Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preceptorship

1. Pengertian Preceptorship
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran
kepada mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model perannya.
Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan
individual dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya antara perawat
yang berpengalaman (preceptor) dengan perawat baru (preceptee) yang
didesain untuk membantu perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan
baik dan menjalankan tugas yang baru sebagai seorang perawat. (CNA,
1995). Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk
membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi perawat
yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah
pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan
akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam
mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik
terhadap pasien dan staf lainnya (CNA, 2004)
Menurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009)
mendefinisikan preceptorship sebagai suatu periode (preceptorship) untuk
membimbing dan mendorong semua praktisi kesehatan baru yang memenuhi
persyaratan untuk melewati masa transisi bagi mahasiswa untuk
mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih lanjut (Keen, 200).
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan preceptorship adalah
sekurang-kurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya
ditentukan oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui

1
karakteristik dari mahasiswa atau praktisi, persyaratan yang dibutuhkan dan
karakteristik tempat di mana pelaksanaan preceptorship akan dilakukan.
Seorang preceptor adalah orang yang mampu melakukan dan telah
mendapatkan kompetensi dasar yang dibutuhkan bagi seorang pemula.
Beberapa kompetensi yang diberikan oleh preceptor akan disesuaikan oleh
tempat di mana mereka bekerja dan disesuaikan oleh masing-masing bidang
keperawatan oleh peran preceptor.
Peran serta preceptee terdapat dalam pengkajian dan evaluasi
formatif dan sumatif. Evaluasi dalam program preceptorship dapat
dilaporkan kepada institusi dengan meyakinkan bahwa mahasiswa telah
mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan dalam keamanan diri, etika dan
praktek yang kompeten.
Kebanyakan sekolah perawat mempunyai program untuk
mengikutsertakan preceptorship untuk membantu mahasiswa mendapatkan
kompetensi klinik dan mempersiapkan mereka untuk masa transisi terhadap
tempat bekerja, khususnya di fase akhir dari program. Institusi pendidikan
keperawatan yang menerima mahasiswa dari unit lain tetapi ingin
mendapatkan gelar di bidang keperawatan, juga menggunakan
preceptorship untuk membantu menyesuaikan dengan peran yang baru. Pada
akhirnya pengembangan staf di fasilitas layanan kesehatan yang
menggunakan preceptorship untuk mengorientasikan pegawai baru atau
perawat yang pindah dari unit yang berbeda telah menjadi hal biasa saat ini.

2. Elemen-elemen di dalam Preceptorship


Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul
“Preceptorship Framework” elemen-elemen preceptorship meliputi perawat
baru, preceptor, dan perawat klinik.

2
a. Perawat baru
1) Kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan
pengetahuan, kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari.
2) Mengembangkan kompetensi spesifik yang berhubungan dengan
peran preceptee.
3) Akses dukungan dalam menanamkan nilai-nilai dan harapan-
harapan profesi.
4) Personalisasi program pengembangan yang mencakup
pembelajaran post-registrasi seperti kepemimpinan, manajemen,
dan bekerja secara efektif dalam tim multi disiplin.
5) Kesempatan untuk merefleksikan praktek dan menerima umpan
balik yang konstruktif.
6) Bertanggung jawab atas pembelajaran individu dan
pengembangan dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.
7) Kelanjutan dari pembelajaran sepanjang hayat.
8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil
keperawatan.
b. Preceptor
1) Bertanggung jawab untuk mengembangkan orang lain secara
profesional agar mencapai potensi.
2) Ikut merumuskan dan terus menunjukkan pengembangan
profesional.
3) Bertanggung jawab untuk mendiskusikan praktek individu dan
memberikan umpan balik.
4) Bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman
individu yang dimiliki.
5) Memiliki wawasan dan empati dengan praktisi perawat baru
selama fase transisi.
6) Bertingkah laku sebagai role model yang teladan.

3
7) Menerima persiapan sebagai peran.
8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil
keperawatan.
c. Perawat klinik
1) Proses penjaminan kualitas.
2) Menanamkan kerangka pengetahuan dan sikap diawal kerja.
3) Mempromosikan dan mendorong kultur kerja yang terbuka, jujur,
dan transparan diantara para staf keperawatan,
4) Mendukung pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
efisien.
5) Mengindikasikan komitmen organisasi dalam pembelajaran.

3. Keuntungan Preceptorship
Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh
preceptor menunjukan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik
(Udlis, 2006).Program preceptorship juga telah terbukti bermanfaat dalam
mengendalikan biaya melalui retensi perawat baru, peningkatan kualitas
pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi deskriptif
yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa kompetensi
keperawatan diantara para mahasiswa perawat senior secara positif
berhubungan dengan partisipasi dalam program preceptorship klinis.
Bagi partisipan, preceptorship sebagai sarana untuk memfasilitasi
suksesnya proses masuk dan orientasi di profesi keperawatan, membantu
dalam pengembangan kemampuan serta efektivitas waktu.
Bagi preceptor akan mendapatkan kepuasan ketika seorang pemula
yang dibimbingnya menjadi lebih percaya diri (Neumanet. al.,2004; Wright,
2002). Preceptor mendapatkan keuntungan dari meningkatnya harga diri dan
kesadaran diri sebagai seorang panutan.

4
Bagi institusi, preceptorship meningkatkan kualitas dari praktik
profesi keperawatan dan lebih menghemat biaya dari pada orientasi secara
manual. Program preceptorship memberikan keuntungan kepada semua
komponen yang terdapat didalamya.
Canadian Nurse Association (CNA) menyebutkan ada tiga pihak
yang mendapatkan keuntungan dari program preceptorship ini yaitu
preceptee (partisipan), institutuion (institusi pendidikan) , dan profession
(profesi)
a. Bagi peceptee (partsipan)
1) Adanya peningkatan kepuasan kerja.
2) Penurunan tingkat stress bagi mahasiswa.
3) Perkembangan diri yang signifikan.
4) Meningkatkan kepercayaan diri.
5) Penciptaan sikap, pengetahuan, dan kemampuan yang lebih baik.

b. Bagi institusi
1) Penghematan biaya perawatan.
2) Meningkatkan perekrutan perawat baru.
3) Peningkatkan upaya penyembuhan terhadap pasien.
4) Meningkatkan loyalitas intsitusi.
5) Meningkatkan produktivitas.

c. Terhadap profesi keperawatan


1) Meningkatkan dukungan terhadap lulusan baru.
2) Meningkatkan kualitas kerja bagi perawat yang sudah bekerja,
3) Mengurangi angka perekrutan perawat.
4) Meningkatkan jumlah perawat yang mempunyai nilai
kepemimpinan dan pengajaran yang baik.

5
Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul “Preceptorship
Framewok” terdapat keuntungan dalam mengimplementasikan preceptorship
yang berdampak pada peningkatan kepuasan pasien. Ann Keen menyebutkan
terdapat empat pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya program
preceptorship ini.
a. Praktisi yang baru terdaftar
1) Meningkatkan kepercayaan diri.
2) Sosialisasi yang profesional ke dalam lingkungan kerja.
3) Meningkatkan kepuasan bekerja yang mengarah kepada perbaikan
kepuasan pasien atau klien.
4) Merasa dihargai dan dihormati oleh organisasi pekerja.
5) Merasa diinvestasikan dan meningkatkan karir masa depan.
6) Merasa bangga dan berkomitmen terhadap strategi korporasi dan
tujuan organisasi.
7) Mengembangkan pemahaman tentang komitmen dalam bekerja
didalam profesi dan persyaraan badan pengawas.
8) Tanggung jawab pribadi untuk meningkatkan pengetahuan.

b. Pegawai
1) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.
2) Meningkatkan rekrutment dan retensi.
3) Mengurangi sakit dan ketidakhadiran.
4) Meningkatkan pengalaman pemberian pelayanan yang baik.
5) Meningkatkan kepuasan staf.
6) Kesempatan untuk mengidentifikasi staf keperawatan yang
membutuhkan dukungan tambahan atau pergantian peran.
7) Mengurangi resiko komplain.

6
8) Praktisi yang terdaftar yang mengerti tentang peraturan
keperawatan, mereka memberikan dan mengembangkan suatu hasil
dari pendekatan yang berbasis fakta.
9) Mengidentifikasi staf yang membutuhkan dukungan tambahan yang
lebih lanjut.

c. Preceptor
1) Mengembangkan penilaian, supervisi, mentoring dan keterampilan
pendukung.
2) Mengenali komitmen terhadap profesi mereka dan peraturan-
peraturan yang dibutuhkan.
3) Mendukung pembelajaran sepanjang hayat.
4) Meningkatkan aspirasi karir masa depan.

d. Profesi
Merangkul tanggung jawab profesi yang meliputi :
1) Menyediakan standar yang tinggi dari praktik dan pemberian
pelayanan di semua sektor.
2) Membuat perawatan prioritas, memperlakukan pengguna jasa
sebagai individu dan menghormati martabat mereka.
3) Bekerja dengan praktisi medis lain untuk melindungi dan
mempromosikan kesejahteraan dan kesehatan mereka, keluarga
mereka, dan masyarakat yang lebih luas.
4) Bersikap terbuka dan jujur, bertindak dengan integritas dan
menegakan reputasi dari profesi.
5) Meningkatkan gambaran dari profesi pemberi layanan kesehatan

7
4. Pertimbangan-pertimbangan Keberhasilan Program Preceptorship
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan
program preceptorship, termasuk tingkat kecemasan pada preceptee, beban
kerja preceptor, konflik dan kemitraan. Pengalaman dalam program
preceptorship dapat menyebabkan stress yang signifikan terhadap preceptee
(Yonge, Myrick, & Haase, 2002) dan dapat menimbulkan kekecewaan
tentang profesi keperawatan. Keterbukaan dalam berbagi informasi antara
preceptee dan preceptor maupun dengan koordinator program dan penasihat
fakultas adalah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan dan harus tetap
dipertahankan. Seorang preceptor harus mengetahui tentang bagaimana
mengenali stress pada preceptee, bagaimana cara membantu mereka
mengatasi stress atau bagaimana cara memberikan bantuan lebih lanjut,
misalnya konseling ketika itu memang dibutuhkan.
Sama halnya, beban kerja yang berlebih dapat mempengaruhi
kepuasan kerja bagi sebagian preceptor (Lockwood-Rayerman, 2004).
Beban kerja berlebih mungkin bersumber dari banyaknya pasien yang harus
ditangani disamping harus berperan sebagai preceptor untuk memenuhi
tanggung jawab, mempunyai preceptee yang terlalu banyak, dan tidak diberi
pilihan dalam mengambil tanggung jawab tambahan sebagai seorang
preceptor. Ini merupakan isu-isu etik yang harus dipertimbangkan ketika
akan menjalankan program preceptorship di tempat kerja keperawatan.
Penting untuk mengenali bahwa konflik bisa saja timbul antara
preceptor dan preceptee (Mamchur & Myrick, 2003). Program-program
orientasi harus memberikan wawasan dan pendekatan bagi preceptor dan
preceptee tentang bagaimana mengenali dan menyelesaikan masalah.
Secara ideal, preceptorship adalah suatu kemitraan antara preceptor
(yang mana bertanggung jawab untuk mengajari, mengevaluasi, dan
memberikan umpan balik) dan preceptee serta koordinator program /
penasihat fakultas. Untuk mewujudkan program preceptorship yang sukses,

8
yang terakhir yang harus disiapkan adalah menyediakan kursus orientasi,
dukungan evaluatif dan informatif untuk preceptor dan preceptee.

5. Simpulan Peneliti
Preceptorship merupakan suatu program yang dilakukan untuk memberikan
dukungan kepada perawat baru atau mahasiswa yang sedang praktik di
rumah sakit agar tercipta orientasi dan adaptasi yang sukses.Preceptorship
merupakan salah satu bentuk pembelajaran klinik di rumah
sakit.Preceptorship sendiri di Indonesia masih sangat jarang dikenal,
terbukti dengan sulitnya mencari jurnal penelitian atau artikel terkait dengan
preceptorship.Hasil wawancara terhadap 5 orang preceptor didapatkan
bahwa 4 orang diantaranya belum mengetahui apa itu preceptorship.Kata
bimbingan klinik jauh lebih dikenal oleh para praktikan, perawat, maupun CI
(Clinical Instructur).

B. Preceptor
1. Definisi Preceptor
Preceptor didefinisikan sebagai seseorang yang sudah ahli dalam
memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa (Moyer & Wittmann-Price,
2008). Definisi lain dari preceptor adalah perawat yang sudah terdaftar yang
memberikan supervisi melalui hubungan perseorangan dengan mahasiswa
perawat selama dalam tatanan klinik (Barker, 2010). Preceptor adalah
seseorang yang memberikan pengajaran, konseling, memberikan inspirasi,
bekerja sebagai seorang panutan, mendukung pertumbuhan dan
perkembangan dari mahasiswa baru yang dibimbingnya dengan waktu yang
terbatas dan dengan tujuan yang spesifik dari sosialisasi pemula menjadi
peran yang baru (Morrow, 1984). Preceptor memberikan sarana yang efektif
untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek dalam pendidikan
keperawatan dan membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang
memasuki dunia kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat membantu

9
mahasiswa maupun lulusan baru untuk lebih memahami karakteristik tempat
kerja dan membantu beradaptasi dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa
preceptor adalah seorang yang staff keperawatan yang sudah berpengalaman
dan sudah terdaftar yang memberikan pengarahan dan supervisi secara
formal dalam waktu yang sudah ditentukan dan dengan tujuan khusus
terhadap mahasiswa yang baru lulus dan masuk dalam dunia kerja
keperawatan agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat
memaksimalkan proses transisi dari seorang pemula menjadi perawat yang
lebih berpengalaman.

2. Karakteristik Preceptor
Kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama
menuju proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai kemampuan
untuk menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah pertimbangan yang
penting dibutuhkan oleh seorang preceptor (Altman, 2006). Studi fenomena
yang dilakukan oleh Ohrling dan Hellberg (2001) dimana 17 staff perawat
menceritakan pengalaman mereka selama berperan menjadi preceptor
menemukan bahwa perawat mengerti pemahaman tentang preceptorship
seperti mengurangi perasaan ketidakberdayaan kepada mahasiswa ketika
belajar dan memberdayakan mahasiswa ketika praktik. Preceptor harus
mempunyai kemampuan untuk menghadapkan mahasiswa keperawatan
kepada pengalaman klinik yang efektif yang secara langsung meningkatkan
perkembangan kepercayaan dan kompetensi (Spouse, 2001). Seorang
preceptor juga dapat mempengaruhi perkembangan sikap profesionalisme
terhadap mahasiswa.

3. Kompetensi Preceptor
Seorang preceptor harus memiliki kompetensi yang sesuai agar
perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui dan akan mendukung
profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses Association

10
menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang preceptor,
yaitu
a. Kolaborasi
1) Berkolaborasi dengan preceptee pada semua tahapan preceptorship.
2) Menyusun dan menjaga kerjasama dengan penasehat / kepala
fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi pelayanan kesehatan,
dan klien)
3) Membuat jaringan dengan preceptor lain untuk mendiskusikan
peningkatan praktik.
4) Membantu menginterpretasikan peran preceptee kepada individu,
keluarga, komunitas dan populasi.

b. Karakter Personal
1) Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.
2) Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan perkembangan
pembelajaran preceptee.
3) Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang positif.
4) Beradaptasi untuk berubah.
5) Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan klien dan
universitas.
6) Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.
7) Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan
preceptor.
8) Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee (latar
belakang pendidikan, ras, kultur dll)
9) Menggabungkan preceptee ke dalam budaya sosial.
10) Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.
11) Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan orang lain.

11
c. Fasilitasi belajar
1) Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam
bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas / koordinator
program dengan cara :
a) Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu
(praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah sakit,
klinik spesialis).
b) Membicarakan harapan hasil pembelajaran berdasarkan atas
data pada kompetensi dasar.
c) Mengkaji pengalaman preceptee sebelumnya dengan tanggung
jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga pemahaman,
perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran yang spesifik pada
tempat praktek.
d) Mengidentifikasi potensi belajar pada tempat praktek yang
akan menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan belajar
preceptee.
e) Membantu preceptee untuk mengembangkan hasil
pembelajaran individu, peran saat praktek sesuai dengan
panduan Specific (spesifik), Measurable and observable (dapat
diukur dan diobservasi), Achievable (dapat dicapai dengan
sumber yang memadai selama preceptorship), Relevant
(relevan), Time (waktu).
2) Merencanakan aktivitas pembelajaran klinik dalam bekerjasama
dengan preceptee dan dengan penasehat fakutas / koordinator
program, dengan cara :
a) Membantu preceptee untuk mencari tempat kegiatan
pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan untuk
membuat waktu preceptee supaya optimal.

12
b) Ketika memungkinkan, pilihlah tugas klinik / aktivitas
pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada hasil
pembelajaran dan cara belajar preceptee.
c) Ketika memungkinkan urutkan tugas klinik / aktivitas
pembelajaran selama preceptorship dari hal yang kecil sampai
yang kompleks guna meningkatkan pengetahuan.
3) Mengimplementasikan pembelajaran klinik dalam tempat praktek
dengan bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas /
koordinator program dengan cara :
a) Menyusun strategi pembelajaran klinik dengan tepat.
b) Membantu preceptee dalam menyiapkan fasilitas pembelajaran.
c) Ketika memungkinkan, kaji aktivitas preceptee. Ini bertujuan
untuk mengetahui kemajuan dan mengatur aktivitas tersebut.
d) Berdiskusi dengan preceptee terkait kendala-kendala dalam
praktek.
e) Mengklarifikasi peran preceptor dan preceptee untuk
merencenakan kegiatan.
f) Memberikan umpan balik secara konstruktif (contohnya
pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).
g) Melakukan intervensi secara cepat dalam hal-hal yang tidak
diinginkan.
h) Penyesuaian level supervisi guna membantu perkembangan
diri.
4) Mengevaluasi hasil pembelajaran klinik dalam kerjasama dengan
preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator program dengan
cara :
a) Memberikan umpan balik secara konstruktif menggunakan
lembar evaluasi (contohnya evaluasi formatif harian /
mingguan)

13
b) Menanyakan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan
preceptee yang telah dipelajari.
c) Menjelaskan penilaian preceptor terhadap kegiatannya.
d) Mendiskusikan ketidakcocokan antara preceptor dan preceptee
e) Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam melengkapi lembar
evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi diri,
dan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran dan
potensi berikutnya (contohya, evaluasi sumatif yang dilakukan
saat tengah dan akhir pembelajaran klinik).
f) Memberikan pujian dan dukungan pembelajaran lingkungan
dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian dan
kemajuan menjelang pertemuan melalui proses evaluasi.
g) Memberikan umpan balik yang positif tentang peningkatan atau
kesalahan untuk mendapatkan fundamental, profesional atau
sasaran diri.
h) Melakukan langkah yang tepat jika perkembangan hasil
pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi
dengan pembimbing fakultas / koordinator program).
i) Menanyakan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa untuk
menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor untuk
memfasilitasi pembelajaran klinik.

d. Praktik Profesional
1) Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar
keperawatan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode etik
keperawatan.
2) Bekerja.
3) Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan
keputusan peraturan provinsi dan kode etik keperawatan.

14
4) Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang berhubungan
dengan pembelajaran klinik.

e. Pengetahuan Tatanan Klinik


1) Isi dasar pengetahuan
a) Misi dan filosofi.
b) Sistem perawatan (kelompok keperawatan, keperawatan
utama).
c) Kebijaksanaan dan prosedur.
d) Lingkungan fisik.
e) Peran dan fungsi interdisiplin.
f) Format, dokumentasi dan mekanisme pelaporan.
g) Sumber pembelajaran.
2) Menunjukkan peran perawat dengan kelompok mutidisiplin
(contohnya; farmasi, pekerja sosial, psikology, terapi okupasi).
3) Mengkaji garis besar institusi pendidikan bagi mahasiswa dan
preceptor / clinical instructor (contohnya; harapan dari
pelaksanaan pembelajaran klinik, dan apa yang dilakukan
mahasiswa selama pembelajaran klinik.

4. Peran Preceptor
Menurut Minnesota Department of Health (2005), seorang preceptor
mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh, pendidik, dan sebagai panutan.
Tugas atau peran seorang preceptor adalah menjembatani kesenjangan
antara apa yang preceptee pelajari ketika di kampus dengan kenyataan yang
ada di lapangan. Preceptor membantu preceptee untuk menumbuhkan
kepercayaan diri dan mendapatkan kompetensi-kompetensi yang
dibutuhkan ketika melakukan peran barunya sebagai perawat di klinik
(Oerman & Heinrich, 2003)

15
Preceptor memfasilitasi pembelajaran mahasiswa melalui
pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan preceptorship.
Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang
mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi perawat yang
berkompeten dengan segala kerentanannya selama proses pembelajaran
(Ohlring, 2004). Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai,
a. Role Modelling (panutan)
1) Menunjukan praktik keperawatan profesional yang kompeten,
mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal
yang profesional.
2) Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan
anggota tim dan pasien.
3) Mengetahui pengetahuan pasien tentang tempat, kebutuhan
klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan klinikal.
4) Mengetahui kebutuhan utama pasien.

b. Skill Building (Pembangun kemampuan)


1) Mengembangkan sebuah pembelajaran kontrak atau
menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi
kemampuan yang dimiliki untuk difungsikan di level yang
diharapkan dari area kerja.
2) Memastikan preceptee menjadi tidak asing lagi dengan
kompetensi utama dari area kerja.
3) Menyesuaikan gaya pengajaran agar cocok dengan gaya
pembelajaran dari preceptee.
4) Menciptakan kesempatan pembelajaran, mengijinkan untuk
praktik, pengulangan dan evaluasi diri.

16
c. Critical Thinking (Pemikir yang kritis)
1) Mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta
kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan.
2) Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui masalah.
3) Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
4) Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat reguler.
5) Mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan rasional untuk
praktik mahasiswa.
6) Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan resiko
dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari
kesalahan.

d. Socialization (Sosialisasi)
1) Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau praktikan
di tempat kerja.
2) Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu ruang,
peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit, rantai perintah
dan sumber daya.
3) Mengorientasikan preceptee terhadap tempat kerja, pengenalan,
komunitas di dalam praktik dan budaya tim.

Menurut Judith M. Scanlan (2008) tugas seorang preceptor adalah :


a. Menjelaskan orientasi tempat bagi mahasiswa.
b. Mempertahankan pengetahuan dasar saat ini yang berfungsi sebagai
sumber pengetahuan sebagai peran perawat.
c. Sebagai model praktik keperawatan professional.
d. Memberikan pengawasan (supervise) klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan peran baru yang melekat
dalam praktek professional.

17
f. Berkontribusi dalam evaluasi sistem yang mengukur kemajuan
mahasiswa.
g. Berkomunikasi dengan dosen dan mahasiswa untuk memfasilitasi fungsi
dari pengalaman preceptorship.
Menurut Departemen Kesehatan Minessota (2005) peran seorang preceptor
adalah :
a. Bersama dengan departement administrasi kesehatan, mahasiswa, dan
fakultas mengidentifikasi berbagai kesempatan belajar yang berbasis
populasi sebagai tambahan pengalaman bagi mahasiswa keperawatan.
b. Memastikan komunikasi yang berkelanjutan dengan departemen
kesehatan, sekolah keperawatan dan mahasiswa.
c. Bersedia meluangkan waktu untuk mahasiswa sebagaimana yang sudah
dijadwalkan dan menghubungi mahasiswa apabila tidak bisa membuat
jadwal pertemuan.
d. Mendukung kurikulum berbasis populasi dan membantu dalam
penerapannya di kehidupan nyata dalam kerangka tujuan klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan
pengetahuan untuk praktik yang berbasis populasi.
f. Bertindak sebagai departemen kesehatan dan narasumber masyarakat
untuk fakultas.
g. Bertindak sebagai narasumber masyarakat dan mendukung mahasiswa
keperawatan di dalam instansi keperawatan.
h. Mengintegrasikan teori pembelajaran orang dewasa dan prinsip-prinsip
dalam interaksi dengan mahasiswa.
i. Memberikan umpan balik mengenai kemajuan siswa, mengidentifikasi
masalah, dan menyarankan cara-cara untuk menyelesaikan masalah.

18
5. Simpulan Peneliti
Preceptor adalah seorang perawat ahli yang sudah terdaftar dan
berpengalaman kerja yang memberikan pengarahan, bimbingan, dan
supervisi kepada mahasiswa praktik atau perawat yang baru saja masuk ke
rumah sakit.Bimbingan dan pengarahan bersifat formal, diberikan dalam
rentang waktu tertentu dan mempunyai tujuan agar mahasiswa praktikan
atau perawat baru mampu beradaptasi dengan sukses di area kerja
klinik.Tugas utama seorang preceptor adalah untuk menjembatani
kesenjangan antara teori yang didapatkan selama pembelajaran di kampus,
dengan kenyataan yang ada di klinik.Preceptormerupakan bagian dari
preceptorship.Preceptor sendiri di Indonesia lebih dikenal dengan istilah CI
(Clinical Instructur). Kata preceptor masih sangat jarang dikenal di
Indonesia.

C. Kerangka Teori

Peran preceptor :
Preceptorship
1. Panutan
2. Berpikir kritis
3. Membangun
kemampuan
4. Sosialisasi

Preceptor Preceptee

Kompetensi preceptor :
1. Kolaborasi
2. Karakter personal
3. Fasilitasi
pembelajaran
4. Praktik profesional
5. Pengetahuan
tentang peraturan Gambar 2.1
Kerangka Teori

19
D. Variabel Penelitian
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel
mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel satu
dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2009)
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang mempunyai variabel
tunggal atau mandiri, yaitu peran seorang preceptor.

E. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran peran preceptor dalam pelaksanaan program
preceptorshipdi Rumah Sakit Roemani Semarang.

20

Anda mungkin juga menyukai