Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu :

Dr. Susilawaty, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 4 (2A PGSD) :

1. Asyfa Nabila (2010125220140)


2. Nadya Cristine Armelia Br Tumorang (2010125320108)
3. Muhammad Fakhruzie Qadli (2010125310103)
4. Muhammad Saukani (2010125210147)
5. Mutia Handayani (2010125220124)
6. Rennie Fahlia Putri (2010125120052)
7. Siti Ashfia (2010125220144)

PROGAM STUDI PGSD

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia” dengan tepat
pada waktunya. Makalah ini kami selesaikan dengan maksimal dan mendapat
bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Bahasa
Indonesia yaitu Ibu Dr. Susilawaty, M.Pd serta teman-teman dari anggota
kelompok 4.

Kami sangat menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah yang kami


buat ini, masih jauh dari kata sempurna. Baik dari segi penulisan makalah maupun
dari segi pembahasan materi. Oleh karena itu kami terbuka untuk menerima
segala masukan maupun kritik yang bersifat membangun dari para pembaca guna
perbaikan makalah dimasa mendatang.

Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya, terutama bagi kami yang membuatnya, serta dapat menambah ilmu
pengetahan khususnya pada materi “Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa
Indonesia”.

Banjarmasin, 26 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Struktur Fonologi Bahasa Indonesia.............................................................3
1. Pengertian Fonologi..................................................................................3
2. Sistem Fonologi dan Alat Ucap.................................................................4
B. Struktur Morfologi Bahasa Indonesia...........................................................8
1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat........................................................10
2. Proses Perulangan Bahasa Indonesia......................................................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mungkin ada yang bertanya, untuk apa mempelajari struktur fonologi dan
morfologi bahasa Indonesia. Pemahaman struktur fonologi dan morfologi bagi
guru, selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan
kemampuan berbahasa siswa.

Sebelum membahas tentang struktur fonologi dan morfologi, alangkah


baiknya kita ketahui dulu apa yang dimaksud dengan struktur, fonologi dan
morfologi. Struktur merupakan penyusunan atau penggabungan unsur-unsur
bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola. Fonologi merupakan sistem bunyi
dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu
tentang bunyi bahasa. Sedangkan, morfologi merupakan bagian dari tata bahasa,
yang membahas tentang bentuk-bentuk kata.

Untuk lebih mengetahui pembahasan materi di atas, maka kami menyusun


makalah yang berjudul “Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka
permasalahan yang akan dibabahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa Pengertian Struktur?


2. Apa Pengertian Fonologi dan Morfologi?
3. Bagaimana Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia?

1
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :

1. Untuk Mengetahui Pengertian Struktur.


2. Untuk Mengetahui Pengertian Fonologi dan Morfologi.
3. Untuk Mengetahui Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia.

D. Manfaat
Berdasarkan penulisan makalah, ada beberapa manfaat dari penyusunan
makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagi penulis yaitu kami sebagai mahasiswa dapat mengetahui struktur


fonologi dan morfologi bahasa Indonesia.
2. Bagi pembaca yaitu makalah ini bisa dijadikan salah satu sumber informasi
guna meningkatkan dan menambah wawasan atau ilmu pengetahuan pembaca,
khususnya mengenai struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia.
3. Bagi dunia pendidikan yaitu makalah ini bisa dimanfaatkan untuk dijadikan
referensi tentang struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Fonologi Bahasa Indonesia

1. Pengertian Fonologi
Sebelum membahas mengenai fonologi, terlebih dahulu apa yang dimasud
dengan struktur. Yang dimaksud dengan struktur di sini adalah penyusunan atau
penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang
dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Dengan demikian, fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa
Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi
bahasa.

Dalam tataran ilmu bahasa Fonologi dibagi menjadi dua bagian yaitu

1) Fonetik

Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran


yang dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Sedangkan menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang
bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997),
fonetik diartikan: bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi
ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi
bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu
dihasilkan.

2) Fonemik.

3
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut,
fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan:

a) bidang linguistik tentang sistem fonem;


b) sistem fonem suatu bahasa;
c) prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.

Selain pengertian fonetik dan fonemik, Anda perlu pula memahami apa
yang dikasud dengan fonem. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi kekeliruan
dalam penggunaan istilah “fonem” dan “huruf”. Supriyadi (1992) berpendapat
bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Pendapat
tersebut dibuktikan dengan dengan cara menganalisis struktur fonologis kata dasar
baca dengan menggunakan diagram pohon seperti berikut.

2. Sistem Fonologi dan Alat Ucap


Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri
atas: (a) fonem vokal 6 buah, (b) fonem diftong 3 buah, dan fonem konsonan 23
buah.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa bentuk-bentuk fonem suatu


bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dibahas dalam bidang fonetik.
Terkait dengan hal itu, Samsuri (1994) menyatakan bahwa secara fonetis bahasa
dapat dipelajari secara teoritis dengan tiga cara atau jalan, yaitu:

1) bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia,


2) bagaiamana arus bunyi yang telah keluar dari rongga mulut dan/atau
rongga hidung si pembicara merupakan gelombang-gelombang bunyi
udara, dan
3) bagaimana bunyi itu diinderakan melalui alat pendengaran dan syaraf si
pendengar.

Cara pertama disebut fisiologis atau artikuler, yang kedua disebut akustis,
dan yang ketiga impresif atau auditoris (menurut pendengaran). Dalam bahasan

4
struktur fonologis cara pertamalah yang paling mudah, praktis, dapat diberikan
bukti-bukti datanya. Karena hampir semua gerakan alat-alat ucap itu dapat kita
periksa, paru-paru, sekat rongga dada, tenggorokan, lidah, dan bibir.

Alat ucap dibagi menjadi dua macam: (1) Artikulator; adalah alat-alat
yang dapat digerakkan/digeser ketika bunyi diucapkan. (2) Titik Artikulasi; adalah
titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati.

Untuk mengetahui alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bahasa,


perhatikan bagan berikut.

1. paru-paru 13. Langit-langit keras

2. batang tenggorokan 14. Lengkung gigi, gusi

3. pangkal tenggorok 15. Gigi atas

4. pita-pita suara 16. Gigi bawah

5. rongga kerongkongan 17. Bibir atas

6. akar lidah 18. Bibir bawah

5
7. pangkal lidah 19. Mulut

8. tengah lidah 20. Rongga mulut

9. daun lidah 21. hidung

10. ujung lidah 22. Rongga hidung

11. anak tekak (Verhaar, dalam supriyadi,dkk,1992).

12. langit-langit lunak, langit-langit tekak

Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap


aliran udara dari paru-paru sewaktu sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika
bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi
atau fonem yang dihasilkan adalah vokal. Fonem vokal yang dihasilkan
tergantung dari beberapa hal berikut.

1) Posisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan sesuatu bunyi).


2) Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang lidah ketika
mengucapkan bunyi.
3) Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara lidah dan lengkung kaki
gigi).

Berdasarkan gerakan lidah ke depan dan ke belakang, vokal dibedakan atas:

1) vokal depan: /i/ dan /e/,


2) vokal tengah /a/ dan /ə/,
3) vokal belakang: /o/ dan /u/.

Berdasarkan tinggi rendahnya gerakan lidah, vokal dibedakan atas:

1) vokal tinggi: /i/ dan /u/,


2) vokal madya: /e/, /ə/, dan /o/;
3) vokal rendah: /a/.

Menurut bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas:

6
1) vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/;
2) vokal tak bundar: /e/, /ə/, dan /i/.

Menurut renggang tidaknya ruang antara lidah dengan langit-langit, vokal


dibedakan atas:

1) vokal sempit: /ə/, /i/, dan /u/;


2) vokal lapang: /a/, /e/, /o/.

Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang.

Selanjutnya, jika bunyi ujaran ketika udara ke luar dari paru-paru


mendapat halangan, maka terjadilah bunyi konsonan. Halangan yang dijumpai
bermacam-macam, ada halangan yang bersifat seluruhnya, dan ada pula yang
sebagian yaitu dengan menggeser atau mengadukkan arus suara sehingga
menghasilkan konsonan bermacam-macam pula. Karena itu, dikenal klasifikasi
konsonan seperti berikut.

1) Konsonan bibir (bilabial): /p/, /b/, /m/.


2) Konsonan bibir gigi (labiodental): /f/, /v/, /w/.
3) Konsonan gigi (dental): /t/, /d/, /s/, /z/, /l/, /r/, /n/.
4) Konsonan langit-langit (palatal): /c/, /j/, /ŝ/, /y/, /ň/
5) Konsonan langit-langit lembut (velar): /g/, /k/, /x/, /ŋ/
6) Konsonan pangkal tenggorok (laringal): /h/.

Selain di atas, berikut ini klsifikasi lain dari konsonan adalah:

1) Konsonan letupan atau eksplosif, apabila aliran udara tertutup rapat,


konsonan yang dihasilkan adalah: /p/, /t/, /c/, /k/, /b/, /d/, /j/, /g/.
2) Konsonan geseran atau spiran, bila udara masih bisa keluar dalam aliran
yang demikian sempit, konsonan yang muncul adalah: /f/, /s/, /ŝ/, /z/, /x/.
3) Konsonan sengau atau nasal, jika udara keluar sebagian melalui
hidung: /m/, /n/, / ň /, /ŋ/
4) Konsonan lateral, kalau udara yang keluar melalui bagian kiri dan kanan
lidah serta mengenai alur gigi: /l/.

7
5) Konsonan getar, bila terjadi letupan berturut-turut: /r/.

Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
Konsonan bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara: /b/, /m/, /w/, /d/,
/n/, /z/, /j/, /ň/, /g/, /x/, /y/, /ŋ/. Sedangkan konsonan tak bersuara adalah konsonan
yang terjadi tampa bergetarnya selaput suara: /p/, /t/, /s/, /c/, /k/, /h/, /r/, /l/
(Samsuri, 1994, Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan Depdikbud, 1988).

Berdasarkan klasifikasi di atas, /b/ misalnya, termasuk konsonan bibir,


letupan, dan bersuara. Coba Anda sebutkan sifat konsonan lainnya berdasarkan
klsifikasi di atas.

Perhatikan kata-kata berikut:

pulau pantai amboi

kicau belai sepoi

lampau cerai sekoi

Pengucapan akhir kata-kata fonem tersebut ditulis dengan dua buah huruf
(grafem). Walaupun demikian, masing-masing dinyatakan sebagai sebuah fonem.
Inilah yang disebut diftong. Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(1988) dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan,
diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat
dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong, sehingga pada suku kata –
lau tidak dapat dipisahkan menjadi la-u seperti pada kata mau.

B. Struktur Morfologi Bahasa Indonesia


Morfologi adalah bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang bentuk-
bentuk kata. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan bahwa
dalam bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat “dipotong-potong” menjadi
bagian yang lebih kecil yang kemudian dapat diceraikan menjadi bagian yang
lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi, tidak mempunyai

8
makna. Kata memperhalus, misalnya, dapat dipotong sebagai berikut. mem-
perhalus per-halus Jika halus diceraikan lagi, maka ha- dan –lus secara terpisah
tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per- dan halus disebut morfem.
Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa
morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara
relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.

Berikut ini merupakan paparan Supriyadi (1992) mengenai morfem.


Perhatikan katakata bergaris pada kalimat di bawah ini.

(1) Bajunya putih.

(2) Baju ini sudah memutih.

(3) Putihkan baju itu.

(4) Ia memutihkan baju itu.

Kata putih, adalah unsur gramatis (telah mengandung makna tersendiri)


yang sama yang terdapat pada setiap kalimat di atas. Unsur itu merupakan unsur
gramatis yang terkecil. Artinya, unsur ini tidak dapat dibagi lagi menjadi
unsurunsurnya yang bermakna. Unsur pu dan tih tidak bermakna. Karena itu,
putih merupakan unsur gramatis yang terkecil, sedangkan pu dan tih bukan unsur
gramatis terkecil. Berdasarkan perangkat satuannya, putih merupakan satuan
morfologis, sedangkan pu dan tih adalah satuan fonologis. Selain terdapat pada
kata-kata di atas, unsur atau satuan putih tentu sering dijumpai pula kata-kata.

Bagaimana dengan me- atau –kan pada kata-kata di atas, apakah termasuk
morfem juga? Satuan ini belum mengandung makna tersendiri, karena itu, tidak
dapat langsung membentuk kalimat. Satuan seperti ini menurut Santoso (2004)
disebut satuan non-gramatis. Untuk membentuk kalimat, maka satuan
nongramatis seperti me- dan –kan harus digabung dengan satuan gramatis lain.
Kedua macam satuan itu yakni gramatis dan non-gramatis disebut morfem.
Mengapa yang non-gramatis termasuk juga morfem? Karena, me- dan –kan
mempunyai makna juga yang biasa disebut dengan istilah makna struktural.

9
Morfem seperti ini berfungsi sebagai pembentuk kata dasar dan hanya akan
berfungsi atau bermakna bila dimbuhkan kepada kata dasar. Karena itu, morfem
semacam ini disebut: “tambahan”, “imbuhan”, atau “afiks”. Morfem dalam bahasa
Indonesia berdasarkan bentuknya ada dua macam yaitu: (1) morfem bebas, dan
(2) morfem terikat.

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat


Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai
potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat.
Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri;
seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya.

Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya
morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat
dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan
bahwa morfem bebas itu kata dasar.

Morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka


morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata,
morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994),
morfem terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri.
Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal,
umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti – juang,
-gurau, -tawa, yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu
dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi sebagai morfem terikat yang
berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi dengan
morfem terikat yang lain.

Morfem terikat dalam bahasa Indonesia menurut Santoso (2004) ada dua
macam, yakni morfem terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis. Morfem
terikat morfologis yakni morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar, adalah
sebagai berikut:

a) prefiks (awalan): per-, me-, ter-, di-, ber- dan lain-lain

10
b) infiks (sisipan): -el-, -em, -er-
c) sufiks (akhiran): -an, kan, -i
d) konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macammacam
sebagai berikut.
1) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata kerja, yaitu: me-, ber-, per-,
-kan, -i, dan ber-an.
2) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata benda, yaitu: pe-, ke-, -an,
ke-an, per-an, -man, -wan, -wati.
3) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata sifat: ter-, -i, -wi, -iah.
4) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata bilangan: ke-, se-.
5) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata tugas: se-, dan se-nya.

Dari contoh di atas menunjukkan bahwa setiap kata berimbuhan akan


tergolong dalam satu jenis kata tertentu, tetapi hanya imbuhan yang merupakan
unsur langsung yang dapat diidentifikasi fungsinya sebagai pembentuk jenis kata.
Untuk lebih jelasnya unsur langsung pembentuk kata dapat dilihat pada diagram
berikut.

Contoh, akhiran –an pada morfem dasar tepi, darat, lapang; membentuk kata
tepian, daratan, lapangan; ternyata menunjukkan persamaan makna imbuhan,
yaitu tempat. Berarti dengan imbuhan yang sama, morfem dasarnya berbeda,
dapat menghasilkan persamaan makna imbuhan yaitu menghasilkan jenis benda.

Morfem terikat sintaksis adalah morfem dasar yang tidak mampu berdiri sendiri
sebagai kata. Perhatikan contoh berikut.

Anak yang pintar dan sabar itu membaca buku.

Dari deretan morfem yang menjadi unsur kata dalam kalimat di atas, jika
diklasifikasikan berdasarkan morfemnya adalah: anak, pintar, sabar, baca, buku,
adalah morfem bebas. Mem- adalah morfem terikat morfologis. Sedangkan
morfem yang, dan morfem dan dalam kalimat di atas belum dapat berdiri sendiri
sebagai kata karena tidak mengandung makna tersendiri. Gejala inilah yang
tergolong morfem terikat sintaksis (Santoso, 2004).

11
2. Proses Perulangan Bahasa Indonesia
Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil
pengulangan disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang merupakan
bentuk dasar (Ramlan, 1980). Pengulangan merupakan pula suatu proses
morfologis yang banyak terdapat pada bahasa Indonesia. Perhatikan pemakaian
kata yang tercetak miring berikut.

1) Dia membeli rumah di Makassar.


2) Rumah-rumah di perkampungan itu akan digusur.
3) Anak itu membuat rumah-rumahan untuk adiknya.
4) Perumahan-perumahan yang dibangun oleh pengembang banyak yang
tidak layak huni.

Berpatokan pada pendapat Ramlan di atas, maka jelas bahwa kata ulang
yang terdapat pada kalimat (2), (3), dan (4) semuanya dibentuk dari bentuk atau
unsur dasar rumah. Makna kata pada kalimat (1) dengan kalimat berikutnya
berbeda. Pada kalimat (1) kata rumah berarti satu. Kata rumah-rumah dan
perumahan-perumahan pada kalimat (2) dan (4) berarti banyak atau jamak.
Sedangkan kata rumah-rumahan pada kalimat (3) berarti menyerupai. Perbedaan
makna ini disebabkan oleh adanya rumah dan perumahan sebagai morfem
pertama dan rumah, rumahan, dan perumahan pada morfem kedua. Morfem
rumah adalah morfem yang bermakna leksis, sedangkan morfem kedua
merupakan morfem yang bermakna struktural.

Berdasarkan fungsinya, morfem rumah dan perumahan merupakan unsur


dasar atau morfem dasar kata rumah-rumah, rumah-rumahan, dan
perumahanperumahan. Morfem kedua merupakan unsur pembentuk kata atau
morfem pembentuk rumah-rumah, rumah-rumahan, dan perumahan-perumahan.

Contoh yang disajikan di atas memang mudah untuk menetukan bentuk


dasarnya, tetapi perlu diingat bahwa tidak semua kata ulang dapat dengan mudah

12
ditentukan bentuk dasarnya. Beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam
menentukan bentuk dasar kata ulang sebagai berikut.

1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah jenis kata. Unsur dasar kata
ulang sejenis dengan kata ulangnya. Dengan prinsip ini, dapat diketahui
bahwa bentuk dasar kata ulang yang termasuk jenis kata benda berupa kata
benda, bentuk dasar kata ulang yang termasuk jenis kata kerja berupa kata
kerja, demikian pula bentuk dasar kata ulang kata sifat juga berupa kata
sifat.
Contoh : anak-anak (bentuk dasarnya anak)
2) Bentuk dasar dapat berdiri sendiri sebagai kata yang terdapat dalam
penggunaan bahasa Indonesia yang benar
Contoh : rumah-rumahan (bentuk dasarnya rumah bukan rumahan)

Macam-macam Kata Ulang

Berdasarkan macamnya, menurut Keraf (1978) bentuk perulangan dalam bahasa


Indonesia terdiri atas empat bentuk seperti berikut

1) Kata ulang suku kata awal. Dalam bentuk perulangan macam ini, vokal
dari suku kata awal mengalami pelemahan bergeser ke posisi tengah
menjadi ê (pepet).
2) Kata ulang seluruh kata dasar. Bentuk kata ulang terjadi dengan
mengulang seluruh unsur dasar secara utuh. Kata ulang seperti ini biasa
disebut kata ulang utuh.
3) Kata ulang yang terjadi atas seluruh suku kata, tetapi pada salah satu unsur
kata ulang tersebut mengalami perubahan bunyi fonem. Kata ulang
semacam ini biasa disebut kata ulang salin suara atau kata ulang berubah
bunyi.
4) Kata ulang yang mendapat imbuhan atau kata ulang berimbuhan

Makna Kata Ulang

13
Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural
kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut.

1) Perulangan mengandung makna banyak yang tak tentu.


2) Perulangan mengandung makna bermacam-macam
3) Makna lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah
menyerupai atau tiruan dari sesuatu
4) Mengandung makna agak atau melemahkan ari
5) Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari:
6) Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang
berbalasan.
7) Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Struktur adalah penyusunan atau penggabungan unsur-unsur bahasa
menjadi suatu bahasa yang berpola. Fonologi adalah merupakan sistem bunyi
dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatan bahwa fonologi adalah ilmu
tentang bunyi bahasa.

Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni :

1. Fonetik : adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang


dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
2. Fonemik : adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Sedangkan yang dimaksud dengan
fonem satuan kebahasaan yang terkecil yang dapat membedakan arti.

Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri
atas: (a) fonem vokal 6 buah, (b) fonem diftong 3 buah, dan fonem konsonan 23
buah.

Secara fonetis, bahasa dapat dipelajari secara teoritis dengan tiga cara atau
jalan, yaitu:

1. bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia


(fisiologis atau artikuler),
2. bagaiamana arus bunyi yang telah keluar dari rongga mulut dan/atau
rongga hidung si pembicara merupakan gelombanggelombang bunyi
udara (akustis), dan
3. bagaimana bunyi itu diinderakan melalui alat pendengaran dan syaraf
si pendengar (impresif atau auditoris).

15
Alat ucap dibagi menjadi dua macam:

1. artikulator; adalah alat-alat yang dapat digerakkan/digeser ketika bunyi


diucapkan dan
2. titik artikulasi; adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang
dapat disentuh atau didekati.

Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap


aliran udara dari paru-paru sewaktu sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika
bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi
atau fonem yang dihasilkan adalah vokal. Selanjutnya, jika bunyi ujaran ketika
udara ke luar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi konsonan.

Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal yaitu:

1. posisi bibir,
2. tinggi rendahnya lidah, dan
3. maju-mundurnya lidah.

Atas dasar itu dikenal istilah: vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi,
vokal rendah, vokal bundar, vokal tak bundar, vokal sempit dan vokal lapang.
Vokal yang yang memiliki perubahan kualitas diklasifikasikan sebagai diftong;
misalnya au, ai, dan oi pada kata harimau, pantai, dan amboi.

Klasifikasi konsonan adalah:

1. konsonan bibir (bilabial),


2. konsonan bibir gigi (labiodental),
3. konsonan gigi (dental),
4. konsonan langit-langit (palatal),
5. konsonan langit-langit lembut (velar),
6. konsonan pangkal tenggorok (laringal).

Selain itu, klsifikasi lain dari konsonan adalah:

1. konsonan letupan atau eksplosif,

16
2. konsonan geseran atau spiran,
3. konsonan sengau atau nasal,
4. konsonan lateral, dan
5. konsonan getar.

Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
Konsonan bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara. Sedangkan konsonan
tak bersuara adalah konsonan yang terjadi tampa bergetarnya selaput suara.

Morfologi merupakan bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang


bentuk-bentuk kata. Sedangkan morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang
mempunyai makna, secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna
lebih kecil.

Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya morfem yang disebut satuan non-
gramatis. Satuan ini belum mengandung makna tersendiri, karena itu, tidak dapat
langsung membentuk kalimat. Untuk membentuk kalimat, maka satuan
nongramatis seperti me- dan –kan harus digabung dengan satuan gramatis lain.
Morfem semacam ini disebut: “tambahan”, “imbuhan”, atau “afiks”. Morfem
dalam bahasa Indonesia berdasarkan bentuknya ada dua macam yaitu: (1) morfem
bebas, dan (2) morfem terikat.

Morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri


sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Morfem terikat
merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka morfem ini belum
mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus
digabung dengan morfem bebas.

Morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yakni morfem
terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis. Morfem terikat morfologis yakni
morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar. Morfem ini meliputi prefiks,
sufiks, infiks, dan konfiks. Sedangkan morfem terikat sintaksis adalah morfem
dasar yang tidak mampu berdiri sendiri sebagai kata, misalnya dan, yang, dari, di
dan sebagainya.

17
Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk dasar


kata ulang adalah:

1. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah jenis kata.


2. Bentuk dasar dapat berdiri sendiri sebagai kata yang terdapat dalam
penggunaan bahasa Indonesia yang benar.

Berdasarkan macamnya, bentuk perulangan dalam bahasa Indonesia terdiri


atas empat bentuk, yaitu:

1. Kata ulang suku kata awal.


2. Kata ulang seluruh kata dasar kata ulang utuh.
3. Kata ulang salin suara atau kata ulang berubah bunyi.
4. Kata ulang yang mendapat imbuhan atau kata ulang berimbuhan.

Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna


struktural kata ulang adalah:

1. Mengandung makna banyak yang tak tentu.


2. Mengandung makna bermacam-macam.
3. Mengandung makna menyerupai atau tiruan dari sesuatu.
4. Mengandung makna agak atau melemahkan arti.
5. Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari: (a) intensitas
kualitatif, (b) intensitas kuantitatif, dan (c) intensitas frekuentatif.
6. Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang
berbalasan.
7. Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan juga jauh dari
kata sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Kami mengharapkan

18
saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah kami dimasa
mendatang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Depdiknas. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga

Santoso, Puji. 2004. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Pusat Penerbitan UT

Supriyadi, dkk. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 4. Jakarta:


Depdiknas

20

Anda mungkin juga menyukai