Anda di halaman 1dari 5

Berikut ini adalah metode pengukuran faal kerja, antara lain: 

1.      Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja


Menurut Kilnon menyatakan bahwa pengukuran denyut nadi selama bekerja
merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu
peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri
dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Peralatan
tersebut jika tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai
siopwatch dengan metode 10 denyut. Menurut (Oemijati, 1995) mengatakan
bahwa dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut,
yaitu:
Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh
cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan
pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisik maupun
kimiawi. Grandjean (2000) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri
tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya
ditentukan oleh jumlah kJ yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah
otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari
lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal
tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat untuk menghitung indek
beban kerja. Astrand & Rodahl (1997) dan Rodahl (1989) menyatakan bahwa
denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen
pada waktu kerja. Salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut
nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan
tangan. Didefinisikan oleh Grandjean (2000) bahwa denyut nadi untuk
mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis. Berikut
merupakan denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik, yaitu:
a.       Denyut nadi istirahat adalah rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.
b.      Denyut nadi kerja adalah rata-rata denyut nadi selama atau sesudah
melakukan pekerjaan.
d.      Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting dalam
peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Manuaba
(1996), menyatakan bahwa untuk menentukan klasifikasi beban kerja
berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut
nadi maksimum karena beban kardiovaskular (cardiovascular loud sama dengan
% CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut, yaitu:
Menurut Astrand and Rodahl bahwa untuk rumus matematis untuk
menghitung denyut nadi maksimum adalah sebagai berikut ini, yaitu:
Denyut Nadi Maksimum = 220 – umur
Hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan
klasifikasi seperti berikut, yaitu:
a.       Jika X < 30 % maka tidak terjadi kelelahan.
b.      Jika 30 < X < 60 % maka diperlukan perbaikan.
c.       Jika 60 < X < 80 % maka kerja dalam waktu singkat.
d.      Jika 80 < X < 100 % maka diperlukan tindakan segera.
e.       Jika X > 100 % maka tidak diperbolehkan beraktivitas.

2. Pengukuran Konsumsi Energi dan Konsumsi Oksigen


Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan
dengan cara tidak langsung yaitu dengan pengukuran tekanan darah, aliran
darah, komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan
jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru.
Penentuan konsumsi energi biasanya digunakan parameter indekx kenaikan
bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara
kecepatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan denyut jantung pada
saat istirahat. Untuk merumuskan hubungan antara expenditure dengan
kecepatan heart rate (denyut jantung).
Beberapa cara yang digunakan untuk mengukur konsumsi energi yaitu?
a. Konsumsi energi berdasarkan kapasistas oksigen terukur
Konsumsi energi dapat diukur secara langsung atau tidn langsung dengan
mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh akan
mendapatkan 4,8 kcal energy, dapat digambarkan dengan rumus dibawah ini,
dimana:
R: istirahat yang dibutuhkan dalam menit (recovery)
T: Total waktu kerja dalam menit
B: kapasitas Oksigen pada saat kerja (liter per menit)
S : kapasitas oksigen pada saat diam (liter per menit)

b. Konsumsi energi berdasarkan jenyut jantung (heart rate)


Denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, aka recovery
(waktu pemulihan) untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja.
Keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup
sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Murrel membuat metode untuk
menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik dengan
menggunakan rumus matematis yaitu:
Dimana:
R : istirahat yang dibutuhkan dalam menit
T : total waktu kerja dalam menit
W : Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit
S : pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kkal per menit.
(biasanya 5 Kkal/menit

3. Tingkat energi
Terdapat tiga tingkat kerja fisiologis yang umum yaitu istirahat. Limit kerja
aerobik dan kerja anaerobik. Pada tahap istirahat. Peneluaran energi diperlukan
untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut dengan tingkat
metabolisme basal atau Basal Metabolic Rate (BMR).

Berikut klasifikasi beban kerja berdasarkan tingkat energi:


Spesifik i

Klasifikasi beban kerja berdassarkan tingkat energi

4. Menentukan waktu standar dengan metode Fisiologi


Waktu standar ditentukan untuk tugas pekerjaan yang spesifik dan jelas
defenisinya. Pengukuran fisiologi dapat digunakan untuk membandingkan cost
energy pada suatu pekerjaan yang mmenuhi waktu standar dengan pekerjaan
serupa yang tidak standar. Dr.Lucien Broucha menetapkan klasifikasi beban
kerja dalam reaksi fisiologi untuk menentukan berat ringannya pekerjaan

Klasifikasi beban kerja dalam reaksi fisiologi


Pengukuran Fatigue
Fatigue adalah kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot –otot manusia
sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Semakin berat beban yang
dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan maka timbulnya fatigue
akan semakin cepat. Seseorang yang bekerja pada tingkat energi diatas 5.2 kkal
per menit, maka pada saat itu timbul rasa lelah.
Menurut murrel (1965) manusia masih mempunyai cadangan sebesar 25 kkal
sebelum munculnya asam laktat sebagai tanda saat dimulainya waktu istirahat.
Cadangan energi akan hilang jika manusia bekerja lebih dari 5,0 kkal/menit.
Timbulnya fatigue ini perlu dipelajari untuk menentukan kekuatan otot manusia,
sehingga kerja yang akan dilakukan atau dibebankan dapat disesuaikan dengan
kemampuan otot tersebut. Ralph M.bames menggolongkan kelelahan ke dalam
3 golongan
1. Merasa lelah
2. Kelelahan karena perubahan fisiologis dalam tubuh
3. Menurunnya kemampuan kerja
Pada hakekatnya kekuatan dan daya tahan tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh
otot saja tetapi juga dipwngruhi oleh faktor-faktor subyektif. Faktor yang
mempengaruhi fatigue tersebut antara lain:
1. Besarnya tenaga yang diperlukan dan kecepatan
2. Cara dan sikap melakukan aktifitas
3. Jenis olahraga, jenis kelamin dan umur
Cara yang bisa dilakukan untuk mengukur fatigue adlaah:
1. Mengukur kecepata denyut jantung dan pernafasan
2. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-par, jumlah
oksigen yang dipakai , jumlah CO2 yang dihasilkan , suhu badan,
komposisi kimia dalam urine dan darah. Jika suhu badan sebelum
aktifitas lebih tinggi dari suhu badan setelah aktivitas maka terjadi
kelelahan atau fatigue, demikian sebaliknya.
3. Menggunakan alat penguji kelelahan yaitu Riken Fuligue Inulikutor
dengan ketentuan engukuran elektroda logam melalui tes variasi
perubahan air liur karena lelah.

Anda mungkin juga menyukai