Kadang kala kesehatan di abaikan, oleh karena itu adanya kebijakan yang berwawasan kesehatan
diharapkan bisa mengedapankan proses pembangunan dengan tetap memperhatikan aspek
kesehatan. Kegiatan ini ditujukan untuk pembuat kebijakan atau keputusan baik pemerintah
maupun swasta. Sebagai contohnya yaitu pembangunan PLTN di jepara, para pengambil kebijakan
harus tetap memperhatikan untung ruginya bagi lingkungan dan kesehatan, dan yang sekarang yaitu
pelaksanaan 3 m dan wajib vaksin untuk mencegah peningkatan kasus covid-19.
Lingkungan yang dimaksud adalah mencakup secara luas. Baik lingkungan fisik (biotik, non biotik)
maupun nonfisik. Yang diharapkan dapat terciptanya lingkungan kondusif yang mendukung .
contohnya seperti adanya hutan kota, penggunaan masker untuk pekerja yang terpapar pencemaran
udara.
Pemberdayaan masyarakat
Bagi pihak pelayanan kesehatan diharapkan tidak hanya sekedar memberi pelayanan kesehatan saja,
tetapi juga bisa membangkitkan peran aktif masyrakat dalam pembangunan kesehatan. Dan
masyarakat sebaliknya harus mengerti bahwa peranan mereka sangatlah penting dalam proses
pelayanan dan pembangunan kesehatan. Contoh pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
yaitu adanya upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat (UKBM) seperti posyandu, UKMGD
dan lain sebagainya
Keterampilan individu sangatlah diharapkan dalam mewujudkan keadaan yang sehat. Dengan
harapan bagi setiap banyaknya individu yang terampil akan pelihara diri dalam bidang kesehatan
maka akan menjadi cerminan bagi kelompok atau masyarakat. Sebagai dasar pengembangannya
individu harus diberi berbagai pengetahuan tentang kesehatan, selain itu masyarakat juga perlu
dilatih mengenai cara-cara dan pola-pola hidup sehat. Contoh : melalui penyuluhan di posyandu,
pelatihan kader kesehatan, pelatihan dokter kecil dan lain sebagainya.
Adanya gerakan ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kesehatan tidak milik pemerintah, tetapi
juga milik masyarakat. Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu berprilaku hidup sehat.
Masyarakat berkewajiban dan berperan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal seperti
yang tertuang dalam UU No. 36 tahun 2009 pasal 9 tentang kesehatan.
Para pembuat keputusan harus mempunyai komitmen tanggung jawab yang kuat untuk semua
sektor, baik sektor yang berurusan dengan masyarakat maupun swasta. Harus mempromosikan
kesehatan, baik dalam kebijakan maupun praktik sebagai berikut :
Membatasi produksi dan perdagangan barang-barang yang berbahaya seperti tembakau dan
senjata, termasuk praktik pemasaran yang tidak sehat.
Menjaga keselamatan masyarakat, baik di tempat umum maupun di tempat kerja
Di banyak negara, investasi kesehatan yang ada tidak mencukupi dan sering kali tidak efektif.
Peningkatan investasi untuk pembangunan kesehatan memerlukan pendekatan multisektor yang
benar. Investasi di bidang kesehatan harus mencerminkan kebutuhan kelompok-kelompok tertentu
seperti para wanita, anak-anak, manusia serta masyarakat yang miskin.
Untuk mengembangkan infrastruktur kesehatan, harus dicari mekanisme pembiayaannya baik lokal,
nasional atauppun global. Berbagai tatanan kesehatan merupakan dasar kelembagaan untuk
mengembangkan infrastruktur yang diperlukan dalam promosi kesehatan. Tantangan-tantangan
baru di bidang kesehatan menunjukan bahwa jaringan kerja yang baru perlu diciptakan untuk
mencapai lintas sektor. Jaringan kerja tersebut harus membentuk kerjasama yang baik di dalam
ataupun dalam negara, dan mempermudah pertukaran informasi tentang strategi yang efektif untuk
setiap tatanan.
Tetapi pada realitasnya, area-area promosi kesehatan itu harus dilakukan dengan menekankan pada
prioritas supaya pelaksanaannya lebih terarah, efektif dan tepat sehingga tujuan tercapai. Pada
tahun 2011 sampai dengan 2016 area prioritas promosi kesehatan, adalah
Social determinant of health, yang termasuk determinan sosial untuk kesehatan ini adalah
kebijakan-kebijakan kesehatan, health equity, kesenjangan social termasuk juga persoalan-persoalan
ekonomi.
Noncommunicable disease control and prevention. Di Indonesia, data penyakit tidak menular
sebagai berikut, proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun
1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi
penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke
(0,83%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit
sendi (30,3%), kanker/tumor (0,43%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). Stroke merupakan
penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera
6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit
jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%. Faktor risiko penyakit tidak menular
meliputi pola makan tidak sehat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi
garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok. Artinya bahwa
perubahan pola penyakit di atas sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, transisi demografi,
sosial ekonomi dan sosial budaya. Penyakit tidak menular menjadi salah satu tantangan dalam
pembangunan bidang kesehatan.
Health promotion system, berkaitan dengan infrasturktur atau hal-hal yang yang mendukung
promosi kesehatan, seperti kempetensi, alat dan pengalaman, penelitian dan pengembangan
tentunya dengan melibatkan budaya, systemn dan teknologi-teknologi terbaru.
Promosi kesehatan yang berkelanjutan, melingkupi pendekatan-pendekatan kemitraan, pendekatan
lingkungan, pencegahan bencana dan manajement pasca bencana. Di saat melakukan promosi
kesehatan dalam area-area tersebut maka dibutuhkan suatu strategi atau pendekatan-pendekatan
tertentu supaya hasil yang didapatkan efektif dan tepat. Keleher, et.al (2007) menyampaikan 5
(lima ) strategi (pendekatan) sebagai berikut :
Community action
Sebagai bentuk kesinambungan promosi kesehatan maka langkah-langkah peromosi kesehatan tidak
bisa dilepaskan dari monitoring dan evaluasi. Suatu monitoring adalah Berikut ini tipe-tipe evaluasi
(Fertman & Allensworth, 2010)
Formative evaluation, menekankan pada informasi dan materi-materi selama program perencanaan
dan pengembangan.
Process evaluation, berkenaan dengan evaluasi pada informasi sistematis yang didapat selama
implementasinya.
Impact evaluation, menekankan pada efek atau isi mengenai tujuan yang akan dicapai,
Outcome evaluation, menekankan apakah program ini dapat emmberikan hasil sampai sejauh mana
perubahan perilaku yang didapatkan.