Anda di halaman 1dari 7

KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TIM KESEHATAN

A.    Konsep Umum Komunikasi


1.      Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal
dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang
menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun
direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009). Stuart,G.W, & Laraia,
2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting
dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.
2.      Komunikasi dalam kelompok     
Kozier,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua atau lebih individu yang
berbagi kebutuhan dan tujuan berama, melibatkan satu sama lain ke dalam tindakan yang mereka
lakukan, dan akhirnya bersatu padu serta memisahkan diri dari pihak lain demi kebaikan interaksi
yang mereka lakukan. Kelompok hadir untuk membantu manusia mencapai tujuan yang tidak dapat
dicapai dengan kemampuan individu.
a)      Dinamika kelompok
Komunikasi yang berlangsung antar anggota kelompok dikenal dengan dinamika kelompok.
Tata cara komunikasi ini akan ditentukan oleh sejumlah variabel dan faktor yang saling terkait.
Setiap anggota kelompok akan memberikan pengaruh pada dinamika kelompok, didasarkan pada
motivasi mereka dalam berpartisipasi, kesamaan mereka dengan anggota kelompok yang lain,
kedewasaan anggota kelompok dalam mengespresikan perasaan mereka dan tujuan kelompok
tersebut.
b)      Tipe kelompok layanan kesehatan
Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam kelompok, dari dua hingga
organisasi profesional yang besar. Sebagai partisipan kelompok, perawat mungkin diharuskan
menjalani peran yang berbeda baik menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran atau penerima
saran sesuai dengan kapasitasnya. Tipe kelompok layanan kesehatan yang umum meliputi
kelompok kerja, kelompok penyuluhan, kelompok swabantu, kelompok terapi, dan kelompok
pendukung sosial terkait kerja. Kerja profesional dalam kelompok bergantung pada gaya
kepemimpinan, tanggung jawab anggota, tanggung jawab kepemimpinan, dan identifikasi tugas
dalam fase grup berbeda.

B.     Komunikasi dengan Tim kesehatan lain


     Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan berbagai anggota tim
pelayanan kesehatan. Unsur yang membentuk hubungan perawat klien juga dapat diterapkan dalam
hubungan sejawat, yang berfokus pada pembentukan lingkungan kerja yang sehat dan mencapai
tujuan tatanan klinis. Komunikasi ini berfokus pada pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok,
kolaborasi, konsultasi, delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajemen. Dibutuhkan banyak
keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam presentasi, persuasi, pemecahan masalah
kelompok, pemberian tinjauan performa, dan penulisan laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat
dan tim kesehatan membutuhkan interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun kepercayaan dan
meperkuat hubungan. Semua orang memilki kebutuhan interpribadi akan penerimaan, keterlibatan,
identitas, privasi, kekuatan dan kontrol, serta perhatian. Perawat membutuhkan persahabatan,
dukungan, bimbingan, dan dorongan dari pihak lain untuk mengatasi tekanan akibat stress
pekerjaan dan harus dapat menerapkan komunikasi yang baik dengan klien, sejawat dan rekan kerja.
(Potter & Perry, 2009).
     Agar efektif sebagai profesional keperawatan, itu tidak cukup untuk sangat berkomitmen untuk
klien. Pada akhirnya, iklim perusahaan tempat kerja akan memiliki efek pada hubungan yang terjadi
antara perawat dan klien pribadi. Kegagalan dalam komunikasi antara penyedia layanan kesehatan
adalah salah satu faktor yang paling umum. Komitmen untuk kolaborasi dalam hubungan kerja
dengan para profesional lain membantu mempertahankan kualitas tinggi dari perawatan klien.
Keberhasilan kelompok bergantung pada hubungan baik diantara  tim, terutama pemimpin tim
dengan anggota tim yang lain.  
Untuk mendorong terjadinya komunikasi, pemimpin tim harus selalu mengamati prinsip
komunikasi menurut WHO (1999):
  Seluruh anggota tim harus bebas mengemukakan dan menjelaskan pandangan mereka dan harus
didorong untuk bertindak seperti itu.
  Sebuah pesan atau komunikasi, baik lisan maupun tertulis harus dinyatakan dengan jelas dan dalam
bahasa atau ungkapan yang dapat dimengerti
  Komunikasi mempunyai 2 unsur yaitu mengirim dan menerima, bila pesan yang dikirim tidak
diterima komunikasi tidak berjalan. Dengan demikian pemimpin tim harus selalu meggunakan suatu
cara untuk memeriksa apakah efek yang diharapkan terjadi.
  Perselisihan atau pertentangan adalah normal dalam hubungan antar manusia, hal ini sudah diatur
sedemikian sehingga dapat mencapai hasil yang konstruktif.
Pengaturan ruangan untuk membantu komunikasi cobalah dengan mengatur ruangan, kantor
kelas dan ruangan kelompok, pendidikan lainnya sehingga komunikasi dapat berjalan dengan
efektif.  Diagram dibawah menunjukkan pengaturan komunikasi dengan 1 pemimpin dan 4 anggota.
(WHO, 1999).
Selalu ingat bahwa:
  Dalam satu kelompok yang terdiri dari tidak lebih enam atau tujuh orang, semua orang dapat ikut
serta dalam diskusi. Dengan demikian, sebuah kelompok besar lebih baik dibagi menjadi kelompok-
kelompok kecil.
  Meja dapat dihalangi komunikasi karena permukaan atau bentuknya, atau cara benda tersebut
ditempatkan. Bila tidak diperlukan maka disingkirkan. Hindarkan meja berbentuk huruf U.
Pengaturan tempat duduk harus mencerminkan tujuan atau maksud pertemuan atau
kelompok. Gunakan pengaturan tersebut untuk mempermudah komunikasi, bila hal ini penting
untuk maksud dan tujuan tersebut. Sesuaikan pengaturan tempat duduk ini dengan tujuan, bukan
tujuan menyesuaikan dengan pengaturan tempat duduk.

C.    KONSEP UMUM
1)      Delegasi
Delegasi adalah pemindahan tanggungjawab untuk melakukan kegiatan atau tugas dan
memegang akuntabilitas terhadap hasil. Delegasi bermanfaat untuk memperbaiki efisiensi,
meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan staf lainnya. Sebagai seorang perawat, harus
bertanggungjawab terhadap penyelengaraan perawatan klien dan akan mendelegasikan kegiatan
perawat kepada asisten. Karena langkah dari proses keperawatan memerlukan perawat untuk
pengambilan keputusan, maka tahap ini tidak akan anda deegasikan kepada asisten atau tenaga
kesehatan lain. Untuk mendukung lingkungan profesional yang baik, setiap anggota tim kerja
keperawatan bertanggungjawab untuk melaksanakan komunikasi profesional yang bersifat terbuka.
Jika dilakukan dengan benar, delegasi dapat memperbaiki efisiensi kerja, produktivitas, dan
peningkatan kerja.
Lima syarat dalam pendelegasian antar tim kesehatan: Tugas yang tepat, kondisi yang tepat,
orang yang tepat, komunikasi/petunjuk yang tepat, supervisi yang tepat. ( Potter & Perry, 2009).
a.       Konflik dalam berkomunikasi
Tujuan utama dalam menangani konflik di tempat kerja adalah untuk menemukan kualitas tinggi
dan solusi yang dapat diterima bersama. Dalam banyak contoh, berbagai jenis hubungan dapat
berkembang melalui penggunaan teknik komunikasi manajemen konflik.
Pada situasi klinis sebagai suatu proses kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan
mengikuti langkah:
  Memperoleh data faktual: Mendapatkan semua informasi yang relevan tentang isu-isu spesifik yang
terlibat dan sekitar respon perilaku klien untuk masalah perawatan kesehatan.
  Pertimbangkan sudut pandang lain: Memiliki beberapa ide tentang apa masalah mungkin relevan
dari sudut pandang orang lain, memberikan informasi penting tentang pendekatan interpersonal
yang terbaik untuk digunakan.
  Intervensi awal: Buat forum untuk komunikasi dua arah , sebaiknya bertemu secara berkala dengan
tim kesehatan lain mencakup permasalahan klien.
b.      Komunikasi antara  perawat-dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal
ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai
bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan
bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar
prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. 
Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter. Contoh: Ketika perawat
menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter
bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah.Selain itu
komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu
peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari
pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara
pasti mengenai penyakit pasien.Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah
menggunakan istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis
sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik
serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari kedua pihak
dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter
sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan
perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan
bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih
lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik
pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
1)      Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama dan posisi, mengidentifikasi
klien dan diagnosis klien atau orang-orang lain yang terlibat dalam masalah dengan nama. 
2)      Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah).
3)      Menyatakan tujuan
4)      Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan praktek klinik.
5)      Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab untuk pelaksanaan,
mengklarifikasi informasi terutama jika ini percakapan telepon, menentukan kerangka waktu
pelaksanaan). (Arnold & Boogs, 2007).

c.       Komunikasi antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga kesehatan
terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana
tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau
komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.Hubungan perawat dengan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional,
hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi karena
adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing-
masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer
atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang
dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan
struktural. Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang lazim dan
terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak
terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya.

d)     Komunikasi antara perawat dengan ahli terapi.


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk
peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat bekerja dengan pemberi terapi
respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan
dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-
sama dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain
itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh: Perawat merawat
seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis
respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana
menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.

e)      Komunikasi antara perawat dengan ahli farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan
mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga
terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong
klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat
yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan
bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis
yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak
tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat
harus berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang
sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis
obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan.
Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang
dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan,
sehingga informasi ini dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi
adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-
obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam
konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.
f.       Komunikasi antara perawat dengan ahli gizi.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan
memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat
sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang –
obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi
pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi
diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah pihak.

g.      Komunikasi terkait kasus pemicu


Fokus dalam segmen model komunikasi kesehatan dapat melukiskan hubungan interpersonal
dalam tim kesehatan. Northouse (1998) mengungkapkan ada 3 area permasalahan yang dimiliki
dalam hubungan interprofesional yaitu:
1)      Stres Peranan (Role Stress)
2)      Rendahnya pemahaman interpersonal (lack of interpersonal understanding)
3)      Otonomi yang keras (autonomy struggle)
Bertemu dengan orang sakit setiap hari merupakan tugas yang tidak mudah. Pekerjaan profesional
kesehatan secara konstan menempatkan mereka dalam kontak dengan pasien yang sedang bergelut
dengan kondisi kritis dalam hidupnya dan mereka sedang mencoba mengatasi emosi atau penyakit
yang serius. Sumber masalah role stress yang dialami para professional kesehatan berhubungan
dengan penyelesaian peran professional itu sendiri. Jenis role stress dibagi dua jenis yaitu role
conflict dan role overload. Kasus role conflict dapat ditunjukan salah satunya dengan reality shock.
Kramer (1974) dalam teorinya tentang Reality Shock menjelaskan bahwa stress dapat disebabkan
oleh adanya kesenjangan atau perbedaan antara lingkungan pendidikan dengan pelayanan. Hal itu
biasanya dialami oleh lulusan perawat baru. Perawat Yanti sebagai perawat baru yang bekerja di
sebuah Rumah Sakit merasakan bahwa pendidikan yang ia tempuh selama ini ternyata belum cukup
untuk mempersiapkan dirinya dalam lingkungan kerja. Perawat Yanti akhirnya mengalami reality
shock yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. Karena
baru pertama masuk dunia kerja, perawat Yanti juga merasakan kesulitan berkomunikasi dengan
tim kesehatan lain, apalagi untuk berbicara di depan suatu forum tim kesehatan. Hubungan
interpersonal antara perawat dan profesi lain pun harus terpelihara dengan baik. Hubungan tersebut
dapat diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman interpersonal mengenai peran masing-masing
individu atau profesi.
Perawat Yanti harus paham benar tentang perannya sebagai perawat dan berusaha tidak memasuki
batas wilayah peran profesi lainnya sehingga tidak memicu konflik internal tim kesehatan.
Kolaborasi antara perawat Yanti dengan perawat atau tim kesehatan lain dapat terwujud jika
hubungan interpersonal perawat Yanti berjalan dengan baik. Area-area rentang konflik seperti yang
digambarkan di atas merupakan hal yang perlu diwaspadai, terutama dalam menjalin kolaborasi
antar anggota tim kesehatan atau interprofesional. Untuk mempertahankan hubungan yang harmonis
serta mengurangi beban stress di lingkungan kerja, akhirnya para professional kesehatan membuat
jadwal pertemuan rutin yang digunakan sebagai sarana sharing atau berdiskusi tentang masalah-
masalah yang ada di lingkungan kerja.
Pertemuan tersebut antara lain rapat rutin tim kesehatan dan case conference:

a)      Rapat tim kesehatan


Rapat tim kesehatan adalah media komunikasi antara tim kesehatan (rapat multidisiplin) untuk
membahas manajerial ruang untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan manajerial.Tujuan
rapat tim keehatan yaitu menyamakan persepsi terhadap informasi yang didapat dari masalah yang
ditemukan (khususnya masalah manajerial), meningkatkan kesinambungan pemberian pelayanan
kesehatan, mengurangi kesalahan informasi, dan meningkatkan koordinasi antara anggota tim
kesehatan.
b)      Case conference
Konferensi kasus meliputi pertemuan-pertemuan yang dijadwalkan secara rutin (Regularly
Scheduled Series or Conferences). Pertemuan tersebut dilaksanakan harian, mingguan, atau bulanan
untuk diskusi tentang masalah-masalah manajemen pasien spesifik untuk meningkatkan perawatan
pasien dalam sebuah institusi. Case conference adalah diskusi kelompok tim kesehatan tentang
kasus asuhan keperawatan klien atau keluarga. Setiap tim kesehatan memiliki jadwal case
conference masing-masing dan biasanya diadakan dua kali tiap bulannya. Peserta case conference
melibatkan tim kesehatan yang terkait seperti perawat, dokter, atau anggota profesi lainnya jika
diperlukan. Waktu pertemuan dua kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan kondisi atau tingkat
urgensi kasus, dan lamnya pertemuan tentatif. 
Tujuan diadakannya case conference yaitu mengenal kasus dan permasalahannya,
mendiskusikan kasus untuk mencari alternatif penyelesaian masalah asuhan keperawatan,
meningkatkan koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan, dan meningkatkan
pengetahuan dan wawasan dalam mengangani kasus.Case conference juga digunakan untuk
mengembalikan konflik dalam kolaborasi (Arnold & Boggs, 2007), yaitu dengan cara mengutarakan
inisiatif untuk mendiskusikan masalah, menggunakan keterampilan mendengar aktif, menyediakan
dokumentasi data yang relevan terhadap isu, mengajukan resolusi, menciptakan iklim dimana para
pertisipan memandang negosiasi sebagai sebuah usaha kolaborasi, membuat ringkasan yang jelas
terhadap hasil feedback, merekam semua keputusan dalam sebuah catatan. Kegiatan case
conference ini harus melalui tahap persiapan sebelumnya. Perawat Dewi dapat memilih salah satu
topik yang akan disampaikan dalam case conference.
Topik tersebut meliputi kasus pasien baru, kasus pasien yang tidak ada perkembangan, kasus
pasien pulang, kasus pasien yang meninggal, dan kasus pasien dengan masalah yang jarang
ditemukan. Pemilihan topik dapat dilakukan dengan mengkaji terlebih dahulu data-data pasien yang
selama ini dipegang oleh perawat Yanti. Dengan data-data tersebut, perawat Yanti dapat membuat
suatu analisa permasalahan yang akan disampaikan saat case conference.
Case conference sebagai salah satu kegiatan penting dalam proses kolaborasi antara tim
kesehatan. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kolaborasi dalam case
conference ini meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada
seluruh kolaborator tentang suatu permasalahan dalam asuhan keperawatan. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai
dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab dapat
menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien.

c)      Menangani masalah-masalah staf perawat


Langkah-langkah dalam pemecahan masalah antar kelompok petugas kesehatan: mengatur
pelaksanaan untuk komunikasi kolaboratif, melakukan pertemuan untuk menyatukan perspektif
kelompok, mengidentifikasi masalah utama, memiliki tujuan yang jelas dan relevan, saling
menghormati dan menghargai nilai-nilai dan martabat semua pihak, anggota kelompok dapat
bersikap tegas tapi tidak manipulatif, bersikap objektif,  mendiskusikan solusi dengan
mengidentifikasi manfaat/kekurangan dari solusi, menghargai alternatif solusi demi kepentingan
klien, menghincari situasi konflik, menghindari emosi, memutuskan untuk mengimplementasikan
solusi terbaik, menentukan orang yang bertanggung jawab untuk implementasi, membangun garis
waktu dan metode evaluasi (Armold & Boogs, 2007).
d)     Komunikasi interpersonal ditempat kerja yang multikultural 
Meliputi verbal, nonverbal, dan mendengar. Komuikasi nonverbal meliputi pengaturan ruang,
lingkungan, penampilan, kontak mata, postur tubuh, gerak, ekspresi, waktu dan isayarat suara.
Komunikasi verbal dengan prilaku asertif, sedangkat komunikasi diam dengan menjadi pendengar
yang baik dengan menyadari pengalaman, sikap yang mepengaruhi dalam mempresepsikan pesan.
e)      Hambatan lain dalam berkomuniksi dengan Tim Kesehatan Lain meliputi: 
Menjadi emosional daripada berfokus pada masalah, menyalahkan orang lain, tertutup dan tidak
menghargai serta memahami perspektif orang lain. (Arnold & Boggs, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Arnold,E.C,&Boggs.K.U.(2007).Interpersonal Relationship: Professional Communication skills for


Nurses.(5 th ed.). St Louis: Elseiver.
Kozier,Barbara.(2004).Fundamentals Of Nursing: concepts, process, and practice (7 th ed.). New
Jersey: Pearson
Kramer, Marlene.(2008).Reality Shock: why nurses leave nursing. St Louis: MOSBY
Northouse, Peter Guy.(2010).Leadership: Theory and Practice.(5 th ed.). USA : SAGE
Potter & Perry. (2009).Fundamental keperawatan (7 th ed.) (vols 2.). dr Adrina &marina, penerjemah).
Jakarta: Salemba Medika. Stuart.G.W.,&Laraia.,M.T.(2005).Principles and Practice Of psychiatric
nursing.(8 th ed.).St Louis: MOSBY
WHO(1999).Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer.(2 th ed). (dr.Popy Kumalasari,
Penerjemah).Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai