Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENATALAKSANAAN PADA ASIDOSIS KERACUNAN OBAT

BARBITURAT ANTIDEPRESAN DISUSUN DALAM RANGKA


MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT& MANAJEMEN BENCANA
Dosen Pembimbing : Dony Sulystiono, M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Nabilla Yolanda Wilarso

Kelas : 3B

NIM : P27820419058

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Makalah
Penatalaksanaan pada Asidosis Keracunan Obat Barbiturat Antiepresan". Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat & Manajemen Bencana. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Bapak Dony Sulystiono, M.Kep, selaku dosen pembimbing mata kuliah


Keperawatan Gawat Darurat & Manajemen Bencana
2. Bapak/Ibu dosen Prodi D3 Keperawatan Sidoarjo.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari


bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Sidoarjo, 27 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
2.1 Definisi Barbiturat..........................................................................................4
2.2 Mekanisme Kerja Barbiturat...........................................................................4
2.3 Efek Obat Barbiturat.......................................................................................7
2.4 Penyalahgunaan Barbiturat............................................................................8
2.5 Gejala Keracunan Barbiturat..........................................................................9
2.6 Penatalaksanaan Keracunan Barbiturat.......................................................10
BAB III...............................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam barbiturat pertama kali disintesis oleh peneliti Jerman
Adolf Von Baeyer pada tanggal 6 Desember 1864. Hal ini dilakukan
dengan cara mengkondensasi urea dari hewan produk limbah dengan
dietil malonat (ester dari asam apel). Ada beberapa cerita tentang
bagaimana substansi ini mendapatkan namanya. Kisah yang paling
mungkin adalah bahwa Von Baeyer dan rekan-rekannya pergi untuk
merayakan penemuan mereka di sebuah kedai dimana artileri tentara
kota juga merayakan hari Raya Saint Barbara-Santo pelindung artileri.
Perwira artileri dikatakan telah dibaptis zat baru dengan mencampur
“Barbara” dengan “urea”. Tidak ada substansi medis ditemukan,
namun, sampai 1903 ketika dua kimiawan Jerman yang bekerja di
Bayer, Emil Fischer dan Joseph von Mering, menemukan bahwa
barbital ini sangat efektif dalam menginduksi tidur anjing. Barbital
kemudian dipasarkan oleh Bayer di bawah nama dagang Veronal. Von
Mering mengusulkan nama ini karena tempat paling damai yang ia tahu
adalah kota Verona, Italia.
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem
saraf pusat, dan menghasilkan efek yang luas, dari sedasi ringan sampai
anestesi total. Barbiturat juga efektif sebagai anxiolitik, hipnotik, dan
antikolvusan. Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik secara fisik
dan psikologis. Barbiturat pada umumnya digunakan sebagai asam
bebas atau garam untuk sodium, kalsium, kalium, magnesium, litium,
dan lain-lain. Kodein dan dionine berbasis garam-garam dari asam
barbiturat telah dikembangkan. Pada tahun 1912, Bayer
memperkenalkan turunan asam barbiturat lainnya, seperti phenobarbital
dan lain-lain.
Turunan asam barbiturat seperti pentobarbital dan phenobarbital

1
sudah lama digunakan sebagai anxiolitik dan hipnotik. Barbiturat
sebagian besar telah digantikan oleh benzodiazepin dalam praktek
medis rutin – misalnya dalam pengobatan kecemasan dan insomnia –
karena benzodiazepin secara signifikan kurang menyebabkan
overdosis. Namun barbiturat masih digunakan dalam anastesi umum,
serta untuk epilepsi.
Barbiturat diklasifikasikan menjadi barbiturat aksi-sangat
pendek (ultrashort- acting), aksi-pendek (short-acting), aksi-
menengah (intermediate-acting), dan aksi- lama (long-acting)
tergantung pada seberapa cepat barbiturat beraksi dan berapa lama
efek barbiturat berakhir. Barbiturat aksi sangat pendek (ultrashort-
acting) masih banyak digunakan untuk anestesi bedah, terutama untuk
menginduksi anestesi meskipun penggunaan barbiturat selama
induksi anestesi sebagian besar telah digantikan oleh propofol.
Barbiturat ultrashort acting seperti thiopental (pentothal)
menghasilkan ketidaksadaran dalam waktu sekitar satu menit
intravena injeksi. Obat ini digunakan untuk menyiapkan pasien untuk
pembedahan; anestesi umum lain seperti sevofluran atau isofluran
kemudian digunakan untuk menjaga pasien dari bangun sebelum
operasi selesai. Thiopental dan barbiturat ultrashort-acting biasanya
digunakan dalam pengaturan rumah sakit dan sangat tidak mungkin
untuk disalahgunakan.
Pada 1950-an dan 1960-an, laporan tentang overdosis barbiturat
dan masalah ketergantungan meningkat, yang akhirnya menyebabkan
penjadwalan barbiturat sebagai obat terkontrol. Pada tahun 1970,
beberapa barbiturat ditunjuk di Amerika Serikat sebagai zat yang
dikendalikan dengan berlakunya Act Amerika Controlled Substances
1970. Pentobarbital dan amobarbital secobarbital ditunjuk sebagai
jadwal obat II, butabarbital jadwal III, dan phenobarbital sebagai
jadwal IV. Pada tahun 1971, Konvensi Psikotropika ditandatangani di
Wina. Dirancang untuk mengatur amfetamin, barbiturat, dan sintetik
lainnya, perjanjian ini juga mengatur secobarbital, amobarbital,

2
butalbital, cyclobarbital, dan pentobarbital sebagai jadwal III, dan
allobarbital, methylphenobarbital, phenobarbital, serta vinylbital
sebagai jadwal IV.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian barbiturat?
2. Bagaimana mekanisme kerja obat barbiturat?
3. Apa saja efek obat barbiturat?
4. Bagaimana penyalahgunaan obat barbiturat?
5. Apa saja gejala keracunan barbiturat?
6. Bagaimana penatalaksanaan keracunan obat barbiturat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari asidosis metabolik
2. Untuk mengetahui definisi dari barbiturat
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari barbiturat
4. Untuk mengetahui efek dari barbiturat
5. Untuk mengetahui gejala dari keracunan barbiturat
6. Untuk mengetahui penatalaksaan dari keracunan barbiturat

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang keracunan barbiturat
2. Sebagai referensi perkuliahan dan bisa di pahami sebagai materi yang
relevan untuk mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang berkaitan
dengan penatalaksanaan asidosis metabolik pada keracunan barbiturat

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Barbiturat


Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf
pusat, dan mereka menghasilkan spektrum efek yang luas, mulai dari sedasi
ringan sampai anestesi total. Mereka juga efektif sebagai anksiolitik, sebagai
hipnotik, dan sebagai antikonvulsan. Mereka memiliki potensi kecanduan,
baik fisik dan psikologis.
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki
anti konvulsi yang masih banyak digunakan.

2.2 Mekanisme Kerja Barbiturat


Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat
akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat,
barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap
komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak
yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada
konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap
saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter
inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik
diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif
dengan reseptor (postsinap).

Mekanisme kerja barbiturat pada :


1. SUSUNAN SARAF PUSAT.
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis non anestesi terutama menekan respons pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian

4
efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagi mediator.
Barbiturat berikatan dengan GABA sensitive ion channels yang terdapat pada
CNS (Central Nervous System) yang menyebabkan influks klorida ke dalam
sel membran dan kemudian menyebabkan hiperpolarisasi neuron
postsinaptik. GABA dan glycine merupakan neurotransmitter yang bersifat
menghambat. kerja SSP.
Barbiturat bekerja pada reseptor GABA. Adanya ikatan antara reseptor
GABA dan barbiturat akan menyebabkan perubahan alosterik pada reseptor
GABA sehingga meningkatkan arus klorida yang akan mengakibatkan
terjadinya hiperpolarisasi sel. Barbiturat meningkatkan kinerja GABA dengan
menstabilkan channel klorida dalam keadaan terbuka. Dengan demikian
channel klorida terbuka lebih lama dan meningkatkan arus klorida.
Pada dosis tinggi, barbiturat merangsang GABA A reseptor secara
langsung pada keadaan tidak adanya GABA. Barbiturat juga menghambat
reseptor glutamat di CNS. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang
berbeda pada eksitasi dan inhbisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturat
membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, namun
pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

2. SUSUNAN SARAF PERIFER.


Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglia otonom dan
mereduksi eksitasi nikotinik oleh ester kolin. Efek ini terlihat dengan
turunnya tekanan darah setelah pemberian oksibarbiturat IV dan pada
intoksikasi berat.

3. PERNAFASAN
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya
dosis, Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap
pernapasan, sedangkan dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan
frekuensi dan amplitudo napas, ventilasi alveoli sedikit berkurang, sesuai
dengan keadaan tidur fisiologis. Pemberian oral dosis barbiturat yang sangat
tinggi atau suntikan IV yang terlalu cepat menyebabkan depresi napas lebih

5
berat. Pada orang yang sedang berada dibawah pengaruh alkohol, depresi
napas jadi lebih berat karena efek sinergisme.
▸ Pernapasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat
terhadap pusat napas, (2) Edema paru akibat barbiturat kerja sangat singkat,
(3) pneumonian hipostatik, terutama akibat barbiturat kerja. panjang dan (4)
hiperefleksia N.Vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan dan
laringospasme pada anestesia IV. Pada intosikasi barbiturat, kepekaan sel
pengatur napas di medulla oblongata terhadap CO₂ berkurang sehingga
ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO₂
berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan
pengeluaran CO₂ dan pemasukan O₂ berkurang dan terjadi hipoksia atau
anoksia. Hipoksia merupakan perangsangan nafas yang fisiologis, sehingga
pernapasan dapat berjalan terus. Bila pada keadaan ini diberikan O₂,
pernafasan yang hanya dipertahankan oleh rangsangan hipoksia dapat
terhenti. Kematian pada intoksikasi barbiturat biasanya disebabkan oleh
depresi nafas.

4. SISTEM KARDIOVASKULAR
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek nyata terhadap sistem
kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang
ditimbulkan barbiturat. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat
sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi napas.
Selain itu, dosis tinggi barbiturat menyebabkan depresi pusat vasomotor
diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. Barbiturat dosis sangat
tinggi vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. Barbiturat dosis sangat
tinggi berpengaruh langsung terhadap kapiler sehingga menyebabkan syok
kardiovaskular.

5. SALURAN CERNA
Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan amplitudo
gerakan kontraksinya. Garam Na dari golongan barbiturat kerja sedang dan

6
kerja singkat mempunyai sifat alkali kuat sehingga cepat diabsorpsi tetapi
menimbulkan iritasi lambung.

6. HATI.
Efek barbiturat terhadap hati yang paling dikenal adalah efeknya
terhadap sistem metabolisme obat pada mikrosom. Barbiturat bersama sama
dengan sitokrom P450 secara kompetitif mempengaruhi biotransformasi obat
serta zat endogen dalam tubuh, misalnya: hormon steroid. Barbiturat
menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikulum endoplasmik hati.
Induksi enzim ini menaikkan kecepatan metabolisme

2.3 Efek Obat Barbiturat


A. Pada Sistem Saraf Pusat
Barbiturat menimbulkan semua tingkat depresi mulai dari sedasi
ringan sampai koma. Tingkat depresi tergantung pada jenis barbiturat,
dosis yang sampai ke SSP, cara pemberian, tingkat kepekaan SSP pada
waktu pemberian obat, dan ada tidaknya toleransi.
Seluruh SSP dipengaruhi barbiturat, tetapi yang paling peka adalah
korteks serebri dan sistem retikular. Pada dosis sedatif sudah terjadi
depresi daerah motoris dan sensoris korteks. Yang relatif kebal terhadap
barbiturat adalah vasomotor dan pusat pernapasan di medula oblongata.

B. Sistem Kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output, dan dapat
meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat
tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan
karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun,
dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh,
tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau
hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih
normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat
dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak

7
turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi
langsung obat pada miokard.

C. Sistem Pernafasan
Dosis hipnotik menyebabkan depresi respirasi yang ringan,
sementara pada dosis yang lebih besar, dapat terjadi intoksikasi, yang
menekan pusat pernapasan (medulla oblongata), sehingga respon
terhadap CO2 berkurang, dan mengakibatkan ventilasi paru berkurang.
Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan
O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.

D. Saluran Cerna
Tonus dan amplitudo pergerakan otot usus berkurang sedikit karena
barbiturat. Sekresi lambung hanya sedikit berkurang.

E. Ginjal
Barbiturat tidak mempunyai efek buruk terhadap ginjal yang sehat.
Namun Oliguri dan anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat
terutama akibat hipotensi yang nyata.

F. Hati
Pada dosis terapi, barbiturat tidak mengganggu fungsi hepar yang
normal. Namun dapat terjadi kerusakan hepar yang hebat dan disertai
dengan dermatitis serta gejala alergi lainnya pada penderita hipersensitif.

2.4 Penyalahgunaan Barbiturat


Seperti etanol, barbiturat memabukkan dan menghasilkan efek yang
sama selama intoksikasi. Gejala-gejala keracunan barbiturat termasuk depresi
pernapasan, menurunkan tekanan darah, kelelahan, demam, kegembiraan
yang tidak biasa, iritabilitas, pusing, konsentrasi yang buruk, sedasi,
kebingungan, gangguan koordinasi, gangguan penilaian, kecanduan, dan
pernapasan yang dapat menyebabkan kematian.
Pengguna melaporkan bahwa penggunaan barbiturat dalam dosis tinggi
memberi mereka perasaan puas, santai dan euforia. Risiko utama dari
penyalahgunaan barbiturat adalah depresi pernapasan akut. Ketergantungan

8
fisik dan psikologis juga dapat terjadi pada penggunaan berulang. Efek lain
dari keracunan barbiturat meliputi mengantuk, nistagmus lateral dan vertikal,
bicara cadel dan ataksia, kecemasan menurun, hilangnya hambatan.
Barbiturat juga digunakan untuk mengurangi efek samping atau penarikan
dari penyalahgunaan narkoba.
Pengguna narkoba cenderung memilih barbiturat short-acting dan
intermediate-acting. Yang paling sering disalahgunakan adalah amobarbital
(amytal), pentobarbital (Nembutal), dan secobarbital (Seconal). Kombinasi
amobarbital dan secobarbital (disebut Tuinal) juga sangat disalahgunakan.
Barbiturat short-acting dan intermediate-acting biasanya diresepkan sebagai
obat penenang dan pil tidur. Pil ini mulai bertindak 15-40 menit setelah
mereka tertelan, dan efek mereka berakhir sekitar lima sampai enam jam.
Penggunaan barbiturat dosis besar dapat terjadi pada percobaan bunuh
diri atau kecelakaan.
Intoksikasi berat umumnya terjadi bila menelan sekaligus barbiturat 10
kali dosis hipnotik. Barbiturat kerja singkat, kelarutannya dalam lemak lebih
tinggi dan lebih toksik dibandingkan dengan barbiturat kerja lama.
Dosis 6 - 10 gram fenobarbital dan dosis 2 - 3 gram amobarbital,
sekobarbital atau pentobarbital dapat menimbulkan kematian.
Kadar fenobarbital terendah dalam plasma yang pernah dilaporkan
bersifat letal kira-kira 60 mikrogram/ml, sedangkan untuk anobarbital dan
pentobarbital kira-kira 10 mikrogram / ml.

2.5 Gejala Keracunan Barbiturat


A. Gejala Keracuna Akut
a. Koma,
b. Pernapasan lambat,
c. Kulit dan membran mukosa mengalami sianosis,
d. refleks menurun atau negatif,
e. Suhu badan menurun,
f. Pupil mengecil, dengan refleks cahaya bisa (+) ataupun (-).
B. Gejala Keracunan Kronik

9
a. Kelainan psikiatrik dengan gejala yang menyerupai intoksikasi
alkohol,
b. Kelainan neurologis, yaitu gangguan bicara, nistagmus, diplopia,
ataksia, kelemahan otot rangka, dan lain-lain,
c. Kelainan dermatologis, misalnya urtikaria, purpura, eksantem, dan
dermatitis eksfoliatif.

2.6 Penatalaksanaan Keracunan Barbiturat


Prinsip penatalaksanaan pada keracunan adalah mencegah
penyebaran racun kedalam tubuh. Penatalaksanaan awal pasien koma,
kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya harus mengikuti cara
pendekatan yang sama tanpa memandang penyebab jenis racun. Usaha
untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat
penggunaan tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (ABCD)
pada pengobatan keracunan.
a) Resusitasi ABCD
1. Airway (A) atau jalan nafas harus dibersihkan dari benda
asing, muntah atau beberapa gangguan lain atau bila
diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral
atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan
pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku
(flaccid) keluar dari jalan napas.
2. Breathing (B) Pernapasan yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada, pasien
dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan
ventilasi mekanik. Berikan oksigen untuk pasien dengan
depresi pernafasan, koma, sianosis, dan syok.
3. Circulation (C) Sirkulasi yang cukup harus dikaji tanda vital
kardiovaskuler dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah,
urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk

10
intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan
serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
4. Dekstrosa pekat (D) setiap pasien dengan keadaan mental
yang berubah harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang
dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL
larutan dekstrosa 50% secara intravena. Dekstrosa ini harus
diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia ynag dengan cepat dan ireversibel akan
kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak
sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat
dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien
keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak
berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula
darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga
harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah
timbulnya sindrom Wernicke. Antagoais narkotik nalokson
(Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg intravena.
Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem
saraf pusat akibat semua jems obat narkotika. Ada
manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini
menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan;
karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran
pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak
diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil
bermanfaat pada pasien dengan kecungaan takar lajak
benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat
riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan
obat ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti
penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
5. Eliminasi

11
Tujuannya menghambat penyerapan, kalau dapat
menghilangkan bahan racun atau hasil metabolisme tubuh.
Dapat dikerjakan dengan cara :
1) Emetic yaitu mengeluarkan racun yang tertelan dengan cara
dimuntahkan, memberikan obat pencahar untuk mencegah
absorbspi lanjut oleh usus dan mempercepat defekasi.
contohnya sirup Ipecac pada pasien sadar mengeluarkan
sebagian isi lambung jika diberikan dengan segera setelah
keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif.
 Indikasi : Jarang.
 Kontraindikasi : pasien pusing, tidak sadar, atau
kejang atau pada pasien keracunan kerosin atau
hidrokarbon yg lain, racun korosif, konfulsan kerja cepat
(tricyclic antidepresan, stricnin, kamper).
 Tehnik : Berikan 30 ml sirup diikuti dg 8
gelas kecil air/800cc , jk diperlukan ulangi setiap 20
menit.
2) Cathartic yaitu menguras isi lambung (Castric Lavage)
dengan menggunakan kateter lambung melalui mulut
memakai air hangat biasa atau larutan khusus untuk
lambung, efektif pada racun yang berbentuk cair atau pil
yang kecil kecil dan sangat efektif jika dilakukan kurang
dari 1 jam setelah keracunan.
 Indikasi : Pada keracunan yang dalam jumlah banyak
untuk mengidentifikasi jenis racun dan untuk
pemberian carcoal dan antidotum.
 Kontroindikasi : Tidak digunakan pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan tidak ada reflek gangguan.
Diberi laksans cara pemberian: magnesium sulfat 10%
2-3 ml/kg atau sorbitol 70% 1-2 ml/kg. & alkohol.
3) Neutralizer yaitu menetralkan racun dengan memberi obat
antidote khusus dan antidote umum. Contohnya Carbon

12
aktif dapat mengabsorbsi hampir semua jenis obat dan
racun, kecuali besi, lithium, Na, K, sianida, mineral asam.
 Indikasi : sebagai pilihan utama pada keracunan
lewat lambung dan usus.
 Kontra Indikasi : Tidak boleh diberikan pada pasien
dengan penurunan kesadaran atau kejang jika
diberikan melalui NGT & jalan nafas harus
dilindungi dengan ETT. kemuadian pada pasien
dengan obstruksi ileus atau intestinal.
 Cara pemberian : Berikan 60-100 mg oral.
Pengulangan dosis dapat dilakukan untuk
meningkatkan absorbsi racun. Diuresis paksa
(forced diuresis atau FD) pada dugaan racun berada
dalam darah dan dapat dikeluarkan melalui ginjal.
4) Dialisis ( HD/Dialisis Peritoneal) pada keracunan bahan
yang dapat didialisis.
5) Mandi dan keramas pada keracunan bahan yang dapat
masuk lewat kulit.
6) Mengencerkan bahan racun yang terkonsumsi oleh tubuh
dengan cara memberikan air putih yang banyak.
b) Antidot
Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan  men
etralisir racun(reaksi antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk
ikatan kimia), mengantagonis efek fisiologis racun
(mengaktivasi kerja sistem saraf yang berlawanan, memfasilitasi
aksi kompetisi metabolik atau reseptor substrat tersebut).
Kasus keracunan yang memerlukan antidot spesifik adalah
keracunan asetaminofen, agen antikolinergik, antikoagulan,
benzodizepin, β-blocker, CCB, CO, glikosida jantung, agen
kolinergik, sianida, reaksi distonik karena induksi obat, etilen
glikol, fluorida, logam berat, hydrogen sulfida, agen

13
hipoglikemik, INH, metH-emia, narkotik, simpatomimetik,
Vacor, dan gigitan atau bisa binatang tertentu.
Antidot mengurangi morbiditas dan mortalitas, namun
sebagian besar juga potensial toksik. Penggunaan antidot
agar aman membutuhkan  identifikasi yang benar keracunan
spesifik atau sindromnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem
saraf pusat, dan menghasilkan efek yang luas, dari sedasi ringan sampai
anestesi total. Barbiturat juga efektif sebagai anxiolitik, hipnotik, dan
antikolvusan. Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik secara fisik
dan psikologis. Barbiturat pada umumnya digunakan sebagai asam
bebas atau garam untuk sodium, kalsium, kalium, magnesium, litium,
dan lain-lain. Kodein dan dionine berbasis garam-garam dari asam
barbiturat telah dikembangkan. Turunan asam barbiturat seperti
pentobarbital dan phenobarbital sudah lama digunakan sebagai
anxiolitik dan hipnotik. Barbiturat sebagian besar telah digantikan oleh
benzodiazepin dalam praktek medis rutin – misalnya dalam pengobatan
kecemasan dan insomnia – karena benzodiazepin secara signifikan

14
kurang menyebabkan overdosis. Namun barbiturat masih digunakan
dalam anastesi umum, serta untuk epilepsi.
Dengan penggunaan teratur efek barbiturat dapat berkembang. Ini
pada akhirnya dapat menyebabkan kebutuhan untuk meningkatkan
dosis obat untuk mendapatkan efek asli yang diinginkan farmakologi
atau terapi. Kecanduan barbiturat secara psikologi dapat berkembang
dengan cepat. Reseptor GABAA diperkirakan memainkan peran
penting dalam pengembangan ketergantungan pada barbiturat serta
gembira “tinggi” yang dihasilkan barbiturat.
Overdosis terjadi ketika seseorang mengambil dosis yang lebih
besar-daripada- resep obat. Gejala overdosis biasanya termasuk
kelesuan, kesulitan dalam berpikir, kelambatan bicara, mengantuk,
napas pendek, kehilangan keseimbangan, dan dalam kasus-kasus yang
parah koma dan kematian. Barbiturat dalam dosis mematikan memilki
efek yang sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Bahkan,
meski dalam pengawasan, pemberian barbiturat masih menjadi
masalah, karena dapat menyebabkan gejala berbahaya dan tidak
menyenangkan ketika obat berhenti, setelah ketergantungan terhadap
obat berkembang.

3.2 Saran
Bila menemukan klien yang asidosis keracunan barbiturat segera pantau
tanda-tanda vital dan lakukan penatalaksanaan sesuai yang sudah ditetapkan.
Edukasikan penggunaan yang sesuai dengan dosis agar tidak terjadi
keracunan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries, Abdul, Mun’im. Penerapan Ilmu Kedokteran


Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung
Seto, 2011.
2. Idries, Abdul, Mun’im. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik,
Edisi I. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997.
3. Sitorus, Seven. Kegawatan Klien dengan Keracunan.
Jakarta. Available at : www.scribd.com
4. Stark, Margaret M. Clinical Forensic Medicine A Physician’s
Guide, 2nd Edition. New Jersey : Humana Press, 2000.
5. Mangku G. Diktat Kumpulan Kuliah buku I. Laboratorium
Anesthesiologi dan reaminasi FK. Unud , Denpasar,
2002.
6. Mangku G. Standart pelayanan dan tatalaksana anastesia –

16
analgesia dan terapi intensif rumah sakit sanglah
denpasar FK UNUD , Denpasar, 2000.
7. Latief SA dkk. Petunjuk Praktis Aneshtesiologi edisi
kedua. bagian Anesthesiologi dan terapi intensif,
Denpasar : FK UNUD, 2000.
8. Mandal, Ananya. 2014. Barbiturate Abuse. diakses dari
http://www.news- medical.net/health/Barbiturate-
Abuse.aspx tanggal 3 Jui 20149.
9. Tjay dan Rahardja, Obat-obat Penting. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2003.
10. Kumpulan kuliah farmakologi. Staf pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
Ed. 2. Jakarta : EGC, 2009.
11. Katzung, Farmakologi Dasar dan Klinis, Staf Dosen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. Jakarta : EGC, 1998.
12. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A
Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69:
92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—
96
13. Sudjana Putu. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Toksikologi, hal (127-177). Surabaya;
14. R. Soesilo. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Sukabumi : Politeia

17

Anda mungkin juga menyukai