Anda di halaman 1dari 11

p-ISSN: 2338-4387

e-ISSN: 2580-3247

Analisis Kesulitan Guru Paud dalam Membelajarakan IPA


pada Anak Usia Dini
Dyah Setyaningrum Winarni

Pendidikan IPA
IKIP Veteran Jawa Tengah
email: dyahsetya23@gmail.com

Abstrak

Pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai dasar pendidikan anak yang lebih tinggi
dan menyiapkan generasi pembelajar yang memilki jiwa kompetisi yang sehat sangat
penting. Hal tersebut bisa dilakukan melalui pembelajaran sains. Penelitian ini
menganalisis kesulitan guru PAUD dalam membelajarkan sains pada anak usia dini.
Metode yang digunakan deskriptif kualitatif dengan sampel 35 orang guru PAUD di
Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan teknik informant review atau umpan balik dari informan oleh Milles
dan Hubberman. Untuk menjamin validitas data yang dikumpulkan juga menggunakan
teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan guru PAUD dalam
membelajarkan sains pemahaman konsep sains yang masih kaku dengan mengikuti buku
acuan, keterbatasan alat, bahan, dan waktu, serta penerapan konsep sains yang belum
mengacu pada lingkungan anak usia dini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru PAUD harus ditingkatkan sesuai dengan tujuan
membelajarkan sains pada anak usia dini.

Kata kunci: pendidikan nak usia dini, sains, kesulitan guru PAUD

Abstract

Early childhood education (ECD) as the basis for higher education of children and
prepare the next generation of learners who have the spirit of healthy competition is very
important. This can be done through science lessons. This study analyzes the difficulties of
early childhood teachers in teaching science in early childhood. The method used was
descriptive qualitative with sample 35 early childhood teachers in the Tegowanu, Grobogan,
Central Java as the sample. The data were analyzed using the technique of informant
reviews or feedback from informants by Milles and Hubberman. To ensure the validity of
the data collected triangulation techniques were also used. The results show that the early
childhood teachers were facing the difficulties in teaching the concept understanding by
using the reference book, limited media, materials, and time, as well as the application of
science concepts which is not appropriate for early childhood environment. Based on these
results, it can be concluded that the competency of early childhood teachers must be
improved in accordance with the purpose of teaching science in early childhood.

Keywords: early childhood education, science, the difficulty of early childhood teachers

12 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini (PAUD) sudah mulai dicanangkan oleh pemerintah.
Berdasarkan kurikulum 2004 Taman Kanak-Kanak bahwa pendidikan anak usia dini
merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia dini yang dilakukan
dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani. Dengan upaya seperti ini anak diharapkan memiliki
kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pengenalan berbagai
macam bidang pendidikan akan mampu merangsang anak dalam memahami dan menjadi
acuan bakat yang dimiliki.
Bidang pendidikan yang harus dikenalkan kepada anak usia dini diantaranya
adalah sains. Pengenalan sains untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses
daripada produk. Sains bukan berisikan rumusan atau teori-teori yang kering melainkan
juga mengandung nilai-nilai manusiawi yang bersifat universal dan layak dikembangkan
serta dimiliki oleh setiap individu di dunia bahkan dengan bagitu nilai sains bagi kehidupan
menyebabkan pembekalan sains yang dapat diberikan sejak usia anak masih dini.
Anak usia prasekolah memiliki keterampilan proses sains yang hendaknya
dilakukan secara sederhana dan sambil bermain. Kegiatan sains yang diajarkan
memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup
maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya. Anak belajar menemukan gejala benda
dan gejala peristiwa dari benda-benda yang ada tersebut. Di sini ada keterkaitan langsung
antara pendidik dan peserta didik berlangsung sehingga dipastikan bahwa hasil pendidikan
juga tergantung dari perilaku pendidik dan perilaku anak sebagai peserta didik. Dengan
demikian dapat diyakini bahwa perubahan hanya akan terjadi jika terjadi perubahan
perilaku pendidik dan peserta didik. Oleh karena itu posisi pengajar dan peserta didik
sangat strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran (Surakhmad, 2000: 31).
Proses sains bagi anak-anak dapat menghantarkan menuju seorang sainstis yang
hebat. Misalnya anak yang berpotensi untuk menjadi seorang sainstis karena anak
dilengkapi dengan kemampuan dan penalaran untuk menempuh pengalaman-pengalaman
sains. Dengan segala potensi yang dimiliki oleh anak, seorang guru harus senantiasa dekat
dengan anak secara individual serta memberikan wawasan lebih luas, lebih kaya
pengalaman, dan lebih kuat dibandingkan dengan kehidupan dan keadaan anak-anak.
Guru sebagai fasilitator ditunjuk untuk mendorong agar anak dapat mempelajari sains
secara benar, mengingat semua yang sedang dan telah dipelajarinya dengan lebih baik.
Pengembangan pembelajaran sains akan berkembang dengan baik jika guru
mampu mengindividualisasikan sains pada anak secara baik yaitu menjadi sifat pribadi
melekat pada kehidupannya, berkembang sesuai karakteristiknya serta sesuai dengan

13 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


kesanggupan anak. Untuk mencapai kesempurnaan, guru harus mengenalkan sains pada
anak dengan mencocokkan atau mendekatkan suatu kebenaran dalam sistem
pengetahuan anak. Tujuan pendidikan sains sejalan dengan tujuan kurikulum sekolah bagi
anak usia dini yaitu, mengembangkan anak secara utuh dalam pikirannya, hatinya maupun
jasmaninya atau mengembangkan intelektual, emosional dan fisik jasmani maupun dari
segi kognitif, afektif dan psikomotorik anak. Oleh karena itu tujuan yang mendasar dari
pendidikan sains adalah untuk mengembangkan individu yang peduli terhadap rlingkungan
serta mampu menggunakan aspek fundamentalnya dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya.
Leeper 2002, (dalam Nugraha 2008: 55) dengan pengembangan pembelajaran
sains anak usia dini ditujukan untuk merealisasikan pengembangan pembelajaran sains
yang diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan dan pemahaman anak tentang alam
beserta isinya. Untuk itu guru harus membelajarkan sains sesuai dengan konsep sains
yang benar bagi anak usia dini.
Penelitian ini menganalisis kesulitan guru PAUD di Kecamatan Tegowanu,
Grobogan dalam mengajarkan sains pada anak usia dini. Pemilihan guru PAUD di
Tegowanu karena kecamatan tersebut menjadi tolok ukur keterampilan guru PAUD di
Kabupaten Grobogan. Selain menganalisis kesulitan guru PAUD dalam mengajarkan
sains, melalui penelitian ini ditemukan pula cara mengatasi permasalahan tersebut.

KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)


Tumbuh kembang anak pada usia dini merupakan usia emas (golden age) yang
sangat rentang dalam berbagai situasi dan kondisi yang ada di lingkungannya. Pada usia
ini perkembangan dan pertumbuhan anak, baik fisik, psikis, emosional, sosial, maupun
bahasanya. Beberapa faktor dapat mempengaruhi perkembangan anak, seperti keluarga,
lingkungan, maupun masyarakat dimana orang tua dan anak tersebut tinggal. Untuk itu
dalam pengelolaan PAUD memperhatikan aspek-aspek manajeman professional
(planning, organizing, actuating, and controlling) dapat memberikan kontribusi signifikan
dalam upaya mengantarkan masa perkembangan usia emas anak secara optimal.
Aspek-aspek yang diberlakukan dalam membelajarkann anak usia dini harus
sejalan dengan konsep dasar perkembangan anak usia dini. Dalam perkembangan anak
pada usia 0-8 tahun perkembangan fisik dan mental yang sangat berkembang pesat, anak
memasuki dunia dengan pengetahuan, kemampuan motorik yang mengejutkan, dan
kemampuan social dalam berinteraksi dengan orang disekitarnya, serta kemampuan untuk
belajar. Konsep pendidikan anak usia dini yang sejalan dengan pola perkembangannya
inilah yang diterapkan dalam pendidikan anak usia dini di Indonesia.

14 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


Anak akan mampu berkembang secara optimal, memerlukan penanganan
pendidikan anak usia dini yang disertai dengan pemahaman tentang menstimulasi anak,
atau cara memberikan kesempatan belajar anak. Dalam bukunya, Aswin (2003: 28)
menjelaskan tentang pembagian empat area perkembangan yang harus ditingkatkan
dalam kegiatan pendidikan dan perkembangan anak usia dini, yaitu: 1) Perkembangan fisik
anak, yang bertujuan supaya anak mampu mengendalikan atau mengontrol gerakan kasar
secara sadar dan untuk menstimulus keseimbangannya dalam mengontrol gerakan halus,
2) perkembangan kognitif anak, yang bertujuan supaya anak dapat belajar memecahkan
masalah yang dihadapi dan berpikir logis, 3) perkembangan sosial emosional, yang
bertujuan untuk memahami diri serta kaitannya yang berhubungan dengan orang lain yaitu
teman sebaya dan orang dewasa, bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang
lain, serta berperilaku sesuai dengan perilaku social secara umum, 4) perkembangan
bahasa anak, yang bertujuan supaya anak mampu mendengarkan secara aktif dan
berkomunikasi secara benar dengan menggunakan bahasa dan memahami bahwa segala
sesuatu dapat diwakilkan dengan tulisan serta dapat dibaca yaitu dengan mengenal abjad,
menulis angka dan huruf. Berdasarkan teori tersebut maka sains berperan dalam
mengembangkan kemampuan anak dalam berpikir logis, berekspresi, dan memecahkan
masalah, yang tentunya akan memberikan dampak positip bagi perkembangan motoriknya.

SAINS DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI


Sekolah sebagai salah satu tempat yang sangat berperan dalam menerapkan
pendidikan karakter yang akan berpengaruh pada perkembangan anak kedepannya.
Kurikulum 2004 tentang Taman Kanak-Kanak bahwa pendidikan anak usia dini merupakan
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia dini yang dilakukan dengan
memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani sang anak. Dengan upaya ini, anak diharapkan memiliki kesiapan
dalam memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pengenalan sains untuk anak pra
sekolah lebih ditekankan pada proses dari pada produk dimana anak diajak melakukan
kegiatan sain secara sederhana. Dengan cara ini anak belajar menemukan hal-hal baru
dari kegiatan sains sederhana tersebut.
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai
gejala benda dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau,
merasakan dan mendengar. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak
semakin memahami apa yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil
penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang
diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut. Melalui proses sains, anak dapat

15 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak menghubungkan
sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir logis. Anak usia dini
adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis yang
meliputi perkembangan intelektual, bahasa, motorik dan emosional.
Proses pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk
melakukan pengukuran. Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti
jengkal, depa atau kaki. Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak
secara bertahap berlatih menggunakan satuan yang memudahkan mereka untuk berfikir
secara logis dan rasional. Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan
intelektual anak. Karena dunia anak adalah bermain maka pembelajaran dapat dilakukan
melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Menurut Sudono
(2000:1) bahwa kegiatan bermain dalam dunia anak adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan atau tanpa mempergunakan alat untuk menghasilkan pengertian atau memberikan
informasi tertentu, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi dalam diri
anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan
objek- objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain itu, belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi,
mengulang, menemukan sendiri, mempraktekkan dan mendapatkan bermacam-macam
konsep.
Anak usia dini atau usia prasekolah, berada dalam masa emas perkembangan
otaknya. Salah satu hasil penelitian menyebutkan, kapasitas kecerdasan anak pada usia
empat tahun sudah mencapai 50%. Kapasitas ini akan meningkat hingga 80% pada usia
delapan tahun. Ini menunjukkan pentingnya memberi rangsangan pada anak usia dini.
Mengenalkan sains pada anak harus sesuai dengan tahapan umur dan perkembangannya.
Sebagian besar waktu dari anak usia dini dihabiskan bersama orang tua. Maka yang perlu
dilakukan orang tua adalah meluangkan sedikit waktu untuk bermain dengan anak. Dalam
situasi bermain itulah kita dapat melakukan eksperimen sains dan mengenalkan
matematika yang merupakan tuntutan dan kebutuhan esensial bagi anak usia dini. Dengan
bermain, anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik,
kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, nilai, dan sikap hidup.
Pembelajaran sains pada anak usia dini memiliki tahap-tahap perkembangannya
anatara lain seperti yang dikemukaan Sujiono (2008: 12) bahwa tahapan pengembangan
sains pada anak usia 4-5 tahun adalah mengerti tentang banyak hal seperti informasi yang
berhubungan dengan kejadian yang ada disekitarnya. Secara umum anak-anak lebih
menyukai percobaan-percobaan dengan bantuan orang dewasa. Anak mulai mampu

16 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


menyeleksi aktivitas yang dilakukan melalui perkiraan terhadap peristiwa yang akan terjadi.
Menikmati percakapan dengan teman sebaya seperti bermain dan melakukan percobaan,
belajar kata-kata baru dan bermain dengan bahasa. Menggunakan gambaran untuk
mewakili dan mengungkapkan ide-ide. Senang melihat buku-buku dan pura-pura
membacanya kemudian mengatakan tentang isinya berdasarkan karangannya sendiri.
Anak juga lebih menyukai gambar-gambar yang nyata dan jelas gambarnya.
Membelajarakan sains menjadi penting bagi anak usia dini karena membantu
anak aktif mencari informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu melalui eksplorasi anak akan
mampu memahami yang namanya dunia pengamatan. Setiap perubahan-perubahan yang
terjadi di sekitarnya, seperti perubahan antara pagi, siang dan malam ataupun perubahan
dari benda padat menjadi cair. Melakukan percobaan-percobaan sederhana, seperti biji
buah yang ditanam akan tumbuh atau percobaan pada balon yang diisi gas akan terbang
bila dilepaskan ke udara. Meningkatkan kreativitas dan pembaruan sehingga anak akan
dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Leeper 2002, (dalam Nugraha 2008: 55) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran
sains bagi anak usia dini adalah sebagai berikut: (1) supaya anak-anak memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains,
misalnya anak dapat memecahkan masalah mengapa kacang hijau tumbuh di tanah,
mengapa kacang hijau membutuhkan air dan sinar matahari, bagaimana jika tanaman
kacang hijau tidak diberi air dan sinar matahari; (2) supaya anak memiliki sikap ilmiah. Hal-
hal yang mendasar, misalnya: tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat
melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi yang
diterimanya serta bersifat terbuka; (3) supaya anak-anak mendapatkan pengetahuan dan
informasi ilmiah yang lebih baik dan dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak
berdasarkan pada standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan
merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif sesuai dengan kaidah-kaidah
keilmuan yang menaunginya; (4) supaya anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati
sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.
Ruang lingkup program pembelajaran sains untuk anak usia dini meliputi: (1)
materi yang terkait dengan bumi dan jagat raya (ilmu bumi), topik umum untuk
pembelajaran pada anak, biasanya meliputi pengetahuan tentang bintang, matahari dan
planet, tentang tanah, batuan dan pegunungan, serta kajian tentang cuaca atau musim; (2)
materi yang terkait dengan ilmu hayati (biologi), menggambarkan program sains yang
meliputi studi tentang tumbuh – tumbuhan, studi tentang binatang atau hewan, studi
tentang hubungan antara tumbuhan dan hewan, serta studi tentang hubungan antara
aspek–aspek kehidupan dengan lingkungannya; (3) bahan kajian yang terkait dengan ilmu

17 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


– ilmu fisika dan kimia, meliputi studi tentang daya, studi tentang energi, serta studi tentang
rangkaian dan raksi kimiawi.
Program pembelajaran sains terkait dengan pengembangan sikap – sikap sains.
Diarahkan pada penguasaan sikap yang mencerminkan seorang ilmuwan. Diantara
pembentukan sikap sains yang dapat dikembangkan dan diprogramkan adalah sikap rasa
tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur dan terbuka terhadap pendapat orang
lain. Permainan sains bermanfaat bagi anak karena dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan serta dapat menimbulkan imajinasi-imajinasi pada anak yang pada
akhirnya dapat menambah pengetahuan anak (Sujiono, 2008: 12).
Pengaruh kegiatan sains bagi perkembangan anak adalah pada setiap
pertambahan dan perkembangan anak memiliki karakteristik yang berbeda dalam
melakukan kegiatan-kegiatan sains. Yang harus diketahui adalah bahwa semua kegiatan
sains hendaknya dapat menstimulasi kegiatan belajar kognitif anak. Pada umumnya
kemampuan anak untuk bekerja sama muncul secara alamiah ketika mereka terlibat dalam
aktivitas kelompok. Perkembangan emosional dalam penjelajahan dan penemuan ilmu
pengetahuan sangat berpotensi mengembangkan rasa bangga dan saling menghargai.
Melalui penjelajahan sains akan muncul berbagai rasa keheranan dan atau menambah
rasa kegembiraan anak-anak sebagai ungkapan sepenuhnya rasa keingintahuan mereka.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan
berupa data deskripsi tentang kesulitan yang dihadapi oleh guru-guru PAUD. Data yang
dikumpulkan dituangkan dalam bentuk laporan uraian sehingga terlihat kesulitan apa saja
yang banyak dihadapi guru PAUD dalam membelajarkan sains. Subjek penelitian ini
diambil dari guru PAUD yang ada di Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan
sebanyak 35 orang tahun ajaran 2016/2017. Teknik penelitian ini adalah purposiv sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel yang sesuai dengan ciri-ciri dalam karakteristik penelitian
yang dilakukan.
Prosedur pengambilan data dengan melakukan wawancara, observasi, dan
dokumentasi terhadap setiap subjek penelitian. Instrumen menggunakan pedoman
wawancara dan observasi. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi
data. Teknik analisis data kualitatif Milles and Hubberman yang terdiri dari pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan. Penelitian ini menggunakan
teknik informant review atau umpan balik dari informan (Milles dan Hubberman, 1992:453).
Untuk menjamin validitas data yang dikumpulkan juga menggunakan teknik triangulasi
untuk lebih memvalidkan data. Teknik triangulasi yang peneliti gunakan dalam penelitian

18 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


ini adalah triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi teori. Pertama, triangulasi
sumber, yakni mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda.
Kedua, triangulasi metode, yakni mengumpulkan data yang sejenis dengan menggunakan
teknik atau pengumpulan data yang berbeda. Dalam hal ini untuk memperoleh data, maka
digunakan beberapa sumber dari hasil wawancara dan observasi. Ketiga, triangulasi teori
untuk mengintepretasikan data yang sejenis. Data tentang pembelajaran sejarah misalnya,
digali dari beberapa teori baik teori pendidikan, psikologi, maupun teori lain.

Gambar 1. Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah guru.
Kemampuan dalam menyampaikan materi ini akan berdampak pada kualitas pembelajaran
yang diajarkan pada siswa. Begitu juga pembelajaran pada anak usia dini. Guru PAUD
hendaknya menguasai makna atau arti dari konsep pembelajaran, terutama pembelajaran
sains. Selama ini guru PAUD menganggap membelajarkan sains cukup anak tahu apa itu
tumbuhan, hewan, tanpa mengetahui makna yang terkandung di alam. Selain itu
keterbatasan jumlah guru dibandingkan jumlah siswa yang harus didampingi tidak relevan
untuk dilakukan pembelajaran kelompok yang sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Hasil analisis deskriptif, data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada anak usia
dini adalah sesuatu yang sulit dan sedikit berbahaya di usianya yang masih dini. Dari
perhitungan rerata guru menjawab hampir 65% guru kurang memahami makna sains bagi
anak usia dini dan 75% guru menjawab bahwa dalam kurun waktu satu bulan hanya satu
atau dua kali pembelajaran sains dilakukan. Dengan data tersebut dapat diketahui bahwa
guru tidak membelajarkan sains secara maksimal kepada peserta didik sebagai dampak
kurang memahami pembelajaran sains yang diterapkan.
Hasil observasi dalam kelas, penguasaan materi pelajaran dalam membelajarkan
sains serta keterampilan menunjukkan beberapa guru kurang memahami cara-cara
membelajarkan sains pada anak usia dini. Wawancara dengan guru dan perilaku mengajar

19 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


di dalam kelas, guru belum secara maksimal menggunakan imajenasi anak usia dini
sebagai objek pembelajaran sains. Meskipun inovasi sudah dilakukan kesulitan yang lain
yang dihadapi guru berdasarkan hasil wawancara adalah ketersediaan alat dan bahan
serta keterbatasan waktu. Dalam membelajarkan sains guru PAUD terpaku pada materi
yang diterima ketika guru tersebut duduk dibangku sekolah atau perguruan tinggi.
Keterampilan guru PAUD dalam melihat sekitar dan mengkaitkannya dengan
sains masih kurang memadai. Hal ini diperkuat dari analisis deskriptif yang dilakukan
bahwa hampir 50% guru kesulitan mengajarakan sains karena keterbatasan waktu dalam
melakukan kegiatan sains. Konsep pebelajaran sains dapat dilakukan dengan kegiatan
kecil yang ada di rumah dapat dijadikan sebagi contoh dalam membelajarkan sains, seperti
kegiatan makan, minum, mencuci, bahkan bermain. Kegiatan mengajar sains pada guru
PAUD yang masih terpaku pada contoh yang ada di buku sehingga menjadikan guru
kesulitan dalam membelajarkan sains. Karena pada beberapa buku acuan yang digunakan
guru, terkadang alat maupun bahan yang dicantumkan dalam buku belum tentu ada di
sekolah maupun di suatu daerah lainnya. Konsep pembalajaran pada PAUD adalah
bermain. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustini at all (2016) bahwa sains yang
dibelajarkan pada anak prasekolah bermanfaat dalam menciptakan suasana
menyenangkan serta menimbulkan imajinasi-imajinasi pada anak yang lebih berkembang.
Kesulitan lain yang dihadapi guru adalah kontrol dalam kegiatan pembelajaran
sains. Dari hasil wawancara guru menjelaskan kesulitannya dalam mengatur siswa
mengikuti kegiatan sains. Apalagi jika satu guru harus mengontrol lebih dari 10 siswa dalam
satu kelompok belajar. Oleh karena itu guru cenderung menerapkan sains sebagai
pembelajaran tambahan yang dapat dilakukan, dan juga tidak harus dilakukan.
Kualitas pembelajaran merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa tinggi
kualitas interaksi antara guru dengan siswa yang terjadi dalam tempat pembelajaran (ruang
kelas) untuk mencapai tujuan pembelajaran atau mewujudkan kompetensi tertentu.
Interaksi tersebut melibatkan guru dan siswa yang dilakukan dalam lingkungan tertentu
dengan dukungan sarana dan prasarana tertentu. Dengan demikian keberhasilan proses
pembelajaran atau kualitas pembelajaran sangat bergantung kompetensi guru, kompetensi
siswa, fasilitas pembelajaran, lingkungan kelas, dan iklim kelas. Secara lebih spesifik,
Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional (2003: 89) merumuskan standar Kompetensi guru
sebagai berikut: 1) kompetensi pengelolaan pembelajaran yang terdiri atas: penyusunan
rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasibelajar
peserta didik dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, 2)
kompetensi pengembangan profesi, dan 3) kompetensi penguasaan akademik, yang terdiri

20 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


atas pemahaman wawasan kependidikan dan penguasaan kajian akademik. Menurut pasal
28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10
ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kompetensi guru terdiri dari: a)
kompetensi pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional; dan, d)
kompetensi sosial.
Kompetensi yang dijadikan acuan tersebut tidak semata-mata mutlak harus
terpenuhi, kesemuanya akan saling bersinergi untuk dapat dikembangkan menjadi lebih
baik. Seperti yang dikemukan dalam hasil penelitian yang dilakukan Agustini (2016: 9)
bahwa kemampuan guru dalam mengajar siswa ditubtut untuk lebih kreatif dan imajenatif
terutama dalam pembelajaran sains sehingga siswa mampu menolah motoriknya baik
motoric halus maupun motorik kasarnya. Kemampuan guru tersebut sebagai salah satu
upaya dalam mengatasi permasalahan yang sering muncul tentang bagaimana kompetensi
yang harusnya dimiliki siswa khususnya anak usia dini tidak tercapai.
Upaya mengatasi kesulitan kontrol maupun waktu guru melakukan kegiatan sains
secara demontrasi, sehingga guru lebih mudah dalam mengawasi siswa melakukan
kegiatan sains. Kepercayaan diri siswa akan tumbuh ketika siswa tersebut tertarik untuk
melakukan kegiatan sains yang serupa. Kesulitan yang lain dihadapi guru yang patut untuk
dikaji adalah sinkronisasi antara pembelajaran yang ada di sekolah dengan kegiatan anak
di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itu guru harus mampu mengambil sampel kegiatan
pembelajaran dari lingkungan dimana anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang. Untuk
itu mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya berdasarkan pada
hasil penilaian hasil belajar siswa semata, namun juga memperhatikan hasil penilaian
terhadap input serta kualitas pembelajaran itu sendiri.

SIMPULAN
Hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kesulitan guru dalam
membelajarakan sains adalah pemahaman konsep sains yang masih kaku mengikuti buku
acuan, keterbatasan alat, bahan, dan waktu, serta penerapan konsep sains yang belum
mengacu pada lingkungan anak usia dini. Adanya perbedaan kondisi suatu daerah
menyebabkan guru tidak mampu mengaplikasikan konsep sains, guru mengajarkan sains
pada anak usia dini seperti mengajarkan sains pada anak sekolah dasar. Oleh karena itu
kompetensi guru harus ditingkatkan sesuai dengan tujuan membelajarkan sains pada anak
usia dini. Pembelajaran sains tidak harus terlihat ilmiah sekali, tetapi cukup dengan
mengkaitkan pada kegiatan anak sehari-hari akan lebih mudah dipahami oleh logika dan
imajenasi anak usia dini. Dengan begitu konsep sains sudah tertanam dan menjadi pemicu
bagi anak untuk lebih bereksplorasi terhadap lingkungan di sekitarnya.

21 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017


DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Ketut Setia Adi., I Ketut Gading, dan Luh Ayu Tirtayani. 2016. Pengaruh Metode
Pembelajaran Eksperimen terhadap Keterampilan Proses Sains pada Kelompok
B Semester II TK Kartika VII-3. e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas
Pendidikan Ganesha, Volume 4 No.2: 1-10.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Aswin, Fauzia. 2003. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan


Fisik Motorik di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah.

Miles, M.B. and Huberman, A.M. (1984). Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New
Methods. Beverly Hills CA: Sage Publications.

Mulyasa. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nugraha, Ali. 2008. Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini. Bandung.

Sudono, A. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo.

Sujiono. 2008. Metode Pengembangan Fisik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Surakhmad, Winarno. 2000. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung:
Tarsito.

Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

22 | EduSains: Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.1; 2017

Anda mungkin juga menyukai