DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 2
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... 5
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 6
BAB 2. CUACA DAN IKLIM DI INDONESIA .................................................................. 7
2.1 Cuaca................................................................................................................................... 7
2.2 Iklim .................................................................................................................................... 7
2.3 Cuaca dan Ikim di Indonesia ............................................................................................ 8
2.4 Unsur Cuaca dan Iklim .................................................................................................... 9
2.4.1 Suhu / Temperatur..................................................................................................... 9
2.4.2 Kelembaban Udara............................................................................................. 11
2.4.3 Kecepatan Angin dan Arah Angin ..................................................................... 12
2.4.4 Awan .................................................................................................................. 13
2.4.5 Radiasi Sinar Matahari ....................................................................................... 13
2.4.6 Curah Hujan ....................................................................................................... 14
2.4.7 Evaporasi............................................................................................................ 18
2.5 Klasifikasi Iklim ............................................................................................................... 18
BAB 3. PENGOLAHAN DATA IKLIM .............................................................................. 23
3.1 Mencari Rata - Rata ........................................................................................................ 23
3.2 Mencari Nilai Maksimum dan Minimum ...................................................................... 24
3.3 Mencari Curah Hujan Yang Hilang .............................................................................. 26
3.3.1 Metode Estimasi Data Hujan Yang Hilang ........................................................ 26
3.3.2 Normal Ratio Method ........................................................................................ 27
3.3.3 Cara “Inversed Square Distance” ...................................................................... 27
3.3.4 Metode Rata – Rata Aljabar ............................................................................... 27
3.3.5 Metode Kantor Cuaca Amerika ......................................................................... 28
3.3.6 Teori Uji Konsistensi Data................................................................................. 29
3.4 Cara mencari Curah Hujan ............................................................................................ 31
3.4.1 Metode Aritmatik .................................................................................................... 31
3.4.2 Metode Isoterm .................................................................................................. 32
3.4.3 Metode Isobar .................................................................................................... 33
3
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang terletak dengan lokasi yang stategis. Berdasarkan
letak astronomisnya, Indonesia berada pada garis lintang 60 LU – 110 LS sehingga berada
pada iklim tropis yang memiliki ciri – ciri yaitu (1) memiliki curah hujan yang tinggi, (2)
terdapat hutan hujan tropis yang luas, (3) sinar matahari menyinari sepanjang tahun, dan (4)
memiliki wilayah dengan kelembaban yang tinggi.
Sementara itu, berdasarkan garis bujur nya, Indonesia berada pada 950 BT – 1410 BT
yang menyebabkan adanya 3 pembagian waktu, yaitu (1) Waktu Indonesia Timur (WIT) , (2)
Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Barat (WIB).
7
2.1 Cuaca
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa cuaca adalah nilai sesaat dari keadaan
atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (<1 – 24 jam) di suatu tempat tertentu di
bumi. Contohnya adalah Cuaca di Kota Jember pada pukul 06.00 WIB dan 08.00 WIB pada
tanggal 1 September 2019, lokasi 0603’ LS dan 106045’ BT, ketinggian 290 mdpl adalah
sebagai berikut.
Tabel 0.1 Cuaca Kota Jember
Nilai Cuaca
NO Unsur Cuaca Satuan
06.00 08.00
-2
1 Penerimaan radiasi surya (RG) Wm 140 145
0
2 Suhu Udara (T) C 22,4 22,7
3 Kelembaban udara (RH) % 85 83
4 Tekanan udara (P) Mb 995,1 994,9
5 Kecepatan Angin (V) Ms-1 2 0 (calm)
6 Arah Angin Derajat 450 400
7 Penutupan (langit oleh ) awan persepuluhan 0,4 0,0 (cerah)
2.2 Iklim
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa iklim adalah sintesis / kesimpulan / rata –
rata nilai unsur – unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang
disuatu tempat / wilayah tertentu. Contohnya adalah jumlah hujan pada Kabupaten
Bondowoso disajikan pada tabel berikut berikut.
Tabel 0.2 Curah Hujan Kabupaten Bondowoso
Stasiun Bulan Tahunan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Ancar 192 150 180 166 39 2 2 32 82 73 918
Blimbing 403 499 159 371 20 32 13 59 162 516 2.234
D. Bluncong 396 275 94 139 2 2 89 208 1.205
D. Kolpoh 272 154 191 164 10 97 281 1.169
D. Pringduri 315 153 223 204 15 32 12 138 239 1.331
Grujugan 360 306 169 238 112 109 5 2 101 88 200 1.690
Jeru 303 144 72 216 8 3 38 206 218 1.208
Kejayan 316 222 159 152 77 25 24 2 145 66 155 1.343
Klabang / D. Gubri 581 320 71 85 37 65 8 50 112 336 1.665
Maesan 406 397 163 134 102 48 41 163 49 1.503
8
Letak geografis Indonesia memiliki pengaruh dan dampak dalam berbagai bidang,
baik itu kerugian maupun keuntungan. Banyak sekali hal yang dipengaruhi oleh letak
geografis Indonesia.
9
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa cara menguku suhu harian menggunakan
sangkar meteorologi adalah sebagai berikut.
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa di Indonesia rata – rata penurunan suhu
udara menurut ketinggian sekitar 5 – 6 0C untuk setiap kenaikan 1.000 m.
Limppsmeier (1994) menyatakan bahwa umumnya daerah yang paling panas adalah
khatulistiwa. Hal ini disebabkan oleh daerah tersebut paling banyak menerima radiasi
matahari. Tetapi temperatur udara juga dipengaruhi oleh faktor derajat lintang (musim),
atmosfer, serta daratan dan air. Temperatur terendah pada 1 – 2 jam sebelum matahari terbit
dan temperatur tertinggi pada 1 – 2 jam setelah posisi matahari tertinggi, dengan 43% radiasi
matahari dipantulkan kembali, 43 % diserap oleh permukaan bumi, dan 14% diserap oleh
atmosfer.
suhu udara.Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan
tekanan uap aktual.
Mawar angin adalah sebuah grafik yang memudahkan dalam penyajian data angin.
Pada mawar angin data yang disajikan antara lain terdapat kecepatan angin, arah angin, dan
frekwensi angin dalam satu grafik sehingga sangat membantu memudahkan membaca data
angin
13
2.4.4 Awan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2012) menyatakan bahwa awan
adalah kumpulan butiran air dan kristal es yang sangat kecil atau campuran keduanya dengan
konsentrasi berorde 100 per centimeter kubik dan mempunyai radius sekitar 10 mikrometer.
Awan terbentuk jika volume udara lembap mengalami pendinginan sampai di bawah
temperatur titik embunnya. Dalam lapisan atmosfer di atas benua maritim Indonesia,
pendinginan sangat sering disebabkan oleh ekspansi adiabatik udara yang naik melalui
konveksi, orografi dan konvergensi. Jenis awan yang terbentuk disebut awan konvektif, awan
orografik dan awan konvergensi. Pendinginan dapat juga disebabkan oleh proses radiatif atau
percampuran udara yang berbeda temperatur dan kelembapannya.
Semakin jauh letak tempat dari garis ekuator maka fluktuasi lama penyinaran akan semakin
besar (Lakitan, 1994).
Nilai intensitas radiasi matahari dapat diperoleh dari alat yang disebut actinograph
maupun dari sensor radiasi matahari (pyranometer) yang terintegrasi dalam AWS (Automatic
Weather Station). Permasalahannya adalah bahwa tidak semua stasiun BMKG mempunyai
actinograph, sedangkan data yang diperoleh dari AWS tidak dapat langsung digunakan
karena masih perlu dilakukan uji validitasnya.
Contoh cara pengukuran menggunakan alat manual ini adalah sebagai berikut.
15
Berapakah curah hujan dengan volume yang terukur senilai 450 ml dengan luas mulut
ombrometer adalah 100 cm2 yang tertampung pada pencatatan hari Senin. Maka, 450 cm3 /
100 cm2 = 4,5 cm = 45 mm. Maka, curah hujan yang tercatat adalah 45 mm untuk hari
Minggu.
Contoh data hujan yang dicatat per 30 menit disajikan pada tabel berikut
Tabel 0.3 data hujan yang dicatat per 30 menit
Menit CH Waktu CH
(mm) (mm)
0 1 12.00 0
30 0,3 12.30 0
100 0,5 13.00 0
130 0 13.30 0
200 0 14.00 12,5
230 0,8 14.30 17,3
300 0 15.00 0,5
16
Contoh data hujan pada Stasiun Grujugan, Kabupaten Bondowoso adalah sebagai
berikut.
Tabel 0.4 Curah Hujan Stasiun Hujan Grujugan, Kabupaten Bondowoso
Bulan Jumlah
Nama Stasiun
jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des
2011 245 265 156 136 65 14 10 27 127 322 1.367
2012 301 173 173 91 57 30 20 28 66 90 285 1.314
2013 500 228 225 122 106 241 45 87 237 436 2.227
2014 305 173 168 94 57 0 20 10 0 3 113 321 1.264
2015 159 265 194 94 23 17 4 0 10 98 121 206 1.191
Rata - rata 302 220,8 183,2 107,4 61,6 60,4 19,8 41 5 56,2 137,6 314 1472,6
Gambar 0.6 Contoh Peta Analisis Curah Hujan Indonesia Bulan Desember
Berdasarkan tabel diatas, maka terdapat data yang bernilai angka dan tidak ada ada angka
(-). Terjadinya hujan pada daerah tersebut ditunjukkan oleh besarnya angka pada tabel
tersebut. Sedangkan tanda “–“ menunjukkan bahwa hari tersebut tidak ada hujan yang
18
tercatat. Nilai nol (0) menunjukkan bahwa hari tersebut terjadi hujan, namun memiliki nilai
hujan kurang dari 1 mm (< 1,00 mm).
2.4.7 Evaporasi
Sedangkan berdasarkan pengaruh hujan digambarkan sebagai huruf kedua yang terdiri
dari :
f = selalu basah : hujan bisa jatuh dalam semua musim ( >60 mm)
s = bulan kering pada musim panas di belahan bumi yang bersangkutan
S = semi arid (stepa / padang rumput)
w = bulan kering (winter)
W = arid (padang pasir)
m = hujan cukup/ medium
F = daerah tertutup es abadi
T = tundra
Maka, berdasarkan klasifikasi dua kombinasi huruf tersebut, maka klasifikasi iklim
Koppen yaitu :
a. Iklim hujan tropis : Af, Aw, dan Am
19
2. Schmidt – Ferguson
Klasifikasi iklim ini dikenalkan oleh F.H. Schmidt dan J.H.A. Ferguson (1951) yang
didasari oleh penentuan sifat bulan basah dan bulan kering berdasarkan curah hujan dengan
data hujan minimal 10 tahun. Kriterianya adalah sebagai berikut :
a. Bulan kering (BK) : bulan dengan CH < 60 mm
b. Bulan Lembab (BL) : bulan dengan CH 60 – 100 mm
c. Bulan Basah (BB) : bulan dengan CH > 100 mm
Penentuan tipe iklimnya menggunakan nilai Q dengan persamaan berikut :
Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka diketahui bahwa daerah Stasiun Hujan
Blimbing , Stasiun Hujan Cermee, Stasiun Hujan D. Bluncong, dan Stasiun Hujan D.
Glendengan menunjukkan klasifikasi iklim tipe D. Sedangkan Stasiun Hujan Blimbing
menunjukkan klasifikasi iklim tipe C.
3. Oldeman
Oldeman menentukan klasifikasi iklim berdasarkan kebutuhan air untuk persawahan
dan palawija sehingga penentuan tipe iklim ini banyak digunakan untuk pertanian di
Indonesia. Kriterianya adalah sebagai berikut :
a. Bulan kering (BK) : bulan dengan CH < 100 mm
b. Bulan Lembab (BL) : bulan dengan CH 100 – 200 mm
c. Bulan Basah (BB) : bulan dengan CH > 200 mm
Kemudian dilanjutkan dengan penentuan uraian berdasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering dengan uraian sebagai berikut.
21
Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka diketahui bahwa daerah Stasiun Hujan
Blimbing menunjukkan klasifikasi iklim C3 yang menunjukkan bahwa Tanam padi dapat
sekali dan polowijo dua kali setahun. Tetapi penanaman padi polowijo kedua harus hati2
jangan jatuh pada bulan kering . Stasiun Hujan Ancar, Stasiun Hujan Cermee, dan Stasiun
Hujan D. Glendengan menunjukkan klasifikasi D3 dengan uraian hanya mungkin satu kali
padi polowijo setahun tergantung adanya persediaan air irigasi. Stasiun Hujan D.Bluncong
menunjukkan bahwa berada pada klasifikasi iklim D4 dengan uraian Hanya mungkin satu
kali padi polowijo setahun tergantung adanya persediaan air irigasi.
23
Keterangan :
X = rata – rata
X1 = data pertama
X2 = data kedua
Xn = data ke – n
n = banyak data
Contoh cara mencari nilai rata – rata suatu data adalah sebagai berikut.
Pada suatu stasiun hujan dasarian di Kota X menunjukkan data pada tabel berikut.
Maka hitunglah jumlah rata – rata setiap stasiun hujan berikut.
Tabel 0.1 Contoh Data Hujan Untuk Menghitung Rata - Rata
No : 58 No : 61 A No :
Nm : D. Nm : D.
Hari Nm : Cermee
Bluncong Glendengan
E : ± 73 m E : ± 100 m E :± m
1 10 15
2 10
3 5 15 7
4
5
6 2
7 41 40
8
9
10 21
24
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata – rata curah hujan pada Stasiun Hujan
Cermee memiliki nilai 5 mm ; Stasiun Hujan D. Bluncong adalah 21,75 mm ; dan Stasiun
Hujan D. Glendengan adalah 14,8 mm
Tabel 0.3 Contoh Data Hujan Untuk Menghitung Nilai Maksimum dan Minimum
No : 58 No : 61 A No :
Nm : D. Nm : D.
Hari Nm : Cermee
Bluncong Glendengan
E : ± 73 m E : ± 100 m E :± m
1 10 15
2 10
3 5 15 7
4
5
6 2
7 41 40
8
9
10 21
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai maksimum dan minimum curah hujan
pada Stasiun Hujan Cermee memiliki nilai 5 mm dan - mm ; Stasiun Hujan D. Bluncong
adalah 41 mm dan 10 mm ; dan Stasiun Hujan D. Glendengan adalah 40 mm dan 2 mm.
26
diantaranya rata – rata aritmatik (arithmatical average), perbandingan normal (normal ratio),
dan kantor cuaca Nasional Amerika Serikat (US.National Weather service).
Ada kesamaan metode perhitungan dari buku Hidrologi Operasional Jilid Kesatu
dengan buku Mengenal Dasar – dasar Hidrologi, yaitu Metode rata – rata aritmatik dengan
rata – rata aljabar, dan Normal Ratio Method dengan perbandingan normal (normal ratio)
yang terdapat dibuku Soewarno. Yang berbeda adalah metode Kantor Cuaca Amerika Serikat
Px =
Dengan :
Px = Tinggi hujan yang dipertanyakan
PA, PB, Pc = Tinggi hujan pada stasiun disekitarnya
dXA, dXB, dXC = Jarak stasiun X terhadap masing – masing stasiun A,B,C
tahun tertentu, bila pada tahun yang sama di B jumlah hujan = 710 mm. Penyelesaiannya
adalah :
28
XA = . XB = . 710 mm = 735 mm
Dalam hal ini HX = tebal hujan dipos X yang akan diperkirakan dan Hi = tebal hujan
dipos A, B, C, dan D. Dan nilai Li menunjukkan jarak pos hujan A, B, C dan D terhadap pos
hujan X.
Misalnya : dari suatu DPS (Daerah Pengaliran Sungai) luas 140 Km2 terdapat 5 buah
pos hujan X, A, B, C, dan D. Pada suatu bulan pos hujan X rusak. Tentukan tebal hujan di X
bila pos itu dikelilingi pos hujan A, B, C, dan D sebagai pos indeks yang terletak di setiap
kuadran dengan data :
Kuadran Pos Indeks Hujan (mm) Jarak dari X (Km2)
I B 100 5
II C 90 10
III A 110 8
IV D 120 6
Data pos hujan X dapat dihitung dengan persamaan diatas :
Kuadran Pos H (mm) L (Km2) L2 1/L H/L2
I B 100 5 25 0,04000 4,000
II C 90 10 100 0,01000 0,900
III A 110 8 64 0,01562 1,718
IV D 120 6 36 0,02777 3,333
Jumlah 0,09339 9,9520
Penyelesaiannya adalah:
HX = [ (Hi/ Li2)] / [ (1/ Li2)]
29
HX = (9,9520) / (0,09339)
HX = 106,56 mm
Jadi besarnya data hujan di pos X adalah 106, 56 mm
Fk = tan α
tan α0
Keterangan:
Yz : Data hujan yang diperbaiki, mm
Y : Data hujan hasil pengamatan, mm
Tgα : Kemiringan sebelum ada perubahan
Tg αc : Kemiringan setelah ada perubahan
31
Keterangan :
- Pola yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis itu, maka data
hujan pos X adalah konsisten.
- Pola yang terjadi berupa garis lurus dan terjadi patahan arah garis itu, maka data hujan
pos X adalah tidak konsisten dan harus dilakukan koreksi.
6. Hitung curah hujan rata – rata wilayah yang didapat dengan menjumlahkan hasil
perkalian pada pont 5.
BAB 4. AGROKLIMATOLOGI
4.1 Evaporasi
Evaporasi adalah salah satu komponen siklus hidrologi, yaitu peristiwa menguapnya
air dari permukaan air, tanah,dan bentuk permukaan bukan dari vegetasi lainnya.Evaporasi
merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan
padat yang mengandung air (Lakitan, 1994). Sedangkan menurut Manan dan Suhardianto
(1999), evaporasi (penguapan) adalah perubahan air menjadi uap air. Air yang ada di bumi
bila terjadi proses evaporasi akan hilang ke atmosfer menjadi uap air.
Solechah (2017) menyatakan bahwa evaporasi adalah merupakan peristiwa
berubahnya air menjadi uap dan bergerak di permukaan tanah dan permukaan air ke udara.
4.2 Transpirasi
Solechah (2017) menyatakan Sedangkan transpirasi adalah merupakan
peristiwa penguapan dari tanaman
.
4.3 Penggunaan Evapotranspirasi
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa Evapotranspirasi adalah ukuran
kehilangan air (penggunaan air) dari suatu lahan melalui evaporasi tanah dan trasnpirasi
tanaman. Evaporasi diukur dari volume kehilangan air per luas lahan sehingga memiliki
satuan mm.
Solechah (2017) menyatakan evapotranspirasi” yaitu air dalam tanah dapat naik ke
udara melalui tumbuhtumbuhan. Banyaknya yang naik ke udara berbeda-beda, tergantung
dari kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya, banyaknya transpirasi
yang diperlukan untuk menghasilkan 1 gram bahan kering disebut laju transpirasi dan
dinyatakan dalam gram. Biasanya pada daerah yang lembab, banyaknya adalah kira-kira 200
sampai 600 gram dan untuk daerah kering kira-kira dua kali sebanyak itu (Nasution dkk,
2015 dalam Solechah, 2017).
Evapotranspirasi (ET) adalah ukuran total kehilangan air(penggunaan air) untuk suatu
luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanaman. Secara potensial ET ditentukan
hanya oleh unsur – unsur iklim, sedangkan secara aktual ET juga ditentukan oleh kondisi
tanah dan sifat tanaman (Handoko,1995). Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air.
Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali dimalam hari,
perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk
37
evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung, awan
merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi
(Wahyuningsih,2004 dalam Karnain, 2016).
Pada saat terjadi penguapan, tekanan udara pada lapisan udara tepat di atas
permukaan air lebih rendah di banding tekanan pada permukaan air. Perbedaan tekanan
tersebut menyebabkan terjadinya penguapan. Pada waktu penguapan terjadi, uap air
bergabung dengan udara di atas permukaan air, sehingga udara mengandung uap air.
Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila jumlah
uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga semakin tinggi.
Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang menyebabkan berkurangnya laju
penguapan. Apabila udara di atas permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah
mencapai tekanan uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan terhenti. Kelembaban udara
dinyatakan dengan kelembaban relatif.
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan perairan laut cukup luas,
mempunyai kelembaban udara tinggi. Kelembaban udara tergantung pada musim, di mana
nilainya tinggi pada musim penghujan dan berkurang pada musim kemarau. Di daerah pesisir
kelembaban udara akan lebih tinggi daripada di daerah pedalaman. (Wisnubroto,2006 dalam
Karnain, 2016)
4. Kecepatan Angin
Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi menjadi
lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi
terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut
harus diganti dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin.
Oleh karena itu kecepatan angin merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di
daerah terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah yang
terlindung dan udara diam.
Untuk di negara Indonesia, kecepatan angin relatif rendah. Pada musim penghujan
angin dominan berasal dari barat laut yang membawa banyak uap air, sementara pada musim
kemarau angin berasal dari tenggara yang kering. (Triadtmojo,2010 dalam Karnain, 2016).
41
BAB 5. PRAKTIKUM
B. Dasar Teori
Cuaca adalah nilai sesaat dari keadaan atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek
(<1 – 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi. Iklim adalah sintesis / kesimpulan / rata – rata
nilai unsur – unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang disuatu
tempat / wilayah tertentu.
D. Prosedur Kerja
Tata cara praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Praktikan menyiapkan alat berupa Weather Station AW002
2. Praktikan, Teknisi, dan Asisten Praktikum memasang alat Weather Station AW002 di
tempat yang telah ditentukan.
3. Praktikan menseting alat tersebut dan memulai praktikum.
4. Praktikan melaporkan hasil pengamatan selama 120 menit dalam bentuk laporan akhir.
E. Form Data
Pencatatan data dilakukan pada table berikut.
Tabel 0.1 Pencatatan Data Iklim
Waktu Pengamatan
No Unsur ( menit )
0 30 60 90 120
1. Suhu / Temperature
2. Kelembapan Udara
42
3. Angin
a. Arah Mata Angin
b. Kecepatan Angin
4. Radiasi Sinar Matahari
5. Awan
6. Curah Hujan
7. Evaporasi
B. Dasar Teori
Dasar teori yang digunakan pada praktikum ini adalah metode Isobar, Isoyet, Isoterm,
dan IDW beserta penerapannya pada applikasi pengolah data.
C. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
1. Data Hujan
a. Kabupaten Bondowoso (DAS Sampean) selama 28 Tahun dari 36 stasiun hujan.
b. Kabupaten Jember (DAS Bedadung) selama ____ Tahun dari ____ stasiun hujan.
c. Kabupaten Jember (DAS Mayang) selama _____ Tahun dari ____ stasiun hujan.
2. Laptop beserta applikasinya pengolah data
D. Prosedur Kerja
Prosedur dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Praktikan membagi data hujan kepada kelas A, B, dan C.
2. Asisten memberikan data hujan berdasarkan pembagian
3. Praktikan merekapitulasi data hujan
4. Praktikan menentukan berdasarkan metode Oldeman dan metode Schmidt - Ferguson
5. Memasukkan data ke dalam applikasi pengolah data
6. Praktikan membuat peta curah hujan setiap wilayah
B. Dasar Teori
Dasar teori yang digunakan pada praktikum ini adalah unsur – unsur iklim dan cuaca
D. Prosedur Kerja
Prosedur yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Praktikan mencari literatur terkait unsur – unsur iklim dan cuaca
2. Praktikan mengumpulkan dan membuat makalah terkait unsur – unsur iklim dan cuaca.
B. Dasar Teori
Dasar teori yang digunakan pada praktikum ini adalah teori evaporasi dan
evapotranspirasi.
D. Prosedur Kerja
Kadar penguapan tidak dapat diukur secara langsung. Oleh karena itu maka prinsip
kerja evaporimeter menggunakan perubahan tinggi air dalam panci. Air dalam panci
mengibaratkan jumlah penguapan udara yang terjadi dalam area 1 m2.
Karena evaporimeter adalah alat yang mengukur kadar penguapan yang terjadi selama
24 jam, maka pengamatan penguapan menggunakan evaporimeter, khususnya dengan
44
evaporimeter panci terbuka jenis united state class a pan dilakukan satu kali sehari yaitu pada
jam 07.00 WIB atau 00.00 UTC. Atau jika pada stasiun klimatologi yaitu pada jam 07.30,
13.30, dan 17.30 WIB.
Pengamatan dilakukan sebagai berikut :
1. Pasang hook gauge di atas bejana still well.
2. Putar sekrup pengatur pada hook gauge sampai ujung jarum tepat pada permukaan air.
Sekrup ini berfungsi sebagai micrometer yang dibagi menjadi 50 bagian. Satu putaran
penuh dari micrometer mencatat perubahan ujung jarum setinggi 1 mm.
3. Angkat hook gauge dan baca serta catat angka yang ditunjukkan skala atau micrometer.
4. Ketinggian permukaan air di dalam panci diukur pada awal periode waktu pengamatan
dan akhir periode waktu tersebut. Selisihnya (setelah dikoreksi dengan banyaknya curah
hujan yang jatuh selama periode waktu pengamatan) adalah besarnya penguapan.
5. Esok harinya lakukan pengamatan seperti di atas dan keduanya itu dapat menentukan
jumlah penguapan yang terjadi dalam 24 jam.
6. Jika air dalam panci hampir habis, maka isi kembali hingga air mencapai tanda atau skala
yang telah ditentukan. Begitu pun sebaliknya dengan mengurasnya jika air meluap.
7. Pengisian air dalam evaporimeter
8. Hasil pengamatan dicatat di buku observasi, lalu disalin di back-up synop dan dilaporkan
dalam AGM IB, dan laporan data penguapan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Mikrofisika awan dan Hujan. Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2020. Analisis Isobar. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.
Institut Pertanian Bogor. Atmosfer.
Institut Pertanian Bogor. Cuaca dan Iklim.
Institut Pertanian Bogor. Evapotranspirasi.
Institut Pertanian Bogor. Kelembaban.
Institut Pertanian Bogor. Klasifikasi Iklim.
Institut Pertanian Bogor. Pembentukan Hujan 1.
Institut Pertanian Bogor. Pembentukan Hujan 2.
Institut Pertanian Bogor. Radiasi Surya.
Institut Pertanian Bogor. Suhu Udara.
Institut Pertanian Bogor. Tekanan Udara.
Joyce Martha dkk. Mengenal Dasar – dasar Hidrologi. Nova, Bandung
Karnain R., 2016. Hubungan Evaporasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teratai Putih
(Nymphea alba). Universitas Sumatera Utara.
Lakitan, B. 1994. Dasar – Dasar Klimatologi. PT. Ragagrafindo Persada : Jakarta.
Limppsmeier, G. 1994. Bangunan Tropis. Terj. Tropenbau building in the tropics, leh
Syahmir N. , . P.W. Indarto. Erlangga, Jakarta.
Limantara, L.M. , (2010). Hidrologi Praktis , CV. Lubuk Agung, Bandung
Riyanto, S. R. 2017. Rancang Bangun Alat Kontrol Suhu dan Kelembaban Pada Fermentasi
Tempe Kedelai Berbasis Mikrokontroler. Politeknik Negeri Sriwijaya.
Soewarno, (2000). Hidrologi Operasional – Jilid Kesatu, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung
Solechah A. M., 2017. Evaporasi, Evapotranspirasi, dan Transpirasi. Jember.
Stephanie, N. 2012. Analisis Sistem Komunikasi Data dan Informasi Publik di Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III, Denpasar. Institut
Pertanian Bogor.
Tjasyono, B.H.K.,. 2012. Meteorologi Indonesia Volume I. Jakarta. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika.
Wirjohamidjojo, S. Yunus, S.S.,. 2013. Meteorologi Sinoptik – Analisis dan Penaksiran Hasil
Analisis Cuaca Sinoptik. JakartaBadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.