VAP Covid
VAP Covid
COVID-19
Abstrak
Latar Belakang: Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona SARS-CoV-2
memiliki insidensi yang tinggi pada pasien dengan sindrom pernafasan akut berat
(SARS). Banyak dari pasien ini memerlukan unit perawatan intensif (ICU) untuk
ventilasi invasif dan terdapat risiko yang signifikan untuk terjadi ventilator‐associated
pneumonia (VAP) sekunder.
Tujuan: Untuk mempelajari kejadian VAP dan komposisi bakteri mikrobioma paru
pada pasien COVID-19 dan non-COVID-19 yang terventilasi.
Hasil: VAP pada Pasien COVID-19 secara signifikan lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan pasien tanpa COVID (Cox proporsional hazard rasio 2,01 95% CI 1,14-3,54, p
= 0,0015) dengan insiden 28/1000 hari ventilator dibandingkan 13/1000 untuk pasien
tanpa COVID (p = 0,009). Meskipun distribusi organisme yang menyebabkan VAP
serupa antara kedua kelompok, dan mikrobioma paru yang mirip, kami
mengidentifikasi 3 kasus aspergillosis invasif di antara pasien dengan COVID-19 tetapi
tidak ada pada kohort non-COVID-19. Aktivasi herpesvirade juga secara numerik lebih
sering terjadi di antara pasien dengan COVID-19.
Latar belakang
Laporan infeksi yang didapat di ICU pada pasien dengan COVID-19 terbatas dan
sering tidak ada laporan rinci tentang organisme penyebab [7], atau berfokus pada
kejadian satu infeksi tertentu seperti aspergillosis invasif [11]. Kami tidak menyadari
tentang laporan infeksi yang terdapat di ICU yang membandingkan pasien dengan
COVID-19 dan mereka yang tidak ditangani secara bersamaan dalam pengaturan
yang sama, dimana hal ini merupakan kunci untuk interpretasi frekuensi, waktu, dan
organisme penyebab yang mengarah ke infeksi tersebut.
Ventilator-associated pneumonia (VAP), infeksi yang paling sering ditemukan di ICU
[3], dapat menjadi tantangan untuk didiagnosis karena berbagai penyakit tidak menular
dapat meniru gambaran klinis infiltrat radiografi, peradangan sistemik dan gangguan
oksigenasi menjadi ciri VAP. [12]. Untuk membatasi overdiagnosis dan memfasilitasi
terapi antimikroba yang tepat di VAP, pedoman menganjurkan menggunakan
pendekatan berbasis kultur [13, 14]. Namun, tes molekuler untuk mendeteksi beberapa
patogen (virus dan bakteri) menjadi lebih mudah diakses dan selanjutnya dapat
mengurangi terapi antimikroba yang tidak perlu [15] sambil meningkatkan deteksi
organisme yang sulit dikultur.
Kami juga mencari bukti aspergillosis paru invasif (IPA), karena sekarang terdapat
beberapa laporan kasus dimana terjadi perkembangan IPA pada pasien dengan
COVID-19 [11] dan laporan terbaru tentang frekuensinya pada VAP non-COVID [21].
IPA didefinisikan menggunakan kriteria yang ditetapkan dalam laporan yang
menjelaskan aspergillosis paru terkait influenza [22] dimodifikasi untuk memasukkan
diagnosis dengan PCR. Kriterianya adalah bukti klinis infeksi paru, bukti radiologis
infeksi paru dan deteksi aspergillus oleh BAL galactomannan, PCR positif atau kultur
positif.
Diagnostik
Sampel untuk mikrobiologi rutin diproses berdasarkan Standar Inggris untuk Investigasi
Mikrobiologi [18]. Setiap pertumbuhan signifikan dengan CFU ≥104/mL (pada BAL)
atau ≥105/mL ETA diidentifikasi dengan spektrometri massa MALDI-ToF. Laboratorium
kami juga secara rutin menjalankan susunan TaqMan multipatogen pada sampel
bronchoalveolar lavage [16], rinciannya dicatat di bawah ini.
Array multi-patogen TaqMan
Kartu TaqMan Array yang dirancang khusus (TAC; Thermo Fisher Scientific) yang
menargetkan 52 patogen pernapasan terbanyak yang berbeda, digunakan untuk
menguji infeksi sekunder seperti yang dijelaskan sebelumnya [16]. Deteksi kurva
amplifikasi eksponensial yang jelas dengan nilai Cycles to Threshold (CT) ≤ 32 untuk
setiap target gen tunggal dilaporkan sebagai hasil positif untuk patogen yang relevan.
Kami sebelumnya telah menunjukkan bahwa nilai CT ≤ 32 berhubungan dengan
pertumbuhan 104/CFU/ml, oleh karena itu ambang batas ini digunakan untuk
menentukan VAP [16]. Rincian prosedur ekstraksi asam nukleat untuk TAC, SARS-
CoV-2 qPCR dan 16S DNA nanopore sequencing terdapat dalam metode tambahan.
Analisis statistik
Analisis utama adalah waktu untuk pengembangan VAP pertama, disensor untuk
ekstubasi atau kematian, dengan perbandingan dengan model hazard proporsional
Cox univariat. Analisis sekunder VAP sebagai kepadatan kejadian (kasus per 1000 hari
ventilator) dibandingkan dengan uji eksak Mid-P.
Faktor risiko untuk VAP dibandingkan menggunakan model hazard proporsional Cox,
dengan variabel ditolak jika nilai p mereka> 0,05 pada analisis univariabel, variabel
yang signifikan secara statistik memasuki model akhir. Analisis dilakukan dengan
menggunakan SPSS (v25 IBM, Armonk, NY).
Hasil
Organisme yang diidentifikasi pada kultur aspirasi endotrakeal dan kultur dan
pengujian molekuler cairan bronchoalveolar lavage ditunjukkan pada Tabel 2.
Kesesuaian antara kultur dan pengujian molekuler tinggi, meskipun pengujian
molekuler mengidentifikasi sejumlah organisme tambahan.
Mikrobiota paru-paru
Untuk meneliti perubahan mikrobiota paru-paru pada pasien positif dan negatif COVID-
19, kami melakukan pengurutan 16S rRNA pada subset sampel BAL dari 24 pasien.
Secara umum, bakteri yang dideteksi oleh TAC atau mikrobiologi konvensional banyak
diidentifikasi dalam sampel dengan sekuensing 16S (Gambar 4). Sampel dengan VAP
yang dikonfirmasi atau kolonisasi dengan organisme patogen rendah umumnya
menghasilkan angka baca keseluruhan yang lebih tinggi. Saat membandingkan pasien
positif COVID-19 dengan pasien negatif COVID-19, tidak ada takson spesifik yang
lebih umum pada kedua kelompok. Selain itu, dalam subset sampel yang relatif kecil
ini, komposisi bakteri BAL dari pasien positif COVID-19 tidak berbeda secara signifikan
baik dalam keragaman spesies (keragaman alfa) atau komposisi mikroba (keragaman
beta).
Aspergillosis invasif
43 pasien diteliti untuk kemungkinan aspergillosis paru dengan PCR dan lavage
galactomannan, berdasarkan kecurigaan klinisi senior terhadap infeksi jamur. 23
pasien dengan COVID-19 dan 20 tanpa COVID 19. Dari 3 pasien COVID-19 ini
memenuhi kriteria IPA yang diuraikan dalam metode di atas (satu positif oleh PCR
dengan borderline galactomannan 0,7 optical density index (ODI), dan 2 PCR negatif
tetapi dengan galactomannan> 1,0 ODI), dan semuanya dirawat dengan liposomal
amfoterisin, 2 dari pasien ini selamat sampai keluar dari rumah sakit sementara satu
meninggal. Satu pasien tanpa COVID-19 memiliki galaktomanan positif ambang (0,8
ODI), dan memenuhi kriteria klinis tetapi tidak dirawat karena perawatan ditarik karena
alasan lain. Kami memperkirakan prevalensi aspergillosis terkait COVID-19 (CAPA)
menjadi 13%, meskipun dengan jumlah kecil, interval kepercayaannya lebar (95% CI
5–32%). Tak satu pun dari tiga pasien dengan CAPA telah menerima steroid sebelum
diagnosis.
Reaktivasi herpesviradevir
49 pasien menjalani tes lavage untuk herpesvirade, 24 dengan COVID-19 dan 25
tanpa COVID 19. Meskipun lima pasien (dua dengan VAP dari organisme lain, dan tiga
tanpa VAP) memiliki deteksi virus herpes simpleks (HSV) di bawah batas Ct dari 32,
dalam reaktivasi virus peran viral load tidak memiliki kepastian. Oleh karena itu kami
memeriksa frekuensi deteksi herpesvirade pada tingkat mana pun dalam lavage pasien
yang diteliti untuk dugaan VAP. Total 10 pasien dengan COVID-19 terdeteksi
herpesvirade (4 HSV, 5 Epstein barr virus (EBV) dan 1 pasien dengan keduanya),
sedangkan 5 pasien tanpa COVID-19 terdeteksi (2 HSV, 1 cytomegalovirus, 1 EBV
dan 1 pasien dengan HSV dan EBV). Karena hanya lavage yang diuji untuk
herpesvirade, prevalensi deteksi herpesvirade di antara populasi yang diuji adalah 42%
(95% CI 24-61%) pada pasien dengan COVID-19 dan 20% (95% CI 9–39%) pada
pasien tanpa COVID-19 (distribusi nilai Ct untuk herpesvirade ditunjukkan pada berkas
tambahan 1: Gambar S3). Hanya satu pasien dengan aktivasi herpesvirade telah
menerima steroid sebelum deteksi.
Diskusi
COVID-19 adalah penyakit baru pada populasi manusia dan ini telah menyebabkan
peningkatan jumlah pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis dan akan
menimbulkan risiko VAP. COVID-19 dapat hadir dalam berbagai manifestasi berat dan
laporan co-infeksi bervariasi [7-9]. Namun, seringkali laporan-laporan ini kurang jelas
mengenai tingkat keparahan penyakit, lokasi pasien (perawatan kritis vs perawatan
non-kritis), waktu pengambilan sampel relatif terhadap timbulnya penyakit dan, jika
memungkinkan, penggunaan ventilasi mekanis. Di sini, kami melaporkan pasien
COVID-19 yang paling berat dan memerlukan masuk ICU dengan ventilasi mekanis.
Bila dibandingkan dengan pasien tanpa COVID-19, bahaya VAP meningkat secara
signifikan.
Distribusi organisme yang menginfeksi serupa antara pasien dengan dan tanpa
COVID-19, dan mencerminkan yang dilaporkan dalam literatur pada survei
sebelumnya tentang infeksi yang didapat di ICU dari sebelum era COVID [3, 19].
Penggunaan TAC memungkinkan identifikasi organisme yang lebih cepat, yang
sebagian besar kemudian diidentifikasi dengan kultur. Khususnya ada beberapa
organisme yang tidak terdeteksi oleh TAC, sebagian besar karena urutan organisme ini
tidak ada pada kartu, ini didistribusikan antara pasien COVID-19 dan non-COVID.
Pada tingkat mikrobioma paru, kami mengamati tidak ada perbedaan komposisi
organisme antara pasien positif COVID-19 dan non-COVID yang berkembang menjadi
VAP. Hal yang meyakinkan, kerentanan antibiotik dari patogen penyebab serupa pada
kedua kelompok (data tidak ditampilkan) dan ini berarti bahwa rejimen antimikroba
konvensional dapat digunakan.
Ada peningkatan pengenalan infeksi jamur di antara pasien dengan pneumonitida virus
dan VAP [11, 21, 22]. Meskipun perdebatan terus berlanjut mengenai perbedaan dan
persamaan antara influenza dan aspergillosis terkait COVID [10], sesuai dengan
temuan kami pada VAP bakteri, tampaknya IPA lebih sering pada pasien COVID-19
daripada pasien ICU tanpa COVID-19. Telah disarankan bahwa CAPA mungkin
berhubungan dengan penggunaan obat imunosupresif [10]. Seperti dapat dilihat dari
Tabel 1, steroid relatif jarang digunakan pada kohort pasien COVID-19 ini yang
sebagian besar dirawat sebelum hasil uji RECOVERY diumumkan [24] dan memang
tidak satu pun dari 3 pasien CAPA yang kami identifikasi telah menerima steroid
sebelum diagnosis mereka ditegakan atau memiliki kondisi imunosupresif yang
mendasari.
Secara lebih luas, dalam pengaturan kami obat imunomodulator tidak umum
digunakan pada saat puncak penerimaan COVID-19, namun tetap ada prevalensi
tinggi bakteri VAP pada pasien ini. Meskipun VAP pada COVID-19 dapat menimbulkan
masalah kuantitas, kami tidak menemukan bukti dalam laporan ini tentang perbedaan
kualitatif dalam hal organisme penyebab infeksi, meskipun seperti disebutkan di atas
aspergillosis mungkin lebih sering tetapi hal ini perlu dilihat pada konteks tingkat VAP
yang jauh lebih tinggi secara keseluruhan. Dalam subset di mana kami melakukan
profil mikrobioma, pasien kami menunjukkan profil serupa dengan yang dilaporkan oleh
kelompok lain yang meneliti mikrobioma paru pasien berventilasi [25, 26]. Faktor-faktor
yang menyebabkan disbiosis paru pada penyakit kritis masih belum sepenuhnya
dipahami, tetapi mungkin termasuk penggunaan antibiotik intercurrent, translokasi
enterik, disfungsi imun paru dan metabolisme yang berubah [27].
Kesimpulan
COVID-19 membuat orang lebih rentan untuk mengembangkan VAP, sebagian karena
peningkatan durasi ventilasi. Perubahan mikrobioma paru dan penyebab infeksi
sekunder serupa dengan yang terlihat pada pasien sakit kritis yang dipasang ventilasi
karena alasan lain. Pengambilan sampel saluran pernapasan dengan hati-hati sambil
meminimalkan kontaminasi dari saluran proksimal, dikombinasikan dengan pengujian
diagnostik sensitif untuk mengurangi risiko kultur negatif palsu akan membantu
optimalisasi antimikroba pada pasien dengan COVID-19.