2006 03 Bahan Jembatan
2006 03 Bahan Jembatan
MODUL
SIB – 03 : BAHAN JEMBATAN
2006
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
LEMBAR TUJUAN
Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu memanfaatkan sumber daya bahan yang
tersedia di sekitarnya dan menggunakan bahan yang memenuhi syarat sehingga dapat
diperoleh produk yang efisien dengan mutu yang standar.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN
(Site Inspector of Bridge) v
DAFTAR MODUL vi
PANDUAN INSTRUKTUR vii
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DAFTAR MODUL
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
Tempat kegiatan Di dalam ruang kelas, lengkap dengan fasilitas yag diperlukan
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Mengikuti penjelasan TIU
Menjelaskan tujuan instruksional
(TIU dan TIK) dan TIK dengan tekun OHT.
Merangsang motivasi peserta de-
dan aktif
ngan pertanyaan ataupun penga-
Mengajukan pertanyaan
lamannya dalam melakukan pe-
a-pabila ada yang kurang
kerjaan jembatan
jelas
Waktu : 5 menit
Waktu : 15 menit
Waktu : 25 menit
Waktu : 30 menit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 ENGINEERING
Engineering atau disebut Rekayasa adalah ilmu aplikasi yang membahas bagaimana
memanfaatkan sumber daya alam yang ada menjadi suatu produk yang bermanfaat untuk
orang banyak. Ilmu aplikasi sangat berbeda dengan ilmu-ilmu murni seperti fisika, kimia
dan matematika. Karena engineering adalah ilmu aplikasi maka bidang yang termasuk
engineering sangat luas, tidak terbatas pada Civil Engineering saja. Civil Engineering
masih terbagi lagi dalam berbagai bidang seperti Soil Engineering, Hidrological
Engineering, Structure Engineering, Highway Engineering, Traffic Engi-neering, dan
sebagainya. Bahkan sudah lama berkembang Chemical Engineering, tetapi bukan ilmu
kimia murni sebagaimana yang disebutkan diatas. Demikian pula dengan pesatnya
perkembangan Physically Engineering yang produknya nampak dalam kehidupan sehari-
hari seperti produk-produk wireless (tanpa kabel) dan sebagainya.
1.2 EKONOMI
Harga bahan konstruksi selalu mengikuti hukum ekonomi yaitu permintaan dan
penawaran. Jika permintaan tinggi dan penawaran rendah (bahan tidak tersedia cukup di
pasar bebas) maka harga bahan konstruksi semakin tinggi dan sebaliknya. Agar diperoleh
bahan konstruksi yang murah maka sumber alam suatu daerah harus disurvei depositnya.
Jika depositnya sangat banyak maka bahan konstruksi tersebut merupakan salah satu
pilihan utama, karena bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara
teknis harus :
Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku.
Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan
Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer.
Semua produk harus baru.
dan secara ekonomis harus :
Murah
Jumlah banyak
Mudah diperoleh
serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan
konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan
sekitarnya.
Desainer selalu harus memilih bahan konstruksi yang paling ekonomis. Jika tidak sangat
terpaksa misalnya alasan teknis maka disarankan untuk tidak menggunakan bahan
konstruksi yang berasal luar daerah tersebut.
Kontraktor harus menentukan sendiri jumlah serta jenis peralatan dan pekerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi Spesifikasi. Dengan demikian,
kontraktor harus menggunakan metode eksploitasi yang paling ekonomis.
Kontraktor harus menyadari bahwa contoh-contoh bahan tersebut tidak mungkin dapat
menentukan batas-batas mutu bahan dengan tepat pada seluruh deposit, dan variasi mutu
bahan harus dipandang sebagai hal yang biasa dan sudah diperkirakan. Dengan demikian,
harga bahan konstruksi akan menjadi lebih mahal jika banyak lokasi deposit yang tidak
memenuhi batas-batas mutu bahan konstruksi.
Kontraktor harus memahami dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pelak-
sanaan kegiatan konstruksi, serta cara penanganannya sesuai dengan petunjuk
Engineer. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontraktor harus menyusun
program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari
Engineer.
Upaya Pengelolaaan Lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan
jembatan :
1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus
diperhatikan :
a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana
jumlah dan mutunya memenuhi.
b. Lokasi sumber bahan harus dipilih yang memberikan rasio tertinggi antara
kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan
sumber daya negara.
c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat
mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan.
d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari,
seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah
penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya.
e. Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan lokasi
sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan lokasi sumber bahan di luar
dasar sungai tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau
saluran kecil tetap tidak boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber
bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi
tidak dialiri air pada kondisi air normal.
2. Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau bilamana
kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka penggalian bertangga
harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang telah dibentuk kembali harus
mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah
pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase harus dilakukan
dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran
drainase yang memadai.
BAB II
KONSTRUKSI JEMBATAN
2.1 UMUM
maksimum yang diijinkan umumnya 2,5 cm dan selisih recovery dari settlement
maksimum 6,5 mm.
3 ~ 5 meter. Dibandingkan dengan jarak gelagar jembatan beton bertulang yang lebih
rapat (120 ~ 150 cm) maka lantai jembatan rangka baja lebih lentur sehingga
diperlukan mutu beton yang lebih tinggi yaitu K350.
2. Baja Tulangan
Baja tulangan terdiri dari :
a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Tegangan tarik yang digunakan untuk kode mutu baja adalah tegangan leleh.
Perlu diperhatikan bahwa jarak tulangan maksimum adalah 20 cm kecuali tulangan
pembagi 25 cm. Untuk itu tulangan montase (jarak lebih dari 30 cm) harus diberikan
sekalipun tidak terdapat dalam Gambar Rencana.
Baja ulir dengan tegangan tarik yang tinggi tidak berfungsi sebagaimana mestinya
bilamana beton struktur yang digunakan mempunyai mutu yang agak rendah,
keduanya harus selaras sehubungan dengan elastisitas masing-masing.
1. Beton Struktur
Umumnya mempunyai kuat tekan karakteristik yang tinggi, paling tidak K350. Beton
pratekan dapat digunakan untuk gelagar maupun tiang pancang.
2. Tendon Baja
Tendon baja dapat berupa batang atau anyaman kawat, harus mempunyai tegangan
leleh yang tinggi, paling tidak 16.000 kg/cm2.
Penarikan tendon baja dapat dilakukan secara :
a. Pre-Tensioning
Penarikan tendon dilakukan sebelum pengecoran sehingga hanya da-pat
dilakukan di pabrik dengan perlengkapan khusus.
b. Post Tensioning
Penarikan tendon dilakukan setelah pengecoran dan waktu perawatan (curing)
selesai. Selongsong tendon harus diberi gruouting (disi air semen) setelah
penarikan tendon selesai dilakukan dan dijangkar.
Besarnya gaya untuk menarik tendon tidak sama, tergantung tendon mana yang
ditarik terlebih dahulu sehubungan dengan kehilangan gaya pra-tegang akibat slip
setelah penjangkaran.
3. Baja Tulangan
Baja tulangan tetap diperlukan meskipun sudah ada stressing dari tendon. Baja
tulangan yang terpenting di sisni adalah di sekitar jangkar (end block) karena stressing
setempat harus dapat ditahan oleh tulangan yang ada.
2.4 KOMPOSIT
1, Gelagar Baja
Gelagar baja umumnya berbentuk I atau H dimana bagian flens atas dengan terdapat
shear connector berbentuk V atau paku.
2. Diafragma
Diafragma pada struktur komposit umumnya terbuat dari rangka baja
3. Pelat Beton Bertulang
Pelat lantai jembatan ini sama halnya dengan pelat lantai jembatan lainnya.
ring menjadi kecil. Kekencangan dianggap cukup bilamana celah tersebut tidak
lebih dari tebal pelat tolok ukur.
b. Torsi
Kekencangan baut dianggap cukup bilamana sudut torsi dari kunci pengencang
baut sudah melampaui batas yang disyaratkan.
Pemasangan tiap elemen rangka batang harus cocok dengan elemen lainnya
sehingga lubang-lubang baut yang tersedia benar-benar tepat untuk tiap-tiap titik
buhul. Penggunaan drift (pengungkit) pada lubang baut yang kurang tepat akibat
lendutan elemen rangka baja tidak diperkenankan karena akan memperlebar lubang
baut sehingga camber (lendutan balik) rencana tidak tercapai.
Pemasangan rangka batang dengan cara cantilever (menggantung) maupun lauching
(peluncuran) akan memerlukan linking steel (segitiga perantara untuk
menghubungkan 2 jembatan rangka baja).
3. Ikatan Angin
Sebenarnya ikatan angin merupakan bagian dari rangka batang, hanya saja ikatan
angin bawah tidak nampak sedangkan ikatan angin atas nampak.
2.6 LAIN-LAIN
1. Expansion Joint
Expansion Joint dipasang antara akhir pelat lantai jembatan dengan abutment atau
pier jembatan, fungsinya agar memberikan transisi yang mulus antara pelat lantai
jembatan dengan abutment atau pier jembatan.
Terdapat berbagai jenis expansion joint :
a. Baja Siku-siku
Berbentuk baja siku-siku dengan variasi lekukan bergigi maupun tidak..
b. Karet
Berbentuk karet pengisi celah
c. Aspal Karet
Berbentuk aspal karet pengisi celah yang distabilisasi dengan butiran agregat.
Dewasa ini terdapat pengembangan “hings slab” sebagai pengganti expansion joint
sehingga lebih nyaman bagi kendaraan yang melintasinya. Pada prinsipnya “hings
slab” adalah pelat yang dipasang di daerah expansion joint dengan delatasi sehingga
terpisah dengan pelat lantai utama, namun terdapat semacam dowel yang panjang
dan menerus dari pelat yang dipasang di daerah expansion joint sampai pelat lantai
utama.
2. Perletakan
Terdapat berbagai jenis perletakan yaitu :
a. Perletakan Baja
Perletakan untuk balok yang umumnya bersifat 1 sendi & 1 rol dimana sendi
merupakan titik yang tetap (tidak bergerak) dan rol (terdiri dari roda dan alur roda)
merupakan titik yang dapat bergerak horisontal sejajar dengan balok
b. Elastomeric Bearing Pad (Perletakan Bantalan Karet)
Perletakan untuk balok yang bersifat semi sendi artinya pergerakan horisontal
dapat terjadi pada perletakan akibat perubahan bentuk pada bantalan karet yang
mempunyai penulangan pelat baja yang berlapis-lapis.
c. Perletakan Strip
Perletakan sepanjang lebar abutment atau pier. Biasanya digunakan untuk balok
berbentuk papan.
BAB III
BAHAN JEMBATAN
3.1 AGREGAT
Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk
beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam
yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan
pasir plesteran atau pasir urug).
Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut :
1. Pasir
Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau
pemecahan batuan pasir-batu. Kehalusan pasir untuk beton dinyatakan dalam
“Fineness Modulus“ (FM), merupakan jumlah persen tertahan ayakan berikut : 1½“;
¾“; ⅜“; No.4; No.8; No.16; No.30; No.50 dan No.100, dibagi dengan 100. Pasir kasar
akan mempunyai FM yang besar dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis pasir yang
dapat digunakan untuk beton semen.
a. Pasir Sungai
Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga tidak
bersudut tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan ukuran
butiran antara No.4 sampai No.100.
b. Pasir Gunung
Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya
berukuran antara ⅜“ sampai No.200
c. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4
2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“ sampai ½“
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat
berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir
sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ¼“ ini termasuk
pasir sungai.
3. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau
berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan.
Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi
beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak
pipih.
b. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam,
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan
mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali
terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal.
Umumnya tipe I banyak dijumpai di pasaran, sedangkan tipe lainnya dapat diperoleh
hanya dengan pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan Semen Putih (warna putih) dan
Semen Adukan (lebih rendah dari tipe I) tidak dibahas di sini.
Tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.500 kg/cm2. Syarat-syarat
komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan, antara lain : karbon; mangan; phosphor;
sulfur; silikon dan tembaga.
Untaian kawat (strand) pra-tegang harus terdiri dari 7 kawat (wire) dengan kuat tarik
tinggi, bebas tegangan, relaksasi rendah dengan panjang menerus tanpa sambungan
atau kopel sesuai dengan AASHTO M203 - 90. Untaian kawat tersebut harus
mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 16.000 kg/cm2 dan kekuatan batas
minimum dari 19.000 kg/cm2.
Kawat (wire) pra-tegang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan panjang
menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan AASHTO M204 - 89.
Batang logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemu-dian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 9.100 kg/cm2.
Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut :
1. Pemasokan
Kawat baja kuat tarik tinggi atau batang baja kuat tarik tinggi yang akan digunakan dalam
pekerjaan pra-tegang harus dipasok dalam gulungan berdiameter cukup besar agar
dapat mempertahankan sifat-sifat yang disyaratkan dan akan tetap lurus bila dibuka dari
gulungan tersebut. Bahan harus dalam kondisi baik, tidak tertekuk atau bengkok.
Bahan tersebut harus bebas dari karat, kotoran, bahan lain yang lepas, minyak, gemuk,
cat, lumpur atau bahan-bahan lainnya yang tidak dikehendaki tetapi juga tidak licin
karena digosok.
b. Pemberian tanda
Kabel harus disimpan dalam kelompok-kelompok menurut ukuran dan panjangnya, diikat
dan diberi label yang menunjukkan ukuran kabel dalam gulungan.
c. Penyimpanan
Bahan kabel, kawat, batang baja, jangkar, selongsong harus disimpan di bawah atap
yang kedap air, diletakkan terpisah dari permukan tanah dan harus dilindungi dari setiap
kemungkinan kerusakan.
3.5.2. PENJANGKARAN
Penjangkaran harus mampu menahan paling sedikit 95 % kuat tarik minimum baja pra-
tegang, dan harus memberikan penyebaran tegangan yang merata dalam beton pada
ujung kabel pra-tegang. Perlengkapan harus disediakan untuk perlindungan jangkar dari
korosi.
Jangkar harus dilengkapi dengan selongsong atau penghubung yang cocok lainnya
untuk memungkinkan penyuntikan (grouting).
3.5.3. SELONGSONG
Selongsong harus bebas dari belahan, retakan, dan sebagainya. Sambungan harus
dibuat dengan hati-hati dengan cara sedemikian hingga saling mengikat rapat dengan
adukan. Selongsong yang rusak harus dikeluarkan dari tempat kerja. Lubang udara
harus disediakan pada puncak dan pada tempat lainnya dimana diperlukan sedemikian
hingga penyuntikan adukan semen dapat mengisi semua rongga sepanjang seluruh
panjang selongsong sampai penuh.
BAB IV
SIFAT DAN KARAKTERISTIK BAHAN JEMBATAN
4.1. BETON
1. Kekuatan nominal
a. Kuat tekan
Bila tidak disebutkan lain dalam spesifikasi teknik, kuat tekan harus diartikan
sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari, fc’, dengan berdasarkan suatu
kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut :
Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian
tekan pada sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi
300 mm, dinyatakan dalam satuan MPa, dengan kemungkinan kegagalan
sebesar 5 %.
Sama dengan mutu kekuatan tekan beton yang ditentukan dalam kriteria
perencanaan, dengan syarat perawatan beton tersebut sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.
Mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, berdasarkan hasil
pengujian pada benda uji silinder, dinyatakan dalam satuan MPa, yang
memenuhi kriteria keberhasilan sebagaimana disyaratkan SNI mengenai “Tata
Cara Perancangan Struktur Beton untuk Jembatan”.
Dalam segala hal, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari
20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk
jembatan, kecuali untuk pembetonan massa yang tidak dituntut persyaratan
kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton pratekan, sehubungan dengan
pengaruh gaya pratekan pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak
lebih rendah dari 30 MPa.
Tabel 4.1. berikut dapat digunakan sebagai acuan penggunaan bahan konstruksi.
Tabel 4.1. : Kelas Dan Mutu Beton Serta Penggunaan Sebagai Bahan
Konstruksi.
Kuat
rencana uji
Kelas Kegunaan
silinder
(kg/cm2)
A –1 415 - Segmental prestressed concrete box girder with cantilever
method
- Precast prestressed concrete box girder
- Precast prestressed concrete I- girder
- Precast prestressed concrete U girder
- Precast prestressed concrete hollow core slab units
b. Kuat tarik
Kuat tarik langsung dari beton, fct, bisa diambil dari ketentuan :
0,4 fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.
0,6 fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.
2. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan beton dapat digambarkan berdasarkan ketentuan :
Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian, seperti di antaranya dari
formulasi empiris Sargin
2x
f 0' (1)
1 x2
di mana : x (2)
0
f c' 20
0 0,002 0,001 (3)
80
Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian dalam bentuk bilinier.
3. Tegangan ijin
a. Tegangan ijin tekan pada kondisi batas layan
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi beban tetap
pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui nilai
0,45 fc’, di mana fc’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28 hari,
dinyatakan dalam satuan MPa.
b. Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer
gaya pratekan untuk komponen beton pratekan.
Untuk kondisi beban sementara, atau untuk komponen beton pratekan pada saat
transfer gaya pratekan, tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh
melampaui nilai 0,60 fci’, di mana fci’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan
pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya pratekan, dinyatakan dalam
satuan MPa.
d. Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya pratekan untuk komponen
beton pratekan
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk kondisi transfer
gaya pratekan, diambil dari nilai-nilai :
Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai fci’/4, kecuali
untuk kondisi di bawah ini.
Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan
mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai fci’/2.
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.
4. Berat jenis
Berat jenis beton, wc, ditentukan dari nilai-nilai :
Untuk beton dengan berat normal, diambil tidak kurang dari 2400 kg/m3; atau
Ditentukan dari hasil pengujian.
5. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan beton bisa digambarkan sebagai :
Dianggap kurva bilinier atau trilinier berdasarkan persamaan matematik yang
disederhanakan.
Dianggap linier, berdasarkan tegangan kerja.
Ditentukan dari hasil pengujian.
6. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas beton, Ec , nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan
yang tidak melampaui 50 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang tidak
kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 MPa, nilai Ec bisa
diambil sebagai :
E c wc
1, 5
0,043 f , dengan pertimbangan bahwa kenyataannya harga ini bisa
c
'
bervariasi 20%. wc menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’
menyatakan kuat tekan beton dalam satuan MPa, dan Ec dinyatakan dalam satuan
MPa. Untuk beton normal dengan berat jenis sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil
sebesar 4700fc’, dinyatakan dalam MPa, atau
Ditentukan dari hasil pengujian.
7. Angka Poisson
Angka Poisson untuk beton, , bisa diambil sebesar :
0,2 atau
Ditentukan dari hasil pengujian.
9. Susut beton
Bila tidak dilakukan pengukuran atau pengujian secara khusus, nilai regangan susut
rencana beton pada umur t (hari), untuk beton yang dirawat basah di lokasi pekerjaan,
bisa ditentukan berdasarkan rumusan di bawah ini :
cs.t = (t / (35 + t)) cs.u (4)
di mana cs.t menyatakan nilai regangan susut beton pada umur t hari, dan cs.u
menyatakan nilai susut maksimum beton, yang besarnya bisa diambil sebagai :
cs.u = 780 x 10-6 cs (5)
Nilai cs ditentukan oleh kondisi campuran beton dan lingkungan pekerjaan :
cs = Khs.Kds.Kss.Kfs.Kcs.Kacs (6)
di mana :
t = umur beton yang dirawat basah di lokasi pekerjaan, terhitung sejak 7
hari setelah pengecoran [hari]
Khs = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat [H (%)]
Kds = faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
Kss = faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
Kfs = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]
Namun demikian bila tidak dilakukan suatu perhitungan rinci seperti yang dirumuskan
dalam persamaan (9) sampai (11), atau bila dianggap memang tidak dibutuhkan suatu
perhitungan rinci yang sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam asumsi pada
suatu kondisi yang standar, nilai koefisien rangkak maksimum Cu bisa diambil secara
langsung dari Tabel 13 & 14 di bawah ini.
Dalam hal ini, yang disebut sebagai suatu kondisi standar adalah :
(a). Kelembaban relatif udara setempat H = 70 %
(b). Ketebalan minimum komponen beton d = 15 cm
(c). Konsistensi (slump) adukan beton s = 7,5 cm
(d). Kadar agregat halus dalam beton F = 50 %
(e). Kadar udara dalam beton AC = 2 %.
sama), yang sekurang-kurangnya terdiri dari empat nilai (dari empat pasang) hasil
uji kuat tekan yang berturut-turut, harus tidak kurang dari (fc’ + S), di mana S
menyatakan nilai deviasi standar dari hasil uji tekan.
Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan (1 hasil uji tekan = rata-rata dari hasil uji dua
silinder yang diambil pada waktu bersamaan) mempunyai nilai di bawah 0,85 fc’.
1. Kekuatan nominal
a. Kuat tarik putus
Ditentukan dari hasil pengujian.
1). Kuat tarik leleh
Kuat tarik leleh, fy, ditentukan dari hasil pengujian, tetapi perencanaan
tulangan tidak boleh didasarkan pada kuat leleh fy yang melebihi 550 MPa,
kecuali untuk tendon pratekan.
Tegangan Leleh
Jenis Penandaan
(kg/mm2)
b. Tegangan ijin
1). Tegangan ijin pada pembebanan tetap
Tegangan ijin tarik pada tulangan non-pratekan boleh diambil dari ketentuan di
bawah ini :
Tulangan dengan fy = 300 MPa, tidak boleh diambil melebihi 140 MPa.
Tulangan dengan fy = 400 MPa, atau lebih, dan anyaman kawat las (polos
atau ulir), tidak boleh diambil melebihi 170 MPa.
Untuk tulangan lentur, diameter 10 mm atau kurang, untuk pelat satu arah
yang bentangnya tidak lebih dari 4 m, tidak boleh diambil melebihi 0,50 fy
namun tidak lebih dari 200 MPa.
2). Tegangan ijin pada pembebanan sementara
Boleh ditingkatkan 30 % dari nilai tegangan ijin pada pembebanan tetap.
c. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan untuk baja tulangan non-pratekan diambil
berdasarkan ketentuan
Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian dalam bentuk bilinier.
Dianggap linier pada kondisi tegangan kerja, dengan nilai modulus elastisitas
seperti yang diberikan pada 5.11.2.d).
Ditentukan dari data pengujian yang memadai.
d. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja tulangan, Es, untuk semua harga tegangan yang tidak
lebih besar dari kuat leleh fy, bisa diambil sebesar :
Diambil sama dengan 200.000 MPa, atau
Ditentukan dari hasil pengujian.
1. Kekuatan nominal
a. Kuat tarik putus
Kuat tarik baja untuk tendon pratekan, fpu, harus ditentukan dari hasil pengujian,
atau diambil sebesar mutu baja yang disebutkan oleh fabrikator berdasarkan
sertifikat fabrikasi yang resmi.
2. Tegangan ijin
a. Tegangan ijin pada kondisi batas layan
Tegangan tarik baja untuk tendon pratekan pada kondisi batas layan tidak boleh
melampaui nilai berikut :
Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan sambungan, sesaat setelah
penjangkaran tendon, sebesar 0,70 fpu.
Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 fpu.
b. Tegangan ijin pada kondisi transfer gaya pratekan
Tegangan tarik baja untuk tendon pratekan pada kondisi transfer tidak boleh
melampaui nilai berikut :
Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar dari
0,85 fpu atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh fabrikator pembuat
tendon pratekan atau jangkar.
Sesaat setelah transfer gaya pratekan, boleh diambil sebesar 0,82 fpy, tetapi
tidak lebih besar dari 0,74 fpu.
3. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja untuk tendon pratekan, Ep, bisa diambil sebesar :
untuk kawat tegang-lepas : 200 x 103 MPa
untuk strand tegang-lepas : 195 x 103 MPa
untuk baja ditarik dingin dengan kuat tarik tinggi : 170 x 103 MPa
ditentukan dari hasil pengujian.
4. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan baja untuk tendon pratekan ditentukan dari hasil
pengujian.
4.3.2. SELONGSONG
4.3.3. ANGKUR
Angkur yang dipakai harus diproduksi oleh fabrikator yang dikenal dengan jaminan mutu
yang sesuai dengan spesifikasi teknik, yang bila perlu ditentukan dengan pengujian.
Penyambung (coupler) harus dapat menyalurkan gaya yang tidak lebih kecil dari kuat tarik
batas tendon, fpu.
Kehilangan pratekan dalam tendon untuk setiap waktu harus diambil sebagai jumlah dari
kehilangan tegangan seketika dan kehilangan tegangan yang tergantung waktu.
Nilai perkiraan harus direvisi untuk kehilangan tegangan pada kondisi yang tidak biasa
atau bila digunakan proses atau material baru.
1. Akibat gesekan
Variasi tegangan sepanjang profil rencana tendon akibat gesekan pada jack, angkur
dan selongsong harus diperhitungkan dalam memperkirakan gaya pratekan pada
penampang kritis yang diperhitungkan dalam perencanaan.
Perpanjangan tendon harus dihitung dengan mengijinkan adanya variasi tegangan di
sepanjang bentangnya.
Kehilangan tegangan akibat gesekan pada jack dan angkur tergantung pada tipe jack
dan sistem pengangkuran yang digunakan.
Kehilangan akibat gesekan sepanjang tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya
desak tendon pada selongsong. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, tegangan
dalam tendon pa pada jarak a dari ujung jack dapat diambil sebesar :
pa pj e
( kL )
i i
(12)
di mana :
pj = tegangan pada tendon di ujung jack saat ditarik.
e = bilangan dasar logaritma Navier.
= koefisien gesekan akibat kelengkungan tendon, yang bila tidak ada
data khusus dan bila semua tendon dalam satu selongsong ditegangkan dalam waktu
bersamaan, nilainya dapat diambil berdasarkan ketentuan di bawah ini :
Untuk selongsong yang diberi pelumas dan lapisan yang dililit bisa diambil
sebesar 0,15.
Untuk selongsong logam yang diberi lapisan seng bisa diambil sebesar 0,15
sampai 0,20.
Untuk selongsong logam berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,20
sampai 0,25.
i = jumlah dari nilai mutlak simpangan sudut tendon di sepanjang Li.
K = koefisien gesekan akibat simpangan menyudut persatuan panjang
tendon yang tidak direncanakan (dalam rad/m), sebagai pendekatan
pertama dapat diambil :
Untuk selongsong berisi tendon selain baja bulat dan mempunyai diameter dalam :
50 mm : 0,0024 sampai 0,0016 rad/m
50 mm tapi 90 mm : 0,0016 sampai 0,0012 rad/m
90 mm tapi 140 mm : 0,0012 sampai 0,0008 rad/m.
Untuk selongsong logam berpermukaan rata berisi tendon selain baja bulat:
0,0024 sampai 0,0016 rad/m.
Untuk selongsong berisi baja bulat dan mempunyai diameter dalam 50 mm atau
kurang : 0,0016 sampai 0,0008 rad/m.
Untuk baja bulat dari berbagai diameter yang diberi pelumas dan lapisan yang
dililit : 0,0008 rad/m.
Li = panjang tendon yang ditinjau.
Besar gesekan akibat kelengkungan selongsong dan simpangan menyudut yang
digunakan dalam perencanaan harus diperiksa selama pelaksanaan penegangan.
di mana :
Eci = modulus elastisitas beton saat transfer tegangan.
ci = tegangan beton pada garis berat baja untuk tendon pratekan akibat
gaya pratekan dan beban mati segera setelah transfer, dihitung pada
penampang dengan momen maksimum.
Dalam hal tendon pasca tarik yang terdiri hanya dari satu tendon tunggal saja,
kehilangan gaya pratekan akibat perpendekan elastis beton bisa diabaikan.
ci
cc cc (16)
E ci
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-13
Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan
dengan :
cc = faktor rangkak rencana yang dihitung sesuai ketentuan pada sub pasal
5.11.1.j), dan
ci = tegangan beton pada level titik berat tendon, dihitung pada penampang
yang menerima momen maksimum, dengan menggunakan gaya
pratekan awal sebelum kehilangan pratekan yang tergantung waktu
Eci = modulus elastisitas beton pada saat penarikan tendon
RANGKUMAN
hingga penyuntikan adukan semen dapat mengisi semua rongga sepanjang seluruh
panjang selongsong sampai penuh.
Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain :
1. Retarder : bahan untuk memperlambat setting time.
Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan
lokasi pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui.
2. Accelerator : bahan untuk mempercepat kenaikan kekuatan.
Bahan ini digunakan jika kenaikan kekuatan beton ingin dipercepat sehingga
penyangga (scalfoding) dapat segera dilepas.
3. Plasticizer : bahan untuk memperbaiki kelecakan (workability).
Bahan ini digunakan untuk menghemat pemakaian Semen Portland. Secara umum,
kelecakan dapat ditingkatkan bilamana kadar air ditambahkan, tetapi penambahan air
ini akan menurunkan kekuatan beton sehingga kadar Semen Portland harus juga
ditambahkan.
4. dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
1. Dayaratman, Pasala, Prestressed Conrete Structures, Oxford & IBH Publishing Co.,
New Delhi, 1976.
2. Jones, Russel C., Construction Materials, Section 5 of Standard Handbook for Civiel
Engineers, Second Edition by Frederick S. Merrit, McGraw-Hill Book company, New
York, 1976.
6. Zeltin, Lev. and Grif, Donald, Concrete Design and Construction, Section 8 of
Standard Handbook for Civiel Engineers, Second Edition by Frederick S. Merrit,
McGraw-Hill Book Company, New York, 1976.