Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK
KANKER NASOFARING
Pembimbing akademik : Ns. Marina Kristi Layun, S.kep., M.Kep
Pembimbing klinik : Ns. Pare Tarik S.Kep
Disusun Oleh:
MARIA NOVAYANA
P2002032
2. Etiologi
Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu
genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr (Martin Dunitz, 2009)
a. Genetik
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi,
putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Sejumlah laporan
menyebutkan bahwa HLA (Human Leucocyte antigen) berperan penting
dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi
epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker
nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa.
b. Virus
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus
DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah
diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis
infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus
ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga
dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi
penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa
faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
c. Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya
kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang
tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton
yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin,
sayur, dan buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya
kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar,
asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan
yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat
dijelaskan.
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan
hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat
dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang
cukup tinggi.
3. Manifestasi
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring
termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun
keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang
tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke
kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru,
mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah
yang terkena1. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar
10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri
merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring
sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas.Gejala klinik
pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena
tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa
Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang
dan atap nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan
tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan.
Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Kadang-
kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba
eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya
unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring.
Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu
diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring. Pada karsinoma nasofaring stadium
lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien,
hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring
atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada
stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena
pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher. Tumor yang
meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup
anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering
mengenai syaraf otak VI (paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila
penderita melirik ke arah sisi yang sakit.
Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi (rasa tebal)
pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf
penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan
intrakrania. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening
mengakibatkantimbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping
(limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang
dikeluhkan oleh pasien.
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
a. Gejala Telinga
1. Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor
dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal
ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada
pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.
2. Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
3. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
b. Gejala Hidung
1. Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang
dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding
pembuluh darah tersebut pecah.
2. Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma
Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain.
Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada
pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada
penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)
akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan
kebutaan.
d. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
e. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-
saraf kranialis. Gejalanya antara lain :
1. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen.
2. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
3. Kesukaran pada waktu menelan
4. Afoni
5. Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: lidah,
palatum, faring atau laring, m. sternocleidomastoideus, m. trapezeus
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan
dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada
wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal).
Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
4. Komplikasi
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang
selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis
yang bermanifestasi dalam bentuk :
a. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang
memberikan kelainan :
1.Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri
pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang
terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
2.Ptosis palpebra ( N. III )
3.Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
b. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi
ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah
parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini
menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
1. N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah.
2. N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva
3. N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese
palatum mole
4. N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
5. Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan
fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.
c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati
dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam
penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan
metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke
hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
5. Patofisiologi
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten
pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh
EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu
EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan
EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring. Selain itu,
dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006)
terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma
nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini .Pada
pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-
1) di dalam serum plasma.EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus.Huang dalam penelitiannya, mengemukakan
keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
PENENTUAN STADIUM :
TUMOR SIZE (T)
T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak
atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral
yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
Stadium I :T1 No dan Mo
Stadium II :T2 No dan Mo
Stadium III :T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan
Moatau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
1. Stadium 0:
sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut
nasopharynx in situ.
2. Stadium 1:
Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2:
Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung.
Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu
sisi leher.
4. Stadium 3:
Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
5. Stadium 4:
kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya
stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu
pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa
Rossenmulle.
6. Woc
7. Penatalaksaan Medik
a. Radioterapi
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi atau
kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari
sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang
membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga
radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau
pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi
dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
b. Pengobatan tambahan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor
induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan antivirus.
c. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8) ; Vincristin (2
9
mg IV hari1) ; Platamin (100 mg IV hari 1) ; Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral,
hari 1 s/d 10) ; Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan
kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
d. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih.
e. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada
penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
f. Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah
leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu
makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan paliatif diindikasikan
langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.
8. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Biodata klien : Nama,Tempat tanggal lahir,Umur,Jenis Kelamine, Suku
Bangsa, Status Perkawinan,Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi, Alamat,
Tanggal Masuk, No.RM
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien)
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung
terasa tersumbat, telinga seperti tidak bisa mendengar, penglihatan berkunang-
kunang, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar pada
bagian leher dan terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan mata, nyeri
dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan menyebar
10
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan
muncul secara bertahap
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah menderita
penyakit yang mempermudah terjadinya ca nasofaring) Mempunyai profil
HLA, pernah menderita radang kronis nasofaring.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada kluarga yang menderita
penyakit yang menyebabkan ca nasofaring).
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan klien) Terbiasa
terhadap lingkungan karsinogen
11
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur.
Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak
tergangu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
6. Pola kognitif persepsi
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga. Klien mengalami cemas karena kurangnya
pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan
tindakan yang diprogramkan.
8. Pola hubungan – peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan manarik
diri dari pergaulan.
9. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama
dirawat di rumah sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti
biasanya.
10. Pola penanganan masalah – strees – toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung, kehilangan kontrol, dan menarik diri
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan
kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.
11. Pola keyakinan – nilai-nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pada ibadah penderita.
12
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Labolatorium
Hb : 11,9 g/dl
Leukosit : 3000 sel/mm3
Trombosit : 556000/mm3
Ht : 35,4%
Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
LED : 10
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Otoskopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
2. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
3. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung
mungkin hanya banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor
di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena
palatum mole negatif.
4. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa
nasofaring tampak lebih menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat.
Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
5. Biopsi multiple
6. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
7. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikena
13
11. Diagnosa Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Kategori : psikologis Definisi : tindakan untuk Definisi :
Subkategori : nyeri dan kenyamanan meredakan pengalaman sensorik mengidentifikasi dan
Definisi : pengalaman sensorik atau atau emosional yang mengelola pengalaman
emosional yang berkaitan dengan menyenangkan akibat kerusakan sensorik atau emosional
kerusakan jaringan aktual atau jaringan yang berkaitan dengan
fungsional dengan onset mendadak Setelah dilakukan tindakan kerusakan jaringan atau
atau lambat dan berintensitas ringan keperawatan, kontrol nyeri dengan fungsional dengan onset
hingga berat yang berlangsung kurang kriteria hasil : mendadak atau lambat
dari 3 bulan 1. Melaporkan nyeri terkontrol dan berintensitas ringan
Penyebab : (3) hingga berat dan konstan
Agen pencendera fisiologis (misal. 2. Kemampuan mengenali onset Tindakan :
inflamasi, iskemia, neoplasma) nyeri (3) 1. Identifikasi lokas,
Gejala dan tanda : 3. Kemampuan mengenali karakteristik, durasi,
1. Mengeluh nyeri penyebab nyeri (3) frekuensi, kualitas,
2. Tampak meringis 4. Kemampuan menggunakan intensitas nyeri
3. Bersikap protektif (misal. waspada teknik non-farmakologi (3) 2. Identifikasi skala
posisi menghindari nyeri) 5. Keluhan nyeri (3) nyeri
4. Gelisah 6. Penggunaan analgesik (3) 3. Identifikasi faktor
5. Frekuensi nadi meningkat Keterangan : yang memperberat
6. Sulit tidur 1 = menurun nyeri
Kondisi klinik terkait : 2 = cukup menurun 4. Jelaskan penyebab,
Kondisi pembedahan 3 = sedang periode, dan pemicu
4 = cukup meningkat nyeri
5 = meningkat 5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi proses penyakit
Kategori : perilaku Definisi : kecukupan informasi Definisi : memberikan
Subkategori : penyuluhan dan kognitif yang berkaitan dengan informasi tentang
pembelajaran topik tertentu mekanisme munculnya
Definisi : ketiadaan atau kurangnya Setelah dilakukan tindakan penyakit dan
informasi kognitif yang berkaitan keperawatan, tingkat pengetahuan menimbulkan tanda dan
dengan topik tertentu dengan kriteria hasil : gejala yang menganggu
Penyebab : 1. Perilaku sesuai anjuran (3) kesehatan tubuh pasien
1. Gangguan fungsi kognitif 2. Perilaku sesuai dengan Tindakan :
2. Kurang terpapar informasi pengetahuan (3) 1. Sediakan materi dan
3. Ketidaktahuan menemukan sumber 3. Pertanyaan tentang masalah pendidikan
informasi yang dihadapi (3) kesehatan
Gejala dan tanda : Keterangan : 2. Jelaskan penyebab
1. Menanyakan masalah yg dihadapi 1 = menurun dan faktor resiko
2. Menunjukkan perilaku tidak sesuai 2 = cukup menurun penyakit
anjuran 3 = sedang 3. Jelaskan tanda dan
Kondisi klinis terkait : 4 = cukup meningkat gejala yang
Penyakit akut 5 = meningkat ditimbulkan oleh
penyakit
4. Ajarkan cara
meredakan atau
mengatasi gejala
yang dirasakan
Defisit nutrisi Status nutrisi Pemantauan nutrisi
Kategori : fisiologis Definisi : keadekuatan asupan Definisi : mengumpulkan
Subkategori : nutrisi dan cairan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dan menganalisa data
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup metabolisme yang berkaitan dengan
14
untuk memenuhi kebutuhan Setelah dilakukan tindakan asupan dan status gizi
metabolisme keperawatan, status nutrisi dengan Tindakan :
Penyebab : kriteria hasil : 1. Identifikasi perubahan
Ketidakmampuan menelan makanan 1. Porsi makanan yang dihabiskan berat badan
Gejala dan tanda : (3) 2. Identifikasi
1. Nafsu makan menurun 2. Kekuatan otot menelan (3) kemampuan menelan
2. Sariawan 3. Sariawan (3) (misal fungsi motorik
3. Membran mukosa pucat 4. Nafsu makan (3) wajah, refleks
Kondisi klinis terkait : 5. Membran mukosa (3) menelan, dan refleks
Kanker Keterangan : gag)
1 = menurun 3. Hitung perubaha berat
2 = cukup menurun badan
3 = sedang 4. Identifikasi kelainan
4 = cukup meningkat rongga mulut (misal
5 = meningkat peradangan, gusi
berdarah, bibir kering
dan retak luka)
DAFTAR PUSTAKA
15
1. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN Clinical Practice Guidelines in
Oncology (NCCN Guidelines) : Head and Neck Cancers Version 2.2013. NCCN; 2013. Diakses
tanggal 22 Januari 2018 http://oralcancerfoundation.org/treatment/pdf/head-and-neck.pdf
2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Munir. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
4. Hartanto. 2009. Laporan Pendahuluan Carsinoma Nasofaring. Diakses tanggal 22 januari 2018.
5. Martin Dunitz. 2009. Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring. (Online) Available :
Http://Bangeud.Blogspot.Com/2011/11/Asuhan-Keperawatan-Ca-Nasofaring.Html. (22 Januari
2018)
6. Bulechek. M. G., Butcher. K. H., Dochterman. M. J., Wagner. C.M., NIC. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Yogyakarta: Moco Media.
7. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :
Salemba Medika.
8. Huda Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan KeperawatanBerdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
9. National Cancer Institute, 2009. Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A [diakses pada 27 Mei
2017melaluihttp://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProfession
al/page9]
10. National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. [diakses pada 27 Mei 2017
melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page2].
11. Ballenger, Jacob John. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid 2
Edisi 22. Jakarta : Binarupa Aksara.
12. Iskandar, N., Soepardi, E., Bashiruddin, J., et al (Ed). 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penmerbit FKUI.
16
STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
17
Pasien mengatakan tidak adanya riwayat penyakit dahulu dan tidak ada keluarga menderita
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus.
Genogram :
Tn, A Istri
: Garis keturunan
: Meninggal : Serumah
4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah dilakukan:
Diagnosa Ca Nasofaring
Pemeriksaan fisik, Nasofaringoskopi, Biopsi dan foto rontgen, Ct scan, MRI.
III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit/perawatan:
Tn. A tidak mengetahui apa penyebab dari penyakit yang di alami sekarang, tapi setelah
di rawat di rumah sakit Tn. A mengetahui sakitnya dan mengatakan bahwa Tn.A
menerima keadaan sekarang dan percaya semuanya seijin Tuhan.
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar :
Sebelum sakit : Klien mengtakan BAB nya lancar saja 2x sehari dengan
konsistensi lembek
Saat sakit dan masuk rumah sakit : Klien mengatakan BAB nya hanya sekali
sehari saja dan konsistensi keras
b. Buang air kecil
Pasien mengatakan BAK lancer dengan warna kuning dan bau yang khas.
Pasien tidak terpasang kateter frekuensi BAK 4-5x/hari
Oksigenasi:
Pasien tidak merasakan sesak nafas dan tidak terpasang oksigenasi
19
5. Pola tidur dan istirahat
(lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur)
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur pada malam hari biasanya
klien tidur 7-8 jam/hari
Saat sakit : Klien mengatakan saat sakit susah tidur sering terbangun pada malam hari
dikarenakan sering menahan rasa nyeri dan sakit pada malam hari pasien hanya tidur 4-5 jam
sedangkan untuk tidur siang hanya 1-2 jam.
6. Pola persepsual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
a. Penglihatan : klien tidak mengalami gangguan penglihatan (penglihatan jelas)
b. Pendengaran : klien tidak mengalami gangguan pendengaran (klien masih
mampu mendengar suara dengan jelas )
c. Pengecap dan sensasi mengalami gangguan dikarena terkadang pasien tidak
merasakan rasa (asin, manis dan asam) makanan masuk,
IV. Pemeriksaanfisik
(cephalocaudal) yang meliputi : Inspeksi, Palpasi, Perkusi
dan Auskultasi keluhan yang dirasakan saat ini
Kepala :
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak kerontokan rambut, kepala simeteris, rambut tebal dan hitam
Palpasi : ada benjolan dan pembengkakan ketika di tekan klien merasakan nyeri.
21
Mata dan Telinga (Penglihatan dan pendengaran)
a. Penglihatan
Berkurang Ganda Kabur Buta/gelap
Klien mengatakan penglihatannya masih bisa melihat dengan jelas terhadap suatu objek
b. Pendengaran
√ Normal Berdengung Berkurang Alat bantu Tuli
Klien mengatakan masih bisa mendengar dengan jelas dan saat diberikan respon
dengan bisikan dengan rambut klien, klien mendengar dengan jelas dan baik.
Keluhan lain: klien terkadang merasakan nyeri pada area telinga.
Hidung:
Inspeksi : Simetris,ada massa, lobang hidung 2, bernapas dengan cuping hidung (-), ada
sumbatan secret.
Palpasi : adanya benjolan dan ada nyeri tekan
Mulut/Gigi/Lidah:
Inspeksi :
Mulut : Bersih tidak ada lesi, bibir simetris, tidak berbau, adanya sianosis, mukosa
bibir lembab
Palpasi : Terdapat platum berwarna pink, refleks muntah baik, tidak ada tongsil
atau pembengkakan amandel.
22
Leher :
Inspeksi : Tidak ada sianosis bibir, saat minum air untuk melihat gerakan
menelannya sama, tidak ada gondok, tidak ada pembengkakan kelenjar
Palpasi : Tidak terdapat pembengkakan pada vena jugularis (JVP), tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid,, nyeri tekan, tidak ada massa.
Respiratori
a. Dada : Simetris (pengembangan dada kanan dan kiri simetris), tidak ada memar pada
dada atau kemerahan, tidak ada nyeri tekan
b. Batuk : ya/tidak; produktif/tidak produktif
Karakteristik Sputum : tidak ada
c. Napas bunyi : vesikuler/lainnya, jelaskan
Sesak napas saat : tidak ada
Ekspirasi Inspirasi Istirahat Aktivitas
Tipe pernapasan:
Perut √ Dada Biot
Kussmaul Cynestokes Lainnya
Kardiovaskular
Riwayat Hipertensi: Tidak memiliki riwayat hipertensi. Masalah jantung : klien
tidak memiliki masalah jantung
Demam Rematik : Tidak ada
Bunyi Jantung : S1 atau S2
Frekuensi : normal
Irama : teratur
Kualitas : tidak di kaji
Murmur : Tidak ada
23
Nyeri dada, Intensitas : Palpitasi
Tidak mengalami nyeri dada
Pusing : Tidak Cianosis (-)
Capillary refill : > 2 detik
Riwayat Keluhan lainnya : Klien mengatakan tidak memiliki keluhan yang lain.
Neurologis
Pasien saat di ajak berkomunikasi sangat baik dan mampu menjawab pertanyaan dengan
benar
Keluhan lain :
Kesemutan Bingung Tremor √Gelisah Kejang
Koordinasi ekastemitas
√ Normal Paralisis, Lokasi : Plegia, Lokasi :
24
Integumen
Warna kulit
Kemerahan Pucat Sianosis Jaundice √Normal
Kelembaban :
√Lembab Kering
Turgor : elastis / tidak elastic
> 2 detik √< 2 detik
Abdomen
Asites : Tidak
Keluhan lain : Tidak ada
Muskuloskeletal
Seksualitas
Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak
Penggunaan alat kontrasepsi : sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi
25
Masalah/kesulitan seksual : Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi : Tidak ada
Wanita:
Usia Menarche : Lamanya siklus : Durasi :
Periode menstruasi terakhir : Menopouse :
Pria
26
V. Program terapi:
1. Infus dextrose 5% 20 tetes
2. Kemoterapi
3. Nacl 0.9 20 tpm
4. Ketorolac 3x1 amp IV
5. Paracetamol 6x500 mg
LED 10 20 Jam
Pemeriksaan penunjang
- EKG