Anda di halaman 1dari 8

Sekilas ajaran Gereja tentang Bunda Maria

I. Menuju Yesus melalui Bunda Maria

“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria) adalah istilah yang sering kita
dengar. Namun sudahkah kita menghayati pepatah ini, dan menjadikannya sebagai semboyan
hidup sendiri? Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu sepanjang
hidup kita, dan semoga hari demi hari Tuhan menambahkan kepada kita pemahaman yang
semakin mendalam.

Pemahaman tentang ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria tidak terlepas dari apa yang
dipaparkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang juga diteruskan dalam Tradisi
Suci, yang dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Peran Bunda Maria telah digambarkan secara samar- samar dalam Kitab Perjanjian Lama.
Jadi, dengan melihat tipologi, kita dapat melihat kaitan antara penggambarannya di Perjanjian
Lama dan penggenapannya di Perjanjian Baru.

2. Peran Bunda Maria disampaikan secara eksplisit dalam Kitab Suci terutama dalam Injil.

3. Peran Bunda Maria kemudian banyak disampaikan oleh Tradisi Suci, yaitu dari ajaran yang
disampaikan oleh para Bapa Gereja, dan yang dilestarikan juga dalam liturgi suci dan oleh
pengajaran Magisterium, yang menunjukkan bahwa Bunda Maria selalu menjadi bagian dalam
sejarah kehidupan Gereja di sepanjang jaman.

“Ad Jesum per Mariam“, pepatah ini berguna bagi pemahaman akan inti penghormatan kita
kepada Bunda Maria. Mengapa? Karena penghormatan kita kepada Bunda Maria tidak terlepas
dari penghormatan kita kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria. Maka, secara
prinsip, dapat dikatakan demikian:

 Seluruh gelar dan kehormatan Maria yang diberikan Allah kepadanya adalah demi
kehormatan Yesus Kristus Putera-Nya, dan penghormatan ini selalu berada di bawah
penghormatan kepada Kristus.
 Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah.
 Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam
keseluruhan rencana keselamatan Allah.

A. Untuk itu Maria dipersiapkan Allah, dengan dibebaskan dari dosa asal sejak terbentuknya
di dalam kandungan (Immaculate Conception). Pemahaman akan kaitan makna
penggambaran Perjanjian Lama dalam penggenapannya dengan Perjanjian Baru menjelaskan
kekudusan Maria ini sebagai: i) Sang Hawa Baru yang bekerjasama dengan Kristus Sang
Adam yang baru; dan ii) Sang Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Kristus, yang
adalah Tanda Perjanjian Baru.
B. Bunda Maria menjalankan perannya sebagai Bunda Allah dan bekerjasama dalam rencana
keselamatan Allah. Kerjasama Maria ini terlihat dari ketaatan-Nya dalam mendengarkan
dan melaksanakan Sabda Allah. Oleh sebab itu, kerjasama Bunda Maria ini tidak hanya
terbatas oleh kesediaannya untuk mengandung dan melahirkan Yesus; namun juga
kesetiaannya dalam membesarkan dan mendampingi Yesus dalam menjalankan misi
keselamatan Allah. Maria juga menjadi mediatrix/ pengantara yang menghantar orang-
orang kepada Kristus, [dan ini dilakukannya tidak saja selama hidupnya di dunia, tetapi juga
saat ia telah kembali ke surga].
C. Kerjasama Bunda Maria dengan rahmat Allah yang diterimanya, menghasilkan: i)
persatuannya dengan Kristus, baik saat ia hidup di dunia ini, maupun pada saat ia beralih
dari dunia ini dan sesudahnya dalam kehidupan kekal; ii) Oleh jasa pengorbanan Kristus,
Bunda Maria diangkat ke surga; iii) Maria menjadi bunda semua umat beriman, karena
Kristus telah memberikannya kepada kita sebagai ibu kita juga; iv) Setelah ia diangkat ke
surga, Bunda Maria tetap menjadi pengantara kita kepada Kristus dengan doa- doa
syafaatnya; v) Bunda Maria diangkat oleh Allah menjadi Ratu Surga.

4. Pengaruh doktrin Maria kepada kita umat beriman.

a. Ketaatan dan kekudusan Bunda Maria adalah teladan bagi kita umat beriman.
b. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda kita umat beriman.
c. Maria adalah Ibu dan Perawan, maka Gereja juga adalah ibu dan perawan.
d. Pengangkatan Bunda Maria ke surga adalah gambaran akhir bagi kita kelak.

II. Seluruh gelar dan kehormatan Maria adalah demi Putera-Nya Yesus dan selalu berada
di bawah penghormatan kepada Yesus.

Cardinal Newman mengatakan “the Glories of Mary are for the sake of her Son” ((Cardinal
Henry Newman, Sermon, 1849)). Ini berarti bahwa apapun gelar dan penghormatan kepada
Maria selalu “secondary” (berada di bawah) setelah Puteranya, Yesus Kristus. Ini juga berarti
bahwa semua penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria, senantiasa berakar pada
hubungannya yang begitu istimewa dengan Tritunggal Maha Kudus. Ia menjadi puteri Allah
Bapa, Bunda Allah Putera dan mempelai Roh Kudus. Sebagai puteri Allah Bapa, Bunda Maria
senantiasa taat dan senantiasa melaksanakan kehendak Allah Bapa di sepanjang langkah
hidupnya. Sebagai puteri Allah Bapa, Maria menunjukkan ketaatannya untuk bekerjasama
dengan Allah dalam karya keselamatan. Sebagai bunda Allah Putera, Maria berpartisipasi dalam
karya penyelamatan manusia dan senantiasa membawa seluruh umat Allah kepada Puteranya.
Sebagai mempelai Allah Roh Kudus, Maria menjadi sosok yang kudus dan tak bercela.
Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang
menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati
oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah
terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-
beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan
membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya
sumber. Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada
di bawah Kristus seperti itu. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada
kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri
dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 62)

III. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda
Allah (Theotokos)

Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai
Bunda Allah. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh gelar tentang Maria bersumber pada
kenyataan bahwa Maria adalah Bunda Allah, bunda Sang Penebus. Oleh karena itu, semua gelar
Maria senantiasa bersumber pada misteri Inkarnasi Kristus. Jadi, seluruh gelar Maria adalah
untuk semakin memperkuat pengajaran tentang Inkarnasi Kristus.

III.3. Pengajaran Magisterium Gereja: Theotokos

Gereja Katolik mengajarkan:


“Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah” (De fide) ((Ludwig Ott, Fundamentals of
Catholic Dogma, p. 196)).

Doktrin Maria sebagai Bunda Allah/ “Theotokos” ……. dinyatakan Gereja melalui Konsili di
Efesus (431) dan Konsili keempat di Chalcedon (451). Pengajaran ini diresmikan pada kedua
Konsili tersebut, namun bukan berarti bahwa sebelum tahun 431, Bunda Maria belum disebut
sebagai Bunda Allah. Kepercayaan Gereja akan peran Maria sebagai Bunda Allah dan Hawa
yang baru sudah berakar sejak abad awal. Keberadaan Konsili Efesus yang mengajarkan
“Theotokos” tersebut adalah untuk menolak pengajaran sesat dari Nestorius. Nestorius hanya
mengakui Maria sebagai ibu kemanusiaan Yesus, tapi bukan ibu Yesus sebagai Tuhan, sebab
menurut Nestorius yang dilahirkan oleh Maria adalah manusia yang di dalamnya Tuhan tinggal,
dan bukan Tuhan sendiri yang sungguh menjelma menjadi manusia. Konsili Efesus
mengajarkan:

“Jika seseorang tidak mengakui bahwa Emmanuel adalah Tuhan sendiri dan oleh karena itu
Perawan Suci Maria adalah Bunda Tuhan (Theotokos); dalam arti di dalam dagingnya ia [Maria]
mengandung Sabda Allah yang menjelma menjadi daging [seperti tertulis bahwa “Sabda sudah
menjadi daging”], terkutuklah ia.” (D113)
Bahwa Maria adalah Bunda Allah adalah pengajaran Gereja sepanjang sejarah dan ini ditegaskan
kembali dalam Konsili Vatikan II:

“Sebab perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati
maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai
Bunda Allah dan [Bunda] penebus yang sesungguhnya.” (Lumen Gentium 53)

IV. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam
rencana keselamatan Allah.

Karena peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah ini maka ia dipersiapkan dan dikuduskan oleh
Allah. Peran sebagai Bunda Allah dalam rencana keselamatan ini menjadikan Maria sebagai
Hawa yang baru, yang bekerja sama dengan Kristus sang Adam yang baru, untuk
menyelamatkan manusia. Hal- hal yang berkaitan dengan keistimewaan Bunda Maria sebagai
Bunda Allah, dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok: a) persiapan Allah untuk menjadikan
Maria sebagai Bunda-Nya b) kerja sama Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah c)
buah/hasil yang diterima Maria dari perannya sebagai Bunda Allah.

IV.1 Persiapan Bunda Maria sebagai Bunda Allah

Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai
Bunda Allah. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Hawa yang baru,
dan Tabut Perjanjian Baru. Keberadaan Bunda Maria telah dinubuatkan sejak awal mula, yaitu
setelah kejatuhan Adam dan Hawa. Jika melalui Hawa, manusia memperoleh maut, maka
melalui Maria, manusia memperoleh hidup kekal di dalam Kristus Tuhan yang dilahirkannya.
Untuk misi utamanya sebagai Hawa Baru dan Ibu Tuhan, maka Maria dikuduskan Allah.
Dikuduskan di sini artinya dibebaskan dari noda dosa asal, dan karenanya Maria tidak berdosa
dan tetap perawan sepanjang hidupnya.

IV.1.a Pengajaran Magisterium Gereja: Maria disucikan dan tetap perawan seumur
hidupnya

Atas perannya sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru, Bunda Maria dipersiapkan Allah,
sebagai berikut:

1. Maria dikandung tanpa noda, dibebaskan dari dosa asal (De fide)  ((lih. Dr. Ludwig Ott,
Fundamentals of Catholic Dogma, ed. James Canon Bastible, D.D, (Rockford, Illinois:
TAN books and publishers, Inc. 1974) p.203)).

Pembebasan dari dosa ini adalah persyaratan yang layak bagi seorang perempuan dan
keturunannya, yang akan melawan Iblis (lih. Kej 3:15). Bagaimanakah sang perempuan itu dapat
melawan Iblis, jika ia sendiri telah jatuh ke dalam perangkap Iblis itu?
Maka pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX dalam Bulla, “Ineffabilis Deus” mengajarkan
doktrin untuk diimani oleh semua umat beriman:

“Dengan rahmat yang unik dan hak istimewa yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh
jasa Yesus Kristus Sang Penebus umat manusia, Perawan Maria yang tersuci pada saat
konsepsinya, dibebaskan dari segala noda dosa asal.” (D 1641)

2. Sejak di kandungan, Maria dibebaskan dari concupiscence /kecenderungan berbuat


dosa (Sententia communis).

Walaupun hal ini bukan merupakan pengajaran de fide, namun para teolog secara umum
mengajarkan demikian berdasarkan ajaran St. Thomas Aquinas dalam ST III q. 27, a.3.

3. Akibat dari rahmat yang istimewa dari Tuhan, Maria dibebaskan dari setiap dosa
sepanjang hidupnya (Sententia fidei proxima). Konsili Trente (1545-1563) mengajarkan:

“Tidak ada orang yang benar dapat untuk sepanjang hidupnya menghindari semua dosa, bahkan
dosa- dosa ringan, kecuali atas dasar hak istimewa dari Tuhan, yang diyakini Gereja diberikan
kepada Perawan Maria yang terberkati.” (D 833)

Paus Pius XII dalam surat ensikliknya, Mystici Corporis, tentang Perawan dan Bunda Tuhan,
bahwa: “Ia tidak berdosa, baik dosa pribadi maupun dosa asal yang diturunkan.”

4. Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus Kristus (De
fide).

Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-
Perawan Maria”. Konsili ini merangkum ajaran-ajaran penting sehubungan dengan ajaran
bahwa Yesus, adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Termasuk dalam ajaran ini adalah
tentang keperawanan Maria.

Selanjutnya, pemahaman tentang Maria dikuduskan Allah diperoleh dengan memahami


perbandingannya dengan Tabut Perjanjian di PL. Jika Tabut Perjanjian Lama saja begitu
dikuduskan Allah, betapa Allah akan lebih lagi secara istimewa menguduskan Maria, Tabut
Perjanjian Baru, yang mengandung dan melahirkan Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi
daging, Sang Roti Hidup dan Sang Imam Agung. Sinode Lateran (649) di bawah Paus Martin I
mengatakan:

“Ia [Maria] mengandung tanpa benih laki-laki, [melainkan] dari Roh Kudus, melahirkan tanpa
merusak keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah melahirkan.”
(D256)
Keperawanan Maria termasuk 1) keperawanan hati, 2) kemerdekaan dari hasrat seksual yang tak
teratur dan 3) integritas fisik. Namun doktrin Gereja secara prinsip mengacu kepada
keperawanan tubuh/ fisik Maria. ((lih. Dr. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, Ibid.,
p.204))

5. Maria mengandung dari Roh Kudus, tanpa campur tangan manusia (De fide)

Ini sesuai dengan kabar gembira yang disampaikan oleh malaikat Gabriel (lih. Luk 1: 35). Maria
mengandung dari Roh Kudus dinyatakan dalam Syahadat Aku Percaya, “Qui conceptus est de
Spiritu Sancto.” (D 86, 256,993)

6. Maria melahirkan Putera-Nya tanpa merusak keperawanannya (De fide)

Keperawanan Maria pada saat melahirkan Yesus termasuk dalam gelar, “tetap perawan” yang
diberikan kepada Maria oleh Konsili Konstantinopel (553) (D214, 218, 227). Doktrin ini
diajarkan oleh Paus Leo I dalam Epistola Dogmatica ad Flavianum (Ep 28,2), disetujui oleh
Konsili di Kalsedon, dan diajarkan dalam Sinode Lateran (649). Prinsipnya adalah ajaran dari St.
Agustinus (Enchiridion 34) yang mengajarkan dengan analogi- Yesus keluar dari kubur tanpa
merusaknya, Ia masuk ke dalam ruangan terkunci tanpa membukanya, menembusnya sinar
matahari dari gelas, lahirnya Sabda dari pangkuan Allah Bapa, keluarnya pikiran manusia dari
jiwanya.

7. Setelah melahirkan Yesus, Maria tetap perawan (De fide).

Konsili Konstantinopel (553) dan Sinode Lateran menyebutkan gelar “tetap perawan”(D 214,
218, 227). St. Agustinus dan para Bapa Gereja mengartikan ayat yang disampaikan oleh Bunda
Maria, “karena aku tidak bersuami (I know not man)” (Luk 1:34) (Douay Rheims Bible) adalah
suatu ungkapan kaul Bunda Maria untuk hidup selibat sepanjang hidupnya.

IV.2. Buah yang diterima Bunda Maria setelah menunaikan tugasnya sebagai Bunda Allah

Peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah memberikan buah yang membahagiakan, walaupun tak
lepas juga dari penderitaan yang harus ditempuhnya demi kesatuannya dengan Kristus Putera-
Nya. Persekutuan yang sempurna antara Bunda Maria dengan Kristus inilah yang
membuatnya menjadi kudus, yang paling berbahagia di antara segala yang diciptakan, dan hal
ini sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci. Bunda Maria yang dikandung tanpa noda, dan hidup
tanpa dosa, kemudian diangkat ke surga oleh Kristus di akhir hidupnya, dan kini dimuliakan di
Surga bersama Kristus. Namun bagi kita umat Katolik, hal penghargaan kepada Bunda Maria ini
sesungguhnya bukan semata berpusat kepada Maria. Sebab, segala yang terjadi di dalam
kehidupan Maria oleh karena rahmat kasih karunia Tuhan merupakan penggenapan janji Allah,
yang bukan hanya diperuntukkan bagi Bunda Maria saja, tetapi juga bagi kita semua sebagai
anggota Gereja-Nya, pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

Dengan demikian secara garis besar, buah yang diterima oleh Bunda Maria dari perannya
sebagai Bunda Allah adalah: a) persatuannya yang sempurna dengan Kristus, yang
membuahkan kemiripannya dengan Kristus; b) Maria dimuliakan oleh Kristus, diangkat
ke surga dan menjadi ratu Surga; c) Maria menjadi Bunda Gereja, ibu bagi para orang
percaya.

V. Pengaruh doktrin Maria kepada kita umat beriman

V.1 Ketaatan dan kekudusan Maria: teladan kita

Ketaatan Maria menjadi contoh bagi kita, demikian juga dengan kekudusannya.

1. Ketaatan iman Maria ini bahkan dapat dibandingkan dengan ketaatan Bapa Abraham, sebagai
bapa umat beriman. Ketaatan iman Abraham menandai Perjanjian Lama, sedangkan ketaatan
Maria menandai Perjanjian Baru. Ketaatan iman Maria sampai di kaki salib Kristus mendorong
kita juga untuk taat sampai akhirnya, bahkan ketika ‘tidak ada dasar untuk berharap’ (lih. Rom
4:18).

Ketaaatan Bunda Maria ini mencakup ketaatan dalam mendengarkan Sabda Tuhan dan
melaksanakannya (lih. Luk 8:21). Kita patut mencontoh Bunda Maria yang taat dan setia
sepanjang hidupnya, ketaatan yang membawanya berdiri mendampingi Yesus sampai di kaki
salib-Nya.

2. Kekudusan Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru juga menjadi teladan bagi kita. Sebab dengan
tingkatan yang berbeda, sebenarnya kitapun menjadi tabut/ bait Allah (1 Kor 3:16; 6:19),
terutama pada saat kita menyambut Kristus dalam Ekaristi kudus. Seharusnya, seperti Maria
yang bergegas melayani Elizabeth, maka kita, setelah ‘mengandung’ Kristus di dalam tubuh kita,
selayaknya bergegas melayani sesama yang membutuhkan.

V.2. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda kita umat beriman

Ajaran tentang Tubuh Mistik Kristus yang disampaikan oleh Rasul Paulus (lih. Kol 1:18, Ef
4:15) menyatakan bahwa Kristus adalah Sang Kepala dan Gereja adalah Tubuh Kristus. Oleh
karena itu, Maria, dengan mengandung Kristus, juga mengandung semua umat beriman yang
adalah anggota dari Tubuh yang sama. Dengan demikian, Maria disebut sebagai Bunda rohani
kita.
Bunda rohani di sini tidak saja dalam arti ibu yang melahirkan kita secara rohani, tetapi juga ibu
yang memelihara dan membimbing kita. Saat ini Bunda Maria masih menyertai kita dengan doa-
doa syafaatnya untuk membimbing kita sampai ke surga.

V.3 Karena Maria adalah Ibu dan Perawan, maka Gereja juga adalah Ibu dan Perawan

Roh Kudus yang menaungi Bunda Maria, juga turun pada saat Pembaptisan. Rahmat ini
memberikan kekuatan kepada mereka yang dipanggil kepada hidup selibat bagi Allah.
Kehidupan semacam ini merupakan gambaran utama persatuan yang murni antara kodrat ilahi
dan manusia di dalam rahim Sang Perawan dan misteri Gereja yang agung. Inilah yang dimaksud
oleh St. Ambrosius ketika ia mengatakan: “Tuhan menampakkan diri-Nya di dalam daging dan
di dalam diri-Nya menggenapi perkawinan antara Tuhan dan kemanusiaan dan sejak itu
keperawanan kekal dari kehidupan surga telah menemukan tempatnya di antara manusia. Bunda
Kristus adalah seorang Perawan, dan karena itu, mempelai-Nya, yaitu Gereja, juga adalah
Perawan.” ((Hugo Rahner, Our Lady and the Church, Michigan: Zaccheus Press, 2004, p. 33))

V.4. Pengangkatan Maria: gambaran akhir kita kelak

Pengangkatan Bunda Maria dan dimahkotainya di Surga, memberi gambaran akan penerapan
rahmat kemenangan yang diperoleh Kristus kepada Bunda Maria, yang merupakan murid-Nya
yang terbesar. Pengangkatan dan pemberian mahkota ini juga memberikan gambaran akan apa
yang akan dan dapat kita peroleh (tentu dengan derajat yang lebih rendah dengan yang dicapai
oleh Bunda Maria) di akhir nanti, jika kitapun setia menjadi murid Kristus. Pengangkatan Bunda
Maria memberi gambaran akan kebangkitan badan di akhir jaman (lih. Yoh 6:39; lih.
Munificentissimus Deus 42). Peristiwa Maria dimahkotai di surga memberikan gambaran akan
pemberian mahkota surgawi/ mahkota kehidupan kepada anak- anak Allah yang berhasil
memenangkan perlombaan iman, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus (lih 1 Kor 9:24-25; 2
Tim 4:8), dan oleh Rasul Yakobus (Yak 1:12) dan Rasul Yohanes (Why 2:10).

Anda mungkin juga menyukai