Anda di halaman 1dari 9

TUGAS HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

“Alur Proses Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara”

Oleh:

Nama : I Komang Ari Buana Nusantara Panasea


NIM :1704551161
Kelas :D
Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
Soal
1. Tunjukkan bagaimana alur proses penyelesaian sengketa peradilan tata usaha merujuk pada
UU Peradilan Tata Usaha Negara (Perkara terjadi hingga putusan).
2. Identifikasi beberapa perubahan dalam alur proses penyelesaian sengketa peradilan tata
usaha Negara pasca berlakunya UU Administrasi Pemerintahan.

Jawaban
1. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berikut alur penyelesaian dalam sengketa tata usaha negara sengketa tata, diantaranya :
1) Upaya Administratif
Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan
hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua
bentuk:
a. Keberatan
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
b. Banding Administratif
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
Tata Usaha Negara, yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan
Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada prosedur banding
administratif atau prosedur keberatan dilakukan penilaian yang lengkap, baik dari segi
penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Dari
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dapat dilihat apakah terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara itu terbuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk
ditempuh suatu upaya administratif
2) Gugatan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan ke PTUN yang berwenang
untuk mengadilinya.Penyelesaian sengketa di PTUN tahapannya dapat dilihat pada bagan
di atas dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Penelitian Administratif
Penelitian Administrasi dilakukan oleh Kepaniteraan, merupakan tahap pertama
untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar serta mendapat nomor
register yaitu setelah Penggugat/kuasanya menyelesaikan administrasinya dengan
membayar uang panjar perkara. UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
tidak menentukan secara tegas pengaturan tentang penelitian segi administrasi
terhadap gugatan yang telah masuk dan didaftarkan dalam register perkara di
Pengadilan, akan tetapi dari ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 yang antara lain menyatakan, “Syarat-syarat gugatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 56 tidak terpenuhi oleh penggugat sekalipun
ia telah diberitahukan dan diperingatkan”Dalam Surat Edaran MA No.2/1991 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam UU No. 5 Tahun1986 diatur
mengenai Penelitian Administrasi. Kemudian untuk penelitian syarat-syarat formal
gugatan, Panitera atau staf Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan
tersebut, untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan untuk ditindaklanjuti dengan
Prosedur Dismissal
b. Proses Dismissal
Setelah diajukan gugatan, maka akan dilakukan pemeriksaan dismissal atau rapat
permusyawaratan. Dalam rapat permusyawaratan ini, Ketua Pengadilan berwenang
memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak
berdasar, dalam hal:
1) pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang
Pengadilan;
2) syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi
tahu dan diperingatkan;
3) gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
4) apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat;
5) gugatan diajukan sebelum wwaktunya atau telah lewat waktunya
Terhadap penetapan ini dapat diajukan Perlawanan kepada Pengadilan dalam
tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan. Dalam hal perlawanan
tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan gugur demi hukum dan
pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
c. Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Dalam
pemeriksaan persiapan Hakim :
1) wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh
hari;
2) dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan.

Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan,


maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
Terhadap putusan ini tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan
gugatan baru. Namun, jika gugatan dari Penggugat dinilai oleh Hakim sudah
sempurna maka tidak perlu diadakan perbaikan gugatan. ·

d. Persidangan
Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat (Pasal 98
dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004). Ketua Majelis/Hakim
memerintahkan panitera memanggil para pihak untuk pemeriksaan persidangan
dengan surat tercatat. Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan
dan surat yang memuat jawaban oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat
jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Hakim
Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan
seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing. Kemudian, dalam hal
pembuktian, berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara Perdata,
maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa
bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Peratun dapat
menentukan sendiri :
1) Apa yang harus dibuktikan.
2) Siapa yang harus dibebani pembuktian hal apa saja yang harus dibuktikan oleh
hakim sendiri.
3) Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian.
4) Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan
Dimana, dalam proses pembuktian ini, alat bukti yang dimaksud terdiri dari Surat
atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangan saksi, Pengakuan para pihak, Pengetahuan
hakim. Kemudian, apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu hari
persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya. Lanjutan
sidang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak, dan bagi mereka
pemberitahuan ini disamakan dengan panggilan. Dalam hal salah satu pihak yang
datang pada hari persidangan pertama ternyata tidak datang pada hari persidangan
selanjutnya Hakim Ketua Sidang menyuruh memberitahukan kepada pihak yang
tidak hadir tentang waktu, hari, dan tanggal persidangan berikutnya. (Pasal 95 UU
No. 5 Tahun1986 jo UU No. 9 Tahun 2004). Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah
diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat
yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
e. Putusan
Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang
menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis
Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala
sesuatu guna putusan sengketa tersebut. Putusan dalam musyawarah majelis yang
dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali
setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakataan
bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tersebut
tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah
majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat
diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang
menentukan.Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang
yang terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan
kepada kedua belah pihak. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir
pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan
putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan. Tidak
diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum mengakibatkan putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

2. Beberapa perubahan dalam alur proses penyelesaian sengketa peradilan tata usaha Negara
pasca berlakunya UU Administrasi Pemerintahan yaitu diantaranya :
A. Objek dalam Sengketa TUN Sesudah Berlakunya UUAP
Sesudah berlakunya UUAP, maka kompetensi Peradilan TUN berubah, yakni
meliputi :
1) Pengujian Atas Keputusan Pemerintahan
Pengujian atas Keputusan Pemerintahan dalam UUAP ini merupakan perluasan
dari kompetensi Peradilan TUN sebelum berlakunya UUAP yang hanya berupa
pengujian atas Keputusan TUN sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 UU
Peradilan TUN. Dengan adanya Ketentuan Peralihan Pasal 87 UUAP tersebut,
maka kriteria Keputusan TUN dimaknai kembali dan diperluas yang bukan
hanya Keputusan TUN yang bersifat kongkrit, individual dan final serta
berakibat hukum sebagaimana UU Peradilan TUN, namun juga meliputi
tindakan faktual, kongkrit umum, final dalam arti luas, dan yang masih
berpotensi menimbulkan akibat hukum.
2) Pengujian Atas Tindakan Pemerintahan
Jika pengujian atas Keputusan Pemerintahan sudah menjadi hal yang lazim
dalam pemeriksaan sengketa TUN sejak berdirinya Peradilan TUN, Tindakan
Pemerintahan adalah hal baru bagi Peradilan TUN sejak adanya UUAP.
Tindakan Pemerintahan. Menurut UUAP, terdapat dua macam Tindakan, yaitu
tindakan faktual sebagai perluasan “penetapan tertulis” sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 UUAP, dan tindakan administrasi pemerintahan sebagaimana
dimaksud Pasal 1 angka 8 UUAP dan 23 pasal lainnya di UUAP.
3) Keputusan Fiktif Positif
Pada dasarnya, ketentuan tentang fiktif negatif telah diatur dalam Pasal 3 UU
Peradilan TUN. Namun, pasca adanya UUAP, adanya ketentuan mengenai
ketentuan fiktif positif yang terdapat dalam Pasal 53 UUAP yang menjelaskan
bahwa apabila Badan/Pejabat mendiamkan (melalaikan kewajibannya untuk
menerbitkan keputusan / melakukan suatu tindakan) atas suatu permohonan yang
diajukan oleh warga masyarakat, maka secara hukum permohonan tersebut
dianggap dikabulkan. Meski secara hukum suatu permohonan yang diajukan
telah dianggap dikabulkan, namun terdapat prosedur yang harus ditempuh untuk
mendapatkan Keputusan/Tindakan dari badan/pejabat dimaksud, yaitu harus
dilakukan permohonan terlebih dahulu ke Pengadilan TUN. Selanjutnya
Pengadilan TUN akan memutusnya paling lama 21 hari kerja, dan tidak ada
upaya hukum atas Putusan tersebut
4) Permohonan Penilaian Penyalahgunaan Wewenang
Berdasarkan Pasal 21 UUAP, perubahan yang terjadi yatu mengenai ketentuan
bahwa Peradilan TUN berwenang melakukan pengujian atas ada atau tidak ada
unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan
dalam menerbitkan Keputusan dan/atau melakukan suatu tindakan.
Menindaklanjuti pasal ini, Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam
Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewewenang, dimana pemeriksaannya
dilakukan secara sepihak (voluntair).
B. Subjek Dalam Sengketa TUN Sesudah Berlakunya UUAP
Selanjutnya, berdasarkan UUAP, terdapat beberapa pasal yang juga mengatur
tentang subjek dalam gugatan TUN, yaitu Pasal 1 angka 3dan angka 15, Pasal 4 ayat
(1), Pasal 40 dan Pasal 87 huruf f UUAP. Berdasarkan ketentuan Pasal-Pasal dalam
UUAP tersebut diatas, terbaca bahwa yang menjadi Subjek dalam sengketa TUN
sebelum berlakunya UUAP yaitu :
 Subjek penggugat: warga masyarakat, yaitu seseorang atau badan hukum perdata
yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan.
 Subjek tergugat: badan dan/atau pejabat pemerintahan, yaitu unsur yang
melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun
penyelenggara negara lainnya.
 Subjek intervensi: orang/badan hukum perdata sebagai pihak yang terkait
Dengan menyandingkan subjek hukum dalam UU Peradilan TUN dengan subjek
hukum dalam UUAP, diketahui beberapa hal, yaitu:
1) Penggugat adalah warga masyarakat, yaitu orang atau badan hukum perdata;
2) Tergugat adalah Badan/Pejabat TUN, dimana Badan/Pejabat TUN bukan
diartikan secara struktural-organisatoris, namun diartikan secara fungsional,
yaitu didasarkan pada pelaksanaan fungsi pemerintahan;
3) Dimungkinkan adanya pihak ketiga untuk masuk sebagai pihak intervensi dalam
sengketa TUN;
4) Terdapat sengketa TUN dalam UUAP yang menempatkan Badan/Pejabat TUN
sebagai Pemohon di Peradilan TUN

Anda mungkin juga menyukai