Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH HIPERMETROPIA

Disusun Oleh ;
NAMA : IRMAN HIDAYAT
NIM : B1E119015
UNIVERSITAS MEGAREZKY 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi kehidupan manusia
dan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup
manusia. Tanpa mata, manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada
disekitarnya. Dalam penglihatan, mata mempunyai berbagai macam kelainan refraksi.
Kelainan refraksi atau yang sering disebut dengan ametropia tersebut, terdiri dari miopia,
hipermetropia, dan astigmatisme. Kelainan refraksi merupakan gangguan yang banyak
terjadi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun kelompok etnis.
Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang paling umum. Hal ini terjadi
apabila mata tidak mampu memfokuskan bayangan dengan jelas, sehingga penglihatan
menjadi kabur, dimana kadang-kadang keadaan ini sangat berat sehingga menyebabkan
kerusakan pada penglihatan.
Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia, hipermetropia, dan
astigmatisme. Namun, yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu hanya hipermetropi
saja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit hipermetropi?
2. Seperti apa etiologi penyakit hipermetropi?
3. Seperti apa simpton atau tanda dan gejala penyakit hipermetropi?
4. Apa saja data penunjang penyakit hipermetropi?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit hipermetropi?
6. Bagaimana komplikasi penyakit hipermetropi?
7. Apa saja klasifikasi penyakit hipermetropi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seperti apa penyakit hipermetropi.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit hipermetropi.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala atau simpton dari penyakit hipermetropi.
4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi data penunjang penyakit hipermetropi.
5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hipermetropi.
6. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang terjadi pada penyakit hipermetropi.
7. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hipermetropi.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit hipermetropi.
2. Bagi pembaca, untuk menambah pengetahuan dan sebagai acuan untuk menulis
makalah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia
merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea (Ilyas, 2004).
Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang
menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina (Istiqomah, 2005).
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara
bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina (Patu, 2010).

B. Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang
retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas (Ilyas, 2006) :
1. Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina. Hipermetropia indeks retraktif, dimana
terdapat indeks bias yang kurang pada sitem saraf optik mata.

Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut (Ilyas, 2006) :

1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek


Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau ablasio retina (lapisan
retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus
humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada
komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada
komposisi aqueus humor dan viterus humor. Misal pada penderita Diabetes Melitus
terjadi hipermetopi jika kadar gula darah di bawah normal.
3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat
Kelengkungan kornea ataupun lensa  berkkurang sehingga bayangan difokuskn di
belakang  retina.
4. Perubahan posisi lensa
Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior.

C. Tanda Gejala
Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif  klien
susah melihat jarak dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas. Sakit kepala
frontal. Semakin memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang
penggunaan mata dekat. Tanda dan gejalanya diantaranya yaitu (Ilyas, 2006) :
1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
2. Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.
3. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
4. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.
5. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan,
atau penerangan yang kurang.
6. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat
jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan
bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
7. Eyestrain
8. Sensitive terhadap cahaya
9. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram
intermiten.
Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat
ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat (Ilyas, 2006). Sering mengantuk,
mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal (Istiqomah, 2005).

D. Patofisiologi
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa
yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating
dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina (Wong, 2008).
Kelainan Refraksi

Hipermetropi

H. Aksial H. Refraktif

Sumbu Rata Indeks Bias


Lebih Pendek Medik Optik
Berkurang

Sinar Sejajar dibiaskan di


Belakang Retina

Kabur Melihat Jauh

Perubahan Sensori
Perseptual
(Visual)

Risiko Usaha Pemfokusan Gg Aktivitas


Cidera Pandangan

Pusing

E. Diagnosa
Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler
1. Visual Acuity
Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien
hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan
Lebehnson.
2. Refraksi
Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai
hipermetropia secara objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy,
subjective refraction dan autorefraction.
3. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi
Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas
dapatmenyebabkan terganggunya visus dan performa visual yang menurun.
4. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa
respon pupil, uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran
tekanan intraokuler dan pemeriksaan posterior bola mata dan adnexa.
5. Kesehatan segmen anterior
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak,
sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan
otot akomodasi.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipermetropi
adalah ophtalmoscope (Ilyas, 2006).

G. Prognosis
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang
diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf
optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik (Ilyas,
2006).

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling
ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder
terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
mata (Ilyas, 2006).

I. Klasifikasi
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti (Ilyas, 2004) :
a. Hipermetropia Manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan
tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang
maksimal.
b. Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan
kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir
dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga
akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah
hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.
c. Hipermetropia Fakultatif
Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan
kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan
melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang
memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat.
Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai
hipermetropia fakultatif.
d. Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya
dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi
hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan
akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya
masih kuat.
e. Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain
klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga
kategori, yaitu:
1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial
atau refraksi.
2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang
disebabkan
3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.
Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan
a) Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D
b) Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D
c) Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D

J. Penatalaksanaan
Pengobatan dari hipermetropi (Ilyas, 2006) :
1. Koreksi Optikal
Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan
lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak
menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata.
Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai
mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling
ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata
berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk
menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam.
Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total
fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada
ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence),
koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan
1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang,
koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala.
2. Terapi Penglihatan
Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler
akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia
tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan
terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut.
3. Terapi Medis
Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate
iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi
eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan
akomodasi(AC/A).
4. Merubah Kebiasaan Pasien
Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam
aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna
komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis.
5. Bedah Refraksi
Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan
yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty,
Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan
ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih
jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia.

K. Pencegahan
Pencegahan hipermetropi diantaranya yaitu (Ilyas, 2006):
1. Duduk dengan posisi tegak ketika menulis.
2. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton tv, komputer atau setelah
membaca.
3. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm).
4. Gunakan penerangan yang cukup
5. Jangan membaca dengan posisi tidur
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula
lutea atau retina. Ini disebabkan karena bola mata pendek atau sumbu anteroposterior
yang pendek atau kelengkungan kornea atau lensa kurang.
Tanda dan gejalanya diantaranya yaitu sakit kepala terutama daerah dahi atau
frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur
melihat dekat, sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan
lebih dangkal. Hipermetropia diklasifikasikan menjadi 5 yaitu hipermetropia laten,
total, absolut, manifest dan fakultatif.
Apabila parah dapat menyebabkan komplikasi yaitu esotropia dan glaucoma.
Oleh karena itu perlu adanya pengobatan, diantaranya yaitu terapi medis, terapi
penglihatan, bedah refraksi, koreksi optikal dan merubah kebiasaan pasien yang dapat
memperburuk keadaan.

B. Saran
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi kehidupn manusia
dan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup
manusia. Tanpa mata manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada
disekitarnya, maka dari itu jagalah mata yang dimiliki oleh kita.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.biologiedukasi.com/2016/11/pengertian-patofisiologi-etiologi-dan_31.html

http://dokumen.tips/documents/160261796-hipermetrop-dan-presbioppdf.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31485/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai