Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan
menyediakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena
fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat
mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Bentuk kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk tubuh
dihubungkan oleh berbagai jenis sendi. Adanya penghubung tersebut
memungkinkan satu pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dan
nyaris tanpa gesekan. Tulang dan sendi dipakai untuk melindungi berbagai
organ vital di bawahnya disamping fungsi pergerakan (locomotor) /
perpindahan makhluk hidup. Sendi merupakan satu organ yang kompleks
dan tersusun atas berbagai komponen yang spesifik satu dengan lainnya.
Pada umumnya terdiri dari air dan tersusun atas serabut kolagen,
proteoglikan, glikorptein lain serta lubrikan asam hialuronat, struktur yang
kompleks di atas memungkinkan suatu pergerakan sendi yang luas (fungsi
locomotor), frictionless dan tidak mengakibatkan kerusakan besar dalam
jangka panjang.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

1
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka
sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi
kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
2. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
3. Apa jenis-jenis dislokasi sendi ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
5. Menjelaskan anatomi fisiologi disloaksi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana pathway dislokasi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
9. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?

2
BAB II
KONSEP TEORI

2.1.KONSEP TEORI MEDIK


a. Definisi
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat
gerakan menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas
dari sendi). (Brunner & Suddarth. 2002). Dislokasi adalah keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). Dislokasi
adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi).
Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Sebuah sendi  yang ligamen-
ligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor.
Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila
dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan
harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian
sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.

3
b. Anatomi Fisiologi
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah
jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligamen, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
2. Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
3. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
4. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
5. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
6. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
7. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam
jumlah sel, dan jaringan kolagen. Histologi tulang yaitu terdiri dari :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).

4
Fisiologi sel tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan
absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa
pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari
pada absorpsi tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang.
Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang
meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.

5
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan
mekanis yang semakin meningkat. Perubahan membantu
mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks
organi yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif
menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan
matriks organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada
tulang. Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan
kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan
bergerak memasuki serum.
Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan
meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga
terjadi demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat
berkaitan erat. Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh
dan 90% dari seluruh fosfat tubuh. Vitamin D memengaruhi deposisi
dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon
paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak
akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang
sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

6
Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita
fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai
berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya
dapat sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah
banyak, serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi
seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak membeku,
dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi
relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran
darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme
lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut.
Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen
baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih
fibrosa.

7
Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat. Aliran darah kesendi
banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui
tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat
tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi.
Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan
mudah kedalam ruang sendi.
Proses peradangan dapat sangat menonjol disinovium karena
didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat
banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan
substansi dasar.
Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah
sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung
(seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit
polimorfonuklear). Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar
adalah kolagen dan elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja
kolagenase. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat
dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin
dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.

8
c. Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner & Suddart, 2002,
KMB, edisi 8, vol 3, Halaman 2356) adalah :
1. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan, paling sering terlihat pada pinggul.
2. Dislokasi Spontan atau Patologik : Akibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi Traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat
anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Dislokasi sendi berdarsarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi
(Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman 2356) :
1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.

9
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
 Menguap atau terlalu lebar.
 Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di
anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi
posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang
dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku
jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan
tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal.
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi
persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan
atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).

10
7. Dislokasi Patella
 Paling sering terjadi ke arah lateral.
 Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada
sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
 Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

d. Manifestasi Klinik
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

11
e. Etiologi
Dislokasi sendi dapat disebabkan oleh :
1. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
5. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan
otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia 30 tahun.
6. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

12
f. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga
terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari
gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah
yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen.
Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang
ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang
robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan
membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema. Sendi
mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat
disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah
cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak
melakukan exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya
dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi
dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang
yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi
glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal. Keadaan
tersebut dikatakan sebagai dislokasi.

13
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian
dalam melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak
menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan terjadi
dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen.
Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong
ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan
dislokasi.

g. Test Diagnostik
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif
untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi
sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana
tulang dan sendi berwarna putih.
2. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan
dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi
ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang
magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama
jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi.

14
h. Penatalaksanaan
1. Medis
 Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
a. Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1
kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b. Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis
awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
c. Aspirin:
d. Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai
1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
e. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
 Pembedahan
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien
yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi
persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang
sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna
atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah
ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim
dilakukan :
a. Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.

15
b. Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
c. Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d. Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
e. Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu
alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
f. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g. Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis.
h. Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler
dalam sendidengan logam atau sintetis.
2. Non Medis (Keperawatan)
Penatalaksanaan keperawatan
 Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
a. R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
b. I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
c. C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
d. E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.

16
 Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
a. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.
b. Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan
tenggang waktu sepuluh menit.
c. Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam
bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua
puluh menit.
d. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane
ke bagian tubuh yang cedera.
 Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.

17
i. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
1. Komplikasi dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
2. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3. Komplikasi lanjut
 Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi.
 Kelemahan otot.
 Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid.

18
j. Phatway
Etiologi

Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah Spasme otot Hambatan mobilitas


fisik

Ketidak seimbangan nutrisi Nyeri akut


kurang dari kebutuhan
tubuh

19
2.2.KONSEP TEORI KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Anamnesis
 Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
a. Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga
menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan
dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-
anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth
out
b. Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan
yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi
pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti
terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan industri
dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll
c. Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari
pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang
berbeda.
 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,
untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien
dapat menggunakan metode PQRS.

20
 Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon
atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis
extermitras bawah, syok.
 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya
kelainan, penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera,
diabetes milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang
sering di guanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .
 Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian
anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus
pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-
tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda
neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
 Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis
 Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .

21
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
3. B6 (Bone)
 Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena
 Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
 Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
 Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan
dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
4. Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat
difokuskan kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah :
 Rasa nyaman (nyeri) : pasien dengan dislokasi biasanya
mengeluhkan nyeri pada bagian dislokasi yang dapat
mengganggu kenyamanan klien.
 Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan
dislokasi pada ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas
klien.
 Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada
rahang sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan. Efeknya bagi tubuh yaitu ketidakseimbangan  nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
 Rasa aman (ansietas) : klien dengan dislokasi tentunya
mengalami gangguan rasa aman atau cemas(ansietas) dengan
kondisinya.

22
3. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
 Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi
tumor dengan gambar 3 dimensi.
 Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan
menggunakan gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio
sehingga didapatkan gambar yang lebih detail.

b. Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri
saat mobilisasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang
penyakit.
5. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan
bentuk tubuh.

23
c. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan rasa Rasa nyeri teratasi  Kaji skala nyeri  Mengetahui
nyaman nyeri dengan  Berikan posisi intensitas nyeri.
berhubungan Kriteria Hasil : relaks pada pasien  Posisi relaksasi
dengan  Klien tampak  Ajarkan teknik pada pasien dapat
diskontinuitas tidak meringis distraksi dan mengalihkan focus
jaringan. lagi. relaksasi pikiran pasien
 Klien tampak  Berikan pada nyeri.
rileks lingkungan yang  Tehnik relaksasi
nyaman, dan dan distraksi dapat
aktifitas hiburan mengurangi rasa
 Kolaborasi nyeri.
pemberian  Meningkatkan
analgesic relaksasi pasien
 Analgesic
Mengurangi nyeri

Gangguan Memberikan  Kaji tingkat  menunjukkan


mobilitas fisik kenyamanan dan mobilisasi pasien tingkat mobilisasi
berhubungan melindungi sendi Berikan latihan pasien dan
dengan selama masa ROM menentukan
deformitas dan penyembuhan.  Anjurkan intervensi
nyeri saat Kriteria hasil penggunaan alat selanjutnya.
mobilisasi  melaporkan bantu jika  Memberikan
peningkatan diperlukan latihan ROM
toleransi  Monitor tonus otot kepada klien untuk
aktivitas  Membantu pasien mobilisasi
(termasuk untuk imobilisasi  Alat bantu
aktivitas sehari- baik dari perawat memperingan

24
hari) maupun keluarga mobilisasi pasien
 menunjukkan  Agar
penurunan tanda mendapatkan data
intolerasi yang akurat
fisiologis,  Dapat membantu
misalnya nadi, pasien untuk
pernapasan, dan imobilisasi
tekanan darah
masih dalam
rentang normal
Perubahan Kebutuhan nutrisi  Kaji riwayat  Mengidentifikasi
nutrisi kurang terpenuhi nutrisi, termasuk defisiensi,
dari kebutuhan Kriteria hasil: makan yang memudahkan
tubuh b.d  Menunujukkan disukai intervensi
kegagalan untuk peningkatan  Observasi dan catat  Mengawasi
mencerna atau atau masukkan masukkan kalori
ketidak mempertahanka makanan pasien atau kualitas
mampuan n berat badan  Timbang berat kekurangan
mencerna dengan nilai badan setiap hari. konsumsi makanan
makanan laboratorium  Berikan makan  Mengawasi
/absorpsi normal. sedikit dengan penurunan berat
nutrient yang  Tidak frekuensi sering badan atau
diperlukan mengalami dan atau makan efektivitas
untuk tanda mal diantara waktu intervensi nutrisi
pembentukan nutrisi. makan  Menurunkan
sel darah merah  Menununjukkan  Observasi dan catat kelemahan,
perilaku, kejadian mual atau meningkatkan
perubahan pola muntah, flatus dan pemasukkan dan
hidup untuk dan gejala lain mencegah distensi
meningkatkan yang berhubungan gaster
dan atau  Berikan dan Bantu  Gejala GI dapat

25
mempertahanka hygiene mulut menunjukkan efek
n berat badan yang baik : anemia (hipoksia)
yang sesuai sebelum dan pada organ.
sesudah makan,  Meningkatkan
gunakan sikat gigi nafsu makan dan
halus untuk pemasukkan oral.
penyikatan yang Menurunkan
lembut. Berikan pertumbuhan
pencuci mulut yang bakteri,
di encerkan bila meminimalkan
mukosa oral luka. kemungkinan
 Kolaborasi : pantau infeksi. Teknik
hasil pemeriksaan perawatan mulut
laboraturium. khusus mungkin
 Kolaborasi : diperlukan bila
berikan obat sesuai jaringan
indikasi rapuh/luka/perdara
han dan nyeri
berat.
 Meningkatakan
efektivitas
program
pengobatan
 Kebutuhan
penggantian
tergantung pada
tipe anemia dan
atau adanya
masukkan oral
yang buruk dan
defisiensi yang

26
diidentifikasi.

Ansietas kecemasan pasien  Kaji tingkat  Mengetahui


berhubungan teratasi dengan ansietas klien tingakat
dengan kriteria hasil :  Bantu pasien kecemasan pasien
kurangnya  klien tampak mengungkapkan dan menentukan
pengetahuan rileks rasa cemas atau intervensi
tentang  klien tidak takutnya selanjutnya.
penyakit tampak bertanya  Kaji pengetahuan  Mengali
– tanya Pasien tentang pengetahuan dari
prosedur yang akan pasien dan
dijalaninya. mengurangi
 Berikan informasi kecemasan pasien
yang benar tentang  Agar perawat tau
prosedur yang akan seberapa tingkat
dijalani pasien pengetahuan
pasien dengan
penyakitnya
 Agar pasien
mengerti tentang
penyakitnya dan
tidak cemas lagi
Gangguan bodi Pasien bisa mengatasi  Kaji konsep diri  Dapat mengetahui
image body image pasien pasien pasien
berhubungan  Kembangkan  Menjalin saling
dengan BHSP dengan percaya pada
deformitas dan pasien pasien
perubahan  Bantu pasien  Menjadi tempat
bentuk tubuh mengungkapkan bertanya pasien
masalahnya untuk
 Bantu pasien mengungkapkan

27
mengatasi masalahnya
masalahnya.  Mengetahui
masalah pasien
dan dapat
memecahkannya

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpula

28
Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Sebuah sendi  yang ligamen-ligamennya
pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu
akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai
pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di
rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan,
semakin baik penyembuhannya.

3.2.Saran
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Dan penulis juga berharap dapat menerima saran dan kritik
dari para pembaca yang dapat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini selanjutnya.

Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal-Bedah. 2002. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. 2009. Jakarta : EGC

29
Suratun dkk. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. 2008. Jakarta : EGC
Nanda Internasional. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. 2012. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit
Buku Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6. Volume 2. Jakarta: EGC
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskeletal.
Jakarta : EGC, 2008
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011

30

Anda mungkin juga menyukai