Disusun oleh :
Maria Novayana
P2002032
SAMARINDA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI STRIKTUR
URETRA
1. Definisi
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria uretra
mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran
uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan
dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali
tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Striktur uretra adalah kondisi
dimana suatu bagian dari uretra menyempit akibat adanya jaringan parut dan
kontriksi. striktur uretra merupakan adanya oklusi dari meatus uretralis karena
adanya jaringan yang fibrotik dengan hipertreofi. Jaringan fibrotik yang tumbuh
dengan abnormal akan menutupi atau mempersempit meatus uretralis, sehingga
aliran urine (urine flow) akan menurun.(Prabowo & Pranata, 2014) Urin yang
tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan
komplikasi terberat adalah gagal ginjal. Striktur uretra masih merupakan masalah
yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering
terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan
jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan
striktur.
B. Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Kelainan Kongenital, misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
2. Cedera uretral
3. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
4. Trauma, misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea;
trauma tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars
bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria; trauma
langsung pada penis; instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik)
seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.
5. Post operasi, beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan
striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
6. Infeksi, merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti
infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun
sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini
terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi
chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan
menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
C. Manifestasi Klinis
1. Frekuensi
Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi
untuk berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya klien untuk
mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam vesika. Hal
inilah yang kemudian mendorong m, detrusor untuk berespon mengosongkan
vesika.
2. Urgensi
Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Akumulasi urine yang kronis pada klien striktur uretra mengakibatkan
iritabilitas vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang persyarafan yang
mengontrol eliminasi uri untuk mengosngkan melalui efek kontraksi pada
bladder. Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi secara terus
menerus pada klien striktura uretra.
3. Disuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan untuk melakukan miksi. Klien striktura uretra
akan mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun pada vesika
urinaria. Hal ini dikarenakan akumulasi urine yang melebihi kapasitas bladder
dan sifat Ph dari urine yang cenderung asam/basa akan melukai mukosa saluran
kemih. Selainitu, relaksasi vesika yang melebihi dari kemampuan otot vesika
akan menimbulkan inflamasi dan nyeri.
4. Inkontinesia urine
Merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol miksi(ngompol). Kejadian ini
pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas syaraf perkemihan, sehingga
kemampuan untuk mengatur regulasi miksi menurun.
5. Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obstruksi pada meatus uretralis,
sehingga pancaran urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan
6. Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan resistensi
kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas, sehingga
penis akan membengkak.
7. Infiltrat
Jika obstruksi pada klien struktur uretra tidak tertangani dengan baik dan terjadi
dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur akan
terjadi mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang baik.
Jika hal ini terjadi, inflamasi jaringan striktur akan menjadi abses dan infiltrasi
akan terjadi pula.
8. Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi striktur
Fistel
9. Urine yang bersifat asam/basa akan berusaha secara patologis untuk mencarari
jalan keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus terjadi untuk
membuat saluran baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel sebagai jalan
keluar urine baru.
10. Retensio urine
Striktur uretra yang totalitas akan menghambat secara total aliran urine, sehingga
urine tidak akan keluar sedikitpun dan terakumulasi pada vesika urinaria
(Prabowo & Pranata, 2014)
D. Komplikasi
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian
akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal
terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi
timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah
penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan
divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan
mukosa keluar bulibuli tanpa dinding otot.
2. Residu urin
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul
residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan
dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan
normal residu ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan
masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka bulibuli mudah terkena infeksi. Adanya
kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang
terinfeksi keluar dari buli buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine,
kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di
supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
E. Patofisiologi
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa
pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya
terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya
skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular. Apabila
terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis,
artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama
dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil
lumen uretra, sehinggaterjadi striktur uretra.
F. WOC (Tulis Tangan)
G. Penatalaksanaan Medik
A) terapi Farmakologi
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa
adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie
bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan
kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,
mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung;
bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan
yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan
mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari.
Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit
dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk
mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan
memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan
teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati
striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie
lurus. Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok
atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi
dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar
tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter
yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan
bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan
asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau
elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga
dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah
endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih
ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada
fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien
dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2
minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det
dilakukan bouginasi.
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat,
cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara
Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit
jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa
uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium
II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan
pembuatan uretra baru.
4. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau
elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga
dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah
endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih
ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada
fistel, kateter dipasang selama 2- 3 hari pasca tindakan. Setelah pasien
dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2
minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det
dilakukan bouginasi.
5. Uretroplasti
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau
dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi
Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah
daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis
dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari
kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
B) Terapi Non Farmakologi
1. Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis.
2. Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter.
3. Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit
menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan
memakai kondom.
4. Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi
dan gagal ginjal.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses
miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada
wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan
ada obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan
besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang
striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari
uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi.
4. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan
kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan
ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter
ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
5. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya
striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada striktur uretra utamanya adalah pemeriksaan urine untuk melihat
adanya hematuria, infeksi dan bagaimana pola dari berkemih. Secara klinis
pemeriksaan yang membantu untuk menegakkan diagnosa adalah dengan radiology
kontras dengan teknik Retrograde Urethrogam(RUG) with Voiding Cystourethrogram
(VCUG). Saat ini pemeriksaan untuk urologi telah berkembang dan pemeriksaan
terkini tidak memerlukan invasi bedah, yaitu dengan sistoskopi (Prabowo & Pranata,
2014). Dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
1. Urinalis :warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, peznampilan keruh, pH 7
atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur urin :adanya staphylococcus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas.
3. BUN atau keratin :meningkat
4. Uretrografi :adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui
panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
5. Uroflowmetri :untuk mengetahui derasnya saat miksi
6. Uretroskopi :untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Nurarif & Kusuma,
2015).
J. Pengkajian Keperawatan
1.Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas/data demografi
Berisi nama,usia,jenis kelamin,pekerjaan,tempat tinggal,sebagai gambaran
kondisi ingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien adalah keluhan rasa tidak
nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi
pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukan dari ekspresi klien dan ungkapan
dari klien sendiri. Antara lain seperti nyeri akibat kelainan pada saluran
perkemihan, keluhan miksi(keluhan iritasi dan keluhan obstruksi), disfungsi
seksual, retensi urin dan sebagainya. (Muttaqin, 2012)
c. Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya,
terutama yang mendukung atau memperberat kondisi gangguan sistem
perkemihan pada klien saat ini seperti pernahkah klien menderita kencing
manis, hipertensi, kencing batu, diabetes mellitus dan sebagainya (Muttaqin,
2012)
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga yang memicu terajadinya striktur misalnya
batu ginjali. (Suharyanto, 2013)
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Berikut ini pemeriksaan fisik keperawatan pada klien struktur uretra:
1. KeadaanUmum
2. Kesadaran
Pasien dalam keadaan stranguria yaitu nyeri sangat hebat seperti
ditusuk-tusuk. Pasien juga merasakaan keluhan pada saat miksi
meliputi keluhan akibat suatu tanda adanya iritasi, obstruksi,
inkontenensia, dan enuresia. (Muttaqin, 2012).
2) Tanda-tanda vital
Adanya sensasi nyeri yang hebat menyebabkan pasien mengalami
peningkatan tekanan darah >120/80mmHg, suhu > 37,50C, peningkatan
nadi >100x /menit, dan biasanya RR normal. (Muttaqin, 2012)
3) Body sistem
Sistem Pernapasan
Pada klien dengan striktura uretra, biasanya fungsi pernapasan normal
kecuali disertai oleh penyakit penyerta lainny. Namun, pada klien post
operasi businasi/striktur uretra pengkajian pernapasan harus dilakukan
dengan optimal karena mempengaruhi proses sistematik. (Prabowo &
Pranata, 2014)
Sistem neurosensory
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta. Jika penyempitan
lumen uretra dikarenakan gangguan kontraksi otot-otot genetalia,bisa
terjadi striktur karena penyempitan saluran kemih,misalnya pria
pismus. (Prabowo & Pranata, 2014)
Sistem kardiovaskuler
Tidak ada gangguan kecuali penyakit penyerta lainnya. Pada klien post
op kaji warna konjungtiva, warna bibir dan distensi/ kolaps vena
jugularis. Selain itu, monitor nadi dan tekanan darah secara periodik
untuk memantau hemodinamika tubuh. (Prabowo & Pranata, 2014)
Sistem pencernaan
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta lainnya. Palpasi
abdomen regio vesika urinaria (hipogastric) terjadi distensi karena
bendungan urine pada bladder, nyeri (+), dan perkusi menunjukan bunyi
yang redup, ballotement (+). Jika berlanjut pada kondisi hidronephrosis
(komplikasi) biasanya ditemukan nyeri daerah pinggang dan nyeri ketok
(jika terjadi batu ginjal/ ureter). Gangguan sering diakibatkan karena
dampak sekunder dari penyakit, misalnya nyeri (disuria) sering
menyebabkan anoreksia, sehingga HCL meningkat dan terjadilah nausea
dan vomiting. Pada klien post op struktur uretra kaji peristiltik usus
untuk tolok ukur normalisasi pasca operasi. (Prabowo & Pranata, 2014)
Sistem perkemihan
Pengkajian fokus pada pola BAK (frekuensi, output, warna urine,
gangguan eliminasi urine). Untuk pola lainnya biasanya gangguan terjadi
sebagai dampak sekunder gangguan eliminasi urine. (Prabowo &
Pranata, 2014)
Sistem muskuloskeletal
Secara fisiologi tidak ada gangguan, namun intoleransi sering terjadi
karena klien mengalami nyeri. Intoleransi akan meningkat jika
distensivesika tidak segera diatasi. (Prabowo & Pranata, 2014)
Sistem integumen
Pada sistem integumen turgor kulit buruk, kering, bersisik, rambut
kusam, kuku tidak berwarna pink, serta suhu badan klien biasanya
meningkat secara signifikan namun hilang timbun. (Muttaqin, 2012)
Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak
terdapat luka gangren. (Muttaqin, 2012)
Sistem Reproduksi
Adanya atau riwayat lesi pada genital atau penyakit menular seksual.
(Suharyanto, 2013)
Sistem Imun
Tidak ada gangguan dalam sistem imun. (Muttaqin, 2012)
Sistem Penginderaan
Tidak ada gangguan dalam sistem penginderaan. (Muttaqin, 2012)
DISUSUN OLEH:
MARIA NOVAYANA
P2002032
1. KASUS
Tn. G (38 tahun) dirawat diruang Angsoka RS Medika Sakti dengan keluhan Merasa
kesulitan saat melakukan miksi, sering berkemih namun keluarnya menetes hal ini
sudah dirasa sekitar 1 minggu lamanya, dan sekarang terlihat penisnya mulai
membengkak. Dokter mendiagnosa penyakit Tn. G sebagai Striktur uretra. Tn. G
mengatakan setahun lalu pernah kecelakaan dan sempat mengalami trauma area pelvis
dan sempat dipasang kateter. Hasil pemeriksaan vital sign tekanan darah 120/90
MmHg, Suhu tubuh 37 C, RR 20 x/mnt, nadi 82x/mnt, SPO2 98% tanpa oksigen
bantuan, kesadaran GCS E4 V5 M6 dan pasien compos mentis.
Tn G juga sering bertanya apakah penyakitnya bisa disembuhkan dan apakah
berpengaruh akan pada organ reproduksinya karena pasien baru menikah. Hasil
sistoskopi terlihat adanya gambaran striktur pada meatus uretralis Tn. G, dokter akan
melaksanakan tindakan operatif .
Hasil laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Unit
Hemoglobin 13,6 12.0 – 16.0 g/dL
Hematokrit 42 37.0 – 54.0 %
Lekosit 7.200 5.000–10.000 mcL
Trombosit 200.000 150.000–400.000 µL
LED 8 0-20 mm/jam
FORMAT PENGKAJIAN DAN ANALISIS KETERAMPILAN ITKES WIYATA HUSADA
SAMARINDA
II. RIWAYATPENYAKIT
1. Keluhan utama saat masuk RS:
Tn. G datang ke RS media sakti dengan keluhan merasa kesulitan saat melakukan miksi
Tn. G Istri
: Laki-Laki
: Perempuan
X : Meninggal
: Serumah
I : Garis Keturunan
4. Diagnosa medis pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang
dilakukan :
Striktura Uretra
2. Pola nutrisi/metabolic
a. Intake makanan
Sebelum sakit : sehari makan 3x1 sehari
Saat sakit di rawat rms : makan 3x1 sehari diit dari Rumah sakit
b. Intake cairan
Sebelum: minum sehari 6-8 gelas sehari
Saat sakit: minumnya selama di rms 2-4 gelas dan ada cairan yang masuk lewat
infus
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Sebelum: bab 1x sehari padat, kecoklatan
Saat sakit: masih 1x sehari padat, kecoklatan
b. Buang air kecil
Sebelum: bak 5-8x/sehari bening kekuningan, tidak ada inkontinensia, tidak ada
gangguan berkemih
Saat sakit: bak 10-15x/sehari , kuning, air seni keluar sedikit-sedikit, inkontenensia
urin,sering berkemih dimalam hari, nyeri saat berkemih
4. Pola aktifitas dan latihan:
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total
Sebelum sakit : klien mampu melakukan pekerjaan, dan kurang untuk olahraga
Saat sakit : selama di rms pasien bedres dan dibantu oleh keluarga dan perawat.
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perawasa saat bangun tidur)
Sebelum: tidur malam nyenyak dan tenang, + 8 jam semalam
Saat sakit: kesulitas tidur karena sering ingin buang air kecil terus menerus, pasien
hanya tidur 4-5 jam sedangkan untuk tidur siang hanya 1-2 jam.
7. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Tn. G menyatakan bahwa pada saat ini klien menerima mencoba berlapang dada dan
menyerahkan keadaan sakitnya kepada Tuhan Dan Tn. G cemas terhadap sakit yang
diderita sekarang dan Tn. G cemas apakah penyakitnya berpengaruh terhadap organ
reproduksinya karena pasien baru saja menikah.
1. Kepala :
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, rambut hitam, rambut tebal
Palpasi: tidak ada benjolan, rambut halus
b. Pendengaran
Normal √ Berdengung Berkurang Alat bantu Tuli
Keluhan lain: Tidak ada keluhan
3. Hidung
Inspeksi: simetris, cuping hidung tidak ada, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
4. Mulut/gigi/lidah:
Inspeksi: simetris, tidak ada sariawan, tidak ada putih di lidah, tidak ada caries gigi
5. Leher:
Inspeksi: tidak terlihat pembesaran kelenjar tiroid, kiri dan kanan besarnya sama,
tidak ada gondongan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
6. Respiratori:
a. Dada : simetris, tidak ada nyeri tekan,
b. Batuk : ya/tidak; produktif/tidak produktif
Karakteristik sputum
c. Napas bunyi : vesikuler/lainnya,jelaskan
1) Sesak napas
Ekspirasi Inspirasi Istirahat Aktivitas
Tipe peranapasan:
Perut Dada √ Biot
Kussmaul Cynestokes Lainnya
Frekuensi napas: 20 x/m
Penggunaan otot-otot asesori: (ya/tidak), napas cuping hidung:-
Fremitus: tidak dilakukan pengkajian
Sianosis: (ya/tidak)
2) Keluhan lain: tidak ada keluhan pasien
7. Kardiovasakuler
a. Riwayat hipertensi : tidak ada
b. Demam rematik : tidak ada
c. Masalah jantung : tidak ada
d. Bunyi jantung : lub dub
e. Frekuensi : 82x/mnt
f. Irama : reguler
g. Kualitas :
h. Murmur : ada
8. Neurologis
a. Rasa ingin pingsan/pusing : Tidak ada
b. Sakit kepala lokasi nyeri : tidak ada frekuensi:
c. GCS : Eye: 4 verbal: 5 motoric: 6
d. Pupil : isokor/unsiokor
e. Reflek cahaya : baik
f. Sinistra : +/- cepat/lambat
g. Dextra : +/- cepat/lambat
h. Bicara : baik
Koordinasi ekastemitas
√ Normal Paralisis, Lokasi : Plegia, Lokasi :
Keluhan lain : Tidak ada
9. Integument
a. Warna kulit:
Kemerahan: √ pucat: sianosis: jaundice: normal:
b. Kelembapan:
Lembab kering:
c. Turgor:
Elastis / tidak elastis
>2 detik <2 detik
d. Keluhan lain:
Tidak ada
10. Abdomen
a. Nyeri tekan : tidak ada
b. Lunak/keras : tidak ada
c. Massa : tidak ada massa ukuran/lingkar perut: tidak ada
d. Bissing usus : Bising usus 13x/menit
e. Asites : tidak ada
f. Keluhan lain : tidak ada
11. Musculoskeletal
a. Nyeri otot/tulang, lokasi : tidak ada intensitas: tidak ada
b. Kaku sendi, lokasi : tidak ada
c. Bengkak sendi, lokasi : tidak ada
d. Fraktur (terbuka/ tertutup), lokasi: tidak ada
e. Alat bantu, jelaskan : tidak ada
f. Keluhan lain, jelaskan : tidak ada
12. Seksualitas
a. Aktif melakukan hubungan seksual :
saat sakit klien tidak melakukan hubungan seks
b. Penggunaan alat kontrasepsi : tidak ada
c. Masalah/kesulitan seksual : tidak ada
d. Perubahan terakhir dalam frekuensi : tidak ada
13. Program terapi
Tidak ada
b. Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Unit
Hemoglobin 13,6 12.0 – 16.0 g/dL
Hematokrit 42 37.0 – 54.0 %
Lekosit 7.200 5.000–10.000 mcL
Trombosit 200.000 150.000–400.000 µL
LED 8 0-20 mm/jam
V. ANALISA DATA
Data Kemungkinan penyebab Masalah
Data subjektif : akumulasi urine yang melebihi
1. Klien kapasitas bladder
mengatakan 1
minggu Jaringan parut
mengalami Bak
menetes-netes Penyempitan lumen uretra
2. Klien mengatakan
kesulitan saat miksi
3. Sering berkemih Gangguan Eliminasi
Urine
Data objektif :
1. 10-15x/hari,
2. urine keluar sedikit-
sedikit
3. inkontenensia urin.
A:
masalah gangguan eliminasi urin sebagaian teratasi
P:
1.1 monitor eliminasi urine
A:
Nyeri akut sebagian teratasi
P:
2.1 ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
2.2 kaloborasi pemberian analgetik jika perlu
Rabu 3.1 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif S:
03/02/21 digunakan 3. Klien mengatakan khawatir dengan penyakitnya
08:30 3.2 4. Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya
08.45 3.3 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
09.00 3.4 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi O:
09.20 yang tersedia Klien tampak gelisah
Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih Dikaji Tujuan pencapaian
Verbalisasi 2, cukup 4, cukup 4, cukup
khawatir meningkat menurun menurun
akibat
kondisi
yang di
hadapi
Perilaku 2, cukup 4, cukup 4, cukup
gelisah meningkat menurun menurun
Pola 2, cukup 4, cukup 4, cukup
berkemih meningkat menurun menurun
A:
Ansietas teratasi
P:
3.4 anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
LAPORAN ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN
Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Outcomes Classification (Noc) Edisi
Bahasa Indonesia. Edisi Kelima. Yogyakarta. Mocomedia
STIK Avicenna. 2016. Buku Panduan Seminar Keperawatan Program Studi Ners. Kendari :
SULTRA