Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) ATAU GAGAL NAFAS


AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Sarjana


Keperawatan Stase Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis

Dosen Pembimbing : Setianingsih, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

Nama : Solikhatun

NIM : SK 117031

Kelompok :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SARJANA


KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KENDAL TAHUN AKADEMIK 2020/ 2021
BAB I

TINAUANPUSTAKA

A. Definisi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat


medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung
ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Muwarni, 2011). Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan syndrome yang ditandai
oleh peningkatan permeabelitas membrane alveolar-kapiler terhadap air,
larutan dan protein plasma disertai kerusakan alveolar difusi dan akumulasi
cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein, syndrome klinis yang
ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigenarteri yang terjadi
setelah penyakit atau cidera serius (Mutaqqin, 2013).
Menurut Terry & Weaver (2013) Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)/ Gagal nafas akut adalah ketidak mampuan system pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)/ Gagal nafas akut
adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran gas
yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan
konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis (Somantri, 2007).

B. Etiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Kowalak (2012) gagal napas sangat beragam tergantung


jenisnya. Gagal napas dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding
dada, otot pernapasan, atau medulla oblongata. Beberapa mekanisme
timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit adalah sebagai berikut:
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma

Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran napas,


fibrosis, destruksi parenkim membuat area permukaan alveolar yang
kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat
terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2
2. Pneumonia

Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu reaksi


inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2
3. TB Pulmonal

Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan terjadi


peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membrane
alveolokapiler, sehingga menyebabkan pertukaran gas terganggu
4. Tumor paru

Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat ventilasi


dan perfusi tidak adekuat
5. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam ruang pleura yang


menghalangi ekspansi paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika lapisan
pleura dari dinding dada dan lapisan visera dari paru-paru dapat
memelihara tekanan negative pada rongga pleura. Ketika 15 kontinuitas
sistem ini hilang, paru akan kolaps, menyebabkan pneumothoraks
6. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura
normalnya merembes secara terus-menerus ke dalam rongga dada dari
kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh
kapiler dan sistem limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang
mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan menyebabkan efusi
pleura

C. Manifestasi Klinik Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Musliha (2010) dikatakan gagal napas jika memenuhi salah


satu keriteria yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali
peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis metabolic. Selain itu jika
menurut klasifikasinya sebagi berikut :
1. Gagal napas hipoksemia

Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan
hipoksia jaringan, antara lain:
a. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)

b. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat

c. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)

d. Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi

e. Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal


jantung dapat terjadi pada hipoksia berat.
2. Gagal napas hiperkapnia

Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2


alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di
dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat,
asma berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat atau landry guillain
barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran,
gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala,
dan papil edema.

D. Klasifikasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Padila (2012) gagal nafas dibagi menjadi dua yaiitu gagal
nafas tipe I dan gagal nafas tipe II.
1. Gagal nafas tipe I

Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah,


ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal
napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh
kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terutama
terjadi akibat:
a. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir
ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling
sering. Contohnya adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS,
atelektasis, pneumonia, emboli paru, dysplasia bronkupulmonal.
b. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar
atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler.
Contohnya adalah edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.
c. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-
paru yang tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah
malformasi arterio-vena paru, malformasi adenomatoid kongenital.
2. Gagal nafas tipe II

Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2,


pada umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan
retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan
penurunan PH yang abnormal dan penurunan PaO2 atau hipoksemia.
Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena
kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmonal dapat disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan
sentral atau gangguan pada respon ventilasi.
Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut
diklasifikasikan menjadi dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas
ventilasi atau hiperkapmia.
a. Gagal nafas hipoksemia

Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti


edema paru, nyaris tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa
(adult/acute respiratory distress syndrome), masalah lokal seperti
pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor paru
b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak


dapat mendukung pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan
kenaikan kadar PaCO2 yang berakibat pada deprsi susunan saraf
pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk mempertahankan
pernafasan atau bebabn berlebih pada sistem pernafasan.
E. Patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Musliha (2010) patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan


Gagal nafas ventilasi atau hiperkapmia adalah sebagai berikut :
1. Gagal nafas hipoksemia

Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya adalah


ventilasi perfusi (emboli paru), gangguandifusigas (gangguan alveolar,
edema paru) yang dapat diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute
respiratory distress syndrome (ARDS). acute respiratory distress
syndrome (ARDS) atau gagal nafas akut dapat menyebabkan berhentinya
saraf simpatik dihipotalamus hingga terjadi kontaksi dinding otot hingga
menyumbat pembuluh darah karna mekanisme atau rangsangan tertentu
pada tubuh dan menyebabkan perubahan volume darah menuju sirkulasi
paru. Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri
kapiler sebagai hasil dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan
kembali ke ujung vena kapiler karena adanya tekanan onkotik dan
peningkatan tekanan hidrostatik intertisial. Pergerakan cairan dalam paru
tidak berbeda, sering ditemukan cairan di ruang intertisial paru.
Normalnya cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke
intertisial untuk menyediakan nutrisi pada sel-sel paru. Peningkatan
tekanan hidrostatik di pembuluh darah paru menyebabkan edema paru atau
kelebihan volume cairan ketidak seimbangan gaya starling membuat
peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru dan mengakibatkan
cairan menumpuk di intestinium hingga berusaha mengompensasi hal
tersebut dengan mencairkan system sulfaktan kemudian terjadilah proses
infiltrasi.
Peningkatan didrostatik yang berakibat pada edema paru hingga
mengakibatkan penurunan pengembangan paru dapat berakibat terjadinya
ateleksis atau kebocoranpada paru dan membuat pengembangan paru
berkurang atau abnormalitas ventilasi-perfusi dan pengembangan paru
yang menurun mengakibatkan kadar oksigen dalam darah rendah hingga
dapat meningkatkan kerja pernafasan, rendahnya kadar oksigen dalam
dapat berakibat terjadinya dyspnea atau sesak nafas karena laju metabolik
menurun tidak adanya energi yang terbentuk membuat fungsi hipotalamus
menurun dan berakibat menurunya nafsu makan hingga juga dapat
menyebabkan perubahan polanutrisi pada tubuh karena intake nutrisi yang
tidak adekuat.
2. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui


saraf dan otot pernafasan untuk mengontrol pernafasan. Kegagalan
ventilasi alveolus menyebabkan ketidak seimbangan ventilasi perfusi yang
mengakibatkan hiperkapnia (kenaikan kadar CO2), dan akhirnya terjadi
asidosis. Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut dapat menyebabkan
kematian. Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu
mengganggu proses inhalasi dan meningkatkan beban kerja pernafasan,
ketika volume alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas titik penutupan
kritisnya, alvelous tetap terbuka dan berfungsi, memungkinkan oksigen
untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika volume alveolus lebih rendah
dari titik penutupan, alveolus akan kolaps. Kolapsnya alveolus
menyebabkan tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk ke alveolus.
Pada gagal ventilasi akut, volume residu dan kapasitas resdiu fungsional
munurun, menyebabkan perfusi tanpa oksigenasi dan penurunan daya
kembang.
F. Pathways Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Hipoventilasi
Ventilation perfusion mismatch Ventilation perfusion mismatch
Emboli paru Emboli paru Obstruksi jalan nafas: spasme laring, aspirasi benda asing, edema j
Penyakit paru : asma, COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disea
Penyebab neurologis: SCI, overdosis obat, stroke
Cidera dada: pneumotoraks
Hipoksemia Hiperkapnea

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)/


Henti simpatik hipotalamus
Gagal nafas akut

Vasokontriksi paru
Gangguan pertukaran gas
(00030)
Perubahan volume
darah menuju sirkulasi
paru Abnormalitas ventilasi-
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
Edema paru Pemenuhan paru

Kelebihan volume cairan Penurunan pengembangan atelektasis

Cairan menumpuk di Kadar O2 dalam darah Penurunan

Mencairkan system Peningkatan kerja Tindakan primer A,B,C,D dan E

infiltrasialveol ronchi Ketidakefektifan pola nafas (00032)


Ventilasi mekanik

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas (00031) Risiko infeksi

Laju metabolik ↓ Dyspnea


Energy tidak

↓ fungsi hipotalamus

↓ nafsu makan

Intake nutrisi tidak

Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)


G. Komplikasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Alligood & Tomey (2010) komplikasi kegagalan pernapasan


akut dapat berupa penyakit paru, kardiovaskular, gastrointestinal (GI),
penyakit menular, ginjal, atau gizi. Komplikasi GI utama yang terkait dengan
gagal napas akut adalah perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan
pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi saluran
kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas
akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi
meliputi malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan
komplikasi yang berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral.
(Howard, 2010)
Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru, baro
trauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan dengan mesin
dan alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas juga banyak
menimbulkan komplikasi yaitu infeksi, desaturasi arteri, hipotensi,
barotrauma, komplikasi yang ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi trakhea
adalah hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang, hipoventilasi,
pneumotoraks, atelectasis (Herman & Kamitsuru, 2014). Gagal napas akut
juga mempunyai komplikasi di bidang gastrointestinal yaitu stress ulserasi,
ileus dan diare. Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia,
penurunan curah jantung, infark miokard, dan hipertensi pulmonal.
Komplikasi pada ginjal dapat menyebabkan acute kidney injury dan retensi
cairan. Resiko terkena infeksi pada pasien gagal napas juga cukup tinggi yaitu
infeksi nosokomial, bakteremia, sepsis dan sinusitis paranasal (Muwarni,
2011).
H. Pemeriksaan diagnostic Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Susanto (2012) adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien


dengan gagal anafs adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium

a. Analisa Gas Darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika
gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus
dilakukan untuk memastikan diagnosis,membedakan gagal napass akut
dan kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas
dan mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan
untuk patokan terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat-ringan
gagal napas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan
kesulitan respirasi ialah peningkatan laju pernapasan. Sedangkan
kapasitas vital paru baik digunakan menilai gangguan respirasi akibat
neuromuscular, misalnya pada sindroma guillain-barre, dimana
kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan.
Interpretasi hasil analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan.
b. Pulse Oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan


melalui aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan
berupa saturasi oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat
diletakkan baik di lobus bawah telinga atua jari tangan maupun kaki.
Hasil pada keadaan perfusi perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan
antara saturasi oksigen dantekanan oksigen dapat dilihat pada kurva
disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%, dibawah level itu
maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan saturasi
oksigen.
c. Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar


karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta
gangguan fungsi paru.
2. Radiologi

a. Radiografi Dada

Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal


napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner
kardiogenik dan nonkardiogenik
b. Ekokardiografi

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya


dilakukan pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit
jantung. Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang
abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner
kardiogenik, ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik
yang normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan
sindrom distress pernapasan akut. Ekokardiografi menilai fungsi
ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk pasien
dengan gagal napas hiperkapnik kronik.
c. Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik
Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced
vital capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di
pusat control pernapasan. Penurunan rasio FEV1 dan FVC
menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan nilai FEV1 dan FVC
serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan penyakit paru restriktif.
Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1
lebih dari 1 L dan gagal napas karena penyakit paru restriktif tidak
terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L

I. Penatalaksanaan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Menurut Susanto (2012) tujuan utama penatalaksanaan atau pengobatan


adalah untuk memperbaiki masalah ancaman dengan segera antara lain :
a. Terapi Oksigen

Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara
potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit
paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-27 jam tanpa
abnormalitas fisiologis yang spesifik.
b. Vetilasi Mekanik

Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanik. Terapi


modalitas ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai
integritas membran alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan
tambahan adalah:
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigen selema periode kritis
hipoksemia berat.
b. Mengatsi faktor etiologi yang mengawali penyebab distress pernafasan.

c. Positif and Expiratory Breathing (PEEB)

Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan


tekanan dan kemampuan alira yang tinggi, dimana PEEB dapat di
tambahkan .positif and expiratory breathing (PEEB) dipertahankan dalam
alveoli melalui siklus pernafasan untuk mecegah alveoli kolaps pada akhir
ekpirasi.Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung da
barotrauma. Hal tersebut seringkali terjadi jika pasien diventilasi dengan
tidal volume di atas 15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang
dada torakstomi darurat harus siap sedia.
d. Pemantauan oksigen Arteri Adekuat

Sebagian besar volume oksigen di transpor ke jaringan dalam bentuk


oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah
menurun. Sebagian akibat efek ventilasi mekanik PEEB pengukuran seri
hemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan
menetukan kebutuha untuk ttarnsfusi sel darah mearah.
e. Terapi farmakologi

Penggunaan inotropic agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah


jantung dan tekanan darah, penggunaan kortisteroid untuk terapi masih
kontroversial, untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan
stabilitas membrane paru. Tapi sebealumnya terapi antibiotik diberikan
untuk profilaksis atau untuk mengatasi infeksi, tetapi pengalaman
menujukkan bahwa hal ini tidak dapat mencegah sepsis gram negatife
yang berbahaya. Akhirnnya antibiotik profilaksis tidak lagi digunakan.
f. Pemeliharaan jalan nafas

Selang endotracheal atau selang trakheostomi disediakan tidak hanya


sebagai jalan nafas, tetapi juga melindungi jalan nafas ( dengan cuff utuh),
memberikan dukuga ventilasi kontiu dan memberikan konsentrasi oksigen
terus-menerus. Pemeliharaan jalan nafas meliputi: menatahui waktu
penghisapan, teknik penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan
nekrosis tekanan nasal dsan oral untuk membuang secret, dan pemonitoran
konstan terhadap jalan nafas bagian atas.
g. Pencegahan Infeksi

Perhatian penting terhadapa sekresi pada saluran pernafasan bagian atas


dan bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang tealh
dilakukan. Infeksi nosocomial adalah infeksi yang disapatkan di rumah
sakit.
h. Dukungan Nutrisi

Malnutrisi merupakan masalh umu pada paseien dengan masalah kritis.


Nutrisi parental total (hiperalimentsi intravena) atau pemberian makanan
melalui selang dapat memperbaiki malnutrisi dan kemungkinan pasien
untuk menghindari gagal nafas sehubugan dengan nutrisi buruk pada otot
inspirsi.
i. Monitor semua sistem terhadap respon tarapi dan potensial komplikasi
Rata-rata mortalita 50-70 %, dapat menimbulkan gejala disaat
penyembuhan. Prognosis jangka panjag baik. Abnormalitas obstruksif
terbatas, defek difusi sedang dan hipoksemia selama latihan.
BAB II

PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIVE

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Mahasiswa

Nama Mahasiswa : Solikhatun

NIM : SK 117031
2. Waktu Pengkajian

Tanggal : 4 Agustus 2021

Jam Pengkajian : 10.00 WIB


3. Identitas Pasien

Initial Pasien : Nn.A

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 16 tahun

Diagnosa Medis : TB millier.

4. Riwayat Penyakit

Alasan Masuk RS :

Alasan pasien masuk RS, pasien mengatakan sesak napas yang memburuk
selama satu minggu.
Keluhan Utama :

Pasien mengatakan selama lebih dari dua bulan, dia menggambarkan batuk
tidak produktif, demam malam hari, penurunan berat badan yang
signifikan, nyeri sendi, dan kelelahan .
5. Survey Primer

a. Airway + Controll Cervical

Terdapat sumbatan jalan napas, suara nafas ronchi dan terdapat suara
nafas tambahan.
b. Breathing + Ventilasi
Tekanan ekspansi akhir positif (PEEP) 10cm H2O dan FiO2 70%,
pengembangan dada simetris, takipnea, menggunakan ventilator,
frekuensi nafas 20 x/menit, auskultasi paru terdengan ronkhi untuk
auskultasi bilateral dengan irama regular, dan mengalami keluhan
sesak nafas.
c. Circulation

Takikardi, RR 20 x/mnt, Nadi 148 x/menit dengan irama regular, TD


123/85 mmHg, SPO2 90 %, suhu 37,8 oC akral hangat, warna kulit
normal, nyeri dada tidak terkaji dan tidak ada perdarahan.
d. Disability (Deficit Neurologis)

Tingkat kesadaran composmentis dengan GCS E:4 M:6 V:5, pupil


isokor, rangsang terhadap cahaya kanan kiri baik, klien tidak kejang,
kekuatan otot tidak terkaji.
e. Eksposure + Hipothermia
Prevention Tidak ada jejas, suhu
tubuh 37,8oC.

f. Gastric Tube

Tidak terpasang NGT

g. Heart Monitor

Tidak terkaji pemeriksaan EKG pada klien

6. Survey Sekunder

a. Kulit kepala

Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak ada hematoma, tidak ada
perdarahan, dan tidak ada krepitasi.
b. Wajah

Tidak ada sembab mata, tidak ada cedera cornea, tidak ada kreptasi
pada hidung, tidak ada krepitasi pada zigoma.
c. Leher

Tidak ada krepitasi servical, dan tidak ada peningkatan JVP.

d. Cor
Inspeksi : tidak ada jejas, IC tidak tampak
Palpasi : Takikardi
Perkusi : batas-batas jantung melebar ke kiri
Auskultasi : tirme teratur/ regular
e. Pulmo
Inspeksi : tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu

pernapasan
Palpasi : tidak ada pembesaran
Perkusi : Pekak
Auskultasi : suara paru bersih untuk auskultasi bilateral
f. Abdomen
Inspeksi :
Tidak ada jejas

Palpasi : peristaltik usus 9x/menit


Perkusi : Pekak pada organ
Auskultasi : nyeri tidak terkaji
g. VU

Tidak ada distensi VU

h. Pelvis

Tidak ada krepitasi

i. Ekstermitas atas

Simetris, tidak erdapat sianosis, tidak terdapat edema

j. Ekstermitas bawah

Simetris, tidak erdapat sianosis, tidak terdapat edema

k. Bagian punggung
Tidak ada
krepitasi
l. Balance
Cairan Tiak
terkaji
7. PemeriTes iksaan Penunjang :

a. Ct Scan : . CT scan dada mengkonfirmasi kekeruhan milier, tanpa limfadenopati


mediastinum atau hilus
8. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil laboratorium terkait selama rawat inap


Referenc Day-
e 0
Ranges
WBC (K/CMM) 4-10,5 7,6
Hemoglobin (g/dL) 12-15,7 7,6
Jumlah limfosit 0,8-4,8 1,1
absolut
(K/CMM)
Trombosit (K/CMM) 140-450 332
Kreatinin (mg/dL) 0,4-1,10 0,42

9. Terapi Saat Ini

Hari/ Tanggal: Rabu/ 4 Agustus 2021

Nama obat Rute Dosis Cara


kerja
Infus RL IV 90cc/jam Memenuhi kebutuhan cairan
Elektrolit
Vitamin IV 200 mg/hari Mengatur metabolism, mencegah
penyakit kronis, memelihara
nafsu makan, kesehatan mental
dan kekebalan tubuh
Aspirin IV 100 mg/hari Mencegah penggumpalan darah,
mengurangi rasa sakit dan
menurunkan demam
Seftriakson IV 50 mg/kg Untuk mengatasi berbagai infeksi
bakteri yang terjadi pada tubuh
Azitromisin IV 500 mg/hari Untuk mengobati infeksi bakteri
di berbagai organ dan bagian
tubuh (seperti saluran pernafasan,
mata, kulit, dan alat kelamin)
Hydroxychloro IV 200 mg/hari Untuk mencegah atau mengobati
quine infeksi malaria yang disebabkan
oleh gigitan nyamuk, untuk
mengobati penyakit autoimun
(lupus, rheumatoid arthritis)
Betametason IV 2-3mg/hari Untuk mengatasi berbagai infeksi
kulit seperti eksim, psoriasis, atau
reaksi alergi, mengurangi
bengkak, gatat dan kemerahan
yang muncul akibat kondisi ini.
Norepinefrin IV 30 ug/menit Untuk menangani tekanan darah
rendah parah yang mengancam
nyawa
B. Analisa Data
Tanggal & Etiologi
Data Fokus Masalah
Jam keperawatan
4 Agustus DS : Sekresi yang Ketidakefektifa
2021/ a. Pasien tertahan n bersihan jalan
10.00 wib DO : nafas (00031)
a. Terdengar suara ronkhi
b. Tampak adanya secret
atau sputum didalam
OPA
4 Agustus DS: Gangguan Perubahan
2021/ a. Pasien mengeluh tidak pertukaran gas membran
10.00 wib nyaman didada, sesak (00030) alveolar-
nafas 7 hari kapiler
DO:
a. Tampak sesak nafas
b. Takikardi
c. Takipnea
d. CT scan dada
mengkonfirmasi kekeruhan
milier, tanpa limfadenopati
mediastinum atau hilus
Tekanan ekspansi akhir
positif (PEEP) 10 cm H2O
dan FiO2 70%
e. Nadi 148/ x/menit
6. RR 20 x/menit
7. SPO2 90 %
8. TD 123/85 mmHg
9. Hb, 7,6 g/dL
4 agustus DS : Gangguan Penyakit
2021 a. Pasien mengatan sesak Ventilasi paru
napas selama kurang lebih Spontan obstruktif
satu minggu (0004) kronis
DO :
a. Takikardi
b. SPO2 : 70%
c. Volume tidal 330ml
C. Diagnosa Keperawatan (Nanda)

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar-kapiler (00030)

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang


tertahan (00031)

3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dnegan penyakit paru obstruktif


(0004)
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar-kapiler (00030)

2. Gangguan ventilasi mekanik berhubungan dengan penyakit paru obstruktif


(0004)

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang


tertahan (00031)
E. Rencana Tindakan Keperawatan (NOC-NIC)

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


No
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Penyapihan ventilator
pertukaran gas keperawatan diharapkan mekanik (3310)
berhubungan masalah gangguan a. Monitor pemicu
dengan pertukaran gas pasien kemampuan untuk
perubahan teratasi dengan riteria mentoleransi
riteria hasil : penyapihan
alveolar- Respon ventilasi mekanik: berdasarkan riteria
kapiler dewasa (0411) (misalnya, tingkat
(00030) a. Saturasi oksigen [ventilator mekanik]
dipertahankan pada skala untuk dimatikan,
2 (deviasi yang cukup kapasitas vital,
cukup berat dari kisaran kemampuan bernafas
normal) ditingkatkan ke sendiri, tekanan
skala 4 (deviasi ringan inspirasi riteria)
dari kisaran normal) b. Atur tujuan
b. Tanda-tanda vital penyapihan yang
dipertahankan pada skala konkrit/khusus dan
2 (deviasi yang cukup rit dicapai bersama
cukup berat dari kisaran c. Bantu klien untuk
normal) ditingkatkan ke membedakan
skala 4 (deviasi ringan pernafasan spontan
dari kisaran normal) dengan pernafasan
c. Irama pernafasan yang dibantu secara
dipertahankan pada skala mekanik
2 (deviasi yang cukup d. Posisikan paien agar
cukup berat dari kisaran dapat menggunakan
normal) ditingkatkan ke otot penyapihan
skala 4 (deviasi ringan terbaik dan
dari kisaran normal) optimalkan fungsi
d. Kedalaman inspirasi diafragma/ penurunan
dipertahankan pada skala diafragma
2 (deviasi yang cukup e. Konsultasikan dengan
cukup berat dari kisaran tenaga kesehatan yang
normal) ditingkatkan ke lain dalam memilih
skala 4 (deviasi ringan metode penyapihan
dari kisaran normal)
e. Keseimbangan ventilasi
perfusi dipertahankan
pada skala 2 (deviasi
yang cukup cukup berat
dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)

2 Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas


an bersihan keperawatan diharapkan (3140) :
jalan nafas masalah ketidakefektifan a. Auskultasi suara
berhubungan bersihan jalan nafas pasien nafas, catat area
dengan sekresi teratasi dengan kriteria yang ventilasinya
yang tertahan hasil : manajemen diri: menurun atau tidak
(00031) penyakit paru obstruktif ada dan adanya
kronis (3103) : suara tambahan
a. Memantau denyut dan b. Monitor status
irama nadi dipertahankan pernafasan
pada 3 ditingkatkan ke 5 sebagaimana
secara konsisen mestinya
menunjukkan c. Posisikan untuk
b. Memantau kecepatan dan meringankan sesak
irama nafas dipertahankan nafas
pada 3 ditingkatkan ke 5 d. Motivasikan
secara konsisten pasienuntuk
menunjukkan bernafas pelan,
c. Memantau saturasi oksigen dalam, berputar dan
dipertahankan pada 3 batuk.
ditingkatkan ke 5 secara e. Buang secret
konsisten menunjukkan dengan memotivasi
pasien untuk
melakukan
penyedotan dan
batuk efektif
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen ventilasi
ventilasi keperawatan diharapkan :invasif (3300) :
spontan masalah gangguan ventilasi a. Monitor efektifitas
berhubungan spontan pasien teratasi ventilasi mekanik
dengan dengan kriteria hasil : terhadap status
penyakit paru status pernapasan : fisiologi dan
obstruktif ventilasi (0403) : psikologi pasien
(0004) 1) Deviasi berat dari kisaran b. Monitor tekanan
normal ventilator,
2) Deviasi yang cukup sinkronisasi
cukup berat dari kisaran pasien/ventilator,
normal dan suara nafas
3) Deviasi sedang dari pasien.
kisaran normal c. Monitor kerusakan
4) Deviasi ringan dari mukosa oral,
kisaran normal hidung, trakea atau
5) Tidak ada deviasi dari jaringan laring dari
kisaran normal tekanan jalan nafas
buatan, tekanan cuff
a. Frekuensi napas yang tinggi, atau
dipertahankan pada 4 ekstubasi yang tidak
ditingkatkan pada 5 direncanakan.
b. Irama pernapasan d. Posisikan untuk
dipertahankan pada 4 memfasilitasi
ditingkatkan pada 5 ventilasi/kesesuaian
c. Kedalaman inspirasi perfusi (good lung
dipertahankan pada 3 down) sesuai
ditingkatkan pada 4 kebutuhan.
d. Suara perkusi napas e. Berikan perawatan
dipertahankan pada 2 mulut secara rutin
ditingkatkan pada 4 dnegan pengusapan
e. Volume tidal yang lembab dan
dipertahankan pada 4 lembut, dengan
ditingkatkan pada 5 agen antiseptik, dan
suksion
f. Pastikan peralatan
emergensi tersedia
di sisi tempat tidur
sepanjang waktu
misalnya tas
resusitasi manual
yang tersambung ke
oksigen, makser,
peralatan suksion
termasuk juga
persiapan jika listrik
mati.
Implementasi suction tabung endotrakeal

1. Memonitor tanda-tanda vital 


2. Menganjurkan penggunaan otot penyapihan
terbaik dang mengoptimalkan diafragma

3. Memonitor saturasi oksigen 

1. Melakukan Auskultasi suara napas 

2. Mengajarkan batuk efektif (IGD)

3. Melakukan penyedotan sekret (ICU) 


Implementasi

1. Monitor efektifitas ventilasi


RS : pasien mengatakan posisinya
mekanik terhadap status fisiologi
sekarang jauh lebih nyaman
dan psikologi pasien
2. Monitor tekanan ventilator, RO : FiO2 mulai dari 70 hingga

sinkronisasi pasien/ventilator, dan 100%,, PEEP 10 cmH2O, saturasi

suara nafas pasien. oksigen pasien antara 85% dan

3. Memposisikan good lung down pada 90%.


pasien
31
DAFTAR PUSTAKA

Alligood & Tomey. (2010). Nursing Theorist and Their Work (6th edition) USA

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A., C. (2014). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Keperawatan Pasien. Edisi:3.
Jakarta : EGC
Herman, T.H & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis:
Definitions, Clasification 2015-2017 Edisi ke 10. Oxford:Wiley
Blackwell
Howard, Patricia, K. (2010). Sheehy’s Emergency Nursing Principles
and Practice ENA Sixth Edition. USA: Mosby Elservier
Jhonson, Marion.,Meridean Maas. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC). St. Louis : Mosby
Kowalak, Jennifer, P. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mc Closkey, Joanne C.,Bullecheck, Gloria M. (2013). Nursing Interventions


Classification (NIC). St. Loui : Mosby
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Numed

Mutaqqin, Arif. (2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Muwarni, Anita. (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Nanda International. (2018). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi
2018- 2020. Jakarta : EGC
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Somantri. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Susanto. (2012). Penggunaan Ventilator Mekanik Invasif pada Acute Respiratori
Distress Syndrome (ARDS) Vol 32. Jakarta: J Respir Indo
Terry, C.L & Weaver, A. (2013). Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha

Anda mungkin juga menyukai