Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH STUDI HUKUM ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


TAHUN AJARAN 2021
DOSEN PENGAMPU : MOH. HATTA, MHI
Achmad Irfa Uddin – 05040320070– HPI C
Soal:
1. Jelaskan hubungan antara hukum Islam, syariah dan fiqh ?
2. Bagaimana proses pemikiran hukum Islam ( tasyri’) pada masa kenabian ? jelaskan !!
3. Apakah secara formal sudah dibukukan kedua sumber hukum Islam ( al-Quran dan al-
Hadits) pada masa kenabian? Dan bagaimana eksistensi keduanya pada saat itu ?
4. Jika dihadapkan pada persoalan-persoalan yang baru, bagaimana upaya para sahabat
dalam mencari solusinya? Jelaskan beserta satu contoh persoalan baru pada saat itu !
5. Telah maklum, bahwa kodifikasi al-qur’an dilakukan pada masa khulafaurrosyidin dan
sekaligus sebagai hasil yang monumental, coba deskripsikan bagaimana hal itu
dilakukan ?
6. Jelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi pembinaan hukum Islam pada masa
tabi’in!!
7. Terdapat dua kelompok ulama yang dominan pada masa tabi’in, sebutkan dan jelaskan !!!
8. Jelaskan apa saja ciri yang menonjol dari fuqoha’ Madinah dengan fuqoha’ Iraq
9. Jelaskan factor yang terpenting yang mempengaruhi pemikiran Imam Malik ( yang
tradisionalis dan yang banyak menggunakan hadits dalam berhujjah ) !!!
10. a. Jelaskan mengapa Imam Syafii membangun pemikiran fiqhnya secara moderat !
b. jelaskan apa yang dimaksud dengan qoul qodim dan qoul jadid sebagai bentuk
pemikiran Imam Syafi’I !!

jawaban:

1. hukum islam itu Seluruh peraturan dan tata cara kehidupan dalam Islam yang
diperintahkan oleh Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur an dan Al-Sunnah.
Syariah itu tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT dalam bentuk
ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai pedoman dalam berhubungan
dengan Allah dan antar sesama manusia.
Fiqih itu ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat amaliyah yang telah di gali
dan di temukan oleh dalil-dalil secara tafsil
Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bahwa Syariah merupakan sumber atau
landasan ilmu fiqih, sedangkan ilmu fiqih merupakan pemahaman terhadap syariah.
2. Pada masa rasullah masih di makkah rasullah lebih menekankan pada dakwah dan
penyebaran islam karena memang pada masa itu masih sedikit nya pengikut agam islam.
Karena bisa kita lihat pula di surah surah makkiyah lebih membahas tantang persoalan-
persoalan doktrinteologi dan akidah, akhlaq, ibarat keteladanan dari proses-proses
perjalanan hidup umat terdahulu.
Beda dengan pada masa madinah yang mana penganut agama islam telah meningkat dan
di terima oleh penduduk asli madinah, dan di rasa sudah membutuhkan tasyri’ dan
pembentukan perundang-undangan yang mengatur hubungan antara individu dari suatu
bangsa dengan bangsa lain,dan mengatur hubungan atau kontak komunikasi dan interaksi
mereka dengankalangan non muslim,baik di masa damai ataupun di masa perang.
3. Untuk pembukuan hadits dan al quran pada masa nabi masih lah belum di lakukan,
namun tetap adanya catatan al quran yang di tulis di pelepah qurma, kulit yang di samak,
bahkan di batu.untuk hadits sendiri masih belum boleh di tulis pada masa nabi karena di
khawatirkan tercampur aduk dengan hadits lainnya.
Dan untuk peran hadits dan al quran sendiri memang sebagai dasar hukum islam dari
masa nabi, namun tetap saja jikalah ada kebimbangan dan kebingunan dari hati para
sahabat mereka akan langsung mencari jawabannya kepada nabi muhammad saw.
4. Para sahabat selalu menyelesaikan masalah khusunya para khulafakhurasidin dengan
selalu mengikuti ketentuan – ketentuan yang telah allah saw tentukan dan nabi
muhammad jelaskan.
Seperti contohnya shabat abu bakar yang menemui konflik para nabi palsu dan para
pembangkan agama yang tidak ingin membayar zakat. Maka dengan tegas nya abu bakar
melakukan pembersihan dan penegasan sesuai dengan aturan yang telah allah swt
tetapkan dan rasullah jealaskan.
5. Kodifikasi al quran di mulai karena abu bakar khawatir ayat – ayat al quran berceceran,
dan adanya penguat bahwa banyaknya para pengahafal al qurang yang di wafat bahkan di
bunuh. Sehingga, timbullah pemikiran untuk memulai kodifikasi al quran dengan cara
membukukan al quran dan di maklum kan oleh seluruh umat islam pada masa itu.
Tidak berhenti di situ, di lanjutkan pada masa usman kodifikasi al quran di lakukan
kembali dengan mengumpulkan semua mushaf dan menjadikan nya satu ragam. Karena
pada masa itu adanya perbedaan antar mushaf dan di khawatirkan akan timbul fitnah,
maka di lakukannya kodifikasi ini oleh usman.
6. Ada 2 faktor yang mempengaruhi pembinaan hukum islam pada masa tab’i :
a. Perluasan wilayah
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, ekspansi (perluasan wilayah) dunia Islam
dilakukan sejak zaman khalifah. Langkah awal yang dilakukan Muawiyah dalam
rangka menjalankan pemerintahan memindahkan ibu kota negara, dari Madinah ke
Damaskus. Muawiyah kemudian melakukan ekspansi ke barat sehingga dapat
menguasai Tunisia, Aljazair, Maroko sampai kepada Samudra Atlantik.
b. Perbedaan menggunakan ra’yu
Ra'yu adalah salah satu cara umat Islam untuk menetapkan suatu hukum dari
permasalahan-permasalahan kontemporer yang belum didapati dalam Al-Qur’an dan
sunah. Karena semakin luasnya wilayah Muslim, maka persoalan yang mereka hadapi
di daerah masing-masing berbeda, hingga muncullah hasil ijtihad yang berbeda pula.
7. Ada 2 kelompok :
a. Kelompok Rasionalis ( Ahlul Al Ra’yi)
Ahl Ra’yi merupakan sebutan yang digunakan bagi kelompok yang dalam
menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra’yu atau ijtihad ketimbang
hadis. Kelompok ini muncul lebih banyak di wilayah Iraq, khususnya di Bashrah dan
Kufah.Di samping itu, mereka juga meinim menggunakan hadis sehingga mendorong
mereka untuk menggunakan ra’yu juga dipengaruhi oleh ketatnya proses seleksi
mereka terhadap hadis dengan cara memberikan kriteria-kriteria yang sangat sulit.
Seleksi yang sungguh ketat yang mereka terapkan berpengaruh terhadap minimnya
hadis yang dapat diterima sebagai dasar hujjah. Pada dasarnya, seleksi ketat yang
mereka lakukan ini termotivasi oleh munculnya pemalsu-pemalsu hadis yang kala itu
jumlahnya yang tidak sedikit.
Munculnya berbagai masalah baru yang membutuhkan legitimasi hukum. Masalah-
masalah ini muncul dikarenakan pesatnya perkembangan budaya yang terjadi di Iraq
kala itu, terutama yang berasal dari Persia, Yunani, Babilonia dan Romawi dan ketika
budaya-budaya yang berkembang ini bersentuhan dengan ajaran Islam maka harus
dicari solusi hukumnya. Minimnya hadis yang mereka peroleh menggiring mereka
untuk menggunakan ra’yu.jelaslah bahwa ahl ra’yu dalam pelegislasian hukum lebih
banyak menggunakan ra’yu ketimbang hadis. Bila timbul suatu masalah yang
memerlukan jawaban hukum maka mereka terlebih dahulu mencari dalilnya di dalam
Alquran. Bila ketentuan hukumnya tidak mereka temukan, mereka mencarinya di
dalam hadis, yang dalam hal ini mereka memberikan kriteria yang ketat sehingga
sedikit hadis-hadis yang lolos seleksi, meskipun tentu saja tidak berarti bahwa mereka
tidak menggunakan hadis sama sekali. Apabila tidak ada hadis yang menerangkan
masalah tersebut maka mereka menggunakan penalaran, dan penggunaan ra’yu inilah
yang banyak mereka terapkan dalam penetapan hukum.
b. Kelompol Tradisionalis (Ahlul Al Hadits)
ahl al-hadis merupakan kelompok di masa tabi’in yang dalam pelegeslasian hukum
Islam lebih dominan menggunakan hadis ketimbang ra’yu. Kelompok ini merupakan
kebalikan dari ahl ra’yu. Kelompok ini berkembang di Hijaz (Mekkah, Madinah dan
Thaif) dan memperoleh fiqh dari Zaid bin Tsabit, Aisyah, Abdullah bin Abbas dan
Abdullah bin Umar.Di antara bentuk-bentuk keistimewaan yang dimiliki kelompok
ahl hadis adalah:
Sangat kuat berpegang terhadap hadis dan tidak memberikan kriteria yang sangat
ketat dalam penukilan hadis, sebab mereka berpandangan bahwa riwayat yang berasal
dari penduduk Hijaz adalah siqat.Tidak suka mempersoalkan atau mendiskusikan
masalah-masalah yang belum muncul karena akan mendorong penggunaan ra’yu.
Dalam memahami suatu nash, sangat berpatokan kepada makna zahir nash dan tidak
mendiskusikan lebih lanjut tentang alasan dan hikmah yang terkandung di dalam nash
tersebut.Tidak menggunakan ra’yu kecuali pada saat terpaksa.
8. Ciri – ciri fuqaha madinah sebagai berikut :
Terkenal dengan berpegang kepada nash-nash as-Sunnah dan memahaminya
secara literal (dhahir), dan juga menganggap bahwa fatwa sahabat juga sebagai sumber
hukum setelah al-Qur'an dan as-Sunnah.Aliran ini biasa disebut dengan ahl-al-Hadist.
Ciri – ciri fuqaha iraq :
Lebih menggunakan rasio dalam skala yang cukup luas dan menganggap hukum syariat
sebagai suatu takaran rasionalitas, dan aliranini juga cenderung lebih menggunakan Qiyas
(analogi) sehingga aliran ini dinamakan dengan ahl-al-ra‟yi.
9. Karena pada Masa mudanya Imam Malik tidak pernah keluar dari kota madinah sehingga
sangatlah kental kebudayaan madinah di dalam dirinya dan juga beliau pada masa
mudanya disibukkan dengan menuntut ilmu, mula-mula ia menghafal sunnah dan fatwa
sahabat, sedemikian ketekunan Imam Malik dalam belajar hadist dan ilmu fiqih sudah
tampak sejak kecil, agaknya kehidupan Imam Malik di Madinah yang sedemikian rupa
itu yang menjadi faktor penting sehingga ia lebih cenderung banyak menggunakan hadist
dan menjauhi rasio yang sampai batas tertentu maka ulama disini lebih mengetahui hadist
dibanding ulama di daerah lain.
10. A. Ada 2 faktor utama :

a. Beliau memiliki keperibadian yang pintar, cerdas, dan pandai ber argumen. Beliau
setiap ber argumen selalu membuat kesepakatan bahwa argumen yang lemah akan
mengikuti arguman yang lebih kuat.
b. Beliau hidp di zamanyang mana beliau mengakomodasi dua aliran hukum Islam yang
berkembang saat itu, yaitu aliran tekstualis (madrasatul hadits) dan aliran rasionalis
(madrasatur ra’yi). Hasil kolaborasi keduanya dapat dilihat dari produk hukum Imam
Syafi’i yang selalu mengacu pada substansi nash (al-Qur’an dan as-Sunnah), dan
dalam teks tertentu dipadukan dengan dalil analogi (qiyas). Yang kemudian di era
sekarang lebih dikenal dengan istilah moderat.

Sehingga dapat di lihat bahwa imam syafi’i membangun peemikiran moderat dengan
menggunakan dasar dan pemikiran yang benar menurut pola pikir beliau.
Menyatukan dan menyempurnakan antara aliran tektual dan aliran rasional yang
mana mengakibatkan timbulnya keselarasan dan kefleksibelan dalam hukum islam
baik di masa penciptaannya hingga masa sekarang.

B. Qoul qodim dan Qoul Jadid ialah:

a. Qoul Qadim itu pendapat Imam al-Syafi’i yang pertama kali difatwakan ketika beliau
tinggal di Bagdad Irak , setelah beliau diberi wewenang untuk berfatwa oleh
gurunya.
b. Qoul Jadid itu adalah pendapat Imam al-Syafi’i ketika beliau tinggal di Mesir yang
melihat fenomena sosial yang terjadi di masyarakat pada waktu itu dengan
memperbaharui, me-nasakh pendapat lamanya ketika berada di Irak.

Mencermati pengertian di atas bahwa lahirnya istilah qaul qadim dan qaul jadid
dilatarbelakangi oleh beberapa hal antara lain:
1. Faktor Geografis
2. Faktor Kebudayaan Adat Dan Istiadat
3. Faktor Pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai