Anda di halaman 1dari 9

Rohmatun Nissa

BAB II
Kajian Teori
A. Kajian Media Sosial
1. Definisi Media Sosial
Secara etimologis, kata “media” berasal dari bahasa Latin
medius−bentuk jamak dari kata medium−yang berarti perantara atau
pengantar pesan. Lebih jelas lagi, dalam bahasa Arab media diartikan
sebagai wasaala, yaitu perantara atau pengantar pesan dari pengirim
kepada penerima pesan. Sedangkan, kata “sosial” menurut KBBI, diartikan
sebagai sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Dengan demikian,
media sosial pada dasarnya merupakan suatu perantara pengirim pesan
yang berkaitan dengan interaksi antarmasyarakat. Dalam hal ini, media
tersebut telah dikembangkan dan dikonsep dalam sebuah ruang siber
sehingga memungkinkan penggunanya untuk melakukan interaksi atau
mengirim pesan secara virtual.
Seperti yang dikatakan Henderi, dkk. (2007: 3), media sosial adalah
situs jaringan sosial berbasis web yang memungkinkan bagi setiap individu
untuk membangun profil publik ataupun semi publik dalam sistem
terbatasi, daftar pengguna lain dengan siapa mereka terhubung, dan melihat
serta menjelajahi daftar koneksi mereka yang dibuat oleh orang lain dengan
suatu sistem.
Sedangkan menurut Phillip Kotler dan Kevin Keller (2012: 568), media
sosial adalah sarana bagi konsumen untuk berbagi informasi teks, gambar,
video dan audio dengan satu sama lain dan dengan perusahaan dan
sebaliknya. Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan dari web
yang berbasis internet, yang memudahkan semua orang untuk
berkomunikasi dan saling berbagi dengan publik.
2. Fungsi Media Sosial
Puntoadi (2011:5) mengemukakan bahwa pemakaian media sosial
mempunyai fungsi, yaitu:
a. Membangun personal branding lewat sosial media merupakan tidak
mengenal trik atau popularitas semu, karena audience yang akan
Rohmatun Nissa

menentukan. Berbagai sosial media menjadi media untuk orang yang


melakukan komunikasi, berdiskusi, dan juga memberikan suatu
popularitas di media sosial.
b. Memberikan suatu kesempatan yang fungsinya interaksi lebih dekat
dengan konsumen. Media sosial menawarkan content komunikasi yang
lebih individual. Melalui media sosial juga berbagai kalangan pemasar
bisa mengetahui kebiasaan dari konsumen mereka dan melakukan suatu
interaksi secara personal dan juga bisa membangun suatu ketertarikan
yang lebih dalam.
3. Jenis-jenis Media Sosial
Menurut Kotler dan Keller terdapat tiga macam platform yang utama
untuk media sosial, yaitu:
a. Forum dan komunitas online
Mereka datang dalam segala bentuk dan ukuran dimana banyak dibuat
oleh pelanggan. Sebagian hal ini disponsori oleh perusahaan melalui
postingan, instant messaging, dan juga chatting yang berdiskusi
mengenai minat khusus yang dapat berhubungan dengan perusahaan
b. Blogs
Terdapat banyak sekali pengguna blog yang sangat beragam disini dan
Blogspot sendiri merupakan salah satu penyedia akun website gratis
dimana kita bisa posting, sharing dan lain sebagainya.
c. Social Networks
Jaringan sosial sudah menjadi kekuatan yang utama baik pada bisnis
konsumen dan juga pemasaran bisnis ke bisnis. Salah satunya adalah
facebook, messanger, twitter, dll. Jaringan yang berbeda itu
menawarkan manfaat yang berbeda untuk perusahaan.
Selain itu menurut Puntoadi (2011: 34) berpendapat bahwa terdapat
beberapa macam jenis media sosial, yaitu sebagai berikut:
a. Bookmarking
Bookmarking memberikan sebuah kesempatan untuk membagi link dan
tag yang diminati. Hal demikian bertujuan agar setiap orang dapat
menikmati yang kita sukai.
Rohmatun Nissa

b. Wiki
Sebagai situs yang memiliki macam-macam karakteristik yang
berbeda, misalnya situs Knowledge Sharing, Wikitravel yang
memfokuskan sebagai suatu informasi pada suatu tempat.
c. Flickr
Situs yang dimiliki Yahoo, yang mengkhususkan sebuah image sharing
dengan contributor yang ahli pada setiap bidang fotografi di seluruh
dunia. Flickr menjadikan sebagai photo catalog yang setiap produknya
dapat dipasarkan.
d. Creating opinion
Media sosial tersebut memberikan sarana yang dapat untuk berbagi
opini dengan orang lain di seluruh dunia. Melalui media sosial tersebut,
semua orang dapat menulis jurnal, sekaligus sebagai komentator.
e. Jejaring sosial
Melalui situs-situs konten sharing tersebut orang-orang mencptakan
berbagai media dan juga publikasi untuk berbagi kepada orang lain.
Berikut beberapa contoh dari aplikasi media sosial tersebut:
1) Facebook
Facebook adalah layanan jejaring sosial yang diluncurkan pada
februari 2004 oleh Mark Zuckerberg yang memiliki lebih dari satu
miliar pengguna aktif dan lebih dari separuhnya menggunakan
telepon genggam untuk mengaksesnya. Disini pengguna dapat
membuat profil pribadi, menambahkan teman, bertukar pesan serta
berbagi informasi.
2) WhatsApp
WhatsApp merupakan aplikasi pesan lintas platform yang
memungkinkan kita bertukar pesan tanpa biaya SMS, karena
menggunakan data internet. Menggunakan WhatsApp kita dapat
dengan mudah untuk berinteraksi melalui pesan teks maupun suara
dan hingga saat ini dilengkapi dengan fitur video call, yang
memungkinkan kita untuk dapat bertatap muka ketika menelepon.
Rohmatun Nissa

3) Youtube
Youtube merupakan sebuah situs web berbagi video yang dibuat
oleh mantan karyawan PayPal pada februari 2005. Layanan ini
memungkinkan pengguna untuk mengunggah, menonton serta
berbagi video.
4) Twitter
Twitter adalah layanan jejaring sosial dan microblog daring yang
hampir serupa dengan Facebook, yang memungkinkan
penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks
hingga 280 karakter. Didirikan pada maret 2006 oleh Jack Dorsey.
5) Instagram
Instagram adalah platform aplikasi jejaring sosial yang
memungkinkan penggunanya untuk mengambil foto, mengedit,
menerapkan filter digital, dan mengunggahnya dengan berbagai
fitur, seperti kolom komentar, dan fitur Direct Message untuk
bertukar pesan.
B. Kajian Kesantunan Berbahasa Indonesia
1. Prinsip Kesantunan Berbahasa
Dalam KBBI edisi ketiga (1990) dijelaskan yang dimaksud dengan
kesantunan adalah kehalusan dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya).
Santun dalam pandangan konfusius menurut Goffman, Brown dan
Levinson (1987: 56) bermakna sebuah sikap kepedulian kepada wajah atau
muka, baik milik penutur, maupun milik mitra tutur. Wajah dalam hal ini
bukan berarti rupa fisik, akan tetapi public image, atau harga diri.
Kesantunan merupakan fenomena kultural yang bersifat relatif di dalam
masyarakat. Ujaran tertentu bisa dikatakan santun di dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa
dikatakan tidak santun. Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan
berbahasa, adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak
mengancam muka dan efektif.
Menurut Chaer (2010:10) secara singkat dan umum ada tiga kaidah yang
harus dipatuhi agar tuturan kita terdengar santun oleh pendengar atau lawan
Rohmatun Nissa

tutur kita. Ketiga kaidah itu adalah formalitas (formality), ketidaktegasan


(hesistancy), dan kesamaan atau kesekawanan (equality or camaraderie).
Singkatnya, sebuah tuturan bisa disebut santun jika tidak terdengar
memaksa atau angkuh, tuturan itu memberi pilihan tindakan kepada lawan
tutur, dan lawan tutur itu menjadi senang.
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat
tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk
pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang
kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya
yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu
bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak
sesuai dengan normanorma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai
negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh,
egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya.
2. Penggolongan Prinsip Kesantunan Bahasa
Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta dalam suatu
hubungan komunikasi, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri
sendiri adalah penutur, orang lain adalah lawan tutur, dan orang ketiga
adalah yang dibicarakan penutur dan lawan tutur. Menurut Rahardi (2005:
60-66) dalam bertindak tutur yang santun, agar pesan dapat disampaikan
dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa. Prinsip
kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
a. Maksim kebijaksanaan
Rahardi (2005: 60) mengungkapkan gagasan dasar dalam maksim
kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta
pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi
keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain
dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan
melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai
orang santun. Wijana (1996: 56) menambahkan bahwa semakin
Rohmatun Nissa

panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu


untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan
yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan
dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung. Dalam
maksim kebijaksanaan ini, Leech (1993: 206) menggunakan istilah
maksim kearifan.
b. Maksim kedermawanan
Menurut Leech (1993: 209) maksud dari maksim kedermawanan ini
adalah buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah
kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Rahardi (2005: 61) mengatakan
bahwa dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati,
para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain.
Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat
mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri danmemaksimalkan
keuntungan bagi pihak lain. Chaer (2010: 60) menggunakan istilah
maksim penerimaan untuk maksim kedermawanan Leech.
c. Maksim penghargaan
Menurut Wijana (1996: 57) maksim penghargaan ini diutarakan
dengan kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Nadar (2009: 30)
memberikan contoh tuturan ekspresif yakni mengucapkan selamat,
mengucapkan terima kasih, memuji, dan mengungkapkan bela
sungkawa. Dalam maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan
rasa tidak hormat kepada orang lain. Rahardi (2005: 63) menambahkan,
dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan
penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar
para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau
saling merendahkan pihak lain. Dalam maksim ini Chaer menggunakan
istilah lain, yakni maksim kemurahan.
Rohmatun Nissa

d. Maksim kesederhanaan
Rahardi (2005: 63) mengatakan bahwa di dalam maksim
kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan
dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap
dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia,
kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai
parameter penilaian kesantunan seseorang. Wijana (1996: 58)
mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat
ekspresif dan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan
berpusat pada orang lain, maksim kerendahan hati berpusat pada diri
sendiri. Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan
rasa hormat pada diri sendiri.
e. Maksim permufakatan
Menurut Rahardi (2005: 64) dalam maksim ini, ditekankan agar para
peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di
dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan
antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-
masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun. Wijana
(1996: 59) menggunakan istilah maksim kecocokan dalam maksim
permufakatan ini. Maksim kecocokan ini diungkapkan dengan kalimat
ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur
dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka,
dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka.
f. Maksim kesimpatian
Leech (1993: 207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar
para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak
yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang
peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Orang yang
bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis
terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan
santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005: 5). Menurut Wijana (1996:
Rohmatun Nissa

60), jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan,


penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur
mendapatkan kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka,
atau mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian.
3. Ciri Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa seseorang, dapat diukur dengan beberapa jenis
skala kesantunan. Chaer (2010: 63) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan skala kesantunan adalah peringkat kesantunan, mulai dari yang
tidak santun sampai dengan yang paling santun. Rahardi (2005: 66-67)
menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur
peringkat kesantunan yang sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar
acuan dalam penelitian kesantunan. Secara singkat Leech (1983:81)
menyatakan bahwa setiap tuturan dikatakan santun bila dapat
meminimalkan pengungkapan pendapat yang tidak santun. Griec (200:
362) merumuskan kembali anggapan tersebut menjadi pilihan ungkapan
yang tidak meremehkan status mitra tutur. Setiap penutur pasti akan
berusaha untuk berbicara dengan sopan.
Brown dan Lenvinson (1987: 42) mengatakan bahwa setiap penutur
sebelum membuat suatu tuturan harus membuat keputusan apakah
tuturannya akan melukai perasaan lawan tuturnya atau tidak. Seandainya
tidak, maka penutur tersebut akan terus menyampaikan tuturannya tanpa
keraguan. Namun, apabila tuturannya bersifat melanggar muka lawan tutur
atau face threatening acts maka penutur harus berusaha untuk bertutur
secara sopan. Seandainya penutur melanggar muka positif lawan tutur yaitu
melanggar keinginan lawan tutur untuk diterima dan diakui segala citra
yang baik dirinya, maka strategi kesopanan positif yang harus digunakan
oleh penutur. Seandainya penutur akan melanggar muka negatif lawan
tutur, yaitu melanggar keinginan lawan tutur untuk tidak diganggu atau
dikurangi hak-hak dirinya, maka penutur harus menggunakan strategi
kesopanan negatif.
Rohmatun Nissa

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Pengertian Media Sosial, Karakteristk, Fungsi, Jenis-Jenis,


Dampak, (Online), (https://www.seputarpengetahuan.co.id/2018/03/penger
tian-media-sosial-karakteristik-fungsi-jenis-jenis-dampak.html, diakses Ming-
gu, 28 Maret 2020, pukul 20.00).

Gunawan, Fahmi. 2014. Representasi Kesantunan Brown dan Levinson dalam


Wacana Akademik. Kandai. 10 (18): 18.

Henderi, dkk. 2007. Pengertian Media Sosial. Jakarta: Kencana.

Kotler, Philip dan Kevin Keller. 2012. Marketing Management Edisi 14. Jakarta:
Erlangga.

Mardiyah. 2016. Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Berkomunikasi Dosen


dan Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar. 3 (1): 48-55.

Octorina, Ira Maullin, dkk. 2018. Pengaruh Bahasa di Media Sosial Bagi Kalangan
Remaja. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 1 (5): 729-731.

Anda mungkin juga menyukai