Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat
poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia terhadap
berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik
spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk
proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri
ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai karakteriskik tertentu pula.
Salah satu penyakit yang mempengaruhi sistem imun tubuh adalah AIDS.
Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada
obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV, sehingga
penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat
menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin
kita sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-
seminar, tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS.
Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung
karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi
mental, orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan
penderitaan batin yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah
AIDS adalah suatu masalah besar dari kehidupan kita semua. Dengan
pertimbangan-pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar, sebagai
bagian dari anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa
perlu memperhatikan hal tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, kami tertarik
untuk membuat makalah konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan tentang
HIV/AIDS.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami konsep dasar penyakit dan konsep asuhan keperawatan HIV/AIDS.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit HIV/AIDS
b. Untuk memahami konsep asuhan keperawatan HIV/AIDS

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat yang didapat dari pembuatan makalah ini yaitu mahasiswa dapat
lebih memahami tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan HIV/AIDS dan dapat mengaplikasikan teori penyakit HIV/AIDS ini
di lapangan (klinik).

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit HIV/AIDS


2.1.1 Pengertian
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang
disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala
penyakit yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun, oleh karena adanya
Human Immunodeficiency Virus (HIV) di dalam darah. Human Immunodeficiency
Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih manusia dan
menyebabkan menurunnya kekebalan/daya tahan tubuh. Virus HIV merupakan
retrovirus yaitu virus yang mengubah asam ribonukleat (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. Dalam bentuknya
yang asli, virus ini merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel limfosit T,
karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Di dalam sel
limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap
hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam
tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan
dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. (Ika Puspitasari, 2011).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Sedangkan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan AIDS. HIV sistem
kerjanya menyerang jenis sel darah putih yang menangkal infeksi.Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut T4 atau sel T penolong (T helper) atau
juga sel CD4. HIV tergolong ke kelompok retrovirus subkelompok lentivirus.
Dikatakan kelompok retrovirus karena virus ini mempunyai kemampuan
membentuk DNA dari RNA virus, sebab mempunyai enzim transkiptase reverse.
Enzim ini dapat menggunakan RNA virus sebagai template untuk membentuk

3
DNA yang kemudian berintegrasi dalam kromosom inang (host) dan selanjutnya
bekerja sebagai dasar untuk replikasi HIV. Juga dapat dikatakan mempunyai
kemampuan mengopi cetak materi genetik diri di dalam materi genetic sel-sel
yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T4
(Hidayat, 2012).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia
dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2007).
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya
sistem kekebalan tubuh, sehingga klien AIDS mudah diserang oleh infeksi
oportunistik dan kanker.

2.1.2 Tanda dan gejala


Tanda gejala secara klinis pada penderita AIDS sulit untuk diidentifikasi.
Hal ini disebabkan karena simptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah
bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita
penyakit lain, namun secara umum tanda dan gejala yang dapat diamati yaitu :
1. Rasa lelah dan lesu yang berkepanjangan
2. Berat badan menurun secara drastis lebih dari 10% tanpa alasan yang jelas
dalam 1 bulan.
3. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
4. Diare terus menerus dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru-paru
8. Kanker kulit
9. Sakit kepala
10. Sakit tenggorokan dengan faringitis

4
11. Eritema
Selain tanda gejala seperti diatas, adapun transmisi infeksi HIV dan AIDS
yang terdiri dari lima fase yaitu sebagai berikut :
1. Periode jendela : Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut : Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik : Lamanya 1-15 atau lebih dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik : Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, diare, neuropati, lemah, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS : Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem
tubuh, dan manifestasi neurologis.
Menurut Mandal (2004), tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas
dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan
dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung
HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat
dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun
dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini
disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja
sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang
mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak
disadari dapat menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk
ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut :
1. Gejala Mayor
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal

5
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya :
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6
minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV
akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit
secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Klien dengan tingkat
RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada
klien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.
Stadium perkembangan dari infeksi HIV menjadi AIDS terbagi menjadi
empat stadium :
1. Stadium satu
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif, rentan waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi

6
terhadap HIV menjadi positif yang disebut window period yang lamanya antara
satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
2. Stadium dua (asimptomatik/tanpa gejala)
Di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan
gejala-gejala, keadaan ini dapat berlangsung selama 5 sampai 10 tahun. Cairan
tubuh klien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV
kepada orang lain.
3. Stadium tiga
Terjadi pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata, tidak
hanya muncul pada tempat saja dan gejala berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium empat (AIDS)
Individu mengalami bermacam-macam penyakit (infeksi oportunistik).

2.1.3 Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik
lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang
memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut
berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada
saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai
antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel,
virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve
transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel
DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk
memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4.
kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah
terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu
menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang
limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling

7
sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh
suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya
sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan
kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam
fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan
mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung
pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi
aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.
Menurut Long (2000) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual,
tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV
masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus
melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan
metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan
memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai
berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV
masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat
malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi
lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat
persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini
terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe
sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel
dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua
tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau
lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.

8
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
a. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat
malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan
10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia
complex)
Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati,
neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara
fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan
motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi,
kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa
(PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated
desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri,
bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-
paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus,
intestinum)
d. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
e. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana
sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga
HIV menguasai tubuh.

Pathway (terlampir)

9
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi
HIV/AIDS berdasarkan tes yang dapat mendeteksi adanya antigen dan antibodi
HIV. Tes cepat (rapid) untuk HIV ada 3 antara lain :
1. Test ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
ELISA merupakan komponen integral dari laboratorium klinik. Tingkat
sensitifitas yang tinggi dan minimnya pengunaan radioisotop menyebabkan tes ini
luas digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi secara kualitatif dan
kuantitatif. Jika digunakan dengan baik, tes ini mempunyai sensitifitas > 98%.
Dasar pemeriksaan ini adalah mereaksikan antigen HIV dengan serum. Apabila di
dalam serum terdapat antibodi HIV, akan terjadi ikatan antigen-antibodi. Serum
ditambahkan anti IgG yang bertanda peroksidase. Terjadi ikatan antigen-antibodi
dengan anti IgG peroksidase. Peroksidase yang terikat akan memecah substrat
yang ditambah sehingga menghasilkan perubahan warna yang akan dibaca dengan
spektrofotometer. Jika terdeteksi antibodi virus di dalam jumlah besar akan
memperlihatkan warna yang lebih tua.
Bila tes antibodi berdasrkan ELISA digunakan untuk skrining populasi
dengan prevalensi infeksi HIV yang rendah (misalnya donor darah), hasil yang
positif dalam sampel serum harus dikonfirmasi dengan tes ulang. Hal ini untuk
mencegah hasil pemeriksaan yang positif palsu atau negatif palsu. Oleh karena itu,
pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika menunjukkan hasil positif,
dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik untuk konfirmasi.
2. Tes Western Blot
Tes Western Blot merupakan cara pemeriksaan yang lebih spesifik,
dimana antibodi terhadap protein HIV dari berat molekul tertentu dapat terdeteksi.
Tes ini menggunakan kombinasi dari elektroforesis dan tes ELISA sehingga dapat
menentukan respon terhadap berbagi protein spesifik.
Cara pemeriksaan, HIV yang telah dimurnikan kemudian dielektroforesis
dengan poliakrilamid. Hasil pemisahan berabagi antigen HIV dipindahkan ke
kertas nitoroselulosa yang kemudian dipotong menjadi potongan-potongan kecil
dan diinkubasi dengan serum yang diperiksa. Adanya antigen HIV akan
menghasilkan pita-pita pada berat molekul yang sesuai.

10
Tes Western Blot paling sering digunakan untuk konfirmasi dari tes
skrining serologi reaktif untuk antibodi HIV. Tes ini dianggap positif untuk HIV-1
bila mengandung pada pita-pita pada berta molekul yang sesuai untuk protein inti
virus (p24) atau glikoprotein selubung gp41, gp120 atau gp160. kemampuan
untuk mengenali reaktifitas spesifik terhadap protein tertentu menyebabkan tes ini
mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk mendeteksi materi genetic virus pada darah.
Pemeriksaan ini sangat akurat dan dapat mendeteksi infeksi virus HIV secara dini.
Tes PCR dapat mendeteksi virus 14 hari setelah infeksi. Dalam penelitian infeksi
HIV digunakan 2 bentuk PCR, yaitu PCR DNA dan PCR RNA. PCR RNA telah
digunakan, terutama untuk memantau perubahan kadar genom HIV yang terdapat
dalam plasma. Pengujian PCR ini menggunakan metode enzimatik untuk
mengaplifikasi RNA HIV sehingga dengan cara hibridisasi dapat dideteksi. Tes
berbasis molekuler ini merupakan cara yang sangat sensitif.
Pengujian PCR DNA dikerjakan dengan mengadakan campuran reaksi
dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah
diprogram pada temperature yang diinginkan. Pada dasarnya target DNA
diekstraksi dari spesimen dan secara spesifik membelah dalam tabung sampai
diperoleh jumlah yang cukup yang akan digunakan untuk deteksi hibridisasi.
Diagnosis awal infeksi HIV pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
HIV sulit dilakukan karena adanya antibodi maternal membuat tes-tes serologik
tidak bersifat informatif. Pengujian PCR dapat memperkuat adanya genom HIV
dalam serum atau sel sehingga bermanfaat dalam diagnosis. Uji ini mempunyai
sensitifitas 93,2% dan spesifitas 94,9%.
Selain ada pemeriksaan diagnostik yang dilakukan secara cepat untuk
mengetahui apakah klien tersebut mengidap HIV atau tidak, masih ada cara
pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosa nantinya yaitu dengan tes gangguan
system imun yang mana dapat dilakukan dengan cara :
1. Hematokrit
2. LED

11
3. CD4 limfosit : jumlah CD4 akan menurun kurang < 200, pemeriksaan ini
penting untuk merencanakan pemberian terapi ARV
4. Rasio CD4/CD limfosit
5. Serum mikroglobulin B2
6. Hemoglobulin

2.1.5 Penatalaksanaan Medis


1. Non Farmakologi
1) Fisik
Aspek fisik pada PHIV (klien terinfeksi HIV) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
a. Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua klien setiap saat, pada
semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan klien
sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan
virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi :
a) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan tubuh
klien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata
pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah
melepas sarung tangan.
c) Dekontaminasi cairan tubuh klien.
d) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
e) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan
aman.

12
b. Pemberian nutrisi
Klien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam
jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari-
hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin sehingga
memerlukan makanan tambahan.HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan
gangguan penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau
habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan
mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah
makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan
tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
c. Aktivitas dan istirahat
a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hampir semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut, olah
raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan secara teratur
menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan
b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
(a)Perubahan sistem tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20 1/menit
pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet
dan jantung.
(b)Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran gas
serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.
d. Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga
intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa
adiposa menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga intensitas
tinggi kebutuhan energy meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob

13
2) Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
internal dan eksterna
3) Sosial
Dukungan sosial sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat
parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social meliputi
pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan,
atasan, dan konselor.
2. Farmakologis
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV
perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang
tercemar HIV.
1. Peran perawat dan pemberian ARV
a. Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah :
1) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistensi.
2) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek
samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai rasisten
terhadap obat yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi lain.
b. Efektivitas obat ARV kombinasi:
1) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang lebih tinggi
dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu
jenis obat saja.
2) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila klien lupa minum
dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
3) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga
kemungkinan efek samping lebih kecil.
2. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman

14
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi klien di lingkungan perawatan kritis.
3. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.
AZT tersedia untuk klien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk klien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
4. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD
4 dapat larut.
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan HIV/AIDS


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian dibagi menjadi dua antara lain data subyektif dan data
objektif. Data subyektif didapat melalui anamnesa ataupun aloanamnesa kepada
klien dan keluarga, sedangkan data obyektif didapat melalui pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang.

15
1. Identitas klien (nama klien, usia, diagnosa medik, tanggal masuk, alamat, suku,
agama, pekerjaan, status perkawinan, status pendidikan)
2. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit terdahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Keluhan waktu di data
6) Pola fungsi kesehatan (riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian klien meliputi evaluasi faktor-faktor fisik dan psikologis secara
luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam pengkajian menyeluruh terhadap
klien, dan berbagai masalah klien atau diagnosis keperawatan dapat diantisipasi
atau diidentifikasi dengan dibandingkan pada data dasar.
1) Keadaaan umum klien
2) Status Nutrisi dan Penggunaan Bahan Kimia
a) Mengukur tinggi dan berat badan
b) Mengukur lipat kulit trisep
c) Mengukur lingkar lengan atas
d) Mengkaji kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen
e) Kadar elektrolit darah
f) Asupan makanan
3) Keadaan khusus :
a) Obesitas : jaringan lemak rentan terhadap infeksi, peningkatan masalah teknik
dan mekanik (resiko dehisens), dan nafas tidak optimal.
b) Penggunaan obat dan alkohol : rentan terhadap cedera, malnutrisi, dan tremens
delirium. Klien pernah mengonsumsi narkotika.
c) Gejala : Tidak napsu makan, mual/muntah, perubahan kemampuan mengenali
makanan, disfagia, nyeri retrosternal saat menelan dan penurunan BB yang
progresif
d) Tanda : bising usus dapat hiperaktif, kurus, menurunnya lemak subkutan/masa
otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan

16
perubahan warna pada mulut. Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi
yang tanggal, dan edema (umum, dependen)
4) Status Pernapasan
a) Kaji adanya dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif, distres pernapasan, perubahan
bunyi napas/bunyi napas adventisius, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum)
b) Latihan nafas dan penggunaan spirometer intensif
c) Pemeriksaan fungsi paru dan analisa gas darah (AGD)
d) Riwayat sesak nafas atau penyakit saluran pernafasan yang lain.
5) Status Kardiovaskuler
a) Kaji adanya takikardi, sianosis, hipotensi, hipoksia, edem perifer, dizziness. 
b) Penyakit kardiovaskuler
c) Riwayat immobilisasi berkepanjangan
d) Kelebihan cairan/darah
e) Riwayat perdarahan.
6) Status Neurosensori
a) Kaji adanya angguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
b) Gejala : pusing, sakit kepala, perubahan status mental, berkurangnya
kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan
konsentrasi menurun. Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran,
kelemahan otot, tremor, perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan
pada ekstrimitas (paling awal pada kaki).
c) Tanda : perubahan status mental kacau mental sampai dimensia, lupa
konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, respon melambat, ide paranoid,
ansietas, harapan yang tidak realistis, timbul reflak tidak normal, menurunnya
kekuatan otot, gaya berjalan ataksia, tremor, hemoragi retina dan eksudat,
hemiparesis, dan kejang.
7) Muskuloskletal
Kaji adanya focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
8) Fungsi Lambung, Hepatik, Ginjal, dan Intestin

17
a) Kelainan hepar
b) Riwayat penyakit hepar
c) Status asam basa dan metabolisme
d) Riwayat nefritis akut, insufisiensi renal akut.
e) GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
f) GU : lesi atau eksudat pada genital,
9) Fungsi Endokrin
a) Riwayat penyakit diabetes
b) Kadar gula darah
c) Riwayat penggunaan kortikosteroid atau steroid (resiko insufisiensi adrenal)
10) Fungsi Imunologi
a) Kaji adanya alergi
b) Riwayat transfusi darah
c) Riwayat asthma bronchial
d) Terapi kortikosteroid
e) Riwayat transplantasi ginjal
f) Terapi radiasi
g) Kemoterapi
h) Penyakit gangguan imunitas (aids, leukemia)
i) Suhu tubuh.
11) Sistem Integumen
a) Riwayat cara pemakaian dan jenis narkotik
b) Keluhan kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif, terbakar,
gatal, nyeri, tidak nyaman, paresthesia
c) Warna, kelembaban, tekstur, suhu, turgor kulit
d) Alergi obat dan plesterriwayat puasa lama, malnutrisi, dehidrasi, fraktur
mandibula, radiasi pada kepala, terapi obat, trauma mekanik.
e) Perawatan mulut oleh pasien.
12) Eliminasi
a) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, disertai / tanpa kram abdominal.
Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.

18
b) Tanda : feses encer disertai/tanpa mukus atau darah, diare pekat yang sering,
nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, dan perubahan dalam
jumlah, warna, dan karakteristik urin.
13) Terapi Medikasi yang Dikonsumsi
a) Obat Anti Retroviral (ARV)
b) Obat-obatan yang dijual bebas dan frekuensinya
c) Kortikosteroid adrenal : kolaps kardiovaskuler
d) Diuretik : depresi pernafasan berlebihan selama anesthesia
e) Fenotiasin : meningkatkan kerja hipotensif dari anesthesia
f) Antidepresan : inhibitor monoamine oksidase (mao) meningkatkan efek
hipotensif anesthesia
g) Tranquilizer : ansietas, ketegangan dan bahkan kejang
h) Insulin : interaksi insulin dan anestetik harus dipertimbangkan
i) Antibiotik : paralysis system pernafasan.

4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi).
2) Tes Elisa
3) Western Blot
4) PCR
5) Pemeriksaan system imun.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan volume cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, infeksi saluran napas
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens-agens penyebab cedera
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya suplai O2
5. Hipertermi berhubungan dengan adanya penurunan respirasi

19
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient, ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, hipersensitivitas oral.
7. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik, penyebab
multipel
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah baring

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Kekurangan volume NOC: NIC:
cairan berhubungan 1. fluid balance 1. Pertahankan catatan
dengan kekurangan 2. hydration intake dan output
volume cairan aktif, 3. nutrion status : food & yang akurat.
kegagalan fluid intake 2. Monitor status hidrasi
mekanisme regulasi. Kreteria hasil : (kelembaban mukosa,
1. Mempertahankan urine nadi adekuat).
2. Output sesuai dengan 3. Monitor vital sign
usia, BB, BJ urine 4. Monitor intake cairan
normal yang masuk per hari.
3. Tekanan darah, 5. Kolaborasi pemberian
nadi,suhu tubuh dalam cairan IV
batas normal
4. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
5. Elastisitas turgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang
berlebihan
2. Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan napas Respiration status : 1. Ajarkan pasien batuk
berhubungan Ventilation efektif
dengan obstruksi Kreteria hasil : 2. Berikan O2 dengan

20
jalan napas, infeksi 1. Mendemonstrasikan nasal kanul
saluran napas batuk efektif dan 3. Beri posisi nyaman
mampu mengeluarkan pada pasien
sputum 4. Monitor respirasi
2. Mampu bernapas pasien
secara normal tanpa
ada napas tambahan
3. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan 1. Pain level 1. Lakukan pengkajian
dengan 2. Pain Control 2. Nyeri yang
agens-agens 3. Comfort level komperhensif
penyebab Kreteria hasil : gunakan teknik
cedera 1. Mampu mengontrol komunikasi terapeutik
nyeri untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang dengan 3. Kurangi faktor
menggunakan presipitasi nyeri
management nyeri 4. Kaji tipe dan sumber
3. Mampu mengenali nyeri
nyeri 5. Ajarkan pasien teknik
4. Menyatakan rasa distraksi dan relaksasi
nyaman setelah nyeri
berkurang
4. Pola napas tidak NOC : NIC :
efektif berhubungan 1. Respiration status 1. Ajarkan pasien
dengan menurunnya 2. Vital sign status pernapasan dalam.
suplai O2 Kriteria hasil : 2. Tinggikan kepala
1. Mendemonstrasikan dan bantu mengubah
batuk efektif dan posisi. Berikan
mampu mengeluarkan posisi semi fowler.
sputum 3. Berikan oksigen
2. Mampu bernapas tambahan.
secara normal tanpa 4. Mnitor TTV

21
ada napas tambahan
3. Status vital sign dalam
batas normal
5. Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan 1. Thermoregulation 1. Monitor TTV pasien
dengan adanya Kriteria hasil : 2. Monitor penurunan
penurunan respirasi 1. Suhu tubuh, nadi, dan kesadaran
respirasi dalam batas 3. Monitor intake dan
normal output cairan pasien
2. Tidak adanya kompres pasien
perubahan warna kulit 4. Berikan pengobatan
untuk mencegah
menggigil pada
pasien.
6. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. Nutrition status 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh 2. Weight control makanan
berhubungan Kriteria hasil : 2. Kolaborasi dengan
dengan 1. Adanya peningkatan ahli gizi untuk
ketidakmampuan u/ berat badan sesuai menentukan jumlah
mengabsorpsi dengan tujuan kalori dan nutrisi
nutrient, 2. Berat badan ideal yang dibutuhkan
ketidakmampuan u/ sesuai dengan tinggi pasien.
mencerna makanan, badan 3. Monitor jumlah
ketidakmampuan 3. Mampu nutrisi dan
menelan makanan, mengidentifikasi kandungan kalori
hipersensitivitas kebutuhan nutrisi 4. BB pasien dalam
oral. 4. Tidak ada tanda tanda batas normal
malnutrisi 5. Monitor adanya
5. Menunjukkan penurunan berat
peningkatan fungsi badan
pengecapan dari 6. Monitor mual dan
menelan muntah

22
6. Tidak terjadi 7. Monitor kadar
penurunan berat badan albumin, total
yang berarti protein, Hb, dan
kadar Ht
7. Gangguan eliminasi NOC : NIC :
urine berhubungan 1. Urinary elimination 1. Lakukan penilaian
dengan obstruksi 2. Urinary continuence 2. Kandung kemih
anatomik, penyebab 3. Merangsang reflek
multipel Kriteria hasil : kandung kemih
1. Kandung kemih kosong dengan menerapkan
secara penuh dingin pada perut
2. Tidak adanya residu 4. Pantau intake dan
urine > 100-200cc output cairan
3. Balance cairan 5. Pasang kateter
seimbang 6. Toilet training
4. Tidak adanya spasme
bladder
8. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan 1.Activity tolerance 1. Bantu pasien
dengan kelemahan 2.Self care : ADLs mengidentifikasi
umum, tirah baring aktivitas yang bias
Kriteria hasil : dilakukan
1.Mampu melakukan 2. Bantu pasien miring
aktivitas sehari-hari kanan dan miring
(ADLs) mandiri kiri
2.TTV normal 2. Latih pasien ROM
3.Mampu melakukan pasif dan aktif
mobilisasi

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

23
dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.

2.2.5 Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan teratasi
2. Bersihan jalan napas efektif
3. Nyeri berkurang atau teratasi
4. Pola napas efektif
5. Hipertermi teratasi
6. Nutrisi pasien terpenuhi
7. Eliminasi urine pasien efektif
8. Pasien mampu melakukan aktivitas

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

24
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai
dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga klien AIDS
mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. Tanda gejala secara umum
tanda dan gejala yang dapat diamati yaitu : rasa lelah dan lesu yang
berkepanjangan, berat badan menurun secara drastis lebih dari 10% tanpa alasan
yang jelas dalam 1 bulan, demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam,
diare terus menerus dan kurang nafsu makan, eritema.

3.2 Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau pembaca
disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila
terdapat tanda dan gejala penyakit HIV/AIDS maka kita dapat melakukan
tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih
buruk. Kita sebagai seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
dengan baik dan profesional kepada pasien yang mengalami HIV/AIDS dan dapat
memberikan edukasi kepada pasien tentang HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika.

25
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaapius
FKUI.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya :


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth. Jakarta: EGC.

Wilkinson & Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai