Anda di halaman 1dari 3

Kelompok I

Anggota:
1. Arum Rizkyani (107)
2. Ayunda Sherina M.P (111)
3. Siapa
4. Siapa
5. Tan Abdusshobir (141)

Tugas Problematik Fisioterapi Pulmonal pada kasus Asma

A. Definisi Asma

Penyakit asma atau menurut bahasa Yunani yang berarti sukar bernapas
merupakan penyakit akibat inflamasi kronik saluran pernapasan yang menjadi lebih
hiperesponsif, sehingga penyakit asma memudahkan untuk terjadinya bronkokonstriksi,
edema, dan hipersekresi kelenjar. Hal tersebut menghasilkan pembatas aliran udara di
saluran pernapasan yang bersifat periodik sehingga terjadi mengi, sesak napas, dada
terasa berat, batuk terutama pada malam hari atau pagi hari. Gejala tersebut berhubungan
dengan luasnya inflamasi yang bersifat reversible secara sepontan maupun dengan atau
tanpa mengunakan pengobatan (GINA, 2011).

Asma merupakan penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat menyempitnya


saluran napas yang bersifat reversible (dapat hilang dengan sendirinya). Penyumbatan
saluran napas yang dapat menimbulkan manifestasi klinis asma adalah akibat terjadi
bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi lendir karena
hiperreaktivitas saluran napas. Pada penderita asma hal yang selalu ditemui adalah
adanya saluran pernapasan yang hiperresponsif terhadap stimulus (Djojodibroto, 2012).

B. Patologi Asma

Pada penyakit asma ringan dan sedang dapat di temukan lesi epitel, hipertrofi dan
hiperplasia otot polos, penebalan membran basal, pembesaran kelenjar mukosa dan
edema dinding bronkus (Djojodibroto, 2012). Sedangkan pada asma berat di temukan
penyempitan saluran napas yang di akibatkan oleh menebalnya mukus kental pada
saluran napas dan terdapat inflamasi pada dinding bronkus yang terdiri atas sel-sel
eosinofil serta hiperplasia sel goblet (Samsuridjal, 1994).

Pencetus serangan asma dapat di sebabkan oleh berbagai faktor yaitu antara lain
alergen, virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Penyakit asma
dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur imunologis dan jalur saraf otonom (Rengganis,
2008)
Jalur imunologis di dominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Fase cepat
alergen timbul pada 10-15 menit setelah serangan dan mengakibatkan obstruksi jalan
napas. Spasme bronkus terjadi karena reaksi terhadap medioator sel mast terutama
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Fase lambat alergi timbul pada
6-8 jam setelah perjalanan serangan dan bertahan selama 16-24 jam terkadang sampai
beberapa minggu. Terjadi inflamasi sel seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen
presenting cell (APC) yang merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.

Alergi timbul pada orang-orang dengan kecenderungan membentuk sejumlah


antibodi IgE abnormal dalam jumlah yang banyak. Pada asma alergi antibodi IgE melekat
pada permukaan sel mast di interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus
dan bronkus kecil. Bila ada seseorang yang menghirup alergen maka terjadilah fase
sensitisasi di mana antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast menyebabkan sel bergranulasi dan
mengeluarkan berbagai mediator. Mediator tersebut adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotatik eosinofil dan bradikinin. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan edema lokal
pada dinding bronkiolus keci, kentalnya sekresi mukus dan spasme otot-otot bronkiolus
sehingga mengakibatkan inflamasi saluran pernapasan.

Jalur saraf otonom terjadi inhalasi alergen yang dapat mengaktifkan sel mast
intralumen makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas.
Mediator inflamasi yang di keluarkan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa.
Rusaknya epitel bronkus oleh mediator yang di lepaskan pada keadaan asma terjadi tanpa
melibatkan sel mast seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap dan kabut.
Pada keadaan tersebut asma terjadi karena reflek ujung saraf eferen vagal mukosa
terangsang dan menyebabkan terlepasnya neuropeptip sensorik senyawa P, neurokinin A
dan calcitonin gene-related peptide (CGRP). Neuropeptida tersebut yang menyebabkan
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir dan aktivitas sel-
sel inflamasi.

C. Problematik yang mungkin terjadi pada kasus Asma

Problematika fisioterapi yang akan di hadapi pada kasus asma bronkial di antaranya
di bagi menjadi tiga tingkatan yaitu, impairment, functional limitation dan participation
restriction (disability).

1. Impairment

Impairment yang mungkin akan terjadi pada penderita asma adalah adanya
spasme otot polos bronkus dan menumpuknya sekresi mukus. Sedangkan
impairment tidak langsung akan terjadi sesak napas yang di sertai mengi. Batuk
merupakan mekanisme pertahanan tubuh pada saluran pernapasan jika terdapat
iritasi pada saluran napas.

2. Functional Limitation

Functional limitation yang terjadi pada penderita asma adalah penurunan aktivitas
keseharian karena adanya sesak napas dan juga batuk.

3. Participation Restriction (Disability)

Participation restriction pada penderita asma terjadi gangguan interaksi dan


sosialisasi dalam lingkungan masyarakat bahkan interaksi dan sosialisasi tersebut
sampai tidak mampu dilakukan sama sekali oleh penderita asma.

Anda mungkin juga menyukai