Anda di halaman 1dari 7

9.

1 Pengertian Kontruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina,
memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau
aliran.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
seseorang merupakan hasil konstruksi orang itu sendiri. Pendekatan yang dilandasi teori
konstruktivisme ini sumber utamanya adalah karya Jean Piaget dan Lev Vigotsky.
Para konstruktivis menjelaskan bahwa satu-satunya alat/sarana yang tersedia bagi seseorang
untuk mengetahui sesuatu adalah indranya. Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungan
dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium, dan merasakannya. Dari sentuhan indrawi itu
seseorang membangun gambaran dunianya. Misalnya, dengan mengamati air, bermain dengan air,
mengecap air, dan menimbang air, seseorang membangun gambaran pengetahuan tentang air.
Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang (pendidik) ke kepala
orang lain (peserta didik). Peserta didik sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan
dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin, dalam Suparno,
1997: 19).

Klasifikasi Pengertian Konstruktivisme


a. Konstruktivisme Kognitif
Dari sudut pandang konstruktivisme kognitif, pengetahuan merupakan hasil internalisasi dan
rekonstruksi dari realitas eksternal (Doolittle dan Camp, 1999). Hasil dari proses internalisasi ini
adalah struktur-struktur dan proses-proses kognitif yang secara akurat berkaitan dengan struktur-
struktur dan proses-proses yang terdapat di dunia nyata.
b. Konstruktivisme Radikal
Konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme individu sebagaimana konstruktivisme
Piaget. Konstruktivisme radikal bukan suatu teori pengembangan atau teori pembelajaran, tetapi
suatu model pengetahuan yang dapat digunakan oleh para ahli teori pengembangan pembelajaran
untuk mengembangkan suatu model pembelajaran (Steffe, 1'996). Pembelajaran beracuan
konstruktivisme radikal memfokuskan pada siswa secara individu mengkonstruksi pengetahuan
berdasar pengalaman siswa sendiri.
c. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial meyakini bahwa pengetahuan merupakan hasil dari interaksi sosial dan
pemakaian bahasa, jadi merupakan pengalaman yang dihasilkan dari kesepakatan melalui tukar
pendapat dalam interaksi sosial, dan bukan pengalaman yang hanya dihasilkan secara individu.

9.2 Implikasi Kontruktivisme


a) Implikasi Kontruktivisme terhadap Pembelajaran
Penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran akan membawa implikasi sebagai
berikut:
1. Isi Pembelajaran
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, guru tidak dapat
menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh siswa, tetapi hanya sebatas
memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya umum. Proses penyajian dimulai dari
keseluruhan ke bagian-bagian, bukan sebaliknya. Mengingat aliran konstruktivisme lebih
mengutamakan pemahaman terhadap konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam
konteksnya yang aktual yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut
pada hal-hal yang kompleks. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang kompleks akan
memberikan tantangan untuk diketahui dan dipahami.
2. Tujuan Pembelajaran
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa
untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali, dan
transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi
kalau ada pemahaman (understanding), sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat terbentuknya
struktur kognitif baru dalam pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau terjadi proses akomodasi atau
perubahan paradigma dalam pikiran siswa. Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai
penting, karena pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipela#jari. Karena itu
tekanan belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak, akan tetapi yang lebih
penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau struktur kognitif yang berbeda.
3. Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai
dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang digunakan perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi siswa. Guru tidak dapat memastikan strategi yang digunakan, yang dapat
hanya sebatas tawaran dan saran. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk
mengoptimalkan pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan
lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari perspektif ganda, dan
informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa siswa yang ketat,
dihindari sama sekali.
4. Penataan Lingkungan Belajar
Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik diidentifikasikan dengan
alternatif sebagai berikut:
1) menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan dimana siswa ikut
menentukan topik/sub topik yang mereka sikapi, metode pembelajaran berikut strategi
pembelajaran yang dipergunakan
2) menyediakan pengalaman belajar yang kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari
berbagai segi
3) mengintegrasikan proses belajar dengan konteks yang nyata dan relevan dengan harapan
siswa dapat menerapkan pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari
4) memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan
menempatkan guru sebagai konsultan
5) peningkatan interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa sendiri
6) meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar disamping komunikasi tertulis dan lisan
7) meningkatkan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan mereka agar siswa
mampu menjelaskan mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.
5. Hubungan Guru-Siswa
Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang maha tahu dan siswa bukanlah yang
belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif mencari tahu dengan
membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam
banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru
dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.

b) Implikasi Kontruktivisme terhadap Pendidik dan Peserta Didik


a. Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan kognitif tingkat tinggi
seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan.
b.Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari pemecahan masalah secara
individual dan kolektif sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam
mengembangkan pengetahuan dan rasa tanggungjawab pribadi.
c. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya agar terjadi proses
dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua
pihak merasa bertanggungjawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama.
Caranya dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu,
yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok,
menulis, dialog dan presentasi di depan teman yang lain.
9.3 Kelebihan dan Kekurangan Kontruktivisme dalam Pendidikan
a. Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme
1. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Peserta didik menurut konstruktivisme adalah peseta
didik yang aktif mengkonstruksi pengetahuan yang dia dapat. Mereka membandingkan
pengalaman kognitif mereka dengan persepsi kognitif mereka tentang sesuatu. Jadi guru dalam
pembelajaran konstruktivisme hanya fasilitator, bukan model atau sumber utama yang bertugas
untuk mentransfer ilmu pada siswa.
2. Pembelajar lebih aktif dan kreatif. Sebagai akibat konstruksi mandiri pembelajar terhadap sesuatu,
pembelajar dituntut aktif dan kreatif untuk mengaitkan ilmu baru yang mereka dapat dengan
pengalaman mereka sebelumnya sehingga tercipta konsep yang sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti mengkonstruksi informasi dalam
struktur pengertian lamanya. Jadi dapat dijabarkan bahwa dalam konstruktivisme, pembelajar
mendapatkan ilmunya tidak hanya dengan mendengarkan penjelasan gurunya, tetapi juga
dengan mengaitkan pengalaman pribadi mereka dengan informasi baru yang mereka dapat.
Sesuatu yang didapat dengan proses pencarian secara mandiri akan menimbulkan makna yang
mendalam terhadap ilmu baru itu.
4. Pembelajar memiliki kebebasan belajar. Kebebasan disini berarti bahwa pembelajar dapat dengan
bebas mengkonstruksi ilmu baru itu sesuai pengalamannya sebelumnya, sehingga tercipta konsep
yang diinginkan.
5. Perbedaan individual terukur dan dihargai. Karena proses belajar sesuai konstruktivisme adalah
proses belajar mandiri, maka potensi individu akan terukur dengan sangat kelas.
6. Membina sikap produktif dan percaya diri. Pembelajar diharapkan selalu mengkonstruksi ilmu
barunya, sehingga mereka akan produktif menciptakan konsep baru tentang sesuatu untuk diri
mereka sendiri. Rasa percaya diri juga dipupuk dalam filsafat ini dengan memberikan
kesempatan bagi pembelajar untuk menggunakan pengalaman mereka sendiri untuk melahirkan
konsep baru yang nantinya akan mereka aplikasikan untuk mengatasi permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
7. Proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses. Filsafat konstruktivisme menuntun pembelajar
untuk mengkonstruksi ilmu barunya dengan merefleksi pada pengalaman sebelumnya untuk
membuat konsep baru. Dalam praktek pengajaran, penyelesaian materi dan hasil bukanlah
merupakan hal terpenting. Yang lebih penting adalah proses pembelajaran yang lebih
menekankan partisipasi murid. Belajar adalah kegiatan murid untuk membentuk pengetahuan.
8. Berfikir proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan
membuat keputusan.
9. Faham, karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan
lebih faham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.
10. Ingat, karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama
semua konsep. Yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru
mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
11. Kemahiran sosial, diperoleh apabila berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina
pengetahuan baru.

Anda mungkin juga menyukai