Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Berdasarkan data yang ditunjukan oleh pasien I dan II pada saat dilakukan pengkajian
didapatkan bahwa data yang ditunukan telah sesuai dengan diagnosa Pneumonia dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Data yang mendukung hal tersebut adalah
pada kondisi pasien yang mengeluhkan sesak nafas, batuk berdahak dan sputum susah untuk
dikeluarkan, terdapat adanya suara nafas tambahan ronchi dan adanya peningkatan frekuensi
pernafasan. Hal tersebut juga sudah sesuai dengan teori yang dikemukaan oleh Mutaqqin
yang mengatakan bahwa Pneumonia dapat terjadi akibat dari faktor lingkungan, penyakit
penyerta, reaksi alergi pada jalan nafas, asma, COPD, pembesaran dinding bronkus, infeksi.
Adanya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur) yang masuk ke
dalam tubuh dan menyerang sistem pertahanan tubuh, kemudian bakteri bermultiplikasi
membentuk koloni dan mengakibatkan infeksi sehingga terjadi adanya peningkatan produksi
sputum dalam jalan nafas dan sulit untuk dikeluarkan sehingga menimbulkan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

2. Diagnosa Keperawatan
Pada pasien I dan II telah ditetapkan diagnosa keperawatan yang sama yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafas dengan etiologi peningkatan produksi sputum dampak dari adanya
infeksi akibat mikroorganisme. Data yang menunjang lainnya yaitu peningkatan Leukosit,
neutrofil, monosit dan eosinofil. Hal tersebut sesuai dengan teori Mutaqqin (2012) diagnosa
keperawatan yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum dengan batasan karakteristik.

3. Intervensi Keperawatan
Pada pasien I dan II telah sama-sama ditetapkan 13 intervensi yang sama, yaitu: manajemen
pembebasan jalan nafas. Intervensi yang disusun antara lain: auskultasi daerah paru-paru dan
catat adanya suara nafas tambahan, monitor pola nafas, irama dan usaha respirasi, observasi
warna, kekentalan sputum, kaji kemampuan klien mengeluarkan sputum, memberikan posisi
semi fowler, ajarkan teknik batuk efektif, anjurkan intake yang adekuat 2500cc/hari, anjurkan
untuk minum air hangat, lakukan fisioterapi dada, bersikan sekret dengan penghisapan pada
pasien yang tidak sadar, dan kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen, antibiotik dan
bronkodilator (SIKI, 2018). Hal tersebut sesuai juga dengan kondisi pasien yang didiagnosa
dengan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Selain itu tujuan
serta kriteria hasil pada kedua pasien juga ditetapkan sama. Hal tersebut sesuai dengan teori
menurut Mutaqqin.

4. Implementasi
Pada pasien I telah ditetapkan 13 intervensi, namun hanya 11 intervensi yang dapat dilakukan
yaitu dengan tindakan yang dilakukan untuk pembebasan jalan nafas dengan melakukan
auskultasi daerah paru- paru, memonitor pola nafas, mengobservasi sputum, warna dan
kekentalan, mengkaji kemampuan klien mengeluarkan sputum, memberikan posisi semi
fowler, melakukan fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif, menganjurkan untuk minum
2500cc/hari, menganjurkan untuk minum air hangat, melakukan kolaborasi pemberian
oksigen, melakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kolaborasi
pemberian broncodilator dan 2 intervensi yang tidak dilakukan yaitu postural drainage dan
membersihkan sekret dengan teknik suction. Pada pasien II telah dilakukan pula 13 intervensi
tetapi yang dapat diimplementasikan 10 intervensi yang sudah dilakukan yaitu dengan
melakukan auskultasi daerah paru-paru, memonitor pola nafas, mengobservasi sputum, warna
dan kekentalan, mengkaji kemampuan klien mengeluarkan sputum, memberikan posisi semi
fowler, mengajarkan batuk efektif, menganjurkan untuk minum 2500cc/hari, menganjurkan
untuk minum air hangat, melakukan kolaborasi pemberian oksigen, melakukan kolaborasi
dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kolaborasi pemberian broncodilator dan 3
intervensi lainnya tidak dilakukan yaitu postural drainage, bersihkan sekret dengan suction
dan fisioterapi dada. Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi
Pada pasien I dan II setelah 3 hari dilakukan asuhan keperawatan, masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas teratasi sebagian pada pasien I dan masalah teratasi pada pasien II. Selain
karena karena tindakan farmakologi yang telah diberikan , turut mendukung pula tindakan
keperawatan yang telah peneliti lakukan diantaranya seperti teknik batuk efektif. Hal tersebut
ditujukan untuk membantu pasien dalam mengeluarkan sputum secara maksimal sehingga
jalan nafas dapat kembali efektif. Setelah dilakukan tindakan tersebut, terbukti mampu
membantu pasien untuk mengeluarkan sputum, pasien merasakan sesak erkurang, batuk
dengan sputum yang bisa dikeluarkan, frekuensi pernafasan dalam rentan normal yaitu 16-
24x/ menit dan tidak ada suara nafas tambahan.

DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Betty J dkk, 2016, Nursing diagnosis handbook:An Evidence-Based Guide to
Planning Care, 11th Edition, Mosby Elsevier. St Louis, Missouri
Bachtiar Arief, 2015. Pelaksanaan Pemberian Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem
Pernafasan di RSUD Bangil Pasuruan. Jurnal Poltekes Kemenkes Malang
Dinkes Jawa Timur, 2017. Buku Pedoman Surveilans Penyakit, Dinas Kesehatan Provensi
Jawa Timur
Kemenkes RI. 2017 . Data dan Informasi Kesehatan 2017. Jakarta. Kemenkes RI
Lemone, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Respirasi Edisi 5 .
Jakarta; EGC
Muttaqin , A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Pernapasan.
Salemba Medika : Jakarta
PPNI, 2018. Sandar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Somantri Irman. 2016. Asuhan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba
Medika : Jakarta
World Health Organization (WHO) Pneumonia Progress Report. Jeneva: 2019

Anda mungkin juga menyukai