib retribusi adalah bidan yang mendapatkan


99
Juniarso R dalam Nomensen S, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, 2014, Hal.92
100
Ibid
101
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, 2013, Hal.198
80

pelayanan SIPB. Retribusi izin praktik bidan diukur berdasarkan jenis

pelayanan bidan. Prinsip dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada

tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian SIPB dengan

memperhitungkan komponen biaya retribusi yang meliputi:

1. Biaya administrasi/pengadaan blanko SIPB

2. Biaya pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

3. Biaya pelaporan102

D. Fungsi Bidan

Fungsi merupakan pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan

peranannya. Berdasarkan peran bidan, maka fungsi bidan adalah sebagai

berikut :

1. Fungsi Pelaksana

Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:

a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu,

keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada

masa pra perkawinan.

b. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal,

kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan kehamilan

dengan risiko tinggi.

c. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis

tertentu.

102
Y. Sri Pudyatmoko. Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan. 2009, Hal. 78
81

d. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan

risiko tinggi.

e. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

f. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.

g. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan

prasekolah.

h. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan

wewenangnya.

i. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus

gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa

klimakterium internal dan menopause sesuai dengan

wewenangnya.

2. Fungsi Pengelola

Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:

a. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi

individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung

oleh partisipasi masyarakat.

b. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di

lingkungan unit kerjanya.

c. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.

d. Melakukan kerja sama serta komunikasi intersektor dan

antarsektor yang terkait dengan pelayanan kebidanan.


82

e. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan

kebidanan.

3. Fungsi Pendidik

Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:

a. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok

masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup

kesehatan serta keluarga berencana.

b. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan

sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.

c. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam

kegiatan praktik di klinik dan di masyarakat.

d. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya

sesuai dengan bidang keahliannya.

4. Fungsi Peneliti

Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:

a. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang

dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan

kebidanan.

b. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga

berencana.

E. Organisasasi Bidan
83

Ikatan Bidan Indonesia (IBI) merupakan wadah persatuan lambang kesatuan

bidan-bidan Indonesia.103 Organisasi profesi bidan di Indonesia (OP IBI) berdiri

pada tanggal 24 Juni 1951 di Jakarta, mendapat pengesahan dari Mentri

Kehakiman Nomor 60/954 pada tanggal 15 Oktober 1954. Pengesahan IBI

sebagai Organisasi Profesi diperbaharui dengan akte Notaris Nomor 52 tanggal 19

agustus 2008 Notaris Trismorini Asmawel, SH.

Pada tahun 1951 OP IBI terdaftar sebagai anggota Kongres wanita Indonesia

(KOWANI), dan menjadi anggota Kowani yang aktif sampai dengan saat ini.

Pada tahun 1956 OP IBI menjadi anggota Confederation Of Midwives (ICM) dan

menjadi anggota ICM yang aktif sampai saat ini Ikatan Bidan Indonesia pada

pertemuan ICM Regional Asia Fasifik juga mengikuti Kongres ICM. Sebagai

anggota ICM, IBI selalu mengikuti kebijakan persatuan bidan dunia tersebut baik

dalam pendidikan, pelayanan dan organisasi. Pada tahun 1985 IBI terdaftar di

Departemen Dalam Negeri sebagal Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Organisasi Profesi Ikatan Bidan Indonesia telah tumbuh dan berkembang

secara pesat dengan memiliki Pengurus Daerah (Tingkat Provinsi) 32, Pengurus

cabang 445 (Tingkat Kabupaten/Kota) dan 1944 Pengurus Ranting (untuk tiap

kecamatan/ unit pelayanan/ pendidikan). Jumlah anggota yang telah memiliki

Kartu Tanda Anggota (KTA) 73.108.104

103
Setiawan, Op.Cit, 2002, Hal. 5
104
PP IBI, Petunjuk Pelaksanaan Organisasi Masa Bakti 2008-2013, PP IBI, Tahun 2010, Hal. 1
84

BAB III

PENGATURAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI DI KABUPATEN LEBAK

A. Pengaturan Tentang Bidan Praktik Mandiri

Pengurus Daerah IBI Banten mempunyai anggota berjumlah 7.899

anggota IBI yang tersebar di 8 kabupaten/ kota yang berada di Provinsi


85

Banten. Pengurus Cabang Lebak masuk dalam wilayah Pengurus Daerah

IBI Banten memiliki jumlah anggota Tahun 2018 932 bidan, tahun 2019

1.238 bidan, dan tahun 2020 1377 bidan, yang bekerja baik di institusi

pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, institusi pendidikan,

serta Bidan Praktik Mandiri. Dari 1377 bidan yang ada di Pengurus

Cabang Lebak hanya ada 165 bidan yang memiliki praktik bidan mandiri.

Bidan yang memberikan pelayanan kesehatan secara mandiri di

Kabupaten Lebak sudah memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) untuk

melindungi masyarakat dari tindakan mal praktik. SIPB akan dikeluarkan

setelah seorang bidan lulus tes pengetahuan dan kompetensi asuhan

kebidanan, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kebidanan yang

bermutu dan berkualitas yang pada akhirnya tugas bidan untuk

menurunkan Angka Kematian Ibu AKI dan Angka Kematian Bayi bisa

tercapai.

Tabel 3.1 Kematian Ibu di Kabupaten Lebak Tahun 2019


85
SEBAB KEMATIAN IBU

JUMLAH GANGUAN
NO BULAN KEMATIAN SISTEM
GANGGUAN
IBU PERDARA HIPERTENSI DLM PEREDARAN
INFEKSI METABOLIK LAIN2
HAN KEHAMILAN DARAH
(DM, dll)
(JANTUNG,
STROKE,dll

1 JANUARI 2 1 0 0 1 0 0 

2 FEBRUARI 3 1 0 0 1 0 1

3 MARET 1 1 0 0 0 0 0

4 APRIL 1 0 1 0 0 0 0
86

5 MEI 4 3 0 0 0 0 1

6 JUNI 7 0 1 2 1 0 3

7 JULI 4 2 1 0 0 0 1

8 AGUSTUS 2 1 1 0 0 0 0

9 SEPTEMBER 4 0 3 1 0 0 0

10 OKTOBER 1 0 0 1 0 0 0

11 NOVEMBER 2 0 0 2 0 0 0

12 DESEMBER 4 2 0 2 0 0 0

Kab. Lebak 35 11 7 8 3 0 6
 
Sumber Data Dinkes Provinsi Banten

Tabel 3.1 menjelaskan jumlah kasus kematian Ibu di Kab. Lebak

dalam kurun waktu 2018-2019, jumlah kematian ibu di Kabupaten Lebak

sebanyak 35 orang pada tahun 2019 hal ini tentunya menjadi perhatian

banyak pihak terutama Kepala Daerah kabupaten Lebak, Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak dan juga tentunya dari lintas sektor lainnya.

Di Kabupaten Lebak ada beberapa kasus yang berhubungan

dengan Bidan Praktik Mandiri :

1. Ibu hamil dengan Pre Eklamsi Berat (PEB), datang ke Bidan Praktik

Mandiri karena bidan praktik mandiri tersebut tidak detail/tidak teliti

dalam melakukan pelayanan/pemeriksaan sehingga tidak disarankan

untuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap/tinggi.

Pasien tersebut datang ke Posyandu dan dari Posyandu disarankan ke

Puskesmas setempat tetapi pasien tidak datang ke Puskesmas,

ternyata pasien datang sendiri ke RS swasta dan di Rumah sakit

tersebut penanganan MGSO4 tidak diberikan dan pasien dirujuk ke

RS Daerah “Y” akan tetapi pasien tersebut meninggal karena lambat

proses rujukannya.
87

2. Kasus ibu melahirkan di Bidan Praktik Mandiri meninggal setelah 2

jam persalinan karena bidannya tidak melakukan observasi secara

benar akhirnya ibu terjadi perdarahan hebat tidak di ketahui.

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus melaku kan

tindakan dalam praktik kebidanan secara etis, serta harus memiliki etika

kebidanan yang sesuai dengan nilainilai keyakinan filosofi profesi dan

masyarakat. Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya salah satu upaya yang

dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan

kepada setiap ibu yang membutuhkannya.

Peran Dinas Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebagai

penyelenggara urusan pemerintahan dan organisasi profesi yang bergerak

di bidang kesehatan, mengawasi penyelenggaraan praktik yang dilakukan

oleh bidan serta mengayomi profesi bidan dengan bentuk tetap

memberikan perlindungan hukum kepada bidan yang melakukan kelalaian.

Tabel 3.2 Hasil Observasi Tugas, Peran dan Fungsi Bidan Praktik
Mandiri di Kabupaten Lebak, Desa Malingping Tahun 2020

No Pernyataan Hasil
1 Bidan melaksanakan peran sebagai pelaksana 100% menjawab selalu.
diantaranya dengan melaksanakan tugas mandiri bidan.
2 Bidan melaksanakan tugas kolaborasi. 100% menjawab selalu.
3 Bidan melaksanakan tugas ketergantungan. 80% menjawab kadang-
kadang, 20% menjawab
selalu.
4 Bidan senantiasa melaksanakan peran sebagai 100% menjawab selalu.
88

pengelola.
5 Bidan senantiasa melaksanakan peran sebagai 5% menjawab kadang-
pendidik. kadang, 95% menjawab
selalu.
6 Bidan melaksanakan peran peneliti 25% menjawab kadang-
kadang, 75% menjawab
selalu.
7 Bidan melaksanakan fungsi sebagai pelaksana. 5% menjawab kadang-
kadang, 95% menjawab
selalu.
8 Bidan melaksanakan fungsi sebagai pengelola. 100% menjawab selalu.
9 Bidan melaksanakan fungsi sebagai pendidik. 100% menjawab selalu.
10 Bidan melaksanakan fungsi sebagai peneliti. 25% menjawab kadang-
kadang, 75% menjawab
selalu.
11 Bidan melaksanakan kolaborasi dengan tim kesehatan 5% menjawab kadang-
lainnya. kadang, 95% menjawab
selalu.
12 Bidan melakukan layanan rujukan sesuai dengan 100% menjawab selalu.
indikasi yang tepat.
Sumber : Peneliti, 2020

Tabel 3.2 menjelaskan dari 20 bidan di wilayah kerja BPM

Kabupaten Lebak desa Malingping 80% bidan belum melaksanakan tugas

ketergantungan, 5% bidan belum melaksanakan peran sebagai pendidik,

melaksanakan fungsi sebagai pelaksana dan belum melaksanakan

kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Sebesar 25% bidan belum

melaksanakan peran dan fungsi sebagai peneliti.

Tabel 3.3 Hasil Wawancara Ketua Organisasi Profesi Bidan (IBI)

No. Pertanyaan Hasil


1 Peran IBI dalam penyelenggaraan BPM. - mempertahankan dan meningkatkan
89

kualitas pelayanan BPM.


- standarisasi pelayanan BPM sejalan
dengan strategi IBI.
- mengevaluasi pelayanan kebidanan.
- mewujudkan BPM yang handal,
kompeten dan professional.
2 Sosialisasi Izin Penyelenggaraan BPM Sudah dilakukan.
dan kode etik kebidanan.
3 Pengawasan IBI kepada BPM. Melakukan sosialisasi, monev dan
penilaian pelayanan kebidanan secara
berkala.
4 Hambatan IBI dan BPM dalam Kooperatif peserta BPM masih kurang.
menghadapi masalah hukum dan etik.
5 Hukuman BPM yang tidak menjalani Dilakukan pembinaan oleh ketua IBI,
tugas, fungsi dan peran bidan. selanjutnya diberikan sanksi
administratif.
6 Harapan IBI ke BPM BPM harus memberikan layanan yang
kompeten untuk menurunkan
AKI&AKA.
7 Pembinaan IBI kepada BPM Dilakukan secara berkala.
Sumber : Peneliti, 2020

Tabel 3.3 menjelaskan dalam proses penyelenggaraan Bidan

Praktik Mandiri (BPM) Organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang handal,

kompeten dan professional dengan melakukan evaluasi secara berkala.

Sosialisasi izin penyelenggaraan BPM dank ode etik kebidanan sudah

dilakukan, hanya saja hambatan yang dirasakan adalah kurang kooperatif

dari para peserta BPM dalam menjalankan monev.

B. Kajian Hukum Bidan Praktik Mandiri

Adapun ketentuan-ketentuan dan kaedah-kaedah hukum yang

berhubungan dengan Tanggung Jawab Hukum Bidan Praktik Mandiri


90

Dalam Melakukan Pelayanan Kesehatan Diluar Kewenangan yang

Menimbulkan Malpraktik dijelaskan sebagai berikut :

1. UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Salah satu wujud memajukan kesejahteraan umum adalah

Pembangunan Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang

produktif.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses

pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat

Indonesia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,

dalam rangka melakukan upaya kesehatan tersebut perlu didukung

dengan sumber daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang

memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya.

Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai

saat ini belum memadai, baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah,

maupun pendayagunaannya. Tantangan pengembangan Tenaga

Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:


91

1) pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum

dapat memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan untuk

pembangunan kesehatan;

2) regulasi untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga

Kesehatan masih terbatas;

3) perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan

masih lemah;

4) kekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai

jenis Tenaga Kesehatan;

5) kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan

pada umumnya masih belum memadai;

6) pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan dan

pemanfaatan Tenaga Kesehatan berkualitas masih kurang;

7) pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir,

sistem penghargaan, dan sanksi belum dilaksanakan sesuai

dengan yang diharapkan;

8) pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas;

9) pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum

dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan;

10) sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan

Tenaga Kesehatan masih terbatas;


92

11) sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat

menyediakan data dan informasi yang akurat, terpercaya, dan

tepat waktu; dan

12) dukungan sumber daya pembiayaan dan sumber daya lain

belum cukup.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya

penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan

pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan

pelaksanaannya, peningkatan kerja sama lintas sector, dan

peningkatan pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah.

Perencanaan kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional

disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan,

kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta

ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga

Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan

melalui pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, maupun masyarakat, termasuk swasta.

Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran

Tenaga Kesehatan yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan

Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan,

termasuk peningkatan karier. Pembinaan dan pengawasan mutu

Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas

Tenaga Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan


93

dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi

seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu

Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan

koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan

Tenaga Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi

sertifikasi melalui Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-

hak Tenaga Kesehatan.

Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan

dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui

peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem

informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan

fasilitas pendukung lainnya.

Dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan

kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan, baik yang melakukan

pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak

langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri,

diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya.

Pada pasal 1, menjelaskan bahwa upaya kesehatan adalah

setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk


94

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam

bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan

penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau

masyarakat. Selanjutnya pada pasal 3 menggambarkan tujuan yang

ingin dicapai adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

tenaga kesehatan, mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat, memberikan pelindungan kepada

masyarakat dalam menerima penyelenggaraan upaya kesehatan,

mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya

kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, serta memberikan

kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.

Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis,

tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan,

tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan

lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian

medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional dan

tenaga kesehatan lain.

2. UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Maret 2019.

UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan diundangkan dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 56 dan

Penjelasan Atas UU No.4 Tahun 2019 tentang Kebidanan dalam


95

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6325 oleh

Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 15 Maret 2019 di

Jakarta.

Kebidanan dalam UU No.4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam

memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa

sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa

nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk

kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai

dengan tugas dan wewenangnya. Bidan adalah seorang perempuan

yang telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di

dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh

Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan

praktik Kebidanan.

Pelayanan Kebidanan menurut ketentuan umum Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan adalah suatu

bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari

sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidct.n secara

mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan. Praktik Kebidanan adalah

kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam

bentuk asuhan kebidanan. Kompetensi Bidan adalah kemampuan

yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan,

dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan.


96

Profesi Bidan di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai

macam kendala seperti persebaran Bidan yang belum merata dan

menjangkau seluruh wilayah terpencil di Indonesia, serta pendidikan

Kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar masih pada jenis

pendidikan vokasi yang menyebabkan pengembangan profesi Bidan

berjalan sangat lambat. Dalam hal praktik Kebidanan, masih terdapat

ketidaksesuaian antara kewenangan dan kompetensi yang dimiliki

oleh Bidan. Selain itu, Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan

perlu dipersiapkan kemampuannya untuk mengatasi perkembangan

permasalahan kesehatan dalam masyarakat.

Bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan

sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan, pengelola Pelayanan

Kebidanan, penyuluh dan konselor bagi Klien, pendidik,

pembimbing, dan fasilitator klinik, penggerak peran serta

masyarakat dan pemberdayaan perempuan, serta peneliti. Pelayanan

Kebidanan yang diberikan oleh Bidan didasarkan pada pengetahuan

dan kompetensi di bidang ilmu Kebidanan yang dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan Klien.

Ketentuan mengenai profesi Bidan masih tersebar dalam

berbagai peraturan perundang-undangan dan belum menampung

kebutuhan hukum dari profesi Bidan maupun masyarakat. Hal ini

mengakibatkan belum adanya kepastian hukum bagi Bidan dalam

menjalankan praktik profesinya, sehingga belum memberikan


97

pemerataan pelayanan, pelindungan, dan kepastian hukum bagi

Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan dan masyarakat

sebagai penerima Pelayanan Kebidanan. Pengaturan Kebidanan

bertujuan untuk meningkatkan mutu Bidan, mutu pendidikan dan

Pelayanan Kebidanan, memberikan pelindungan dan kepastian

hukum kepada Bidan dan Klien, serta meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Undang-Undang ini mengatur mengenai

pendidikan Kebidanan, Registrasi dan izin praktik, Bidan warga

negara Indonesia lulusan luar negeri, Bidan Warga Negara Asing,

Praktik Kebidanan, hak dan kewajiban, Organisasi Profesi Bidan,

pendayagunaan Bidan, serta pembinaan dan pengawasan.

Kebidanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan

selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan,

pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak

prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pelayanan

Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan.

Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan

yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan. Asuhan

Kebidanan merupakan rangkaian kegiatan yang didasarkan pada


98

proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh

Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya

berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan. Setiap Bidan yang akan

menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR.

Praktik Kebidanan dilakukan di tempat praktik mandiri

bidan; dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Praktik Kebidanan

harus dilakukan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan serta

mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, dan

standar prosedur operasional.

3. KepMenKes RI Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang

Standar Profesi Bidan

Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun

sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang

optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang

menyeluruh, terarah dan berkesinambungan.Masalah reproduksi di

Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu

kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai
99

faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik.Kedua

ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.

Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada

persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua

untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi

sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik

mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya

tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak

janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga

dewasa bahkan sampai usia lanjut. Bidan merupakan salah satu

tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis

terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka

kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan

kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada

aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan

pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan

lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang

membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk

menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai

acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan

dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu,

keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.

Definisi Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM


100

sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan

pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan

mempertimbangkan kebijakan ICM. Definisi bidan menurut

International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan

diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui

oleh WHO dan Federation of International Gynecologist

Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review

dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir

disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di

Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah

seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang

diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta

memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki

izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Bidan diakui

sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel,

yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan,

asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa

nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan

memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini

mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi

komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan

lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan


101

pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga

kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup

pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat

meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan

reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan

pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau

unit kesehatan lainnya.

Pengertian Bidan Indonesia Dengan memperhatikan aspek

sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan

Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang

perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah

dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta

memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan

atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik

kebidanan.

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang

bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra

perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama

masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan

atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi

baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan,

promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak,


102

dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta

melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.

Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari

keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong

persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan

kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita,

fungsifungsi reproduksi manusia serta memberikan

bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar

(teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau

rujukan.

Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu

kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan,

keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.

Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka

pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode

pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data,

analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan

dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang

dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan


103

Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab

dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai

kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa

persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

Paradigma Kebidanan dalam bekerja memberikan

pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa

pandangan terhadap manusia/perempuan, lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan/kebidanan dan keturunan. Lingkungan

merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu

melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial,

biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga,

kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam

interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.

Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang

telah dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri

dari individu, keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan

sistem nilai. Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat

menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan

emosional kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya.

Bidan dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola,

pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan

bidan maupun sistem/ ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara


104

universal.Kata Kuncipelayanan kebidanan, keluarga berencana,

hukum kesehatan, pengertian kesehatan kerja dalam dinas kesehatan,

kepmenkes no 369 tahun 2007, Kepmenkes 369, UU hukum

kesehatan, undang-undang hukum kesehatan, keputusan menteri

kesehatan RI nomor 900/MENKES/SK/VII/2002, kepmenkes 900

tahun 2002, keputusan menteri kesehatan nomor 369 tahun 2007,

KEMENKES STandar profesi bidan, peraturan kemenkes profesi

bidan, permenkes no 900 tahun 2002, keputusan menteri no 369

tahun 2007, Kepmenkes RI no 900 tahun 2002, kepmenkes 900,

keputusan menteri kesehatan no 369 tahun 2007, perubahan definisi

bidan, kepmenkes 369/menkes/sk/III/2007, kepmenkes no

900/menkes/SK/VII/2002, permenkes 900 tahun 2002, permenkes

369 tahun 2007, pengertian undang undang kesehatan bidan,

perilaku dan sosial budaya berpegang terhadap layanan kesehatan.

4. Permenkes No.28 Tahun 2017 tentang Izin Penyelenggaraan

Praktik Bidan

Bidan desa dapat mengajukan Permohonan SIPB kedua

berupa Praktik Mandiri Bidan, selama memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan mengikuti

ketentuan sebagai berikut : lokasi Praktik Mandiri Bidan yang

diajukan, berada pada satu desa/kelurahan sesuai dengan tempat

tinggal dan penugasan dari Pemerintah Daerah, memiliki tempat

Praktik Mandiri Bidan tersendiri yang tidak bergabung dengan


105

tempat praktik Bidan desa; serta waktu Praktik Mandiri Bidan yang

diajukan, tidak bersamaan dengan waktu pelayanan praktik Bidan

desa.

Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan

memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu,

pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana. Pelayanan kesehatan ibu

diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan,

masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.

Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan konseling pada masa

sebelum hamil, antenatal pada kehamilan normal, persalinan normal,

ibu nifas normal, ibu menyusui dan konseling pada masa antara dua

kehamilan.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu, Bidan

berwenang melakukan episiotomi, pertolongan persalinan normal,

penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawat-

daruratan dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet tambah

darah pada ibu hamil, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu

nifas, fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu

ibu eksklusif, pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga

dan postpartum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada

kelompok ibu hamil serta pemberian surat keterangan kehamilan dan

kelahiran.
106

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,

Bidan memiliki kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan

penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan atau pelimpahan

wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan secara mandat

dari bidan. Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan

penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22 huruf a, terdiri atas kewenangan berdasarkan

program pemerintah dan kewenangan karena tidak adanya tenaga

kesehatan lain di suatu wilayah tempat Bidan bertugas.

Kewenangan diperoleh bidan setelah mendapatkan

pelatihan. Pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat

atau Pemerintah Daerah bersama organisasi profesi terkait

berdasarkan modul dan kurikulum yang terstandarisasi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan yang telah

mengikuti pelatihan berhak memperoleh sertifikat pelatihan.

Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat

kontrasepsi bawah kulit;

b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus

penyakit tertentu;

c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan

pedoman yang ditetapkan;


107

d. pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program

pemerintah;

e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang

kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan

penyehatan lingkungan;

f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra

sekolah dan anak sekolah;

g. melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan

penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)

termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;

h. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan

Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan

edukasi; dan

i. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;

Kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di

suatu wilayah tempat Bidan bertugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23 ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal telah tersedia

tenaga kesehatan lain dengan kompetensi dan kewenangan yang

sesuai. Keadaan tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu wilayah

tempat Bidan bertugas ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota setempat. Pelimpahan wewenang melakukan

tindakan pelayanan kesehatan secara mandat dari bidan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 huruf b diberikan secara tertulis oleh bidan


108

pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan

bekerja.

Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) hanya dapat diberikan dalam keadaan di mana terdapat

kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan bidan di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tersebut. Pelimpahan tindakan

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan ketentuan:

a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kompetensi

yang telah dimiliki oleh Bidan penerima pelimpahan;

b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah

pengawasan bidan pemberi pelimpahan;

c. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil

keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan

d. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.

Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menjadi tanggung jawab bidan pemberi mandat, sepanjang

pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.

Dalam melaksanakan praktik kebidanannya, Bidan berkewajiban

untuk:

a. menghormati hak pasien;

b. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien

dan pelayanan yang dibutuhkan;


109

c. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat

ditangani dengan tepat waktu;

d. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

e. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan-undangan;

f. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan

lainnya yang diberikan secara sistematis;

g. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar

prosedur operasional;

h. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan

Praktik Kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan

kematian;

i. pemberian surat rujukan dan surat keterangan kelahiran;

dan

j. meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang

tugasnya.

Dalam melaksanakan praktik kebidanannya, Bidan

memiliki hak:

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan

pelayanannya sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan, dan standar prosedur operasional;


110

b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien

dan/atau keluarganya;

c. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan

kewenangan; dan

d. menerima imbalan jasa profesi.

Bidan yang menyelenggarakan Praktik Mandiri Bidan harus

memenuhi persyaratan, selain ketentuan persyaratan memperoleh

SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi

persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, serta obat dan

bahan habis pakai.

BAB IV

HASIL ANALISIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB HUKUM

PERDATA BIDAN PRAKTIK MANDIRI

A. Fungsi dan Peran Bidan Praktik Mandiri dalam Melakukan

Pelayanan Kesehatan Menurut UU 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga

Kesehatan

Pengertian bidan menurut Permenkes

No.572/Menkes/Per/VI/1996105 adalah seseorang wanita yang telah

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui

pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.


105
Permenkes No.572/Menkes/Per/VI/1996
111

Selanjutnya tenaga kebidanan yaitu bidan baik yang bekerja sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

atau bidan yang diberikan tugas khusus, mereka samasama memiliki tugas

sebagai tenaga kesehatan yang memiliki hak dan kewajiban sebagai tenaga

kesehatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 57-59.

Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan

dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan

berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama

dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa melayani siapa saja

yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun ia berada. Untuk menjaga

kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk

melakukan segala tindakan dan sesuatu yang diberikan dalam seluruh

aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat


111
baik dari aspek input, proses dan output.

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan

kesehatan. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh

bidan sesuai kewengannya dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu

dan anak untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya

keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan adalah

individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan,

pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Layanan kebidanan dapat

dibedakan menjadi :
112

a. Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi

tanggung jawab bidan.

b. Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan

sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan

atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan

kesehatan.

c. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam

rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya

yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima

rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang

dilakukan oleh bidan ke tempat / fasilitas pelayanan kesehatan lain

secara horizontal maupun vertikal atau meningkatkan keamanan

dan kesejahteraan ibu serta bayinya.

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu sistem. Dalam

melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana,

pengelola, pendidik, dan peneliti. Fungsi merupakan pekerjaan yang harus

dilakukan sesuai dengan peranannya. Berdasarkan peran bidan seperti

yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut :

1) Fungsi Pelaksana

Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:


113

a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu,

keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada

masa praperkawinan.

b. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan

normal, kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan

kehamilan dengan risiko tinggi.

c. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis

tertentu.

d. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan

risiko tinggi.

e. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

f. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.

g. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan

prasekolah.

h. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan

wewenangnya.

i. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus

gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa

klimakterium internal dan menopause sesuai dengan

wewenangnya.

2) Fungsi Pengelola

Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:


114

a. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi

individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung

oleh partisipasi masyarakat.

b. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di

lingkungan unit kerjanya.

c. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.

d. Melakukan kerja sama serta komunikasi intersektor dan

antarsektor yang terkait dengan pelayanan kebidanan.

e. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan

kebidanan.

3) Fungsi Pendidik

Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:

a. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan

kelompok masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan

dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.

b. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan

sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.


115

c. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam

kegiatan praktik di klinik dan di masyarakat.

d. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya

sesuai dengan bidang keahliannya.

4) Fungsi Peneliti

Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:

a. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang

dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan

kebidanan.

b. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga

berencana.

Program menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan kematian bayi

(AKB) dinas kesehatan kabupaten Lebak bersama Bupati Lebak

memberikan beberapa inovasi diantaranya memasang bendera Biru

disetiap rumah yg terdapat ibu hamil untuk menandai bahwa di rumah

tersebut ada ibu hamil yang perlu perhatian setiap orang, (JAMILAH)

jemput bola setiap ibu yang akan melahirkan dan begitu pula dengan bidan

praktik mandiri sangat di perhatikan baik dalam pelayanan maupun sarana

dan prasarananya harus lengkap sesuai dengan peraturan yang sudah di

tetapkan.

Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian

bayi di perlukan untuk meningkatkan peran dan fungsi tenaga kesehatan

yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat salah


116

satunya adalah bidan/bidan praktik mandiri. Dalam melaksanakan praktik

kebidanan masih banyak permasalahan-permasalahan yang di alami oleh

bidan di Kabupaten Lebak terutama tentang fungsi dan peran seorang

bidan yang tidak sesuai dengan kewenangannya dalam menjalankan

tugasnya sebagai bidan. Banyak bidan yg tidak menyadari bahwa kasus

yang di tangani itu adalah bukan wewenangnya.

Pemerintah Provinsi Banten, Kabupaten Lebak khususnya Dinas

Kesehatan Provinsi Banten dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak

berusaha keras untuk bersama–sama untuk memperhatikan dan melakukan

pembinaan terhadap tenaga kesehatan termasuk bidan praktik mandiri

dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan fungsi dan perannya yang

sesuai dengan kewenangannya .

Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) UU 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Bidan diakui sebagai salah satu tenaga kesehatan. Sebagai tenaga

kesehatan, Bidan tentunya harus taat dan patuh terhadap ketentuan yang

mengatur tentang tenaga kesehatan, baik ketentuan yang khusus mengatur

tentang Bidan dan tenaga kesehatan, maupun ketentuan perundang-

undangan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan peran, fungsi, Bidan

sebagai tenaga kesehatan.


117

Kewenangan bidan sebagaimana tercantum dalam Pasal 62 ayat 1

mengatakan bahwa Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktek harus

dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi

yang dimilikinya. Menurut penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf c Undang-

Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud

dengan kewenangan berdasarkan kompetensinya´adalah kewenangan

untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan

lingkup dan tingkat kompentensinya, antara lain untuk bidan adalah ia

memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatanibu,

pelayanan kesehatan anak, pelayanan kesehatan reproduksi dan Keluarga

Berencana. Jika bidan tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat

(1) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, ia

dikenai sanksi administratif. Ketentuan sanksi ini diatur dalam Pasal 82

ayat (1) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan.

Pasien dalam mengajukan gugatan dapat memilih salah satu dari

dua macam dasar gugatan. Gugatan dalam hukum perdata dapat dilakukan

berdasarkan wanprestasi atau berdasarkan perbuatan melawan hukum.106

Gugatan dapat muncul karena kerugian yang diderita oleh pihak-pihak

yang berkepentingan.

106
Siti Ismijati Jenie, “Tanggung Jawab Perdata di dalam Pelayanan Medis (Suatu Tinjauan dari
Segi Hukum Perdata Materiil)”, Mimbar Hukum, Volume 18, Nomor 3, 2006, Hlm. 307
118

B. Tanggung Jawab Hukum Bidan Praktik Mandiri dalam Melakukan

Pelayanan Kesehatan Diluar Kewenangan yang Menimbulkan

Malpraktik Menurut UU 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

Dalam melakukan praktik bidan mandiri di Kabupaten Lebak

masih terdapat beberapa permasalahan :

1. Pelatihan tentang keterampilan bidan belum merata.

2. Praktik bidan mandiri masih banyak yang belum sesuai dengan

standar yang sudah di tetapkan.

3. Kualitas pelayanan yang masih rendah.

4. Masih kurangnya pengawasan/pembinaan dalam pelaksanaan bidan

praktik mandiri.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam menurunkan angka

kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) Pemerintah Provinsi

Banten , Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak mempunyai kewenangan dalam pembinaan

dan pengawasan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama

pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan

pelayanan terutama kegawat daruratan maternal dan neonatal melalu

pelatihan-pelatihan dari dana APBD maupun APBN. Dilakukan

pengawasan dan pembinaan terhadap petugas kesehatan maupun bidan

praktik mandiri dari Dinas Kesehatan maupun dari organisasi profesi

untuk mengurangi terjadinya malpraktik.


119

Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan

keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan. Pelaksanaan

tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi

pelimpahan. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan

yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan

pelimpahan yang diberikan dan Tindakan yang dilimpahkan tidak

termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.

Dalam penjelasan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang RI No. 36

Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dikatakan bahwa yang dimaksud

"keadaan tertentu" yakni suatu kondisi tidak adanya tenaga kesehatan yang

memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk. Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010

Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Bidan dapat

menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan

kesehatan (Pasal 2 ayat (1) Permenkes 1464/2010). Dalam menjalankan

praktik-praktik bidan, tentunya bidan yang bersangkutan harus memiliki

izin, yaitu Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) untuk bidan yang menjalankan

praktiknya secara mandiri (bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang

sudah memenuhi persyaratan) atau Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) untuk

bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan (bukti tertulis yang

diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan).


120

Pengertian keduanya terdapat dalam Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 4

dan 5 Permenkes 1464/2010. Adapun wewenang bidan dalam menjalankan

praktik adalah memberikan pelayanan yang meliputi (Pasal 9 Permenkes

1464/2010):

a. pelayanan kesehatan ibu;

b. pelayanan kesehatan anak; dan

c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana.

Selain itu, bidan yang menjalankan program pemerintah

berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat

kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan

pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit (Pasal 13 ayat (1) huruf a

Permenkes 1464/2010). Melihat pada kewenangan bidan di atas, ada

kewenangan yang memungkinkan bidan untuk melakukan suntikan kepada

pasien. Kode etik diharapkan mampu menjadi sebuah pedoman yang nyata

bagi para bidan dalam menjalankan tugasnya. Tapi pada kenyataannya

para bidan masih banyak yang melakukan pelanggaran terhadap kode

etiknya sendiri dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat.

Bidan yang menolong persalinan banyak melakukan

penyimpangan pelayanan kebidanan yang tidak seharusnya dilakukan oleh

bidan seperti teknik kristeller, episiotomy yang terlalu lebar, bayi

meninggal, perdarahan karena robekan uterus dan akhirnya dirujuk dan

dilakukan tindakan histerektomi. Mestinya bidan sudah mempunyai


121

ketrampilan dalam pertolongan persalinan sehingga penyimpangan-

penyimpangan ini tidak terjadi sebelum melakukan pertolongan bidan juga

harus melihat penapisan awal terlebih dahulu apakah pasien ini beresiko,

bila menemukan pasien ini beresiko mestinya bidan tersebut melakukan

rujukan terencana.

Bentuk dari pelanggaran ini bermacam-macam. Seperti pemberian

pelayanan yang tidak sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diatur

dalam Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan. Contoh pelanggaran kode etik yang

dilakukan oleh bidan adalah penanganan kasus kelahiran sungsang,

melakukan aborsi, menolong partus patologis dan yang lainnya. Untuk

kasus kelahiran sungsang jika bidan melakukan pertolongan sendiri maka

bertentangan dengan:

a. Undang-Undang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) yang menyatakan

bahwa Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman.

b. Permenkes RI tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pada Pasal 10 point (d) disebutkan bahwa Pelayanan kebidanan

kepada ibu meliputi pertolongan persalinan normal.

Setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap di

audit oleh dewan audit khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan

atau dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Dan bila terbukti melakukan

pelanggaran atau penyimpangan maka bidan tersebut akan mendapat


122

sanksi yang tegas, agar bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya. Sanksi

adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau

penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi

berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan

yang telah diatur oleh organisasi profesi.

Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan

Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik bidan. Sanksi yang diberikan kepada bidan bisa

berupa pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau

bisa juga berupa denda. Apabila seorang bidan melakukan pelanggaran

kode etik maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah

profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan

peraturan- peraturan yang berlaku di dalam organisasi IBI tersebut.

Sedangkan apabila seorang bidan melakukan pelanggaran yuridis

dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB

wajib melakukan penilaian apakah bidan tersebut telah benar-benar

melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB

kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau

kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai

dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan

hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di

pengadilan.
123

Apabila bidan praktik mandiri melanggar hukum yang melakukan

tindakan malpraktik diluar kewenangan maka akan mendapatkan sangsi

dengan ketentuan yang berlaku. Setiap anggota masyarakat (bidan) tanpa

kecuali harus taat, juga termasuk orang asing yang berada dalam yuridiksi

Negara Republik Indonesia. Malpraktik merupakan kelalaian yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan yang tidak sesuai

dengan standar pelayanan medik, sehingga pasien menderita luka, cacat,

atau meninggal dunia. Adapun unsur-unsur malpraktik adalah sebagai

berikut:

1) Adanya kelalaian. Kelalaian adalah kesalahan yang terjadi karena

kekurang hati-hatian, kurangnya pemahaman, serta kurangnya

pengetahuan tenaga kesehatan akan profesinya, padahal diketahui

bahwa mereka dituntut untuk selalu mengembangkan ilmunya.

2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan berdasarkan

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan terdiri

dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga

kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterampilan fisik, dan

tenaga keteknisan medis. Yang dimaksud tenaga medis adalah dokter

atau dokter spesialis. 

3) Tidak sesuai standar pelayanan medik. Standar pelayanan medik

yang dimaksud adalah standar pelayanan dalam arti luas, yang

meliputi standar profesi dan standar prosedur operasional. 


124

4) Pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adanya

hubungan kausal bahwa kerugian yang dialami pasien merupakan

akibat kelalaian tenaga kesehatan. Kerugian yang dialami pasien

yang berupa luka (termasuk luka berat), cacat, atau meninggal dunia

merupakan akibat langsung dari kelalaian tenaga kesehatan.

Pembuktian tentang ada atau tidaknya kesalahan/kelalaian yang

telah dilakukan oleh bidan merupakan syarat utama untuk

mepertanggungjawabkan pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Doktrin

Res Ispa Loquitor (the thing spekas for it self) dengan mudah dapat

membuktikan tentang adanya kesalahan yang dilakukan oleh bidan.

Karena perikatan dalam transaksi terapeutik yang terjadi antara

tenaga kesehatan ataupun tenaga medis dengan pasien adalah

perikatan/perjanjian jenis daya upaya (ispaning verbintenis) dan bukan

perjanjian akan hasil (resultat verbintenis). Penentuan secara normatif

tentang ada atau tidaknya kelalaian atas tindakan yang dilakukan oleh

bidan harus ditinjau secara cermat dan teliti kasus per kasus. Hakim yang

memegang kunci dalam menentukan secara in concreto tentang ada atau

tidaknya melakukan pekerjaan sesuai dengan standar profesi dan tidak

sesuai prosedur tindakan, dikatakan telah melakukan kesalahan/kelalaian.

Bidan tidak dapat dituntut jika telah melakukan tindakan sesuai

dengan standar yang berlaku. Perlu adanya pembuktian bahwa prosedur

yang sudah dilaksanakan sudah sesuai atau belum yang sesuai dengan

standar profesi dan ilmu kebidanan/kebidanan, yang dilakukan oleh bidan


125

maupun bidan, untuk membuktikan yang bertanggungjawab. Dalam ilmu

hukum dikenal tiga (3) kategori dari perbuatan melawan hukum,yaitu


107
sebagai berikut : Perbuatan melawan hukum karena

kesengajaan,perbuatan melawan hukum tanpakesalahan (tanpa unsur

kesengajaanmaupun kelalaian), perbuatan melawan hukum karena

kelalaian.

Adapun dasar hukum gugatan berdasarkan perbuatan melawan

hukum di dalam hukum kesehatan terdapat dalam beberapa ketentuan,

yaitu :

a. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak

menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan

/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang

diterimanya”. Berdasarkan ketentuan ini pasien dapat menggugat

bidan praktik mandiri yang menimbulkan kerugian pada pasien.

b. Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan menyatakan bahwa : “Setiap Pelayanan Kesehatan yang

dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dapat

meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan”. Berdasarkan rumusan pasal ini tenaga kesehatan dalam

107
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung: Alumni,1989, hlm. 197.
126

hal ini bidan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pasien

apabila menimbulkan kerugian pada pasien.

c. Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Tiap

perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian pada orang

lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan

kerugian itu mengganti kerugian tersebut”. Tenaga kesehatan

ataupun tenaga medis dapat dimintai pertanggungjawaban hukum

berdasarkan pasal tersebut.

d. Pasal 1366 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : “Setiap orang

bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

karena kelalainya”. Tenaga kesehatan ataupun tenaga medis jika

karena kelalaiannya menimbulkan kerugian pada pasien dapat

dimintakan pertanggungjawaban berdasarkan rumusan pasal

tersebut.

e. Pasal 1367 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Seorang tidak

saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau

disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya”.

f. Pasal 1371 KUH Perdata : “Penyebab luka atau cacatnya sesuatu

anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati


127

memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-

biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang

disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian

kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua

belah pihak dan menurut keadaan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat diambil

kesimpulan :

1. Fungsi dan peran bidan praktik mandiri di Kabupaten Lebak Desa

Malingping dalam melakukan pelayanan kesehatan menurut UU 36 Tahun


128

2014 tentang Tenaga Kesehatan diketahui dari 20 bidan di wilayah kerja

BPM Kabupaten Lebak Desa Malingping 80% bidan belum melaksanakan

tugas ketergantungan, 5% bidan belum melaksanakan peran sebagai

pendidik, melaksanakan fungsi sebagai pelaksana dan belum

melaksanakan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Sebesar 25%

bidan belum melaksanakan peran dan fungsi sebagai peneliti.

2. Tanggung jawab bidan praktik mandiri di Kabupaten Lebak Desa

Malingping dalam melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan

menurut UU 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan diketahui untuk

meningkatkan mutu pelayanan dalam menurunkan angka kematian ibu

(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) Pemerintah Provinsi Banten,

Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak mempunyai kewenangan dalam pembinaan dan

pengawasan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama

pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan

pelayanan terutama kegawat daruratan maternal dan neonatal melalu


128
pelatihan-pelatihan dari dana APBD maupun APBN. Dilakukan

pengawasan dan pembinaan terhadap petugas kesehatan maupun bidan

praktik mandiri dari Dinas Kesehatan maupun dari organisasi profesi

untuk mengurangi terjadinya malpraktik.

B. Saran

1. Bidan Praktik Mandiri


129

Bahwa bidan telah melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien namun

dalam proses memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien bidan

melakukan kelalaian. Teori Perlindungan hukum adalah teori yang

menjelaskan adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

kepentingannya tersebut. Salah satu sifat dan tujuan dari hukum adalah untuk

memberikan perlindungan, pengayoman kepada masyarakat.

2. Pengurus Daerah IBI Kabupaten Lebak Desa Malingping

Peran Dinas Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menurut teori peran

adalah sebagai pemegang peran atau aktor dan pasien merupakan target.

Dinas Kesehatan dan IBI merupakan instansi pemerintah dan organisasi

profesi yang memberikan pembinaan dan pengawasan kepada bidan dan

penyelenggaraan praktik mandiri yang dilakukan oleh bidan agar

pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dinas Kesehatan dan

IBI juga memberikan perlindungan hukum bagi bidan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1989.

D.Y Tan MDJD, Medical Practive, Understanding The Law, Managing


The Risk, World Scientific Publishing, Co, Pte, Ltd, Singapore,
2006.

Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa,


Refika, Bandung, 2003.
130

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Buku Saku Tenaga Kesehatan


Provinsi Jawa Barat, FKPP, Bandung, 2003.

Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan


Ibu, Buku Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), Kementrian Kesehatan. Jakarta, 2010.

Data Kematian Ibu Dan Kematian Bayi, Dinas Kesehatan Provinsi Banten,
tahun 2017-2018.

Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka


Pembangunan Nasional, Bina Cipta Bandung, 1986.

Mochtar K & Arief S, Pengantar Ilmu Hukum. Alumni, Bandung, 2000.

Mochtar Kusumatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan,


Unpad, Bandung. 2006.

Reddy Tengker, S.H, Hak Pasien, C.V Mandar Maju, Bandung, 2007.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Soeparto, Pitono, dkk, Etik dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya,


Airlangga University,2008.

Sujianti dan susanti, Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi,
Nuha Medika, 2009.

Mathernal and Child Health Integrated Program ( MCHIP), Buku panduan


pembelajaran KIBBLA Terpadu, bagian Tantangan Puskesmas
Mampu Poned 24 Jam. MCHIP USAID. Jakarta, 2012.

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi


Bidan Yang Diduga Melakukan Medika Malpraktik, Karya Putra
Darwanti, Bandung, 2012.

Sofyan dkk, Bidan Menyongsong Masa Depan, PP-IBI, Jakarta, 2006.

Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi


Pasien, Jakarta, Prestasi Pustaka Publiser, 2010.

Tim peneribit, Kitab Undang-Undang Tentang Kesehatan dan Kebidanan,


Buku Biru, Jogjakarta, 2012.

Veronica Komalasari, Hukum dan Etika Dalam Praktik Bidan, Pustaka


Sinar Harapan, Jakarta, 1989.
131

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Metode, Tehnik,


Bandung, TNP, 2010.

Yunasril Ali, Dasar-Dasar Ilmu Hukum , Jakarta, Penerbit Sinar Grafika,


2009.

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Perundang – Undangan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 369/MENKES/SKIII/2007 tentang


Standar Profesi Bidan.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 369 tentang Standar Profesi Bidan
KUHPerdata.

Internet

https://www.ibi.or.id/en/article_view/A20151016001/the-midwifery-
international-scientific- conference-2015.html, diakses pada
tanggal 15 Februari 2020 pukul 16.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai