TRAUMATIK ULSER
Disusun oleh:
SELVY CHAIRANI
160112130058
Pembimbing:
Nanan Nur’aeni, drg.Sp.PM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Ulser oral adalah keadaan patologis yang sering ditemukan pada rongga
mulut. Greenberg and Glick mendefinisikan ulser sebagai defek pada epitelium
berupa lesi cekung yang telah kehilangan lapisan epidermisnya. Hal ini dapat
(Langlais, 2000). Selain itu, dapat juga disebabkan faktor mekanis dan reaktif,
2006)
palatum, dan tepi lidah (Langlais, 2000). Trauma yang terjadi dapat dikarenakan
trauma fisik (mekanis, panas, elektris) atau trauma kimia. Trauma mekanis paling
sering disebabkan gigi yang tajam, penggunaan kawat ortodontik atau gigi palsu,
dialami seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tanggal 7
Maret 2013.
BAB II
STATUS KLINIK DAN KONTROL
2.1.2 Anamnesis
Pasien 23 tahun datang dengan keluhan sariawan pada pipi dalam di dekat
gigi geraham kecil atas kiri sejak 1 minggu yang lalu. Sariawan muncul setelah
mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini pasien
sedang menggunakan obat kumur pepsodent untuk membersihkan rongga mulut
setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa sariawan tersebut mengganggu, sakit,
perih saat makan, menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur
dan buah-buahan dan saat ini sedang tidk stress serta tidak ada kebiasan merokok.
Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap
pertama. Pasien ingin sariawan tersebut diobati
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Radiologi TDL
Darah TDL
Patologi Anatomi TDL
Mikrobiologi TDL
2.1.9 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
DD/ RAS
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
DD/ Linea Alba
D/ crenated tongue
2.2.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14
DD/ RAS
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
DD/ Linea Alba
D/ crenated tongue
2.2.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro/ Oral Hygiene Instructions
Pro Resep vit B complex ipi tab no X
S 1.d.d 1h.pc
Intruksi istirahat yang cukup, makan yang teratur dan bergizi.
2.2.1.7 Gambar Traumatik ulser
Gambar 2.2 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
2.3.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
D/ crenated tongue
2.4.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
D/ crenated tongue
TINJAUAN PUSTAKA
jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis (Greenberg dan Glick, 2003). Ulser
adalah suatu luka terbuka dari kuli atau jaringan muka yang memperlihatjkan
disintegritas dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Ulser meluas melewati
lapisan basal dari epitel dan ke dalam demisnya, penyembuhannya diikuti dengan
Dental Dictionary (2008), Traumatic ulcer adalah bentukan lesi ulseratif yang
disebabkan oleh adanya trauma. Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia
dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa
Etiologi traumatik ulcer ini disebablan oleh Trauma oral bisa fisik ataupun
kimia. Trauma fisik yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit,
iritasi gigi tiruan yang tidak sesuai, trauma dari benda asing atau bahkan trauma
dari sebuah sikat gigi karena terlalu bersemangat menyikat gigi (Cunningham,
2002). Traumatic ulcer disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas,
listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000). Ulser traumatik terjadi
karena tergigit, adanya gigi yang tajam, atau gigi tiruan yang kasar (Thomas,
2010).
atas dan bawah, dan batas lateral lidah. Mocobucofold, gingiva dan
mukosan palatal juga dapat terlihat . contoh trauma mekanis : trauma saat
menyikat gigi, gigi yang patah atau tajam, tambalan yang kurang
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
pembuluh darah (perivaskular), tetapi tidak terlihat adanya vaskulitis (Cawson dan
Odell, 2008).
48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi ulser bergantung pada faktor
iritannya. Mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu
hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin
kekuningan dan apabila dasar ulser berubah warna menjadi merah muda tanpa
oral terdiri dari lapisan epitel gepeng berlapis yang tipis dan rapuh yang banyak
dengan proses pembaruan sel terus-menerus dimana sel-sel yang dihasilkan oleh
penyembuhan luka akan cepat terjadi, namun kemungkinan untuk kerusakan sel
juga tinggi. Suplai darah yang melimpah dan kerapuhan sel epitel, menjadi risiko
parut dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan karena
terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral
(Cunningham, 2002).
gambaran khas berupa ulser tunggal dengan batas yang tidak teratur, tampak
sedikit cekung tidak ada indurasi, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit. Pada
tegas dan adanya membran fibrinopurulen. Sedangkan di perifer lesi pada awalnya
Rasa sakit pada ulser biasanya timbul terutama saat memakan makanan
yang panas, pedas, atau asin. Mukosa yang rusak karena bahan kimia, seperti
terasa burn sensation oleh aspirin, lapisan epitel mukosanya menjadi nekrosis
dengan gambaran plak berwarna putih. Kemudian epitel yang mengalami nekrosis
ini mengelupas dan meninggalkan daerah ulserasi. Oleh sebab itu traumatic ulcer
yang disebabkan oleh bahan kimia bentuk lesinya memiliki batas yang tidak jelas
penyebab. Secara simtomatik, gambaran yang paling sering berupa ulser tunggal
dan sakit dengan permukaan lesi halus, berwarna putih kekuningan atau merah,
dengan tepi eritem tipis. Ulser biasanya lunak pada palpasi, dan sembuh tanpa
berbekas dalam 6-10 hari, secara spontan atau setelah menghilangkan penyebab.
(Laskaris, 2006)
histologis, yaitu keterlibatan sel makrofag antara kedua lesi tersebut. Pada lesi
akut, permukaan epithelium yang hilang digantikan oleh jaringan fibrin yang
banyak mengandung neutrophil, sedangkan pada lesi kronis sel makrofag yang
banyak terlihat adalah eosinophil, kemudian pada lesi akut regenerasi sel
epithelium dimulai pada tepi ulser dan pada lesi kronis regenerasi epithelium
dengan traumatic ulcer yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti
khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikal anatesi. Terapi paliatif
pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif
dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma,
maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa
setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika
tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang
menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser
dengan:
Jenis Terapi
Antiseptik Topikal Clorhexidine gluconate 0,2%
Penggunaan :
- Kumur selama 1 menit sebanyak 10 ml
Waktu :
- 2x sehari selama masih ada lesi sampai 2 hari
setelah lesi sembuh
Povidon iodine 1%
Penggunaan :
- Kumur selama 30 detik sebanyak 10 ml
Waktu :
- 3 – 4 x sehari
Analgesik Topikal Benzydamine hydrochloride
Penggunaan :
- Kumur selama 1 menit sebanyak 15 ml
Waktu :
- 2 – 3 sehari (tidak boleh lebih dari 7 hari)
Kortikosteroid Topikal Triamcinolone acetonide 0,1%
Penggunaan :
- Keringkan permukaan ulser dengan cotton bud,
kemudian oles atau tekan (jangan digosok)
sejumlah kecil pasta menggunakan cotton bud
pada daerah ulser hingga pasta menempel, rata
dan licin.
Waktu :
- 2 – 3 sehari setelah makan dan sebelum tidur
Antibiotik Topikal Chlortetracycline
Penggunaan :
- Larutkan 1 kapsul dalam 10 ml air, kumur selama
3 – 5 menit
Waktu :
- 4x sehari (tidak untuk terapi jangka panjang)
Tabel 1. Pilihan Terapi Traumatik Ulser (Field, 2003)
Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan
frekuensi tinggi akan merasa sangat terganggu. SAR merupakan lesi oral
yang paling sering ditemui, terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe minor, mayor dan
Lesi SAR mayor ukurannya lebih besar dan terjadi dalam waktu yang
dan luasnya kerusakan jaringan penyembuhan lesi ini lambat (sekitar 2-6
minggu) dan biasanya meninggalkan jaringan parut. Lesi ini biasanya sakit
dan bertambah bila makan atau berbicara. SAR mayor dapat terjadi pada
seluruh rongga mulut, termasuk area palatum lunak dan tonsilar. Ulserasi juga
atau ratusan yang dapat bersatu menjadi ulser yang tidak teratur. Ulser
berkeratin, lebih sering pada dasar mulut dan permukaan lateral lidah.
Penyembuhan terjadi selama 7-14 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut
inflamasi pada pembuluh darah dan epithelium, ditandai dengan gejala klinis
berupa lesi rekuren yang mengenai rongga mulut, mata, dan genital
(Chandra, etl al., 2007). Apabila memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria
berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata
adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi
2006). Lesi oral rekuren 90% terjadi pada pasien yang secara klinis mirip
menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and Miller,
2000).
Biasanya pasien dengan infeksi herpes simplex virus primer datang kepada
klinisi dalam keadaan full blown kelainan pada oral dan kondisi sistemik. Riwayat
onset terjadinya penyakit membantu dalam membedakan lesi primer infeksi HSV
dengan lesi multipel akut lainnya pada mukosa oral (Greenberg, 2003)
Masa inkubasi dari infeksi herpes simplex virus primer umumnya berkisar
antara 5-7 hari, namun dapat pula terjadi antara 2-12 hari. Pasien oral herpes
ini dengan allergic stomatitis dan erythema multiform, dimana lesi lokal dan
kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah. Tidak adanya riwayat herpes labialis
rekuren dan adanya riwayat kontak dengan penderita lain juga dapat membantu
Lesi lokal muncul berupa vesikel kecil yang berdinding tipis dengan
inflammatory base (pinggiran ulser berwarna merah akibat inflamasi) yang dapat
muncul pada seluruh bagian dari mukosa oral. Dinding vesikel ini mudah sekali
pecah dan membentuk lesi ulser kecil bulat dan dangkal. Lesi dapat terjadi pada
semua bagian mukosa. Dengan bertambah parahnya penyakit, lesi ulser ini akan
bergabung satu sama lain membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang
Gambaran yang paling penting dari penyakit ini adalah adanya gambaran
gingivitis kronis akut generalisata, dimana seluruh gusi dalam keadaan oedem dan
inflamasi (gambar 4-3, A & B dan 4-4). Beberapa ulser kecil pada gusi juga dapat
muncul. Pada pemeriksaan juga ditemukan inflamasi pada faring posterior, serta
adanya pembengkakan dan rasa sakit pada nodus limfatikus submandibular dan
serfikal. Pada beberapa kasus, HSV primer dapat pula menimbulkan lesi pada
limiting. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari, sedangkan lesi akan mulai
menyembuh dalam 7 sampai 10 hari, walaupun virus akan tetap berada dalam
primer, virus biasanya masih tetap ada namun dalam keadaan inaktif. Untk
mencegahnya dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari trauma agar
dressing merupakan barier fisik yang melindungi jaringan yang sedang dalam tahap
penyembuhan dari tekanan gaya mastikasi dan memberikan kesempatan jaringan untuk
beradaptasi pada proses penutupan luka (David, dkk., 2013). Penutupan luka dengan
Syarat ideal dari periodontal dressing dalam kedokteran gigi (Kale, 2014) :
1. Lembut, tetapi cukup plastis dan fleksibel agar penempatan lebih mudah dan
dapat beradaptasi dengan baik.
2. Mengeras dalam periode yang sesuai
3. Setelah setting harus cukup kaku untuk mencegah fraktur dan dislokasi
4. Memiliki permukaan halus setelah setting agar dapat mencegah iritasi pada
mukosa bibir dan mukosa pipi
5. Bersifat bekteriosid untuk mencegah penumpukan plak
6. Tidak mengganggu proses healing jaringan
7. Memiliki dimensional yang stabil untuk mencegah adanya kebocoran saliva
8. Tidak memicu penyakit sitemik dan reaksi alergi
9. Memiliki rasa yang dapat ditoleransi untuk kenyamanan pasien
10. Ekonomis
11. Biokompatibel yakni dapat diterima oleh jaringan tubuh
Melindungi luka pasca bedah. Bagian yang luka tertutup oleh periodontal
dressing sehingga melindungi luka saat makan dan minum
Kenyamanan pasien
Kontrol pendarahan pasca bedah
Reposisi jaringan lunak
Mencegah pembentukan jaringan granulasi yang berlebihan
Spilinting gigi yang goyang
mengandung eugenol dan non eugenol (David, 2013). Eugenol yang terkandung dalam
periodontal dressing dapat menginduksi reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan
nyeri terbakar pada beberapa pasien, sehingga periodontal dressing eugenol mulai
yang dapat menyebabkan inflamasi , jaringan nektoris, dan memicu reaksi alergi serta
dressing non eugenol yang berfungsi untuk memproteksi luka dari iritasi lokal tetapi tidak
berupa pasta. Dimana powder terdiri dari zink oxide, asam tanat, rosin, kaolin,
zincstearate, asbestos. Zinc oxide sendiri berfungsi sebagai bahan antiseptik dan
astringen, asam tanat berperan sebagai haemostasis, rosin sebagai bahan pengisi
yang lebih halus dan homogen. Sedangkan liquidnya terdiri dari eugenol, minyak
kacang, rosin. Eugenol adalah bahan yang bersifat anastetik dan antiseptik. Minyak
kacang berfungsi untuk mengontrol waktu setting. Saat powder dan liquid tersebut
dicampurkan maka akan terjadi reaksi kimia antara zink oxide dan eugenol
membentuk zink eugenolate. Keuntungan dari bahan zink oxide eugenol memiliki
daya splintig yang kuat saat melekat pada gigi dan memiliki efek haemostasis
karena mengandung asam tanat. Kekurangan dari bahan ini yaitu memiliki
permukaan yang kasar saat setting yang dapat memudahkan akumulasi plak dan
proliferasi bakteri, memiliki rasa yang berbeda karena kandungan eugenolnya, dan
memungkinkan memicu reaksi alergi melalui sisa dari eugenol yang tidak bereaksi
yang dapat menyebabkan sensasi terbakar dan kemerahan pada area yang
mengandung zinc oxide, minyak sayur/ minyak mineral (memberi sifat plastis) dan
magnesium oxide. Sedangkan base mengandung petrolatum dan alkohol yang telah
terdenaturasi. Reaksi settingnya merupakan hasil reaksi antara oksida logam dan
asam lemak. Kelebihan periodontal dressing ini memiliki warna dan rasa yang
netral, bersifat plastis sesuai dengan syarat dari periodontal dressing, dan tidak
mengandung eugenol. Namun kekurangan dari bahan ini yakni tidak dapat melekat
dengan baik dengan mukosa sehingga mudah mengalami lepas sebelum waktunya.
(bakteriostatik).
2. Perioputty
Terdiri dari methyl dan prophyl parafens sebagai bakterisidal dan fingisidal,
sulfat, zinc oxide, acylate,zinc sulfat, poly methyl metharylate, dimethoxy tetra
Beberapa case report menunjukan terdapat reaksi alergi dalam komponen periodontal
peningkatan reaksi alergi. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning sensation
pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel (David, 2013)
timbulnya reaksi alergi dari pada dressing yang tidak mengandung eugenol.
BAB IV
PEMBAHASAN
datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Sekeloa. Pada
kasus ini, pasien wanita usia 23 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan
pada pipi dalam di dekat gigi geraham kecil RA kiri sejak +- 1 minggu yang lalu.
Sariawan muncul setelah mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu
buahan dan saat ini sedang tidak stres serta tidak ada kebiasan merokok.
karena trauma mekanis dan kimiawi dari periodontal dressing yang sedang
digunakan.
Pemeriksaan klinis pada pasien ditemukan ulser pada mukosa bukal a/r 13-
14 berdiameter ± 3 mm, dasar cekung, berwarna putih keabuan dengan tepi eritem
dan irreguler. Gambaran klinis ulser traumatikyang dialami pasien tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan Langlais and Miller (2000) dan Field, et.al. (2003) ,
yaitu gambaran khas berupa ulser dengan dengan batas yang tidak teratur
(irregular) dan margin eritem dengan dasar kuning, tampak sedikit cekung, jika
pertama dari traumatik ulser ini adalah trauma mekanis bahan atau alat kedokteran
gigi, yang pada kasus ini adalah periodontal dressing. Diduga periodontal dressing
pada pasien ini memiliki permukaan yang sedikit kasar, sehingga mengiritasi
setelah setting agar dapat mencegah terjadinya iritasi pada mukosa bibir dan
mukosa pipi (Kale, 2014). Menurut Houston (2009) , traumatic ulser pada pasien
ini merupakan trauma mekanis yang terjadi pada mukosa bukal kanan atas
kimiawi dari bahan yang terkandung pada periodontal dressing. Menurut David
reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan nyeri terbakar pada beberapa
pasien. Selain eugenol bahan lain yang dapat menyebabkan terjadinya trauma
peningkatan reaksi alergi juga. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning
sensation pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel
(David, 2013). Hal ini sesuai dengan kasus pasien dimana ulser erytema, terasa
periodontal dressing setelah bedah flap pertama juga terdapat sariawan pada
(SAR), Behcet’s disease dan Oral Herpes Simpleks. Hal yang membedakan
keempat lesi tersebut adalah faktor penyebab, angka kejadian rekurensi, serta
bentuk lesi. Pada SAR bentuk cenderung lebih simetris dibandingkan dengan
ulser traumatik, angka kejadiannya juga berulang umumnya setiap bulan . Ulser
biasa terdapat dasar mulut, mukosa bukal, mukosa labial atau di lidah (Regezi et
al., 2003; Laskaris, 2006). Gambaran lesi oral Behcet’s disease mirip dengan
aphtous ulcers (Chandra, et.al., 2007). Namun seperti yang diketahui bahwa
dalam penegakkan diagnosis Behcet’s disease apabila terdapat 2-3 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor, kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser
genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis),
lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan
2003 ; Laskaris, 2006). Pada kasus ini, tidak dipenuhi kriteria tersebut, karena
pasien hanya mengalami ulser oral yang disebabkan karena trauma dari
biasanya pada mukosa berkeratin seperti palatum, gingiva, maupun alveolar ridge
(Greenberg and Glick, 2003), di samping itu biasanya diawali pula dengan adanya
gejala prodromal. Pada kasus ini, lokasi dari lesi tersebut pada mukosa bukal yang
merupakan lesi non-keratin dan tidak adanya riwayat gejala prodromal yang
instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Chlorhexidine garg 0,2% yang digunakan dua kali sehari setiap habis menyikat
gigi. Terapi simptomatik pasien traumatic ulser yaitu dengan pembeian obat
masih ada lesi hingga 2 hari setelah lesi sembuh (Field,2003) dan melanjutkan
besi), dan kacang-kacangan (asam folat) dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien
Pada saat kontrol pertama keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan
sudah tidak terlalu sakit dan mulai terasa sembuh sejak periodontal dressing
Pada kontrol ke 2 yaitu 10 hari dari kontrol pertama, ulser sudah tidak
sakit dan dirasa sembuh. Namun secara tampilan klinis masih terlihat kemerahan.
Pada kontrol ke 3 yaitu 7 hari setelah kontrol ke2, ulser sudah sembuh karena
pasien mengikuti seluruh instruksi dan saran dengan baik, sehingga ulser telah
6
7 BAB V
SIMPULAN
diagnosis untuk pasien ini adalah traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
etiologi traumatik ini disebabkan oleh trauma mekanis dan trauma kimiawi dari
Pasien juga diintruksikan untuk istirahat, makan yang bergizi dan teratur.
ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa
sakit. Pada minggu ketiga bekas lesi juga sudah terlihat normal tanpa bekas.
DAFTAR PUSTAKA
Cawson, R.A. and Odell, E.W. 2008. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and
Oral Medicine. The University of Michigan : Churchill Livingstone.
Field, A., Longman, L., and William, R.T. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine.
London : Oxford University Press. p. 51 – 59.
Greenberg, M.S. and Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and
Treatment 10th ed. Ontario : BC Decker Inc. p.51 ; 63 – 68.
Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.