Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK
KANKER NASOFARING
Pembimbing akademik : Ns. Marina Kristi Layun, S.kep., M.Kep
Pembimbing klinik : Ns. Pare Tarik S.Kep

Disusun Oleh:
MARIA NOVAYANA
P2002032

PTOGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2021
A. KONSEP PENYAKIT KANKER NASOFARING
1. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas (kanker) yang berasal
dari sel epitel nasofaring, bagian atas tenggorokan belakang hidung dan dekat
dengan dasar tengkorak (NCNN, 2013).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2008).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel nasofaring.
Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke
hidung, tenggorok serta tengkorak. (Munir, 2010).

2. Etiologi
Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu
genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr (Martin Dunitz, 2009)
a. Genetik
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi,
putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Sejumlah laporan
menyebutkan bahwa HLA (Human Leucocyte antigen) berperan penting
dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi
epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker
nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa.
b. Virus
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus
DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah
diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis
infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus
ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga
dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi
penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa
faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
c. Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya
kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang
tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton
yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin,
sayur, dan buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya
kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar,
asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan
yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat
dijelaskan.
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan
hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat
dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang
cukup tinggi.

3. Manifestasi
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring
termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun
keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang
tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke
kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru,
mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah
yang terkena1. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar
10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri
merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring
sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas.Gejala klinik
pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena
tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa
Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang
dan atap nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan
tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan.
Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Kadang-
kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba
eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya
unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring.
Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu
diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring. Pada karsinoma nasofaring stadium
lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien,
hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring
atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada
stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena
pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher. Tumor yang
meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup
anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering
mengenai syaraf otak VI (paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila
penderita melirik ke arah sisi yang sakit.
Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi (rasa tebal)
pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf
penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan
intrakrania. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening
mengakibatkantimbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping
(limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang
dikeluhkan oleh pasien.
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
a. Gejala Telinga
1. Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor
dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal
ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada
pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.
2. Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
3. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
b. Gejala Hidung
1. Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang
dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding
pembuluh darah tersebut pecah.
2. Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma
Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain.
Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada
pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada
penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)
akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan
kebutaan.
d. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
e. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-
saraf kranialis. Gejalanya antara lain :
1. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen.
2. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
3. Kesukaran pada waktu menelan
4. Afoni
5. Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: lidah,
palatum, faring atau laring, m. sternocleidomastoideus, m. trapezeus
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan
dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada
wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal).
Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
4. Komplikasi
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang
selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis
yang bermanifestasi dalam bentuk :
a. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang
memberikan kelainan :
1.Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri
pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang
terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
2.Ptosis palpebra ( N. III )
3.Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
b. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi
ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah
parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini
menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
1. N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah.
2. N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva
3. N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese
palatum mole
4. N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
5. Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan
fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.
c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati
dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam
penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan
metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke
hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.

5. Patofisiologi
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten
pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh
EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu
EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan
EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring. Selain itu,
dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006)
terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma
nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini .Pada
pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-
1) di dalam serum plasma.EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus.Huang dalam penelitiannya, mengemukakan
keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
PENENTUAN STADIUM :
TUMOR SIZE (T)
T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak
atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral
yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
 Stadium I :T1 No dan Mo
 Stadium II :T2 No dan Mo
 Stadium III :T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
 Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan
Moatau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
1. Stadium 0:
sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut
nasopharynx in situ.
2. Stadium 1:
Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2:
Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung.
Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu
sisi leher.
4. Stadium 3:
Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
5. Stadium 4:
kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya
stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu
pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa
Rossenmulle.
6. Woc

7. Penatalaksaan Medik
a. Radioterapi
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi atau
kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari
sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang
membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga
radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau
pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi
dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
b. Pengobatan tambahan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor
induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan antivirus.
c. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8) ; Vincristin (2

9
mg IV hari1) ; Platamin (100 mg IV hari 1) ; Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral,
hari 1 s/d 10) ; Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan
kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
d. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih.
e. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada
penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
f. Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah
leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu
makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan paliatif diindikasikan
langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.

8. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Biodata klien : Nama,Tempat tanggal lahir,Umur,Jenis Kelamine, Suku
Bangsa, Status Perkawinan,Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi, Alamat,
Tanggal Masuk, No.RM
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien)
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung
terasa tersumbat, telinga seperti tidak bisa mendengar, penglihatan berkunang-
kunang, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar pada
bagian leher dan terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan mata, nyeri
dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan menyebar

10
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan
muncul secara bertahap
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah menderita
penyakit yang mempermudah terjadinya ca nasofaring) Mempunyai profil
HLA, pernah menderita radang kronis nasofaring.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada kluarga yang menderita
penyakit yang menyebabkan ca nasofaring).
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan klien) Terbiasa
terhadap lingkungan karsinogen

c. Pola Kesehatan Fungsional


1. Pola persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan
Pada klien ca nasofaring terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak sehingga menimbulkan
presepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola metabolisme nutrisi
Akibat adanya pembekakan pada saluran pernafasan atas shingga menimbulkan
keluahan nyeri pada leher, susah menelan, berat badan menurun dan lemas.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Akibat kurangnya konsumsi air putih menyebabkan volume kencing berkurang,
susah kencing. Pada eliminasi alvi terdapat gangguan, klien buang air besar
tidak teratur.
4. Pola aktivitas
Adanya Ca Nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami lemah dan
letih. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat
di Rumah Sakit.
5. Pola istirahat – tidur

11
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur.
Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak
tergangu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
6. Pola kognitif persepsi
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga. Klien mengalami cemas karena kurangnya
pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan
tindakan yang diprogramkan.
8. Pola hubungan – peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan manarik
diri dari pergaulan.
9. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama
dirawat di rumah sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti
biasanya.
10. Pola penanganan masalah – strees – toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung, kehilangan kontrol, dan menarik diri
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan
kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.
11. Pola keyakinan – nilai-nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pada ibadah penderita.

12
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Labolatorium
Hb : 11,9 g/dl
Leukosit : 3000 sel/mm3
Trombosit : 556000/mm3
Ht : 35,4%
Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
LED : 10
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Otoskopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
2. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
3. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung
mungkin hanya banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor
di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena
palatum mole negatif.
4. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa
nasofaring tampak lebih menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat.
Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
5. Biopsi multiple
6. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
7. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikena

13
11. Diagnosa Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Kategori : psikologis Definisi : tindakan untuk Definisi :
Subkategori : nyeri dan kenyamanan meredakan pengalaman sensorik mengidentifikasi dan
Definisi : pengalaman sensorik atau atau emosional yang mengelola pengalaman
emosional yang berkaitan dengan menyenangkan akibat kerusakan sensorik atau emosional
kerusakan jaringan aktual atau jaringan yang berkaitan dengan
fungsional dengan onset mendadak Setelah dilakukan tindakan kerusakan jaringan atau
atau lambat dan berintensitas ringan keperawatan, kontrol nyeri dengan fungsional dengan onset
hingga berat yang berlangsung kurang kriteria hasil : mendadak atau lambat
dari 3 bulan 1. Melaporkan nyeri terkontrol dan berintensitas ringan
Penyebab : (3) hingga berat dan konstan
Agen pencendera fisiologis (misal. 2. Kemampuan mengenali onset Tindakan :
inflamasi, iskemia, neoplasma) nyeri (3) 1. Identifikasi lokas,
Gejala dan tanda : 3. Kemampuan mengenali karakteristik, durasi,
1. Mengeluh nyeri penyebab nyeri (3) frekuensi, kualitas,
2. Tampak meringis 4. Kemampuan menggunakan intensitas nyeri
3. Bersikap protektif (misal. waspada teknik non-farmakologi (3) 2. Identifikasi skala
posisi menghindari nyeri) 5. Keluhan nyeri (3) nyeri
4. Gelisah 6. Penggunaan analgesik (3) 3. Identifikasi faktor
5. Frekuensi nadi meningkat Keterangan : yang memperberat
6. Sulit tidur 1 = menurun nyeri
Kondisi klinik terkait : 2 = cukup menurun 4. Jelaskan penyebab,
Kondisi pembedahan 3 = sedang periode, dan pemicu
4 = cukup meningkat nyeri
5 = meningkat 5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi proses penyakit
Kategori : perilaku Definisi : kecukupan informasi Definisi : memberikan
Subkategori : penyuluhan dan kognitif yang berkaitan dengan informasi tentang
pembelajaran topik tertentu mekanisme munculnya
Definisi : ketiadaan atau kurangnya Setelah dilakukan tindakan penyakit dan
informasi kognitif yang berkaitan keperawatan, tingkat pengetahuan menimbulkan tanda dan
dengan topik tertentu dengan kriteria hasil : gejala yang menganggu
Penyebab : 1. Perilaku sesuai anjuran (3) kesehatan tubuh pasien
1. Gangguan fungsi kognitif 2. Perilaku sesuai dengan Tindakan :
2. Kurang terpapar informasi pengetahuan (3) 1. Sediakan materi dan
3. Ketidaktahuan menemukan sumber 3. Pertanyaan tentang masalah pendidikan
informasi yang dihadapi (3) kesehatan
Gejala dan tanda : Keterangan : 2. Jelaskan penyebab
1. Menanyakan masalah yg dihadapi 1 = menurun dan faktor resiko
2. Menunjukkan perilaku tidak sesuai 2 = cukup menurun penyakit
anjuran 3 = sedang 3. Jelaskan tanda dan
Kondisi klinis terkait : 4 = cukup meningkat gejala yang
Penyakit akut 5 = meningkat ditimbulkan oleh
penyakit
4. Ajarkan cara
meredakan atau
mengatasi gejala
yang dirasakan
Defisit nutrisi Status nutrisi Pemantauan nutrisi
Kategori : fisiologis Definisi : keadekuatan asupan Definisi : mengumpulkan
Subkategori : nutrisi dan cairan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dan menganalisa data
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup metabolisme yang berkaitan dengan

14
untuk memenuhi kebutuhan Setelah dilakukan tindakan asupan dan status gizi
metabolisme keperawatan, status nutrisi dengan Tindakan :
Penyebab : kriteria hasil : 1. Identifikasi perubahan
Ketidakmampuan menelan makanan 1. Porsi makanan yang dihabiskan berat badan
Gejala dan tanda : (3) 2. Identifikasi
1. Nafsu makan menurun 2. Kekuatan otot menelan (3) kemampuan menelan
2. Sariawan 3. Sariawan (3) (misal fungsi motorik
3. Membran mukosa pucat 4. Nafsu makan (3) wajah, refleks
Kondisi klinis terkait : 5. Membran mukosa (3) menelan, dan refleks
Kanker Keterangan : gag)
1 = menurun 3. Hitung perubaha berat
2 = cukup menurun badan
3 = sedang 4. Identifikasi kelainan
4 = cukup meningkat rongga mulut (misal
5 = meningkat peradangan, gusi
berdarah, bibir kering
dan retak luka)

DAFTAR PUSTAKA
15
1. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN Clinical Practice Guidelines in
Oncology (NCCN Guidelines) : Head and Neck Cancers Version 2.2013. NCCN; 2013. Diakses
tanggal 22 Januari 2018 http://oralcancerfoundation.org/treatment/pdf/head-and-neck.pdf
2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Munir. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
4. Hartanto. 2009. Laporan Pendahuluan Carsinoma Nasofaring. Diakses tanggal 22 januari 2018.
5. Martin Dunitz. 2009. Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring. (Online) Available :
Http://Bangeud.Blogspot.Com/2011/11/Asuhan-Keperawatan-Ca-Nasofaring.Html. (22 Januari
2018)
6. Bulechek. M. G., Butcher. K. H., Dochterman. M. J., Wagner. C.M., NIC. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Yogyakarta: Moco Media.
7. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :
Salemba Medika.
8. Huda Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan KeperawatanBerdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
9. National Cancer Institute, 2009. Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A [diakses pada 27 Mei
2017melaluihttp://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProfession
al/page9]
10. National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. [diakses pada 27 Mei 2017
melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page2].
11. Ballenger, Jacob John. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid 2
Edisi 22. Jakarta : Binarupa Aksara.
12. Iskandar, N., Soepardi, E., Bashiruddin, J., et al (Ed). 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penmerbit FKUI.

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

16
STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

Nama mahasiswa : MARIA NOVAYANA


Tempat praktek : ITKES WHS Samarinda
Tanggal : 16 Januari 2021

I. Identitas diri klien


Nama : Tn. A Suku : Bali
Umur : 52 tahun Pendidikan : Sarjana
Jemis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Lingai Lama bekerja : 15 tahun


Tanggal masuk RS : 16 Januari 2021
Status perkawinan : Menikah Tanggal Pengkajian : 16 Januari 2021

Agama : Islam Sumber Informasi : Tn. A dan Keluarga

II. Riwayat penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS :


Pasien mengeluhkan adanya timbul bejolan di hidung kurang lebih 5 tahun dan pasien
merasakan nyeri.

2. Riwayat penyakit sekarang :


Pada saat pengkajian tgl 16 januari 2020, pasien datang ke RS Dirgahayu pukul
16.50 dengan keluhan adanya benjolan di hidung sejak 5 tahun yang lalu
semakin membesar dan pasien juga merasakan Rasa nyeri hidung. Pasien juga
mengeluhkan kurang nafsu, penurunan berat badan
P : Pasien mengeluhkan nyeri di sekitar hidung
Q : Pasien mengatakan nyeri terasa panas terbakar
R : Pasien mangatakan luas nyeri di sekitar hidung dan area wajah
S : Saat diberi skala ukur pasien menunjukan angka 7
T : Nyeri menetap agak lama lalu hilang dan timbul lagi

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

17
Pasien mengatakan tidak adanya riwayat penyakit dahulu dan tidak ada keluarga menderita
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus.

Genogram :

Tn, A Istri

: Laki-laki ? : Tidak diketahui

: Perempuan : Garis perkawinan

: Garis keturunan
: Meninggal : Serumah

4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah dilakukan:
Diagnosa Ca Nasofaring
Pemeriksaan fisik, Nasofaringoskopi, Biopsi dan foto rontgen, Ct scan, MRI.

III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit/perawatan:
Tn. A tidak mengetahui apa penyebab dari penyakit yang di alami sekarang, tapi setelah
di rawat di rumah sakit Tn. A mengetahui sakitnya dan mengatakan bahwa Tn.A
menerima keadaan sekarang dan percaya semuanya seijin Tuhan.

2. Pola nutrisi/metabolic Program diit RS:


Diit di berikan kepada Pasien adalah TKTP (Diet tinggi kalori dan tinggi protein)
Intake makanan:
Sebelum sakit : Klien mengatakan makannya normal 3x sehari dan porsi banyak
18
Saat sakit berada di RS : Klien mengatakan makannya 3x sehari namun dengan porsi yang
sedikit di mana pasien hanya makan 1/3 sendok saja.
Intake cairan:
Sebelum sakit : Klien mengatakan minumnnya lebih 2 liter/hari
Saat berada di RS : klien mengatakan minum kurang dari 1 lite/hari

3. Pola eliminasi
a. Buang air besar :
Sebelum sakit : Klien mengtakan BAB nya lancar saja 2x sehari dengan
konsistensi lembek
Saat sakit dan masuk rumah sakit : Klien mengatakan BAB nya hanya sekali
sehari saja dan konsistensi keras
b. Buang air kecil
Pasien mengatakan BAK lancer dengan warna kuning dan bau yang khas.
Pasien tidak terpasang kateter frekuensi BAK 4-5x/hari

4. Pola aktifitas dan latihan:

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

Oksigenasi:
Pasien tidak merasakan sesak nafas dan tidak terpasang oksigenasi

19
5. Pola tidur dan istirahat
(lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur)
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur pada malam hari biasanya
klien tidur 7-8 jam/hari
Saat sakit : Klien mengatakan saat sakit susah tidur sering terbangun pada malam hari
dikarenakan sering menahan rasa nyeri dan sakit pada malam hari pasien hanya tidur 4-5 jam
sedangkan untuk tidur siang hanya 1-2 jam.

6. Pola persepsual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
a. Penglihatan : klien tidak mengalami gangguan penglihatan (penglihatan jelas)
b. Pendengaran : klien tidak mengalami gangguan pendengaran (klien masih
mampu mendengar suara dengan jelas )
c. Pengecap dan sensasi mengalami gangguan dikarena terkadang pasien tidak
merasakan rasa (asin, manis dan asam) makanan masuk,

7. Pola persepsi diri


(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Tn. A terlihat gelisah ddan cemas karena memikirkan penyakit yang dialaminya tapi Tn. A
mencoba menerima keadaannya yang sekarang.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
(fertilitas, libido, menstuasi, kontrasepsi, dll.)
Klien tidak mengalami gangguan pada seksualitas, klien tidak melakukan hubungan intim
selama sakit.

9. Pola peran hubungan


(komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan):
a. Tanggapan pasien tentang perannya : klien saat dirumah masih mampu
menjalankan perannya sebagai seorang suami dan ayah dengan baik
b. Komunikasi : klien memiliki komunikasi dengan baik oleh keluarga dan
tetangga sekitar rumah, klien sehari-hari menggunakan bahasa indonesia dan
Bahasa bali.
c. Hubungan dengan orang lain : klien memiliki hubungan yang baik dengan
keluarga dan sangat dekat kepada anak dan istrinya serta memiliki hubungan
20
dengan baik oleh tetangga
d. Kemampuan / Kesanggupan pasien terhadap keuangan : klien mengatakan
masih mampu melakukan biaya berobat karena ada BPJS dan ada anak sudah
kerja mampu juga membantu biaya pengobatan selama di rumah sakit.

10. Pola managemen koping-stess


(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini):
a. Perhatian utama tentang perawatan dirumah sakit atau penyakit (finansial,
perawatan diri) : Pasien tidak ada masalah hanya saja pasien ingin cepat
sembuh dan keluar dari rumah sakit.
b. Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu : Tidak ada
c. Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : Tidak pernah
d. Keadaan emosi dalam sehari-hari : keadaan emosi sehari-hari tidak ada pasien
lebih memilih untuk banyak berdoa dan bersabar.

11. Sistem nilai dan keyakinan


(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
a. Klien beragama Islam
b. Pengaruh agama dalam kehidupannya : Percaya dengan agamanya dan menerima keadaan
c. Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : Tidak ada

IV. Pemeriksaanfisik
(cephalocaudal) yang meliputi : Inspeksi, Palpasi, Perkusi
dan Auskultasi keluhan yang dirasakan saat ini

TD : 128/80mm/H RR : 18x/m N : 80 x/m S : 37 oC

BB/TB : 70kg/165cm setelah sakit BB/TB : 45kg/165cm

Kepala :
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak kerontokan rambut, kepala simeteris, rambut tebal dan hitam
Palpasi : ada benjolan dan pembengkakan ketika di tekan klien merasakan nyeri.

21
Mata dan Telinga (Penglihatan dan pendengaran)
a. Penglihatan
 Berkurang  Ganda  Kabur  Buta/gelap
Klien mengatakan penglihatannya masih bisa melihat dengan jelas terhadap suatu objek

 Visus : dioptri Intensitas : Tidak ada intensitas nyeri


 Sklera ikterik : (ya/tidak) bagian penglihatan.
 Konjungtiva : (anemis/tidak anemis)
 Nyeri : (ya/tidak)
 Kornea : Jernih/keruh/berbintik
 Alat bantu : Tidak ada/lensa kontak/kaca mata

b. Pendengaran
√ Normal  Berdengung  Berkurang  Alat bantu  Tuli
Klien mengatakan masih bisa mendengar dengan jelas dan saat diberikan respon
dengan bisikan dengan rambut klien, klien mendengar dengan jelas dan baik.
Keluhan lain: klien terkadang merasakan nyeri pada area telinga.
Hidung:
Inspeksi : Simetris,ada massa, lobang hidung 2, bernapas dengan cuping hidung (-), ada
sumbatan secret.
Palpasi : adanya benjolan dan ada nyeri tekan

Mulut/Gigi/Lidah:

Inspeksi :

Mulut : Bersih tidak ada lesi, bibir simetris, tidak berbau, adanya sianosis, mukosa
bibir lembab

Gigi : Gigi tampak bersih, tidak ada karier, tidak perdarahan

Lidah : Berwarna pink, tidak kotor

Palpasi : Terdapat platum berwarna pink, refleks muntah baik, tidak ada tongsil
atau pembengkakan amandel.

22
Leher :
Inspeksi : Tidak ada sianosis bibir, saat minum air untuk melihat gerakan
menelannya sama, tidak ada gondok, tidak ada pembengkakan kelenjar
Palpasi : Tidak terdapat pembengkakan pada vena jugularis (JVP), tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid,, nyeri tekan, tidak ada massa.

Respiratori
a. Dada : Simetris (pengembangan dada kanan dan kiri simetris), tidak ada memar pada
dada atau kemerahan, tidak ada nyeri tekan
b. Batuk : ya/tidak; produktif/tidak produktif
Karakteristik Sputum : tidak ada
c. Napas bunyi : vesikuler/lainnya, jelaskan
 Sesak napas saat : tidak ada
 Ekspirasi  Inspirasi  Istirahat  Aktivitas

Tipe pernapasan:
 Perut √ Dada  Biot
 Kussmaul  Cynestokes  Lainnya

Frekuensi napas : 18 x/menit


Penggunaan otot sesoris : (ya/tidak), Napas Cuping Hidung : (-)
Fremitus : Tidak ada
Sianosis : (ya/tidak)
Keluhan lain : tidak adanya keluhan

Kardiovaskular
Riwayat Hipertensi: Tidak memiliki riwayat hipertensi. Masalah jantung : klien
tidak memiliki masalah jantung
Demam Rematik : Tidak ada
Bunyi Jantung : S1 atau S2
Frekuensi : normal
Irama : teratur
Kualitas : tidak di kaji
Murmur : Tidak ada

23
 Nyeri dada, Intensitas : Palpitasi
Tidak mengalami nyeri dada
 Pusing : Tidak  Cianosis (-)
Capillary refill : > 2 detik
 Riwayat Keluhan lainnya : Klien mengatakan tidak memiliki keluhan yang lain.

 Edema, lokasi : Tidak ada grade : -


 Hematoma, lokasi : Tidak ada

Neurologis

Rasa ingin pingsan/ pusing : pasien tidak merasakan pusing

Sakit Kepla: Lokasi nyeri : tidak ada Frekuensi : -

 GCS : Eye =4 Verbal =6 Motorik =5


 Pupil : isokor/unisokor
 Reflek cahaya : Baik
 Sinistra : +/- cepat/lambat
 Dextra : +/- cepat/lambat
 Bicara : Saat berbicara artikulasi klien jelas
 √ Komunikatif  Aphasia  Pelo

Pasien saat di ajak berkomunikasi sangat baik dan mampu menjawab pertanyaan dengan
benar

 Keluhan lain :
 Kesemutan  Bingung  Tremor  √Gelisah  Kejang

Klien mengatakan merasa gelisah.

 Koordinasi ekastemitas
√ Normal  Paralisis, Lokasi :  Plegia, Lokasi :

 Keluhan lain : Tidak ada

24
Integumen

 Warna kulit
 Kemerahan  Pucat  Sianosis  Jaundice √Normal

Warna kulit klien sawo matang

 Kelembaban :
 √Lembab Kering
 Turgor : elastis / tidak elastic
 > 2 detik  √< 2 detik

Keluahan yang lain : Tidak ada

Abdomen

Nyeri Tekan : Tidak ada


Lunak/keras : Lunak
Massa : Tidak ada massa. Ukuran/Lingkar Perut : 80 cm
Bising usus : 10 x/menit

Asites : Tidak
Keluhan lain : Tidak ada

Muskuloskeletal

 Nyeri otot/tulang, lokasi : Tidak ada intensitas : Tidak ada


 Kaku sendi, lokasi : Tidak ada
 Bengkak sendi, lokasi : Bagian kaki dan tangan
 Fraktur (terbuka/tertutup), lokasi: Tidak ada
 Alat bantu, jelaskan : Tidak ada
 Pergerakan terbatas, jelaskan : Karena klien merasa lemas
 Keluhan lain, jelaskan : Tidak ada

Seksualitas
Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak
Penggunaan alat kontrasepsi : sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi

25
Masalah/kesulitan seksual : Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi : Tidak ada

Wanita:
Usia Menarche : Lamanya siklus : Durasi :
Periode menstruasi terakhir : Menopouse :

Melakukan pemeriksaan payudara sendiri :


PAP smear terakhir :

Pria

Rabas penis : Tidak ada. Gangguan prostat : Tidak ada

Sirkumsisi : Tidak ada. Vasektomi : Tidak ada


Impoten : Tidak ada. Ejakulasi dini : Tidak ada

26
V. Program terapi:
1. Infus dextrose 5% 20 tetes
2. Kemoterapi
3. Nacl 0.9 20 tpm
4. Ketorolac 3x1 amp IV
5. Paracetamol 6x500 mg

Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, cantumkan tanggal
pemeriksaan, dan kesimpulan hasilnya)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Unit

Hemoglobin 11.9 12.0 – 16.0 g/dL

leukosit 3000 < 10.500 sel/mm3


Ht 35,4 < 40-45 %

Eritrosit 4,5 <4.3-5.6 Mcl

LED 10 20 Jam

Pemeriksaan penunjang

- EKG

VI. Analisa Data

No Data Penunjang Kemungkinan Penyebab Masalah


1. Data Subjektif : Faktor gaya hidup yang kurang Nyeri Akut
Klien mengeluhkan nyeri baik (konsumsi makanan)
didaerah hidung semejak
timbulnya benjolan pada hidung Mengaktifkan EBV

Menstimulasi pembelahan sel


P : Pasien mengeluhkan nyeri di abnormal yang tidak terkontrol
sekitar hidung
Q : Pasien mengatakan nyeri diferensiasi dan poliferasi protein
terasa panas terbakar laten (EB NA-1)

R : Pasien mangatakan luas nyeri Pertumbuhan sel kanker pada


di sekitar hidung area nasofaring
wajah
S : Saat diberi skala ukur pasien KNF
menunjukan angka 7
T : Nyeri menetap agak lama lalu Metastase sel-sel kanker (ke
hilang dan timbul lagi kelenjar getah bening melalui
aliran limfe)
Data Objektif :
Pada saat di lakukan pemeriksaan
fisik di temukan adanya benjolan Pertumbuhan sel kanker mengenai
pada hdiung sel saraf pada area di sekitarnya
a. Pasien nampak meringis
menahan nyeri Impuls nyeri keotak
b. Pasien agak sedikit pucat
c. Hasil biopsi didapatkan
karsinoma nasofaring Nyeri pada area hidung dan di
d. N : 80 x/menit sekitar wajah
e. RR : 20 x/menit
f. Gcs 465
g. Td 128/80 Nyeri Akut
h. S 37c

2. Data subjektif : Kurangnya tingkat informasi yang Defisit Pengetahuan


Klien dan keluarga belum didapat
mengetahui sakit selama ini.
Tn. A istri dan anak tidak tahu
tentang penyakit penyebab dan
perawatan apa saja tepat Tn. A
Data Objektif :
a. Ketika masuk rumah sakit
klien di beritahukan tentang
Defisit pengetahuan Kanker
sakitnya apa
b. Klien tampak gelisah Nasofaring
c. RR : 18 x/menit
d. N : 80 x/menit
e. S : 37c

3. Data Subjektif : Tidak mampu menghabiskan porsi Defisit Nutrisi


Klien mengatakan tidak nafsu makanan setiap kali makan
makan semejak sakit

Data Objektif : Tidak ada selera atau nafsu makan


a. Pasien selama di rawat di
rumah sakit hanya mampu
menghabiskan 1/3 sendok Bb turun
porsi makanan setiap kali
makan Defisit Nutrisi
b. Pasien terlihat kurus
c. Bb sebelum sakit 70 kg dan
sesudah sakit 45 kg

VII. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut
2. Defisit Pengetahuan
3. Defisit Nutrisi
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Kategori : psikologis Definisi : Definisi:
Subkategori : nyeri dan kenyamanan tindakan untuk meredakan mengidentifikasi dan
Definisi : pengalaman sensorik atau pengalaman sensorik atau mengelola pengalaman
emosional yang berkaitan dengan emosional yang menyenangkan sensorik atau emosional
kerusakan jaringan aktual atau akibat kerusakan jaringan yang berkaitan dengan
fungsional dengan onset mendadak Setelah dilakukan tindakan kerusakan jaringan atau
atau lambat dan berintensitas ringan keperawatan, kontrol nyeri dengan fungsional dengan onset
hingga berat yang berlangsung kurang mendadak atau lambat
dari 3 bulan kriteria hasil : dan berintensitas ringan
Penyebab : 1. Melaporkan nyeri terkontrol (3) hingga berat dan konstan
Agen pencendera fisiologis (misal. 2. Kemampuan mengenali onset
inflamasi, iskemia, neoplasma) nyeri (3) Tindakan :
Gejala dan tanda : 3. Kemampuan mengenali 1. .Identifikasi lokas,
1. Mengeluh nyeri penyebab nyeri (3) karakteristik, durasi,
2. Tampak meringis 4. Kemampuan menggunakan frekuensi, kualitas,
3. Bersikap protektif (misal. waspada teknik non-farmakologi (3) intensitas nyeri.
posisi menghindari nyeri) 5. Keluhan nyeri (3) 2. Identifikasi skala nyeri
4. Gelisah 6. Penggunaan analgesik (3) 3. Identifikasi faktor
5. Frekuensi nadi meningkat yang memperberat
6. Sulit tidur Keterangan : nyeri
1 = menurun 4. Jelaskanpenyebab,
Kondisi klinik terkait : 2 = cukup menurun periode, dan pemicu
Kondisi pembedahan 3 = sedang nyeri
4 = cukup meningkat 5. Jelaskan strategi
5 = meningkat meredakan nyeri
6. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi proses penyakit
Kategori : perilaku Definisi : Definisi :
Subkategori : penyuluhan dan kecukupan informasi kognitif yang memberikan informasi
pembelajaran berkaitan dengan topik tertentu tentang mekanisme
Definisi : Setelah dilakukan tindakan munculnya penyakit dan
ketiadaan atau kurangnya informasi keperawatan, tingkat pengetahuan menimbulkan tanda dan
kognitif yang berkaitan dengan topik dengan gejala yang menganggu
tertentu kesehatan tubuh pasien
kriteria hasil :
Penyebab : 1. Perilaku sesuai anjuran (3) Tindakan :
1. Gangguan fungsi kognitif 2. Perilaku sesuai dengan 1. Sediakan materi dan
2. Kurang terpapar informasi pengetahuan (3) pendidikan
3. Ketidaktahuan menemukan sumber 3. Pertanyaan tentang masalah kesehatan
informasi yang dihadapi (3) 2. Jelaskan penyebab
Gejala dan tanda : dan faktor resiko
3. Menanyakan masalah yg dihadapi Keterangan : penyakit
4. Menunjukkan perilaku tidak sesuai 1 = menurun 3. Jelaskan tanda dan
anjuran 2 = cukup menurun gejala yang
Kondisi klinis terkait : 3 = sedang ditimbulkan oleh
Penyakit akut 4 = cukup meningkat penyakit
5 = meningkat 4. Ajarkan cara
meredakan atau
mengatasi gejala
yang dirasakan
Defisit nutrisi Status nutrisi Pemantauan nutrisi
Kategori : fisiologis Definisi : Definisi :
Subkategori : nutrisi dan cairan keadekuatan asupan nutrisi untuk mengumpulkan dan
Definisi : memenuhi kebutuhan metabolisme menganalisa data yang
asupan nutrisi tidak cukup untuk Setelah dilakukan tindakan berkaitan dengan asupan
memenuhi kebutuhan metabolisme keperawatan, status nutrisi dengan dan status gizi
Penyebab : Tindakan :
Ketidakmampuan menelan makanan kriteria hasil : 1. Identifikasi
Gejala dan tanda : 1. Porsi makanan yang perubahan berat
1. Nafsu makan menurun dihabiskan (3) badan
2. Otot menelan lemah 2. Kekuatan otot menelan (3) 2. Identifikasi
3. Membran mukosa pucat 3. Nafsu makan (3) kemampuan menelan
Kondisi klinis terkait : 4. Membran mukosa (3) (misal fungsi motorik
Kanker Keterangan : wajah, refleks
1 = menurun menelan, dan refleks
2 = cukup menurun gag)
3 = sedang 3. Hitung perubaha
4 = cukup meningkat berat badan
5 = meningkat 4. Identifikasi kelainan
rongga mulut (misal
peradangan, gusi
berdarah, bibir kering
dan retak luka)

Anda mungkin juga menyukai