Anda di halaman 1dari 8

JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK TERIPANG BUTOH KELING


(Holothuria leucospilota) DARI PULAU LEMUKUTAN
TERHADAP Candida albicans

Rahman Firdaus1*, Puji Ardiningsih1, Savante Arreneuz1


1
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
*email: rahmanfirdaus24@gmail.com

ABSTRAK
Teripang merupakan biota laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia dan diketahui
mengandung metabolit sekunder yang salah satunya berfungsi sebagai antijamur. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan golongan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak
H.leucospilota yang berasal dari perairan pulau Lemukutan dan mendapatkan fraksi ekstrak
H.leucospilota yang paling aktif sebagai antijamur serta mengetahui kemampuan antijamurnya
terhadap jamur C. albicans. Analisis golongan metabolit sekunder menggunakan analisis
fitokimia sedangkan menentukan kemampuan bioaktivitas antijamur menggunakan metode
difusi agar. Metabolit sekunder yang diduga memiliki kemampuan sebagai antijamur adalah
saponin. Fraksi yang memiliki aktivitas antijamur C. albicans paling baik yaitu fraksi etil asetat
dengan zona bening sebesar 25,06 mm pada konsentrasi 100 g/ml. Kadar hambat minimum
(KHM) fraksi etil asetat yakni pada konsentrasi 0,005 g/ml dan pada konsentrasi 100 g/ml dan
10 g/ml memiliki aktivitas fungisidal. Fraksi etil asetat dari ekstrak H. leucospilota yang berasal
dari perairan pulau Lemukutan dapat menjadi alternatif antijamur.

Kata Kunci: Analisis fitokimia, Candida albicans, Difusi agar, Holothuria leucospilota

PENDAHULUAN manusia, mengakibatkan luka terasa nyeri


dan sulit untuk sembuh (Jawetz. et al.,
Teripang merupakan biota laut yang
2005). Pengobatan terhadap C. albicans
banyak ditemukan di perairan Indonesia,
dapat dilakukan dengan menggunakan
Pulau Lemukutan yang terletak di provinsi
antibiotik seperti Ketokonazole, Tolnaflate,
Kalimantan Barat juga memiliki potensi
Benzoic acid dan Sodiumtiosulfat. Namun
teripang yang tinggi. Salah satu jenis
menurut Utami (2012), penggunaan
teripang yang berada di perairan pulau
antibiotik dalam jangka waktu lama akan
Lemukutan yang jumlah populasinya banyak
mengakibatkan dampak negatif yang
dan mudah ditemukan ialah Butoh Keling
mengakibatkan jamur menjadi resisten atau
(Holothuria leucospilota). Menurut Albuntana
kebal terhadap antibiotik yang diberikan.
(2011), jenis teripang ini memiliki bioaktivitas
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan
yang tinggi yang berpotensi untuk diteliti
alternatif lain untuk mendapatkan antijamur
lebih lanjut sebagai bahan baku obat.
yang mampu menghambat dan membunuh
Athunibat et al. (2009) dalam penelitiannya
jamur. Berdasarkan hal tersebut perlu
mengatakan, bahwa jenis teripang H.
dilakukan penelitian mengenai potensi H.
leucospilota mengandung jumlah total
leucospilota dari perairan pulau Lemukutan
fenolat yang tinggi sehingga berpotensi
sebagai antijamur, khususnya jamur
sebagai antikanker dan antioksidan. Selain
C.albicans.
itu, menurut Han et al. (2009) H. leucospilota
mengandung saponin, yang ditambahkan
METODE PENELITIAN
oleh Ismail et al. (2008) saponin memiliki
aktivitas sebagai antimikroba. a. Alat dan Bahan
Candida albicans merupakan jenis Alat yang digunakan dalam penelitian ini
jamur yang dapat menginfeksi pada saat adalah autoklaf, blender, corong pisah, hot
keadaan sistem kekebalan tubuh menurun plate, incubator shaker, jangka sorong,
dan terjadi luka pada sistem pencernaan kawat ose, laminary flow cabinet, magnetic

7
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

stirer, mikropipet, neraca analitik, oven, sorong. Selanjutnya ditentukan juga sifat
penggaris, rotary evaporator, seperangkat fungistatik dan fungisidal dengan mengambil
alat gelas dan vortex. 1 ose pada zona bening kemudian
Jamur uji yang digunakan dalam digoreskan pada SDA dan diinkubasi selama
penelitian ini adalah kultur murni jamur C. 48 jam.
albicans yang diperoleh dari Laboratorium
Kesehatan Pontianak. Media yang HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan untuk isolasi, pertumbuhan jamur,
Ekstraksi
dan pengujian aktivitas antijamur adalah
Teripang H. leucospilota diperoleh dari
SDA dan SDB. Metanol, etil asetat, n
pulau Lemukutan Kalimantan Barat
heksan, DMSO (Dimethyl Sulfoxide) dan
berwarna hitam dan memiliki tentakel, bintil
Ketokonazole. Pereaksi Liebermann-
pada seluruh bagian tubuhnya, berlendir dan
Burchard, Pereaksi Mayer dan Wagner,
memiliki getah putih, dengan rata-rata
FeCl3, Serbuk Mg, HCl 2N dan aquadest.
memiliki panjang 25-35 cm. Sampel teripang
yang didapatkan kemudian dibersihkan isi
b. Metode
perutnya untuk menghindari pembusukan
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi
akibat mikroba yang terdapat pada bagian isi
dua tahap. Penelitian tahap I, mengekstrak
perut teripang. Kemudian dipotong kecil-kecil
metabolit sekunder H. leucospilota. Tahapan
dan dihaluskan untuk mempermudah proses
dari proses ekstraksi adalah merendam H.
ekstraksi sehingga didapatkan berat
leucospilota mencuci dan membersihkan isi
bersihnya sebanyak 10 kg.
perut H. leucospilota, memotong motong
Selanjutnya dilakukan maserasi dengan
daging H. leucospilota kemudian dikering
pelarut metanol untuk menarik metabolit
anginkan, dimaserasi dengan pelarut
yang terdapat pada ekstrak. Metanol
metanol selama 24 jam dan di pisahkan
memiliki sifat yang sangat baik dalam
antara filtrat dan residunya kemudian residu
melarutkan metabolit dari sampel, metanol
di rendam kembali dengan metanol dan di
dapat pemecahan dinding dan membran sel
lakukan berkali-kali hingga warna residu
akibat perbedaan tekanan didalam dan di
menjadi pucat. Filtrat kemudian dievaporasi
luar sel. Sehingga metabolit yang ada dalam
menggunakan rotary evaporator dengan
sitoplasma akan larut dalam pelarut metanol
suhu 40oC. Kemudian ekstrak kasar dipartisi
dan metabolit akan terekstraksi sempurna
dengan etil asetat dan n-heksan. Filtrat hasil
(Darwis, 2000). Maserasi dilakukan
partisi (fraksi metanol, fraksi etil asetat dan
berulang-ulang hingga warna dari sampel
fraksi n-heksan) di pekatkan dengan rotary
menjadi pucat. Warna sampel akan semakin
evaporator dengan suhu 40oC. Uji
pucat dikarenakan metabolit didalamnya
kandungan bioaktif mengacu pada metode
akan terlarut oleh pelarut yang digunakan.
skrining fitokimia yaitu menguji keberadaan
Filtrat yang telah didapatkan kemudian
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin,
dipekatkan dengan rotari evaporator
steroid, dan triterpen pada setiap fraksi.
menggunakan suhu 30-40o C. Ekstrak kasar
Penelitian tahap II, pengujian aktivitas
H. leucospilota didapatkan sebanyak 565,86
antijamur dari ekstrak H. leucospilota.
g dengan persentase rendemennya sebesar
Dilakukan uji aktivitas antijamur setiap fraksi
5,66%.
menggunakan metode sumur difusi agar
yang sebelumnya masing-masing ekstrak Fraksinasi
dan fraksi dilarutkan dengan DMSO, uji Fraksinasi dilakukan dengan cara partisi
kontrol negatif menggunakan DMSO dan menggunakan pelarut n-heksan dan etil
kontrol positif menggunakan ketokonazole asetat. Sehingga didapatkan fraksi metanol,
2%. Inkubasi dilakukan selama 24-48 jam, etil asetat dan n-heksan. Selanjutnya kedua
zona hambat di sekitar sumur diukur fraksi tersebut dipekatkan dengan rotary
menggunakan jangka sorong. Fraksi yang evaporator sehingga didapatkan ekstrak
memiliki aktivitas antijamur kemudian pekat fraksi methanol, etil asetat dan n-
ditentukan kadar hambat minimumnya heksan. Adapun hasil fraksinasi yang
(KHM) dengan konsentrasi 100; 10; 1; 0,1; didapatkan pada Tabel 1:
0,01; 0,005; dan 0,001 g/ml, Inkubasi
dilakukan selama 24-48 jam, zona hambat di
sekitar sumur diukur menggunakan jangka

8
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

Tabel 1. Fraksinasi Ekstrak H.leucospilota Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa


Fraksi
Berat Persen dalam fraksi metanol, etil asetat dan n-
Ekstrak (g) rendemen (%) heksan positif mengandung metabolit
Metanol 63,37 79,22 triterpenoid yang ditandai dengan
Etil Asetat 4,42 5,52 terbentuknya warna merah keunguan yang
N-heksan 12,21 15,26 diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard.
Keterangan: Fraksinasi dari ekstrak kasar H.
leucospilota sebanyak 80 g Senyawa triterpenoid ada yang memiliki
struktur siklik berupa alkohol yang
Berdasarkan Tabel 1, fraksi yang didapatkan menyebabkan senyawa ini cenderung
paling banyak ialah fraksi metanol yaitu bersifat semipolar (etil asetat) sehingga juga
sebanyak 63,37 g, sedangkan fraksi etil memungkinkan ditemukan pada fraksi
asetat sebanyak 4,42 g dan fraksi n-heksan metanol dan n-heksan (Titis et al., 2013).
sebanyak 12,21 g. Analisis fitokimia yang memberikan hasil
Pada fraksi metanol berbentuk gel dan positif selanjutnya ialah saponin, menurut
memiliki butiran kristal, menurut Aras (2013) Zhang et al. (2006) saponin merupakan
teripang yang berasal dari laut akan senyawa metabolit yang dominan dihasilkan
mengandung banyak partikel garam yang pada teripang. Saponin memiliki kerangka
berbentuk kristal yang larut dalam senyawa glikosida kompleks yang apabila dihidrolisis
polar. Sehingga fraksi metanol jauh lebih akan menghasilkan suatu senyawa
banyak dibandingkan dengan fraksi yang triterpenoid dan glikosida (gula). Begitu pula
lainnya. menurut Wu et al. (2007), senyawa saponin
larut dalam air sehingga metabolit tersebut
Analisis Fitokimia terkonsentrasi pada pelarut yang bersifat
Analisis fitokimia yang dilakukan yaitu uji polar, hal ini dikarenakan glikosa (gula)
steroid, triterpenoid, alkaloid, saponin, sangat banyak mengandung gugus OH-,
polifenol dan flavonoid. Hasil yang sehingga sangat baik larut dalam air dan
didapatkan dari analisis fitokimia ekstrak H. pelarut polar lainnya seperti metanol.
leucospilota pada Tabel 2: Berikutnya pada fraksi polar dan semi
polar memberikan hasil yang positif
Tabel 2. Analisis Fitokimia Ekstrak mengandung flavonoid, sedangkan fraksi
H.leucospilota non polar memberikan hasil yang negatif.
Uji EK FM FE FN Menurut Markham (1988), flavonoid memiliki
Steroid - - - - ikatan dengan gugus gula yang
Triterpenoid +++ ++ + +++ menyebabkan flavonoid bersifat polar
Alkaloid - - - - sehingga pada fraksi n-heksan memberikan
Saponin + ++ +++ -
hasil yang negatif terhadap flavonoid yang
Polifenol - - - -
Flavonoid +++ + ++ - dibuktikan dengan perubahan warna pada
Keterangan: EK : ekstrak kasar flavonoid dengan pereaksi Mg-HCl.
FM : fraksi metanol
FE : fraksi etil asetat Pengujian Daya Hambat Antijamur
FN : fraksi n-heksan
Pengujian daya hambat terhadap jamur
- : hasil negatif
+ : hasil positif lemah C. albicans dilakukan pada konsentrasi
++ : hasil positif kuat larutan uji ekstrak kasar, fraksi methanol, etil
+++ : hasil positif sangat kuat asetat dan n-heksan sebesar 100 g/ml. Hasil
pengujian didapatkan kemampuan daya
hambat antijamur sebagai berikut:

Keterangan:
A : Ekstrak Kasar
B : Fraksi Metanol
C : Fraksi Etil asetat
D : Fraksi n-heksan
E : Kontrol Positif
F : Kontrol Negatif
Gambar 1. Daya hambat antijamur ekstrak H. leucospilota terhadap jamur C. albicans

9
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

Dari pengujian tersebut didapatkan hasil Metabolit lain yang didapatkan dan
pengujian daya hambat antijamur sebagai memiliki kemampuan yang baik sebagai
berikut: antijamur berikutnya ialah saponin. Saponin
merupakan golongan metabolit yang dapat
Tabel 3. Aktivitas Hambat Antijamur ekstrak menghambat atau membunuh C. albicans
H. leucospilota terhadap jamur C. albicans dengan cara menurunkan tegangan
Larutan Uji
Diameter zona bening (mm) permukaan membran sterol dari dinding sel
Sumur I Sumur 2 Rata-Rata C. albicans, sehingga permeabilitasnya
EK (100 g/ml) 13,42 13,38 13,40 meningkat. Permeabilitas yang meningkat
FM (100 g/ml) 22,24 22,09 22,17 mengakibatkan cairan intraseluler yang lebih
FE (100 g/ml) 24,96 25,16 25,06 pekat tertarik keluar sel sehingga nutrisi, zat-
FN (100 g/ml) 0 0 0
zat metabolisme, enzim, protein dalam sel
KP (2%) 27,35 27,00 27,17
KN (10%) 0 0 0 keluar dan jamur mengalami kematian
Keterangan: EK : ekstrak kasar (Hardiningtyas, 2009).
FM : fraksi metanol Menurut Zhang et al. (2006) saponin
FE : fraksi etil asetat dihasilkan sebagai salah satu bentuk
FN : fraksi n-heksan mekanisme pertahanan diri secara kimiawi,
KP : kontrol positif
KN : kontrol negatif juga diyakini memiliki efek biologis, termasuk
diantaranya sebagai antijamur. Jawahar et
Hasil daya hambat ekstrak al. (2002) menambahkan, saponin dari laut
H.leucospilota terhadap C. albicans misalnya holothuria memiliki aktivitas
(Tabel 3) menunjukkan bahwa dari 4 hemolitik yang lebih besar bila dibandingkan
dengan saponin yang berasal dari darat
larutan uji yang diujikan terdapat 3 jenis
seperti tanaman.
larutan uji yang menunjukkan potensi Selain triterpenoid dan saponin,
antijamur yaitu ekstrak kasar, fraksi flavonoid juga memiliki kemampuan sebagai
metanol dan etil asetat, sedangkan fraksi antijamur. Menurut Pelczar dan Chan (1988)
n-heksan tidak memiliki kemampuan flavonoid merupakan senyawa fenolik.
untuk menghambat jamur C. albicans. Senyawa fenol bersifat dapat merusak
Apabila dibandingkan hasil tersebut membran sel sehingga terjadi perubahan
dengan hasil analisis fitokimia terlihat permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan
bahwa ketiga larutan uji tersebut memiliki terhambatnya pertumbuhan atau matinya
kesamaan metabolit yang terkandung sel. Cowan, (1999) menambahkan bahwa
didalamnya, yaitu triterpenoid, saponin senyawa fenol yang terdapat pada flavonoid
juga dapat mendenaturasi protein sel dan
dan flavonoid. Metabolit tersebut diduga
mengerutkan dinding sel sehingga dapat
memiliki aktivitas sebagai antijamur. melisiskan dinding sel jamur. Selain itu,
Menurut beberapa hasil penelitian senyawa fenol melalui gugus hidroksi yang
menunjukkan senyawa turunan terpenoid akan berikatan dengan gugus sulfihidril dari
memiliki aktivitas sebagai antimikroba protein jamur sehingga mampu mengubah
yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid, konformasi protein membran sel target yang
saponin dan triterpenoid glikosida mengakibatkan pertumbuhan sel jamur
(Gunawan, 2007). Bordbar et al. (2011) terganggu bahkan dapat mengalami
juga menyebutkan bahwa teripang kematian.
banyak mengandung glikosida terutama Hasil dari Tabel 3 menunjukkan terdapat
saponin yang terbukti memiliki aktivitas 3 jenis larutan uji yang memiliki aktivitas
sebagai antijamur yaitu ekstrak kasar, fraksi
antijamur dan antitumor. Menurut Ajizah
metanol dan etil asetat. Kemampuan
(2004), triterpenoid dapat menghambat antijamur tersebut berhubungan dengan
pertumbuhan dan membunuh mikroba metabolit yang terkandung didalamnya. Hasil
dengan mengganggu proses analisis fitokimia (Tabel 2) menunjukkan
terbentuknya membran atau dinding sel, ketiga larutan uji tersebut (ekstrak kasar,
sehingga membran atau dinding sel fraksi metanol dan etil asetat) memiliki
terbentuk tidak sempurna bahkan dapat kesamaan metabolit yang terkandung
tidak terbentuk. didalamnya yaitu triterpenoid, saponin dan
flavonoid. Sedangkan fraksi n-heksan juga

10
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

mengandung metabolit triterpenoid tetapi membandingkan diameter zona bening yang


tidak memiliki kemampuan untuk terbentuk pada tiap fraksi (Table 3).
menghambat pertumbuhan C. albicans. Pengujian One Way ANOVA dilakukan
Sehingga dapat dikatakan bahwa metabolit menggunakan tingkat keyakinan 95% dan α
yang berperan dalam menghambat sebesar 5%. Hasil pengujian One Way
pertumbuhan C. albicans adalah saponin ANOVA menunjukkan perbedaan yang
dan flavonoid. Keberadaan saponin dan signifikan dari diameter zona bening yang
flavonoid pada ekstrak kasar, fraksi metanol terbentuk pada tiap fraksi. Sehingga dapat
dan etil asetat mengakibatkan ketiganya ditentukan fraksi yang memiliki kemampuan
meiliki kemampuan dalam menghambat C. antijamur paling baik yaitu pada fraksi etil
albicans. Namun, kemampuan hambat yang asetat dengan diameter zona bening yang
paling baik terdapat pada fraksi etil asetat terbentuk sebeser 25,06 mm. Menurut Dewi
kemudian diikuti fraksi metanol dan (2009), kemampuan antijamur yang paling
setelahnya ekstrak kasar. Walaupun baik terdapat pada fraksi semi polar
ketiganya memiliki komponen metabolit yang dibandingkan fraksi polar dan non polar,
sama tetapi kemampuan hambatnya dikarenakan fraksi semi polar yang tingkat
berbeda-beda. Bisa saja turunan kepolarannya berada diantara polar dan non
flavonoidnya berbeda yang terlarut didalam polar mengakibatkan fraksi semi polar
pelarutnya atau konsentrasi turunan mengandung metabolit sekunder yang lebih
flavonoidnya berbeda sehingga kelarutannya kompleks dibandingkan pada fraksi polar
didalam pelarut juga berbeda. Fraksi etil dan non polar. Hal tersebut mengakibatkan
asetat memberikan hasil yang paling positif fraksi etil asetat memiliki kemampuan
terhadap uji saponin selanjutnya fraksi antijamur paling baik dengan membentuk
metanol dan ekstrak kasar. Sedangkan pada zona bening yang paling besar dibandingkan
uji flavonoid ekstrak kasar memberikan hasil fraksi metanol dan n-heksan. Berdasarkan
yang paling positif selanjutnya fraksi etil hasil tersebut maka ditentukan fraksi etil
asetat dan metanol. Berdasarkan hasil asetat dapat dilanjutkan pada pengujian
tersebut, metabolit yang lebih berperan penentuan kadar hambat minimum (KHM).
dalam menghambat pertumbuhan C.
albicans adalah saponin, sedangkan Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM)
flavonoid dan triterpenoid hanya dan Sifat Antijamur
berkontribusi sedikit dalam menghambat Berdasarkan hasil yang didapatkan uji
pertumbuhan C. albicans. Demikian pula daya hambat antijamur terhadap C. albicans
dikatakan Bordbar et al. (2011), bahwa didapatkan fraksi yang paling baik sebagai
teripang kaya akan glikosida terutama antijamur ialah fraksi etil asetat. Selanjutnya
saponin yang terbukti memiliki aktivitas dari fraksi etil asetat dibuat variasai
antijamur. Saponin dan glikosida lainya konsentrasi masing-masing fraksi yaitu 100;
seperti holothurin A dan B. Holothurin B 10; 1; 0,1; 0,01; 0,005 dan 0,001g/ml,
menunjukkan aktivitas antijamur in vitro yang kemudian dilakukan uji dengan metode difusi
lebih baik melawan 20 jenis jamur. pada agar dengan cara yang sama pada
Selanjutnya dilakukan analisis statistik penetuan uji daya hambat antijamur. Setelah
dengan menggunakan uji One Way ANOVA diinkubasi selama 24 jam didapatkan hasil
untuk menentukan fraksi yang memiliki sebagai berikut:
aktivitas antijamur paling baik dengan

Keterangan: A : Konsentrasi 100 g/ml D : Konsentrasi 0,1 g/ml G : Konsentrasi 0,005 g/ml
B : Konsentrasi 10 g/ml E : Konsentrasi 0,01 g/ml H : Konsentrasi 0,001 g/ml
C : Konsentrasi 1 g/ml F : Kontrol Positif
Gambar 2. Kadar Hambat Minimum Fraksi Etil Asetat Ekstrak H.leucospilota terhadap jamur C.
albicans

11
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

Menurut Greenwood (1995), respon Selanjutnya dilakukan penentuan sifat


hambatan pertumbuhan mikroba dapat antijamur, Menurut Mayer et al. (1982),
diklasifikasikan sebagai berikut: kemampuan antijamur merupakan indikator
yang sangat penting dalam kaitannya
Tabel 4. Klasifikasi respon hambatan dengan aktivitas biologi. Kemampuan
pertumbuhan mikroba (Greenwood, 1995) antijamur memberikan arah yang penting
Diameter zona Respon hambatan terhadap adanya metabolit secara
bening (mm) pertumbuhan farmakologi dan antimikroba. Penentuan
>20 Kuat sifat antijamur dilakukan dengan cara
16-20 Sedang mengambil 1 ose dari zona bening yang
10-15 Lemah terbentuk dan digoreskan pada media SDA
<10 Kurang efektif dan diinkubasi lebih dari 24 jam pada suhu
37o C, sehingga didapatkan hasil sebagai
Sehingga zona bening yang terbentuk dari berikut:
penentuan KHM (Gambar 2) fraksi etil asetat
tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

Tabel 5. Hasil analisis Kadar Hambat


Minimum Fraksi Etil Asetat Ekstrak
H.leucospilota terhadap jamur C. albicans
Respon
Konsentrasi Diameter zona
hambatan
(g/ml) hambat (mm)
pertumbuhan Keterangan:
100 25,06 Kuat A : Konsentrasi 100 g/ml
10 20,82 Kuat B : Konsentrasi 10 g/ml
C : Konsentrasi 1 g/ml
1 16,59 Sedang D : Konsentrasi 0,1 g/ml
0,1 14,00 Lemah E : Konsentrasi 0,01 g/ml
0,01 8,77 Kurang efektif F : Konsentrasi 0,005 g/ml
0,005 2,32 Kurang efektif Gambar 3. Uji Fungistatik dan Fungisidal
Tidak Fraksi Etil Asetat Ekstrak H. leucospilota
0,001 0,00
menghambat terhadap jamur C. albicans

Hasil yang didapatkan dari Tabel 5 Dari hasil tersebut maka dapat ditentukan
menunjukkan fraksi etil asetat pada kemampuan hambat (fungistatik) dan
konsentrasi 100; 10 1; 0,1; 0,01 dan 0,005 kemampuan bunuh (fungisidal) pada tabel 6
g/ml memiliki kemampuan menghambat berikut ini:
C.albicans, sedangkan pada konsentrasi
0,001 g/ml tidak terbentuk zona bening yang Tabel 6. Hasil Uji Fungistatik dan Fungisidal
artinya pada konsentrasi tersebut tidak Fraksi Etil Asetat Ekstrak H. leucospilota
memiliki kemampuan sebagai antijamur. terhadap jamur C. albicans
Sehingga KHM dari fraksi etil asetat terdapat Konsentrasi Pertumbuhan Penentuan
pada konsentrasi 0,005 g/ml. Pengujian One (g/ml) C. albicans sifat antijamur
Way ANOVA dilakukan menggunakan 100 Tidak tumbuh Fungisidal
tingkat keyakinan 95% dan α sebesar 5%. 10 Tidak tumbuh Fungisidal
Hasil pengujian One Way ANOVA 1 Tumbuh Fungistatik
menunjukkan perbedaan yang signifikan dari 0,1 Tumbuh Fungistatik
diameter zona bening yang terbentuk pada 0,01 Tumbuh Fungistatik
tiap konsentrasi. Hasil tersebut menunjukkan 0,005 Tumbuh Fungistatik
kemampuan daya hambat antijamur
tergantung besarnya konsentrasi, semakin Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
besar konsentrasi dari larutan uji, maka bahwa fraksi etil asetat pada konsentrasi
semakin besar pula kemampuan untuk 100 g/ml dan 10 g/ml memiliki sifat fungisidal
menghambat C. albicans. yang artinya memiliki kemampuan untuk
membunuh C. albicans, sedangkan
konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan

12
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

kedua konsentrasi tersebut hanya bersifat Functional Foods—A Review, Marine


fungistatik yang artinya hanya dapat Drughs, 9:1761-1805.
menghambat pertumbuhan dari C. albicans. Cowan, M.M., 1999, Plant Products as
Fraksi etil asetat konsentrasi 100 g/ml Antimicrobial Agents. Clinical
dan 10 g/ml termasuk kategori kuat dalam Microbiology Reeviews, 12:564-582.
menghambat pertumbuhan jamur menurut Darwis D., 2000, Teknik Dasar Laboratorium
Greenwood (1995) dengan rentang diameter Dalam Penelitian Senyawa Bahan
zona bening yang dihasilkan lebih besar dari Alam Hayati, Workshop
20 mm, oleh karena itu pada fraksi etil asetat Pengembangan Sumber Daya
konsentrasi 100 g/ml dan 10 g/ml Manusia alam Bidang Kimia Organik
memungkinkan dapat bersifat fungisidal Bahan Alam Hayati, FMIPA
sedangkan konsentrasi yang lebih kecil Universitas Andalas, Padang.
dibandingkan kedua konsentrasi tersebut Dewi, R.C., 2009, Aktivitas Antijamur Ekstrak
hanya membentuk zona bening kurang dari Buah Pare Belut (Tricbosanthes
20 mm sehingga hanya memiliki anguina L.), Universitas Sebelas
kemampuan fungistatik. Berdasarkan hal Maret, Surakarta, (Skripsi).
tersebut menunjukkan bahwa aktivitas Greenwood, 1995, Antibiotics, Susceptibility
antijamur dari fraksi etil asetat ekstrak H. (Sensitivity) Test Antimicrobial And
leucospilota dapat ditingkatkan dari Chemoterapy, Mc. Graw Hill
fungistatik menjadi fungisidal seiring Company, USA.
bertambahnya konsentrasi yang digunakan. Gunawan I., 2007, Penapisan Awal Ekstraksi
Senyawa Bioaktif sebagai Antibakteri
KESIMPULAN Serta Uji Toksisitas dan Uji Minimum
Metabolit sekunder yang diduga memiliki Inhibitory Concentration (MIC) dari
kemampuan sebagai antijamur adalah Karang Lunak Asal Perairan Pulau
saponin. Sedangkan Fraksi yang memiliki Panggang, Kepulauan Seribu, Institut
aktivitas antijamur C. albicans paling baik Pertanian Bogor, Bogor, (Skripsi).
yaitu fraksi etil asetat dengan zona bening Han, H.; Yi, Y.; Xu, Q.; La, M.; and Zhang,
sebesar 25,06 mm pada konsentrasi 100 H., 2009, Two New Cytotoxic
g/ml. Kadar hambat minimum (KHM) fraksi Triterpene Glycosides from The Sea
etil asetat yakni pada konsentrasi 0,005 g/ml Cucumber Holothuria scabra, Planta
dan pada konsentrasi 100 g/ml dan 10 g/ml Med, 75:1608–1612.
memiliki aktivitas fungisidal. Hardiningtyas, S.D., 2009, Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Karang Lunak
DAFTAR PUSTAKA Sarcophyton sp. yang Difragmentasi
dan Tidak Difragmentasi di Perairan
Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Institut Pertanian Bogor, Bogor,
Psidium Guajava L., Bioscientie, (Skripsi).
1:31-38. Jawahar, A.T.; Nagarajan, J.; and
Albuntana, A.; Yasman; dan Wardhana, W., Shanmugam, S.A., 2002,
2011, Uji Toksisitas Ekstrak Empat Antimicrobial Substances of Potential
Jenis Teripang Suku Holothuriidae Biomedical Importance from
dari Pulau Penjaliran Timur, Holothurian Species, Indian J,
Kepulauan Seribu, Jakarta 31:161– 164.
Menggunakan Brine Shrimp Lethality Jawetz; Melnick; and Adelberg, 2005,
Test (BSLT), Jurnal Ilmu dan Mikrobiologi Medis, Ed ke- 23,
Teknologi Kelautan Tropis, 3:65-72. Huriwati H. (Alih Bahasa), Penerbit
Aras, A.R., 2013, Uji Toksisitas Ekstrak Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Teripang Holothuria Scabra Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi
Terhadap Artemia salina. Universitas Flavonoid, ITB, Bandung.
Hasanuddin Makassar, Makassar, Mayer, B.N.; Ferrigni, N.R.; Putnam, J.E.;
(Skripsi). Jacobsen, L.B.; Nicholas, D.E.; and
Bordbar, S.; Anwar, F.; and Saari, N., 2011, McLaughlin, J.L., 1982, Brine Shrimp:
High-Value Components and a Convenient General Bioassay for
Bioactives from Sea Cucumbers for

13
JKK, Tahun 2015, Volume 4(4), halaman 7-14 ISSN 2303-1077

Active Plant Constituents, Planta Fakultas Sains dan Teknologi UIN


Medica, 45:31-34. Maliki Malang, Malang.
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 1988. Wu, J.; Tang; Wu, H.M.; and Zhou, Z.R.,
Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas 2007, Hillasides A and B, two new
Indonesia, Jakarta. Cytoyoxic Triterpene Glycosides from
Titis, M. B.; Fachriyah, E.; dan Kusrini, D., the Sea Cucumber Holoyhuria hilla
2013, Isolasi, Identifikasi dan Uji lesson, Asian Natural Products
Aktivitas Senyawa Alkaloid Daun Reseach, 9:609-615.
Bahinong (Anredera cordifolia Zhang, Y. S.; Yi, H. Y.; and Tang, H. F.,
(Tenore) Steenis). Chem, 1:196-201. 2006, Cytotoxsic Sulfated Triterpene
Utami, R.E., 2012, Antibiotika, Resistensi Glycosides from The Sea Cucumber
dan Rasionalitas Terapi, Saintis Pseudocolochirus Violaceus,
Chemistry & Biodiversity, 3:807-817.

14

Anda mungkin juga menyukai