Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengetahuan Guru Sd Tentang Penanganan Epistaksis Sebelum Di

Berikan Edukasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberi

edukasi mengenai penanganan epistaksis hampir setengah dari responden

memiliki pengetahuan kurang. Hal ini disebabkan karena para guru di SDN I

Landungsari, SDN II Landungsari, SD 1 Sumber Sekar dan SD 2 Sumber

Sekar Kecamatan Dau Malang tidak pernah mendapatkan paparan informasi

mengenai penanganan epistaksis, sehingga mereka tidak mengetahui

bagaimana cara yang tepat untuk melakukan pertolongan pertama pada kasus

tersebut.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yakni melalui indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan pada hakekatnya

merupakan segenap apa yang seseorang ketahui tentang suatu objek tertentu,

termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari

pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan

lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2012).


Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan,

diantaranya ialah pendidikan, informasi, sosial, budaya dan ekonomi,

lingkungan, pengalaman, dan usia (Notoadmodjo, 2012). Semakin pendidikan

tinggi maka seseorang akan mudah menerima hal-hal yang baru dan mudah

menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Namun hal-hal mengenai

kesehatan tidak semua orang yang berpendidikan tinggi dapat mengetahuinya

dengan baik, terlebih jika memiliki latar belakang pendidikan non kesehatan

seperti guru. Selain itu, informasi yang diperoleh baik melalui pendidikan

formal maupun non formal juga dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) terhadap perubahan atau peningkatan pengetahuan.

Namun paparan informasi sering kali melekat dengan profesi yang

ditekuninya, sehingga informasi mengenai kesehatan oleh guru masih cukup

minimal.

Selain itu, pengetahuan juga dapat terbentuk dari pengalaman.

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Orang yang memiliki pengalaman

akan mempunyai pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan orang

yang tidak memiliki pengalaman dalam segi apapun. Akan tetapi pengalaman

seseorang berbeda-beda, terlebih mengenai cara menangani epistaksi pada

anak atau orang dewasa. Setiap orang belum tentu memiliki pengalaman

dalam hal tersbeut, sehingga pengetahuannya dalam menangani epistaksis

berbeda-beda.
6.2 Pengetahuan Guru Sd Tentang Penanganan Epistaksis Setelah Di Beri

Edukasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diberi edukasi

mengenai penanganan epistaksis hampir seluruh responden memiliki

pengetahuan baik. Hal ini disebabkan karena para guru di SDN I

Landungsari, SDN II Landungsari, SD 1 Sumber Sekar dan SD 2 Sumber

Sekar Kecamatan Dau Malang telah mendapatkan paparan informasi

mengenai penanganan epistaksis melalui edukasi menggunakan media video,

sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk

melakukan pertolongan pertama pada kasus epistaksis.

Paparan informasi merupakan jendela utama dalam mendapatkan

sebuah pengetahuan baru. Informasi dapat diperoleh melalui pendidikan

formal maupun pendidikan non formal (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan non

formal yang dimaksud dapat bersumber dari edukasi tenaga profesional.

Edukasi adalah profesi yang mendidik masyarakat tentang kesehatan

(Purwanto, 2014). Edukasi juga merupakan pembelajaran yang melibatkan

beberapa bentuk komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan,

termasuk meningkatkan pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan

hidup yang kondusif untuk kesehatan individu dan masyarakat (Maulana,

2013). Sehingga dengan adanya edukasi diharapkan dapat mengunggah

kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

pemeliharaan dan penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya

maupun masyarakatnya (Notoadmojo, 2012).


Guru SD merupakan tenaga profesional yang memiliki pendidikan

tinggi. Sehingga dalam menerima informasi baru khususnya informasi

mengenai kesehatan dapat diterima dengan mudah dan baik. Adanya

informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan melalui media informasi

seperti media video akan memudahkan sasaran edukasi atau audience dalam

menerima informasi, karena informasi yang disampaikan dapat dikemas

dengan baik, yaitu dengan melibatkan audi dan visual. Sehingga para

audience dapat mengikuti informasi yang disampaikan pada setiap

tahapannya.

6.3 Perbedaan Pengetahuan Guru Sd Tentang Penanganan Epistaksis

Sebelum Dan Sesuda Edukasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

pengetahuan guru SD tentang penanganan epistaksis sebelum dan sesuda

edukasi menggunakan media video di Kelurahan Landungsari Kecamatan

Dau Malang. Hal ini tampak jelas ketika sebelum diberi edukasi dan setelah

diberi edukasi, yaitu adanya perubahan pengetahuan yang cukup drastis dari

hampir setengah responden berpengetahuan yang kurang menjadi hampir

seluruh responden pengetahuan yang baik.

Edukasi merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara

dan meningkatkan kesehatan seseorang. Edukasi dapat diberikan melalui

beberapa metode, diantaranya ialah metode ceramah dan metode simulasi.

Media yang digunakan untuk edukasi juga bervariasi, ada yang menggunakan

media cetak seperti leaflet, tabloid, koran dan lain-lain, juga bisa
menggunakan media elektronik seperti billoard, televisi, internet maupun

video (Notoadmojo, 2012). Media video merupakan salah satu sarana yang

penting dalam pemberian edukasi terutama kepada guru yang sudah

berpendidikan sehingga pemberi edukasi hanya cukup memutar video saja

tanpa harus mengajari guru. Media video sudah memberikan gambaran jelas

tentang cara penanganan korban pingsan (Ibrahim, 2015). Media video

merujuk kepada penggunaan komponen suara (audio) dan komponen gambar

(visual), dibutuhkan beberapa peralatan untuk dapat menyajikannya. Media

berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peranan yang sangat

penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman

dan memperkuat ingatan (Hamzah, 2015).

Media merupakan sarana yang sangat penting dalam memberikan

sebuah informasi kepada masyarakat. Pemilihan media yang kurang tepat

dapat menurunkan minat masyarakat untuk memperhatikan, mencermati dan

memahami isi dari informasi yang ingin disampaikan. Ketersediaan media

juga harus memudahkan para audience untuk mengakses kembali dilain

waktu sehingga informasi yang diterima dapat diulang-ulang. Dengan

demikian pengetahuan dan pemahamannya akan semakin baik. Media video

merupakan media yang sangat mendukung terhadap kebutuhan tersebut.

Sehingga media video sangat cocok diberikan kepada semua lapisan

masyarakat termasuk kalangan guru.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian , peneliti tidak dapat menemukan masalah di

lapangan dalam proses penelitian, namun ke empat sekoalah tersebut yang di


lakukan penelitian dapat di proses dengan baik. Untuk proses penelitian namun di

sekoalah tidak mempunyai fasilatas seperti proyektor (LCD) dan mic , untuk

berlangsungnya peneltian maka peneliti menyewa seperti proyektor (LCD) untuk

memaparkan vidio yang di berikan kepada Guru (responden), peneliti

menggunakan media video dengan alat bantu dalam penelitian yaitu pryektor

(LCD) , proses yang di lakukan peneliti pada saat menyampaikan materi tentang

perbedaan pengetahuan guru tentang penanganan epistaksis sebelum dan sesudah

mengguanakan media video di kelurahan landungsari kecamatan dau malang.

Anda mungkin juga menyukai