Anda di halaman 1dari 9

SOAL-SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STUDI HUKUM ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


TAHUN AJARAN 2021
DOSEN PENGAMPU : MOH. HATTA, MHI
IRFAN MA’RUF ALIMUDIN (05040320084)

1. Jelaskan hubungan antara hukum Islam, syariah dan fiqh ?


2. Bagaimana proses pemikiran hukum Islam ( tasyri’) pada masa kenabian ? jelaskan !!
3. Apakah secara formal sudah dibukukan kedua sumber hukum Islam ( al-Quran dan al-
Hadits) pada masa kenabian? Dan bagaimana eksistensi keduanya pada saat itu ?
4. Jika dihadapkan pada persoalan-persoalan yang baru, bagaimana upaya para sahabat
dalam mencari solusinya? Jelaskan beserta satu contoh persoalan baru pada saat itu !
5. Telah maklum, bahwa kodifikasi al-qur’an dilakukan pada masa khulafaurrosyidin dan
sekaligus sebagai hasil yang monumental, coba deskripsikan bagaimana hal itu
dilakukan ??
6. Jelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi pembinaan hukum Islam pada masa
tabi’in!!
7. Terdapat dua kelompok ulama yang dominan pada masa tabi’in, sebutkan dan jelaskan !!!
8. Jelaskan apa saja ciri yang menonjol dari fuqoha’ Madinah dengan fuqoha’ Hijaz (Iraq)
9. Jelaskan factor yang terpenting yang mempengaruhi pemikiran Imam Malik ( yang
tradisionalis dan yang banyak menggunakan hadits dalam berhujjah ) !!!
10. a. Jelaskan mengapa Imam Syafii membangun pemikiran fiqhnya secara moderat !
b. jelaskan apa yang dimaksud dengan qoul qodim dan qoul jadid sebagai bentuk
pemikiran Imam Syafi’I !!

&&& Selamat Mengerjakan &&&


Jawaban

1. Syari’ah terdapat di dalam al Qur’an dan sunnah Rasul saw. Kalau kita berbicara
mengenai arti syari’ah yang dimaksud ialah wahyu Allah dalam al Qur’an dan
sunnah Rasul. Sedangkan fiqih  terdapat dalam berbagai kitab fiqih, dan yang
dimaksud dengan fiqih adalah pemahaman atau penalaran pemikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk berijtihad tentang syari’at. Syariah dan fikih dapat
dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan, karena fikih adalah ujung tombak  dari
syariah (operasional syariah)

A. syari’ah yang bersifat fundamental, idealistis, dan otoritatif, sedangkan fiqh bersifat
liberal, realistis , dan instrumental ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasa
disebut tindakan hukum
B. Syari’ah adalah ciptaan atau ketetapan Allah serta ketentuan RasulNya, karena itu
kebenarannya mutlak (absolut) serta berlaku abadi sepanjang masa dimana saja. Fiqih
adalah hasil karya manusia, maka keberannya bersifat relatif dan tidak dapat berlaku
abadi, dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan
tempat lain
C. Syariah adalah satu (unity) dan fikih beragam/ berbilang (diversity). Dalam fiqih,
seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fukaha, antara lain para
pendiri empat imam mazhab yang ada dalam ilmu fiqih yang sampai sekarang masih
berpengaruh dikalangan umat Islam sedunia yaitu Abu Hanifah (pendiri mazhab
Hanafi), Malik bin Anas (pendiri mazhab Maliki) Muhammad Idris As-Syafi’i
(pendiri mazhab Syafi’i) dan Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab Hanbali).
D. Fiqih berisi rincian dari syari’ah karena itu dapat dikatakan sebagai elaborasi terhadap
syari’ah. Elaborasi yang dimaksud disini merupakan suatu kegiatan ijtihad dengan
menggunakan akal fikiran atau al ra’yu. Yang dimaksud ijtihad adalah suatu usaha
sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan
oleh seseorang  (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum
yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah
Rasulullah.
2. Sebelum di utusnya nabi Muhammad sebagai pemimpin baru bagi bangsa arab atau
nabi terakhir (rasul). Bangsa Arab ialah bangsa yang tidak mempunyai tata aturan
kemasyarakatan baik, sehingga banyak terjadinya kemaksiatan dan perlakuan tercela
lainnya dan hal itupun di sebut zaman jahiliah pada masa itu. Mereka tidak
mempunyai agama, tidak mempunyai undang-undang yang jelas, Dan tidak
mempunyai akhlak yg baik. Mereka dipengaruhi oleh kepercayaan yg bathil. Mereka
menggambarkan tuhan dalam bentuk berhala, ras bintang dan sebagainya. Mereka
hanya mempunyai beberapa ketentuan yang mereka pergunakan dalam
menyelesaikan pertengkaran.
Demikianlah keadaan perundang-undangan masa sebelum nabi diangkat menjadi
Rasul. Pada periode setelah nabi diangkat menjadi Rasul, Allah SWT menugaskan nabi
untuk :
1) Memperbaiki keadaan akhlak manusia dengan cara menanamkan kedalam diri
manusia untuk selalu berkelakuan baik dan menjauhi larangan Allah.
2) Memperbaiki aqidah umat manusia yang terlah terlanjur sangat rusak, dengan
cara menanamkan benih-benih ajaran bertauhid kepada Allah SWT
3) Menetapkan aturan-aturan pergaulan hidup, aturan-aturan muamalah sesama
anggota masyarakat untuk mewujudkan kemakmuran dengan cara menaati tasyri’.

3. Pada masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW, Alquran dan hadits sudah ditulis oleh
sahabat Nabi yang pandai membaca dan menulis. Hanya saja hadits-hadits Nabi
belum dibukukan, masih berupa As Sahifah As Shadiqah atau lembaran-lembaran
tulisan berisi hadis yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.
4. karena di dalam al-Qur’an dan Hadits tidak menashkan hukum bagi setiap kejadian
dan masalah. Maka para sahabat berijtihad dengan menggunakan qaidah-qaidah yang
berdasar al-Qur’an dan hadits
Contoh kasus : Kisah itu salah satunya terekam dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Aisyah. Dari Aisyah rhadiyallahu anha, dia berkata, “Ketika
Rasulullah SAW tiba di Madinah, kota itu adalah sarang wabah penyakit demam.
Banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang tertimpa wabah tersebut. Namun Allah
SWT menghindarkan Rasul-Nya dari penyakit itu. Ketika Abu Bakar, Amir bin
Fuhairah, dan Bilal tinggal di dalam satu rumah, mereka semua terserang penyakit
demam. Maka aku pun datang untuk menjenguk mereka (peristiwa ini terjadi sebelum
perintah menggunakan jilbab). Hanya Allah yang tahu tentang beratnya sakit yang
mereka alami. Aku pun datang dan menemui Abu Bakar dan menyapanya,
‘Bagaimana kabarmu, wahai ayahku?’“Lalu Abu Bakar pun menjawab: ‘setiap orang
boleh bersenang-senang bersama keluarganya di waktu pagi, padahal kematian itu
lebih dekat dengannya daripada tali sandalnya,’. Demi Allah, Abu Bakar tidak sadar
dengan apa yang diucapkannya. Kemudian aku datang menemui Amir bin Fuhairah
dan bertanya kepadanya, 'Bagaimana keadaanmu?'.

5. Belum enam bulan sejak wafatnya Rasulullah, dia telah merampungkan


penghimpunan itu dan mengusungnya ke atas punggung unta. Setahun sesudah
Rosulullah wafat, pecah perang Yamamah pada 12 Hijriah yang merenggut korban
tujuh puluh orang qurra’ syahid. Waktu itu Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin
al-Khattab membukukan surat-surat dan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf,
karena khawatir akan terjadi perang lagi serta khawatir akan punahnya para qurra’
dan hilangnya Al-Quran karena kematian mereka. Khalifah memerintahkan kepada
sekelompok qurra` sahabat di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al
Quran. Mereka menghimpun dari papan-papan, pelepah-pelepah kurma, dan kulit-
kulit domba yang terdapat di rumah Nabi yang ditulis oleh para penulis al-Quran, dan
tulisan-tulisan yang ada pada sahabat-sahabat yang lain hingga menjadi satu mushaf.
Kemudian setelah selesai Quran susun menjadi satu, lalu diserahkan dan disimpan
Abu Bakar sampai ia wafat. Setelah wafatnya khalifah pertama, al-Quran itu
berpindah tangan kepada Khalifah kedua Umah bin Khattab, dan sepeninggal beliau
ini, kemudian disimpan oleh salah seorang putrinya, yaitu Hafsah binti Umar bin Al-
Kattab yang merupakan istri Nabi Muhammad SAW.
Masa Khalifah Utsman bin Affan
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk irak, Abu
Hudzaifah melihat banyak perbedaan dalam cara mambaca Al-Qur’an. Sebagian
bacaan bercampur dengan kesalahan. Tapi masing-masing mempertahankan dan
kukuh pada bacaannya, hingga mereka saling mengkafirkan. Melihat kejadian ini
ia menghadap Khalifah Utsman untuk melaporkan peristiwa yang dilihatnya.
Maka Khalifah Utsman mengetahui bahwa al-Fuqan terancam perubahan dan
penggantian akibat sikap mempermudah dalam menyalin dan memeliharanya, ia
memerintahkan untuk mengambil mushaf yang disimpan oleh Ibunda Hafsah,
yakni merupakan naskah pertama, kemudian memerintahkan kepada lima orang
sahabat, yang di antaranya Zaid bin Tsabit, untuk menyalin mushaf tersebut.
Khalifah Ketiga juga memerintahkan agar semua naskah yang terdapat di negeri-
negeri Islam dikumpulkan dan dikirimkan ke Madinah, kemudian dibakar.
Mereka menulis lima mushaf Al-Quran. Satu naskah ditinggal di Madinah dan
empat yang lainnya dibagi-bagikan ke Makkah, Suriah, Kufah dan Basrah.

6. 1. Perluasan Wilayah
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, ekspansi (perluasan wilayah) dunia Islam
dilakukan sejak zaman khalifah. Langkah awal yang dilakukan Muawiyah dalam
rangka menjalankan pemerintahan memindahkan ibu kota negara, dari Madinah
ke Damaskus. Muawiyah kemudian melakukan ekspansi ke barat sehingga dapat
menguasai Tunisia, Aljazair, Maroko sampai kepada Samudra Atlantik.
Penaklukkan Spanyol dilakukan pada Al-Walid bin Abdul-Malik (khalifah
dari Bani Umayah yang berkuasa pada tahun 705–715), banyaknya daerah baru
yang dikuasai berarti banyak pula persoalan yang dihadapi oleh umat Islam,
persoalan tersebut perlu diselesaikan berdasarkan ajaran Islam karena agama
hanif (tauhid) merupakan petunjuk bagi manusia. Dengan demikian, perluasan
wilayah dapat mendorong perkembangan hukum Islam karena semakin luas
wilayah yang dikuasai berarti semakin banyak penduduk di negeri muslim

2. Perbedaan Penggunaan Ra’yu


Ra'yu adalah salah satu cara umat Islam untuk menetapkan suatu hukum dari
permasalahan-permasalahan kontemporer yang belum didapati dalam Al-Qur’an
dan sunah. Karena semakin luasnya wilayah Muslim, maka persoalan yang
mereka hadapi di daerah masing-masing berbeda, hingga muncullah hasil ijtihad
yang berbeda pula. Masing-masing ulama di daerah tersebut berupaya mengikuti
metode ijtihad sahabat yang ada di daerah mereka, sehingga muncullah sikap
fanatisme terhadap para sahabat tersebut. Dari perbedaan metode yang
dikembangkan para sahabat ini kemudian muncullah dalam fiqh Islam Madrasah
al-hadis (madrasah = aliran) dan Madrasah ar-ra’yu

7. A. Kelompok Rasionalis ( Ahlul Al Ra’yi)


Ahl Ra’yi merupakan sebutan yang digunakan bagi kelompok yang dalam
menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra’yu atau ijtihad ketimbang
hadis. Kelompok ini muncul lebih banyak di wilayah Iraq, khususnya di Bashrah dan
Kufah.Di samping itu, mereka juga meinim menggunakan hadis sehingga mendorong
mereka untuk menggunakan ra’yu juga dipengaruhi oleh ketatnya proses seleksi
mereka terhadap hadis dengan cara memberikan kriteria-kriteria yang sangat sulit.
Seleksi yang sungguh ketat yang mereka terapkan berpengaruh terhadap minimnya
hadis yang dapat diterima sebagai dasar hujjah. Pada dasarnya, seleksi ketat yang
mereka lakukan ini termotivasi oleh munculnya pemalsu-pemalsu hadis yang kala itu
jumlahnya yang tidak sedikit. Munculnya berbagai masalah baru yang membutuhkan
legitimasi hukum. Masalah-masalah ini muncul dikarenakan pesatnya perkembangan
budaya yang terjadi di Iraq kala itu, terutama yang berasal dari Persia, Yunani,
Babilonia dan Romawi dan ketika budaya-budaya yang berkembang ini bersentuhan
dengan ajaran Islam maka harus dicari solusi hukumnya. Minimnya hadis yang
mereka peroleh menggiring mereka untuk menggunakan ra’yu.jelaslah bahwa ahl
ra’yu dalam pelegislasian hukum lebih banyak menggunakan ra’yu ketimbang hadis.
Bila timbul suatu masalah yang memerlukan jawaban hukum maka mereka terlebih
dahulu mencari dalilnya di dalam Alquran. Sedangkan jika masih menemukan
sumber hukum yang yang tepat dan mereka pun mencarinya di dalam hadist akan
tetapi hadits tersebut ialah hadist yang memiliki kriteria shahih sehingga sedikit
hadist yg lolos seleksi pada tahap itu.
B. Kelompok Tradisionalis (Ahlul Al Hadits)
Ahl al-hadis merupakan kelompok di masa tabi’in yang dalam pelegeslasian
hukum Islam lebih dominan menggunakan hadis ketimbang ra’yu. Kelompok ini
merupakan kebalikan dari ahl ra’yu. Kelompok ini berkembang di Hijaz (Mekkah,
Madinah dan Thaif) dan memperoleh fiqh dari Zaid bin Tsabit, Aisyah, Abdullah bin
Abbas dan Abdullah bin Umar.Di antara bentuk-bentuk keistimewaan yang dimiliki
kelompok ahl hadis adalah Sangat kuat berpegang terhadap hadis dan tidak
memberikan kriteria yang sangat ketat dalam penukilan hadis, sebab mereka
berpandangan bahwa riwayat yang berasal dari penduduk Hijaz adalah siqat.Tidak
suka mempersoalkan atau mendiskusikan masalah-masalah yang belum muncul
karena akan mendorong penggunaan ra’yu. Dalam memahami suatu nash, sangat
berpatokan kepada makna zahir nash dan tidak mendiskusikan lebih lanjut tentang
alasan dan hikmah yang terkandung di dalam nash tersebut.Tidak menggunakan ra’yu
kecuali pada saat genting atau terpaksa.

8. Ciri – ciri fuqaha madinah yakni:


Terkenal dengan berpegang kepada nash-nash as-Sunnah dan memahaminya
secara literal (dhahir), dan juga menganggap bahwa fatwa sahabat juga sebagai
sumber hukum setelah al-Qur'an dan as-Sunnah.Aliran ini biasa disebut dengan ahl-
al-Hadist.
Ciri – ciri fuqaha iraq yakni:
Lebih menggunakan rasio dalam skala yang cukup luas dan menganggap hukum
syariat sebagai suatu takaran rasionalitas, dan aliranini juga cenderung lebih
menggunakan Qiyas (analogi) sehingga aliran ini dinamakan dengan ahl-al-ra‟yi.

9. Karena pada Masa mudanya Imam Malik tidak pernah keluar dari kota madinah
sehingga sangatlah kental dengan kebudayaan madinah di dalam dirinya dan juga
beliau pada masa mudanya menggunakan waktu dengan baik dan digunakan
untuk menuntut ilmu sehingga hari hari beliau selalu di sibukan dengan menuntu
ilmu tersebut, mula-mula ia menghafal sunnah dan fatwa sahabat, sedemikian
ketekunan Imam Malik dalam belajar hadist dan ilmu fiqih sudah tampak sejak
kecil, agaknya kehidupan Imam Malik di Madinah yang sedemikian rupa itu yang
menjadi faktor penting sehingga ia lebih cenderung banyak menggunakan hadist
dan menjauhi rasio yang sampai batas tertentu maka ulama disini lebih
mengetahui hadist dibanding ulama di daerah lain.

10. A. Terdapat 2 faktor utama, yakni:


1. Beliau memiliki keperibadian yang pintar, cerdas, dan pandai ber argumen. Beliau
setiap ber argumen selalu membuat kesepakatan bahwa argumen yang lemah akan
mengikuti arguman yang lebih kuat.
2. Beliau hidp di zamanyang mana beliau mengakomodasi dua aliran hukum Islam
yang berkembang saat itu, yaitu aliran tekstualis (madrasatul hadits) dan aliran
rasionalis (madrasatur ra’yi). Hasil kolaborasi keduanya dapat dilihat dari produk
hukum Imam Syafi’i yang selalu mengacu pada substansi nash (al-Qur’an dan as-
Sunnah), dan dalam teks tertentu dipadukan dengan dalil analogi (qiyas). Yang
kemudian di era sekarang lebih dikenal dengan istilah moderat.
Sehingga dapat di lihat bahwa imam syafi’i membangun peemikiran moderat
dengan menggunakan dasar dan pemikiran yang benar menurut pola pikir beliau

B. Qoul qodim dan Qoul Jadid adalah

1. Qoul Qadim itu pendapat Imam al-Syafi’i yang pertama kali difatwakan ketika
beliau tinggal di Bagdad Irak , setelah beliau diberi wewenang untuk berfatwa
oleh gurunya.

2. Qoul Jadid itu adalah pendapat Imam al-Syafi’i ketika beliau tinggal di Mesir
yang melihat fenomena sosial yang terjadi di masyarakat pada waktu itu dengan
memperbaharui, me-nasakh pendapat lamanya ketika berada di Irak.

Mencermati pengertian di atas bahwa lahirnya istilah qaul qadim dan qaul jadid
dilatar belakangi oleh beberapa hal antara lain:
1. Faktor Geografis.
2. Faktor Kebudayaan Adat Dan Istiadat.
3. Faktor Pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai