Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampu :
BANJARMASIN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia” dengan tepat
pada waktunya. Makalah ini kami selesaikan dengan maksimal dan mendapat
bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Bahasa
Indonesia yaitu Ibu Dr. Susilawaty, M.Pd serta teman-teman dari anggota
kelompok 4.
Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya, terutama bagi kami yang membuatnya, serta dapat menambah ilmu
pengetahan khususnya pada materi “Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa
Indonesia”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Struktur Fonologi Bahasa Indonesia.............................................................3
1. Pengertian Fonologi..................................................................................3
2. Sistem Fonologi dan Alat Ucap.................................................................4
B. Struktur Morfologi Bahasa Indonesia...........................................................8
1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat........................................................10
2. Proses Perulangan Bahasa Indonesia......................................................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mungkin ada yang bertanya, untuk apa mempelajari struktur fonologi dan
morfologi bahasa Indonesia. Pemahaman struktur fonologi dan morfologi bagi
guru, selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan
kemampuan berbahasa siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka
permasalahan yang akan dibabahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :
D. Manfaat
Berdasarkan penulisan makalah, ada beberapa manfaat dari penyusunan
makalah ini yaitu sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Fonologi
Sebelum membahas mengenai fonologi, terlebih dahulu apa yang dimasud
dengan struktur. Yang dimaksud dengan struktur di sini adalah penyusunan atau
penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang
dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Dengan demikian, fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa
Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi
bahasa.
Dalam tataran ilmu bahasa Fonologi dibagi menjadi dua bagian yaitu
1) Fonetik
2) Fonemik.
3
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut,
fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan:
Selain pengertian fonetik dan fonemik, Anda perlu pula memahami apa
yang dikasud dengan fonem. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi kekeliruan
dalam penggunaan istilah “fonem” dan “huruf”. Supriyadi (1992) berpendapat
bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Pendapat
tersebut dibuktikan dengan dengan cara menganalisis struktur fonologis kata dasar
baca dengan menggunakan diagram pohon seperti berikut.
Cara pertama disebut fisiologis atau artikuler, yang kedua disebut akustis,
dan yang ketiga impresif atau auditoris (menurut pendengaran). Dalam bahasan
4
struktur fonologis cara pertamalah yang paling mudah, praktis, dapat diberikan
bukti-bukti datanya. Karena hampir semua gerakan alat-alat ucap itu dapat kita
periksa, paru-paru, sekat rongga dada, tenggorokan, lidah, dan bibir.
Alat ucap dibagi menjadi dua macam: (1) Artikulator; adalah alat-alat
yang dapat digerakkan/digeser ketika bunyi diucapkan. (2) Titik Artikulasi; adalah
titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati.
5
7. pangkal lidah 19. Mulut
6
1) vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/;
2) vokal tak bundar: /e/, /ə/, dan /i/.
Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang.
7
5) Konsonan getar, bila terjadi letupan berturut-turut: /r/.
Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
Konsonan bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara: /b/, /m/, /w/, /d/,
/n/, /z/, /j/, /ň/, /g/, /x/, /y/, /ŋ/. Sedangkan konsonan tak bersuara adalah konsonan
yang terjadi tampa bergetarnya selaput suara: /p/, /t/, /s/, /c/, /k/, /h/, /r/, /l/
(Samsuri, 1994, Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan Depdikbud, 1988).
Pengucapan akhir kata-kata fonem tersebut ditulis dengan dua buah huruf
(grafem). Walaupun demikian, masing-masing dinyatakan sebagai sebuah fonem.
Inilah yang disebut diftong. Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(1988) dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan,
diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat
dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong, sehingga pada suku kata –
lau tidak dapat dipisahkan menjadi la-u seperti pada kata mau.
8
makna. Kata memperhalus, misalnya, dapat dipotong sebagai berikut. mem-
perhalus per-halus Jika halus diceraikan lagi, maka ha- dan –lus secara terpisah
tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per- dan halus disebut morfem.
Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa
morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara
relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.
Bagaimana dengan me- atau –kan pada kata-kata di atas, apakah termasuk
morfem juga? Satuan ini belum mengandung makna tersendiri, karena itu, tidak
dapat langsung membentuk kalimat. Satuan seperti ini menurut Santoso (2004)
disebut satuan non-gramatis. Untuk membentuk kalimat, maka satuan
nongramatis seperti me- dan –kan harus digabung dengan satuan gramatis lain.
Kedua macam satuan itu yakni gramatis dan non-gramatis disebut morfem.
Mengapa yang non-gramatis termasuk juga morfem? Karena, me- dan –kan
mempunyai makna juga yang biasa disebut dengan istilah makna struktural.
9
Morfem seperti ini berfungsi sebagai pembentuk kata dasar dan hanya akan
berfungsi atau bermakna bila dimbuhkan kepada kata dasar. Karena itu, morfem
semacam ini disebut: “tambahan”, “imbuhan”, atau “afiks”. Morfem dalam bahasa
Indonesia berdasarkan bentuknya ada dua macam yaitu: (1) morfem bebas, dan
(2) morfem terikat.
Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya
morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat
dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan
bahwa morfem bebas itu kata dasar.
Morfem terikat dalam bahasa Indonesia menurut Santoso (2004) ada dua
macam, yakni morfem terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis. Morfem
terikat morfologis yakni morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar, adalah
sebagai berikut:
10
b) infiks (sisipan): -el-, -em, -er-
c) sufiks (akhiran): -an, kan, -i
d) konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macammacam
sebagai berikut.
1) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata kerja, yaitu: me-, ber-, per-,
-kan, -i, dan ber-an.
2) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata benda, yaitu: pe-, ke-, -an,
ke-an, per-an, -man, -wan, -wati.
3) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata sifat: ter-, -i, -wi, -iah.
4) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata bilangan: ke-, se-.
5) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata tugas: se-, dan se-nya.
Contoh, akhiran –an pada morfem dasar tepi, darat, lapang; membentuk kata
tepian, daratan, lapangan; ternyata menunjukkan persamaan makna imbuhan,
yaitu tempat. Berarti dengan imbuhan yang sama, morfem dasarnya berbeda,
dapat menghasilkan persamaan makna imbuhan yaitu menghasilkan jenis benda.
Morfem terikat sintaksis adalah morfem dasar yang tidak mampu berdiri sendiri
sebagai kata. Perhatikan contoh berikut.
Dari deretan morfem yang menjadi unsur kata dalam kalimat di atas, jika
diklasifikasikan berdasarkan morfemnya adalah: anak, pintar, sabar, baca, buku,
adalah morfem bebas. Mem- adalah morfem terikat morfologis. Sedangkan
morfem yang, dan morfem dan dalam kalimat di atas belum dapat berdiri sendiri
sebagai kata karena tidak mengandung makna tersendiri. Gejala inilah yang
tergolong morfem terikat sintaksis (Santoso, 2004).
11
2. Proses Perulangan Bahasa Indonesia
Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil
pengulangan disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang merupakan
bentuk dasar (Ramlan, 1980). Pengulangan merupakan pula suatu proses
morfologis yang banyak terdapat pada bahasa Indonesia. Perhatikan pemakaian
kata yang tercetak miring berikut.
Berpatokan pada pendapat Ramlan di atas, maka jelas bahwa kata ulang
yang terdapat pada kalimat (2), (3), dan (4) semuanya dibentuk dari bentuk atau
unsur dasar rumah. Makna kata pada kalimat (1) dengan kalimat berikutnya
berbeda. Pada kalimat (1) kata rumah berarti satu. Kata rumah-rumah dan
perumahan-perumahan pada kalimat (2) dan (4) berarti banyak atau jamak.
Sedangkan kata rumah-rumahan pada kalimat (3) berarti menyerupai. Perbedaan
makna ini disebabkan oleh adanya rumah dan perumahan sebagai morfem
pertama dan rumah, rumahan, dan perumahan pada morfem kedua. Morfem
rumah adalah morfem yang bermakna leksis, sedangkan morfem kedua
merupakan morfem yang bermakna struktural.
12
ditentukan bentuk dasarnya. Beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam
menentukan bentuk dasar kata ulang sebagai berikut.
1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah jenis kata. Unsur dasar kata
ulang sejenis dengan kata ulangnya. Dengan prinsip ini, dapat diketahui
bahwa bentuk dasar kata ulang yang termasuk jenis kata benda berupa kata
benda, bentuk dasar kata ulang yang termasuk jenis kata kerja berupa kata
kerja, demikian pula bentuk dasar kata ulang kata sifat juga berupa kata
sifat.
Contoh : anak-anak (bentuk dasarnya anak)
2) Bentuk dasar dapat berdiri sendiri sebagai kata yang terdapat dalam
penggunaan bahasa Indonesia yang benar
Contoh : rumah-rumahan (bentuk dasarnya rumah bukan rumahan)
1) Kata ulang suku kata awal. Dalam bentuk perulangan macam ini, vokal
dari suku kata awal mengalami pelemahan bergeser ke posisi tengah
menjadi ê (pepet).
2) Kata ulang seluruh kata dasar. Bentuk kata ulang terjadi dengan
mengulang seluruh unsur dasar secara utuh. Kata ulang seperti ini biasa
disebut kata ulang utuh.
3) Kata ulang yang terjadi atas seluruh suku kata, tetapi pada salah satu unsur
kata ulang tersebut mengalami perubahan bunyi fonem. Kata ulang
semacam ini biasa disebut kata ulang salin suara atau kata ulang berubah
bunyi.
4) Kata ulang yang mendapat imbuhan atau kata ulang berimbuhan
13
Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural
kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Struktur adalah penyusunan atau penggabungan unsur-unsur bahasa
menjadi suatu bahasa yang berpola. Fonologi adalah merupakan sistem bunyi
dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatan bahwa fonologi adalah ilmu
tentang bunyi bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri
atas: (a) fonem vokal 6 buah, (b) fonem diftong 3 buah, dan fonem konsonan 23
buah.
Secara fonetis, bahasa dapat dipelajari secara teoritis dengan tiga cara atau
jalan, yaitu:
15
Alat ucap dibagi menjadi dua macam:
1. posisi bibir,
2. tinggi rendahnya lidah, dan
3. maju-mundurnya lidah.
Atas dasar itu dikenal istilah: vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi,
vokal rendah, vokal bundar, vokal tak bundar, vokal sempit dan vokal lapang.
Vokal yang yang memiliki perubahan kualitas diklasifikasikan sebagai diftong;
misalnya au, ai, dan oi pada kata harimau, pantai, dan amboi.
16
2. konsonan geseran atau spiran,
3. konsonan sengau atau nasal,
4. konsonan lateral, dan
5. konsonan getar.
Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
Konsonan bersuara terjadi karena bergetarnya selaput suara. Sedangkan konsonan
tak bersuara adalah konsonan yang terjadi tampa bergetarnya selaput suara.
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya morfem yang disebut satuan non-
gramatis. Satuan ini belum mengandung makna tersendiri, karena itu, tidak dapat
langsung membentuk kalimat. Untuk membentuk kalimat, maka satuan
nongramatis seperti me- dan –kan harus digabung dengan satuan gramatis lain.
Morfem semacam ini disebut: “tambahan”, “imbuhan”, atau “afiks”. Morfem
dalam bahasa Indonesia berdasarkan bentuknya ada dua macam yaitu: (1) morfem
bebas, dan (2) morfem terikat.
Morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yakni morfem
terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis. Morfem terikat morfologis yakni
morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar. Morfem ini meliputi prefiks,
sufiks, infiks, dan konfiks. Sedangkan morfem terikat sintaksis adalah morfem
dasar yang tidak mampu berdiri sendiri sebagai kata, misalnya dan, yang, dari, di
dan sebagainya.
17
Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan juga jauh dari
kata sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Kami mengharapkan
18
saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah kami dimasa
mendatang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Santoso, Puji. 2004. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Pusat Penerbitan UT
20