KERANGKA PIKIR
Tata Ibadah berisi tatanan tentang cara beribadah yang rapi, tertib dan teratur dalam rangka menunjang penghayatan perjumpaan antara umat dengan Tuhan dan umat dengan
sesamanya, sehingga ibadah berlangsung untuk kemuliaan Allah yang memilih dan menguduskan umat-Nya. Oleh karena itu Tata Ibadah mengandung Rumpun, Unsur dan Simbol.
Ibadah juga diselenggarakan menurut Lectio Selecta/Continua dan Tahun Gereja.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka penting adanya penjelasan Teologis dan petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis Ibadah karena di masing-masing Jemaat masih terdapat
perbedaan penjelasan terkait pemahaman dan pelaksanaan ibadah. Pengetahuan dan pemahaman para pendeta yang berbeda-beda, yang mestinya memperkaya pemahaman dan
pelaksanaan ibadah, terlebih memperkaya ekspresi dalam beribadah, sering menjadi polemik dan menimbulkan kebingungan di kalangan Jemaat. Di dalam Buku Hasil Ketetapan
Persidangan Sinode tentang Ibadah, ada banyak hal terkait rumpun, unsur, simbol-simbol ibadah belum dijelaskan pemahaman teologisnya, dan belum tersedia petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknisnya. Perlu disadari bahwa teologi ibadah dan pemakanaan simbol-simbol ibadah berkembang pesat, sehingga perlu selalu diperkaya dan dicerahkan oleh teolog-
teolog yang sangat bergelut dengan hal tersebut. Hal ini dipandang penting karena dengan dasar teologis yang jelas maka petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya akan
dilaksanakan dengan baik.
PERSOALAN
IBADAH & 1. JUKLAK
PERANGKAT 2. JUKNIS
No. Pokok Bahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Hasil Ketetapan Yang Berlaku Usulan
1 PAKAIAN LITURGIS
1.1. Pendeta GPIB a Pakaian Liturgis atau Pakaian Jabatan? Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Para pendeta yang diundang menghadiri upacara-upacara
(Khususnya pakaian yang digunakan oleh Tahun 2015 halaman 178 sebagai berikut: ke-pemerintah-an, mengenakan pakaian liturgis yang
Pendeta GPIB pada saat diundang GPIB tidak mengenal pakaian jabatan untuk sepadan dengan jabatannya.
menghadiri upacara-upacara baik Pendeta atau Presbiter lainnya (Diaken dan
kenegaraan atau instansi lainnya termasuk Penatua). Yang ada adalah pakaian liturgis yang Makna tahbisan berarti “seseorang ditahbiskan ke dalam
melaksanakan angkat sumpah pegawai ) digunakan pada waktu melakukan tugas pelayanan jabatannya”. Di GPIB ini terjadi dalam peristiwa liturgis.
ibadah, baik ibadah Hari Minggu di gedung Gereja, Karena itu, ada pakaian jabatan dan pakaian liturgis.
maupun ibadah lain di luar gedung ibadah. Pakaian jabatan maupun pakaian liturgis ini diterima dari
Gereja dan karena itu penggunaan pakaian tersebut
menandakan kehadirannya di acara mewakili gereja sebagai
1
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
Oleh karena itu, toga putih yang dipakai oleh Pendeta GPIB
dan disebut sebagai pakaian liturgis adalah juga pakaian
jabatan.
Eklesiologi Calvin memberi jawaban terhadap pesoalan ini.
Konsep eklesiologi Calvin bergeser dari model gereja
sebagai persekutuan (tubuh Kristus) (makanya bisa disebut
pakaian liturgis) ke model gereja sebagai lembaga (makanya
toga bisa disebut pakaian jabatan).
Sehingga, pada diri pendeta menyatu fungsi kegembalaan
dan kepejabatan (apalagi GPIB punya jalan sejarah yang
khas sebagai pewaris “gereja negara”; lebih-lebih pada
jabatan pendeta/Ketua Majelis Jemaat yang menyatukan
fungsi gembala dan pejabat)
2
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
d. Jenasah & Pendeta yang hadir dalam Ibadah Belum diatur Tradisi Reformasi menurut garis Lutheran sangat terbuka
Penglepasan. pada pendeta yang meninggal, maka ia akan dimakamkan
(Pakaian apa yang dipakaikan kepada bersama dengan pakaian jabatannya itu. Hal ini tidak
Jenasah Pendeta -baik yang masih aktif perlu mengherankan karena Luther sendiri masih banyak
maupun yang sudah emeritus – ketika mempertahankan praktek gereja pertengahan, di mana ia
dimasukkan ke dalam peti?) sendiri menjadi bagian dari rohaniawan Katolik.
4
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
5
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
6
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
1.2. Pendeta Non GPIB Toga dan Stola Sudah pernah dikeluarkan oleh Majelis Sinode sebuah Pendeta non-GPIB yang melayani di GPIB menggunakan
surat yang menyerukan agar para Pendeta Non GPIB pakaian jabatan/liturgis dan stola dari asal Gereja yang
tetap menggunakan kelengkapan pakaian liturgisnya mentahbiskan/meneguhkannya.
sesuai asal Gereja yang mentahbiskannya. Hal ini di dasarkan pada semangat ekumenis di Indonesia
dalam dokumen/piagam saling mengakui dan saling
menerima (PSMSM).
7
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
1.3. Diaken & Penatua Pakaian yang dikenakan pada peristiwa Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Tahun Penentuan pakaian liturgis untuk diaken dan penatua
khusus 2015 halaman 181 sebagai berikut: harus mempertimbangkan tradisi setempat dan kekayaan
(perlu penegasan penjelasan tertulis) Ada kecenderungan para presbiter lain (diaken dan budaya Indonesia. Dalam hal ini perlu diangkat kekayaan
penatua) untuk menggunakan seragam dalam corak dan jenis kain tradisional/daerah misalnya: kain
pelayanan di dalam maupun di luar gedung gereja. tenun berbagai macam daerah dan batik serta model
Memang, tidak ada ketentuan bagi diaken dan penatua baniang dan kebaya yang dikenakan dengan stola.
untuk memeiliki pakaian khusus, baik di dalam maupun
di luar gedung gereja, seperti ibadah keluarga atau
ibadah kategorial.
Namun, jika dirasa perlu untuk menyeragamkan
pakaian liturgis seperti baniang bagi diaken dan
penatua dalam pelayanan ibadah di gedung gereja,
maka hal ini dapat dibijaki oleh Majelis Jemaat
setempat.
Sedangkan untuk pelayanan ibadah di luar gedung
gereja menggunakan pakaian lengan panjang dengan
stola baik (diaken, penatua) laki-laki maupun
perempuan
1.4 Calon a. Pakaian liturgis dikenakan sebelum Belum diatur Seseorang yang ditahbiskan dalam jabatan gerejawi
PF&S/Pendeta memasuki ruang ibadah atau dikenakan tertentu, maka harus ditahbis (= diteguhkan) dalam
pada saat unsur pentahbisan di dalam ruang ‘pakaian jabatan’ itu”. Bahwa kata “dalam” mengandung
ibadah. dua pengertian.
Pertama, pada saat prosesi ibadah penahbisan atau
8
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
b. Siapa pemberi kewenangan pengenaaan Belum ada penjelasannya Toga dan stola diberikan oleh gereja (bukan oleh orang
pakaian liturgis/toga putih kepada para calon tua) sebagai yang menahbiskannya dan dikenakan juga
PF&S/Pendeta oleh gereja (pejabat lembaga atau yang mewakilinya).
9
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
10
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
2.2 Pelayanan Pelayan Anak dan Pelayan Teruna, Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Tahun Praktik GPIB terhadap pelayan dan pengurus Pelkat
Kategorial Para Pengurus Pelayanan Anak, 2015 halaman 103- 107 sebagai berikut: (khususnya PA dan PT), komisi dan departemen,
Persekutuan Teruna, Gerakan Pemuda, Peneguhan dilakukan untuk Pengurus Pelayanan termasuk BPPJ dan BPPG serta BPMS sesungguhnya
Persekutuan Kaum Perempuan, Kategorial dan Pelayan Pelayanan Anak dan dapat diusut jauh ke belakang pada praktik gereja
Persekutuan Kaum Bapak dan Persekutuan Persekutuan Teruna Hervormd di Belanda. Sebagai bagian dari negara
Kaum Lanjut Usia (“gereja negara”), organ-organ pelayanan diusahakan
diadakan seperti mempersiapkan para pejabat negara.
Yang sedikit berbeda adalah para calon guru sekolah. Di
konteks “gereja negara” adalah juga “gereja rakyat”, maka
para guru sekolah sekaligus juga guru agama, seringkali
11
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
3 PERKAWINAN
3.1 Tempat Perkawinan Pelaksanaan Pemberkatan dan Peneguhan Belum diatur tegas. Mengenai tempat pelaksanaan Peneguhan dan
Perkawinan selain di dalam Gedung Gereja Pemberkatan Perkawinan: Bagi Calvin, perkawinan
dapatkah dilaksanakan di luar Gedung adalah ketetapan Illahi, tetapi sifatnya tetap sosial,
Gereja. sehingga tidak tepat jika menyebutnya sakramen.
Misalnya, Di tempat-tempat wisata yang Bagi Calvin, perkawinan pertama-tama adalah urusan
dapat disewa, dlsb. Pemerintah dan Gereja menjadi penasihat, dalam hal ini
Bagaimana pelaksanaan dan pemberkatan memberkati dalam Ibadah gereja (bisa dilaksanakan hari
Perkawinan bagi Jemaat-jemaat yang di biasa atau hari Minggu tapi bukan dalam Ibadah yang di
Ruko (Rumah Toko)? dalamnya dilaksanakan Perjamuan Kudus).
Jadi apabila selama ini GPIB dapat melaksanakan
Ibadah peneguhan dan pemberkatan Sakramen Perjamuan di tempat yang belum ditahbiskan
Perkawinan itu bukan sakramen. Lalu (mis: hotel, pada saat PS/PST) maka tentu Ibadah
mengapa dibatasi tempatnya hanya di Peneguhan dan Pemberkatan Perkawinan dapat
Gereja, mengapa tidak diantisipasi untuk dilaksanakan di luar gedung gereja namun tentu dalam
warga jemaat yang ingin kawin di luar pelaksanaannya tetap dalam kelengkapan unsur
gedung Gereja? Sehingga Gereja pelayanan dalam ibadah.
denominasi lainnya yang mengambil alih
pelaksanaan peneguhan dan pemberkatan
perkawinan terhadap warga jemaatnya
12
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
13
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
4.2 Peneguhan/Pelantika Setelah pemilihan pengurus & anggota Unit- Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Pengurus PELKAT dan Pelayan PA&PT GPIB/Dewan
n & Perkenalan unit Misioner lingkup Jemaat (PELKAT, Tahun 2015 halaman 102 - 107 sebagai berikut: PELKATdilaksanakan
Komisi dan Tim Kerja/Panitia termasuk ... Peneguhan/pengukuhan/pelantikan, namun demikian
BPPJ) dan lingkup Sinodal (Departemen, masih perlu peninjauan lebih dalam lagi mengenai
Yayasan, Panitia-panitia, termasuk BPPG rumusan peneguhannya. Sebaiknya sudah dibuatkan
dan BPMS, dlsb.) ketika di dalam ibadah formulasi kata-katanya.
Hari Minggu belum jelas rumusannya
apakah peneguhan, pelantikan atau Khusus Departemen, Yayasan, Panitia Pelaksana, BPPG
perkenalan? dan BPMS di lingkup Sinodal serta Komisi, Tim
Kerja/Panitia Pelaksana , BPPJ,dlsb dilaksanakan
perkenalan di dalam Ibadah Hari Minggu di tengah-
tengah Jemaat atau di salah satu Jemaat (khusus lingkup
sinodal), pada rumpun Pengutusan. Rumusan unsur
maupun formulasikata-katanya sudah harus
dibuatkan/dikerjakan.
4.3 Ibadah Emeritus a. Masih belum tegasnya rumusan unsur Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Akan dibuatkan formulasi kata-katanya yang merujuk
Pendeta ibadah dan formulasi kata-kata saat Tahun 2015 halaman 110-112. kepada Tata Gereja GPIB.
penetapan & penjelasan antara
kepegawaian dan kependetaan para
Pendeta GPIB
b. Penumpangan Tangan Belum ada kejelasan Penumpangan tangan tetap dipertahankan.
Penumpangan tangan menunjuk pada tradisi gereja yang
hidup yang sudah ada sejak gereja mula-mula dan tetap
14
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
hidup di GPIB.
Maknanya untuk meneguhkan fungsi kegembalaannya
yang tidak hilang walaupun ditetapkan emeritus (diakhiri
kepegawaiannya).
Emeritus juga dimaknai sebagai syukur dan sukacita
iman tentang kasih setia Tuhan yang tak berkesudahan.
Di dalamnya tidak ada pencopotan stola (karena stola
bukan menandai kepegawaiannya, tetapi kependetaan
seorang pendeta, yang tidak berakhir setelah emeritus).
Penumpangan tangan oleh para Pelayan Firman &
Sakramen GPIB
4.4 Unsur Budaya Maraknya Jemaat-jemaat melangsungkan Belum ada Pembaruan liturgis dibutuhkan dalam rangka melepaskan
Ibadah Hari Minggu dalam rangka diri dari tradisi Barat, khususnya Belanda dalam Tata
peristiwa/perayaan khusus dengan Ibadah. Oleh karenanya, GPIB perlu membuat
memasukkan nyanyian lagam daerah, musik “eksperimen” (istilah Maitimoe) berupa tata ibadah2 yang
tradisional termasuk mengenakan pakaian berbasis pengalaman kebudayaan seperti ibadah panen,
daerah. ibadah berkat benih, ibadah syukur buah, dll. Harapannya
dalam tata ibadah2 tersebut tercermin kesadaran ekologi
dalam gerakan iman gereja-gereja dunia untuk keutuhan
ciptaan (integrity of creation).
Tata ibadah-tata ibadah tersebut tetap berbasis pada 3
sumber berteologi GPIB yakni,
tradisi Biblis,
tradisi sistematis berupa teologi GPIB,
tradisi setempat
itu.
Pada peristiwa khusus dalam Jemaat setempat dapat
mengadakan ibadah eksperensial baik oleh anggota
Jemaat sendiri maupun melibatkan masyarakat setempat.
Penggunaan pakaian daerah sedapatnya tidak
memberatkan warga jemaat untuk mengenakannya.
Perlu kebijakan setempat juga dengan penggunaan alat-
alat musik tradisional, sehingga menghindarkan diri dari
latar belakang sejarah yang bersifat magis.
4.5 Ibadah-ibadah Siklus Masih rancunya pelaksanaan Hari Doa Buku II Hasil Ketetapan Persidangan Sinode XX Ibadah Rabu Abu sejatinya harus diletakkan dalam
Paskah dhi. Hari Doa GPIB dengan Ibadah Rabu Abu? Tahun 2015 halaman 24-25 tentang Rabu Abu kerangka eklesiologi transdenominasional, yang
GPIB-Rabu Abu Bagaimana dengan Tata Ibadahnya yang di menunjukkan afirmasi atas gerakan ekumenis di mana
dalamnya ada unsur penorehan abu di Rabu Abu yang menjadi kekayaan tradisi Gereja Katolik
kening/dahi seseorang oleh para Pelayan dan Gereja Ortodoks, kini menjadi milik semua tradisi
Ibadah? gereja yang lain, termasuk yang berlatar Lutheran,
Revormed (Calvinis), Baptis, Methodis, dan Evangelikal.
Maknanya adalah berpartisipasi dalam ingatan
penderitaan Kristus dan membangun solidaritas pada
penderitaan dunia. Basis dari Ibadah Rabu Abu adalah
teologi salib.
Penamaan Ibadah hari Rabu dalam siklus Paskah tetap
menjadi Hari Doa GPIB sesuai ketetapan sebelumnya,
hanya unsur ibadahnya dimasukkan penorehan
abu/unsur lainnya seperti arang di kening/dahi dan
formulasi rumusan kalimat/kata-kata akan dibuatkan
kemudian. Ibadah Hari Doa GPIB ini menjadi hal yang
wajib dilaksanakan oleh seluruh Jemaat GPIB.
5 SAKRAMEN
5.1 Sakramen Baptisan a. Bapak – Ibu Serani Belum diatur. Hal ini mengingat di beberapa budaya Gagasan Calvin bahwa keabsahan baptisan anak-anak
merupakan kewajiban untuk menghadirkan Bapak-Ibu terletak dalam perjanjian anugerah antara Allah dan
Serani. gereja. Melalui baptisan anak-anak, iman para orang tua
diperkuat. Akan tetapi juga untuk anak-anak sendiri
baptisan sangat berguna. Penting bagi mereka untuk
16
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
17
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
5.2 Sakramen Perjamuan a. Penutup alat-alat Sakramen. Selain Ibadah Belum ada penjelasan sehingga keseragaman tidak Memang tradisi tidak memberi penjelasan tentang ini.
Sakramen Perjamuan tidak ada penutup ada. Namun, referensinya mungkin harus dibawa ke era
kain atas alat-alat Perjamuan, sementara gereja VOC dan Hindia Belanda yang masih berlatar
saat ibadah Sakramen di manapun sering belakang pietisme (gerakan kesalehan). Latar pietisme
ditutup oleh kain atau tissue. inilah yang kemudian berada di belakang kebiasaan
Apakah perlu alat-alat sakramen diberi memperlakukan roti dan anggur perjamuan sebagai
penutup seperti kain, bahkan di beberapa makanan dan minuman yang sakral, bahkan sisa-sisa
kasus ditutup oleh kertas tissue? Katolik masih tersimpan dengan melihat keduanya
sebagai “barang” magis. Karena sakral, maka diberi
perhatian sangat hati-hati demi rasa hormat. Ketika roti
dan anggur itu dibawa dari pastori ke gereja didahului
dengan doa dan ditudungi atau ditutup dengan kain putih.
Hingga di dalam gereja, tudung atau tutup kain putih itu
tidak dilepaskan tetapi dipertahankan.
Kebiasaan ini lalu menjadi tradisi yang diteruskan
sehingga tanpa sadar menjadi bagian dari aturan
gerejawi.
18
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
b. Tata Letak Meja Perjamuan Kudus pada Belum diatur seragam. Calvin mendorong bahwa sebaiknya perjamuan kudus
Ibadah Hari Jum’at Agung. diberi bentuk upacara makan bersama dengan meja yang
dikelilingi kursi-kursi supaya para peserta dapat duduk
Saat Meja perjamuan dibentuk salib, maka melingkar seperti salib.
alat-alat perjamuan dipindahkan di atasnya, Pengecualian terjadi di jemaat-jemaat Calvinis yang
namun seringkali meja perjamuan berikut menjadi pengungsi (imigran) –ketika penghambatan
alat-alat perjamuan masih diletakkan di terhadap jemaat-jemaat Protestan terjadi— mereka
depan mimbar sehingga terkesan merayakan perjamuan kudus sambil duduk di tempat
ganda/doule di belakang Pendeta berdiri masing-masing. Begitulah pada abad ke-20 sebagai
dan yang di depan Pendeta berdiri. pengaruh gerakan pembaruan liturgis di Belanda, timbul
bentuk-bentuk baru dengan alasan-alasan praktis dan
teologis liturgis. Antara lain penggantian materi roti dan
anggur, perjamuan ekumenis bersama gereja lain.
Namun, perjamuan meja didorong oleh dokumen BEM
(Baptism, Eucharist and Ministry) untuk dilakukan
sesering mungkin (walaupun secara praktis di GPIB
dipraktikkan sekali saja), yang mengangkat spiritualitas
ekumenis gereja di sepanjang abad tentang duduk
makan pada perjamuan sorgawi bersama Anak Domba
Allah.
Selain Ibadah Jum’at Agung meja perjamuannya
menggunakan meja perjamuan di depan mimbar seperti
biasanya dan diletakkan alat-alat sakramen perjamuan
yang sudah diisi (roti dan anggur). Atau diganti dengan
meja yang lebih panjang dan lebar untuk menampung
tempat roti dan cawan minuman yang banyak di atas
meja.
Jika Ibadah Jum’at Agung, apabila meja perjamuan yang
diperluas dan alat-alat sakramen perjamuan di letakkan di
atasnya maka, tidak perlu ada meja lainnya yang ada di
di antara seorang Pelayan Firman dan Sakramen dan
19
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
letak mimbar.
C Sursum Coda Peletakkan unsur yang menjadi berbeda makna Satu hal lagi yang sudah kabur dalam praktik ibadah
. Perjamuan Kudus di GPIB adalah hakikat Perjamuan
Kudus menurut Calvin pada ungkapan “sursum corda”
(angkatlah hatimu, ke ataslah hati), yaitu undangan untuk
mengarahkan hati kepada Kristus di surga supaya dalam
roti dan anggur perjamuan diterima roti dan anggur surga
yang sesungguhnya.
Gagasan “sursum corda” penting bagi Calvin, karena
bukan Kristus yang turun ke bawah, tetapi kita yang naik
ke atas. “Sursum corda” penting bagi Calvin, karena
menjadi dasar ajarannya mengenai Perjamuan Kudus.
Karena “sursum corda” yang adalah bagian dari
pendahuluan doa syukur agung maka, apabila ini
dikeluarkan maka akan Sakramen Perjamuan menjadi
kehilangan makna sakramennya dan hanya merupakan
perjamuan kasih biasa.
Formulasi Tata Ibadah Sakramen Perjamuan Jumat
Agung pelaksanaannya harus sama di semua tempat
termasuk di pos Pelkes atau gedung lainnya dan
perjamuan di hari minggu.
Formula John Calvin Formula GPIB Tata
Ibadah Sakramen
Perjamuan Kudus Jumat
Agung
Penjelasan Penjelasan
Pengarahan Hati Doa Syukur Agung
(Sursum Corda) (hingga Doa Bapa Kami)
Doa Syukur Agung Pengakuan Iman Nice
(hingga Doa Bapa Kami) Konstantinopel
Pengakuan Iman Nicea Nyanyian Jemaat
Konstantinopel
Nyanyian Jemaat Pengarahan Hati
(Sursum Corda)
Undangan Undangan
Jamuan Jamuan
Gerejanya.
RANCANGAN KERJA
1. Berkaitan dengan kerangka pikir di atas, maka pertama-tama yang dilakukan oleh kelompok PANTER Sub-Tata Ibadah adalah : Inventarisasi masalah-masalah
yang muncul dalam pelaksanaan Ibadah-Ibadah di Jemaat.
2. Kedua, Pengayaan Dasar Teologis Tata Ibadah GPIB yang dapat dijadikan acuan sebagai awal kerja membangun kerangka pikir Tata Ibadah diharapkan dapat
menjawab persoalan-persoalan yang muncul di jemaat dan di kalangan para Pendeta.
3. Tindak lanjut dari Pengayaan Dasar Teologis Tata Ibadah, kelompok akan mengadakan Kelompok Diskusi Perangkat Teologi agar lebih memperkaya kelompok
untuk lebih fokus pada konsep dasar teologis yang dapat menjadi pegangan pelaksanaa Ibadah-ibadah
4. Pertemuan rutin kelompok untuk melengkapi konsep dasar teologis yang sudah ditetapkan dalam Persidangan-persidangan.
5. Sebelum RANUM (Rancangan Umum) akan diturunkan ke Jemaat-jemaat akan dilaksanakan Lokakarya berkaitan dengan pengayaan dasar teologis mengenai
penjelasan-penjelasan dari Ibadah dan Tata Ibadah GPIB serta perangkat-perangkatnya.
6. Apabila di tengah pelayanan Jemaat masih ditemukan hal-hal yang menjadi pertentangan dan ketidak-sesuaian dalam praktiknya, dapat ditambahkan sebagai
usulan agar Panitia Materi dapat bekerja untuk memperlengkapinya.
kfbp-shr-mtt-ur-dlg-dk-hus-wg-ydt-stk-gmr-vth-rvm-msrth
21
-RANDAS TATA IBADAH GPIB-
22