Anda di halaman 1dari 45

PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE

PEKERJAANLAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN)


(INSPEKTUR

MODUL
SIB – 03 : BAHAN JEMBATAN

2006

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)

MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Modul ini disusun sebagai pegangan bagi peserta dalam mengikuti


Pelatihan Jabatan Kerja Site Inspector of Bridge. Sehubungan dengan ringkas dan
padatnya materi yang disajikan guna menyesuaikan dengan alokasi waktu yang
tersedia, maka untuk memperkaya materi yang disampaikan, peserta pelatihan
perlu memanfaatkan waktu pembekalan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang kritis berkenaan dengan bahan jembatan.

Penyusun menyadari, bahwa masih banyak kekurangan pada modul ini.


Untuk itu kritik, saran dan masukan guna penyempurnaan modul sangat
diharapkan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -i-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -ii-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Site Inspector of Bridge

TUJUAN UMUM PELATIHAN


Setelah melakukan pelatihan, peserta mampu melaksanakan pengawasan dan
perlaporan pekerjaan konstruksi jembatan untuk memastikan kesesuaian dengan
rencana, metode kerja dan dokumen kontrak.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN


Setelah pelatihan, peserta mampu:
1. Menjelaskan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
2. Membaca gambar geoteknik.
3. Menjelaskan tentang bahan jembatan.
4. Membaca gambar.
5. Menjelaskan tentang alat berat
6. Mengawasi pekerjaan pengukuran dan pematokan.
7. Mengawasi pekerjaan tanah.
8. Mengawasi pekerjaan beton.
9. Mengawasi pekerjaan bangunan pelengkap dan perlengkapan jembatan.
10. Mengawasi pekerjaan pemeliharaan jalan darurat dan pengaturan lalu lintas.
11. Menjelaskan metode kerja pelaksanaan pekerjaan jembatan.
12. Melakukan teknik pelaporan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -iii-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

NOMOR DAN JUDUL MODUL : SIB-03 Bahan Jembatan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu memanfaatkan sumber daya bahan yang
tersedia di sekitarnya dan menggunakan bahan yang memenuhi syarat sehingga dapat
diperoleh produk yang efisien dengan mutu yang standar.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Pada akhir pelatihan peserta mampu :


1. Memahami pengertian bahan jembatan
2. Mengetahui kondisi sumber bahan
3. Memahami dampak pengusahaan sumber bahan terhadap kondisi lingkungan.
4. Memahami karakteristik setiap jenis bahan jembatan
5. Memahami mutu setiap jenis bahan jalan yang dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi
jembatan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -iv-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN
(Site Inspector of Bridge) v

DAFTAR MODUL vi
PANDUAN INSTRUKTUR vii

BAB I PENDAHULUAN I-1


1.1 ENGINEERING I-1
1.2 EKONOMI I-1
1.3 LINGKUNGAN HIDUP I-2

BAB II KONSTRUKSI JEMBATAN II - 1


2.1 UMUM II - 1
2.2 BETON BERTULANG II - 2
2.3 BETON PRATEKAN II - 3
2.4 KOMPOSIT II - 4
2.5 RANGKA BAJA II - 4
2.6 LAIN-LAIN II - 5

BAB III BAHAN JEMBATAN III - 1


3.1 AGREGAT III - 1
3.2 SEMEN PORTLAND II - 2
3.3 BAJA TULANGAN III – 2
3.4 BAJA STRUKTUR III – 3
3.5 KABEL BAJA PRA-TEGANG III – 3
3.5.1. Baja Prategang III – 3
3.5.2. Penjangkar III – 3
3.5.2. Selongsong III – 5
3.6 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE) III – 5

BAB IV SIFAT DAN KARAKTERISTIK BAHAN IV – 1


4.1 BETON IV – 1
4.2 BAJA TULANGAN NON-PRATEKAN IV – 8
4.3. BAJA TULANGAN PRATEKAN IV – 9
4.3.1. Baja Tendon Pratekan IV – 9
4.3.2. Selongsong IV – 11
4.3.3. Angkur IV – 11
4.3.4. Penyambung (Coupler) IV – 11
4.3.5. Kehilangan Gaya Pratekan IV – 11

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -v-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN
JEMBATAN (Site Inspector of Bridge)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Inspektor Lapangan


Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) dibakukan dalam
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah
ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) unit-unit tersebut
menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing
Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge).

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -vi-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

DAFTAR MODUL

Inspektur Lapangan Pekerjaan Jembatan


Jabatan Kerja :
Site Inspector of Bridge (SIB)
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 SIB – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2 SIB – 02 Membaca Data Geoteknik

3 SIB – 03 Bahan Jembatan


4 SIB – 04 Membaca Gambar

5 SIB – 05 Alat Berat

6 SIB – 06 Pengukuran dan Pematokan

7 SIB – 07 Pekerjaan Tanah

8 SIB – 08 Pekerjaan Beton

9 SIB – 09 Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan

10 SIB – 10 Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas

11 SIB – 11 Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

12 SIB – 12 Teknik Pelaporan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -vii-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN

Seri / Judul SIB / 03 – BAHAN JEMBATAN

Deskripsi Modul ini membicarakan mengenai bahan jembatan


menyangkut semua jenis dan karakteristik bahan yang
digunakan dalam pelak-saanaan konstruksi jembatan.

Tempat kegiatan Di dalam ruang kelas, lengkap dengan fasilitas yag diperlukan

Waktu kegiatan 2 JP atau 90 menit

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan
 Mengikuti penjelasan TIU
 Menjelaskan tujuan instruksional
(TIU dan TIK) dan TIK dengan tekun OHT.
 Merangsang motivasi peserta de-
dan aktif
ngan pertanyaan ataupun penga-
 Mengajukan pertanyaan
lamannya dalam melakukan pe-
a-pabila ada yang kurang
kerjaan jembatan
jelas

Waktu : 5 menit

2. Ceramah : Bab I, Pendahuluan

Memberikan bahasan ataupun ulasan  Mengikuti penjelasan OHT.


singkat mengenai engineering atau atau bahasan instruktur
rekayasa, bahan konstruksi, serta dengan tekun dan aktif
dampak lingkungan, dikaitkan dengan  Mengajukan pertanyaan
kebutuhan ataupun penggunaan bahan a-pabila ada yang kurang
jembatan jelas

Waktu : 15 menit

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -viii-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

3. Ceramah : Bab II, Konstruksi


Jembatan
 Mengikuti penjelasan, OHT.
Memberikan penjelasan, uraian atau-
uraian atau bahasan
pun bahasan mengenai :
instruktur dengan tekun
 Jembatan, menyangkut pondasi,
dan aktif
ba-ngunan bawah dan bangunan
 Mengajukan pertanyaan
atas
a-pabila ada yang kurang
 Beton bertulang, menyangkut beton
jelas
struktur, baja tulangan
 Beton pratekan, menyangkut
tendon baja dan baja tulangan
 Komposit, gelagar baja, diafragma,
pelat beton bertulang
 Rangka baja, rangka batang baja,
pelat beton bertulang, ikatan angin
 Lain-lain, seperti expantion joint dan
perletakan.

Waktu : 25 menit

4. Ceramah : Bab III, Bahan Jembatan


Memberikan penjelasan ataupun ba-
 Mengikuti penjelasan, OHT.
hasan mengenai bahan-bahan yang
uraian atau bahasan
dipergunakan untuk pembuatan jem-
instruktur dengan tekun
batan:
dan aktif
 Agregat, penggolongan jenis agre-
 Mengajukan pertanyaan
gat : - Pasir
a-pabila ada yang kurang
- Kerikil
jelas
- Batu pecah.
 Sement portland, jenis-jenis semen
portland
 Baja tulangan
 Baja struktur
 Kabel baja pra-tegang
 Bahan tambah (additive)

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -ix-


Modul SIB -03 : Bahan Jembatan Kata Pengantar

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

Waktu : 30 menit

5. Ceramah : Bab IV, Sifat dan


karakteristik bahan
Memberikan penjelasan, uraian atau-  Mengikuti penjelasan,
pun bahasan mengenai sifat dan uraian atau bahasan OHT.
karakteristik bahan : instruktur dengan tekun
 Beton dan aktif
 Baja tulangan non pratekan  Mengajukan pertanyaan
 Baja tulangan pratekan a-pabila ada yang kurang
jelas
Waktu : 15 menit.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) -x-


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab I Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 ENGINEERING

Engineering atau disebut Rekayasa adalah ilmu aplikasi yang membahas bagaimana
memanfaatkan sumber daya alam yang ada menjadi suatu produk yang bermanfaat untuk
orang banyak. Ilmu aplikasi sangat berbeda dengan ilmu-ilmu murni seperti fisika, kimia
dan matematika. Karena engineering adalah ilmu aplikasi maka bidang yang termasuk
engineering sangat luas, tidak terbatas pada Civil Engineering saja. Civil Engineering
masih terbagi lagi dalam berbagai bidang seperti Soil Engineering, Hidrological
Engineering, Structure Engineering, Highway Engineering, Traffic Engi-neering, dan
sebagainya. Bahkan sudah lama berkembang Chemical Engineering, tetapi bukan ilmu
kimia murni sebagaimana yang disebutkan diatas. Demikian pula dengan pesatnya
perkembangan Physically Engineering yang produknya nampak dalam kehidupan sehari-
hari seperti produk-produk wireless (tanpa kabel) dan sebagainya.

1.2 EKONOMI

Harga bahan konstruksi selalu mengikuti hukum ekonomi yaitu permintaan dan
penawaran. Jika permintaan tinggi dan penawaran rendah (bahan tidak tersedia cukup di
pasar bebas) maka harga bahan konstruksi semakin tinggi dan sebaliknya. Agar diperoleh
bahan konstruksi yang murah maka sumber alam suatu daerah harus disurvei depositnya.
Jika depositnya sangat banyak maka bahan konstruksi tersebut merupakan salah satu
pilihan utama, karena bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara
teknis harus :
 Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku.
 Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan
Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer.
 Semua produk harus baru.
dan secara ekonomis harus :
 Murah
 Jumlah banyak
 Mudah diperoleh
serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan
konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan
sekitarnya.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-1


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab I Pendahuluan

Desainer selalu harus memilih bahan konstruksi yang paling ekonomis. Jika tidak sangat
terpaksa misalnya alasan teknis maka disarankan untuk tidak menggunakan bahan
konstruksi yang berasal luar daerah tersebut.
Kontraktor harus menentukan sendiri jumlah serta jenis peralatan dan pekerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi Spesifikasi. Dengan demikian,
kontraktor harus menggunakan metode eksploitasi yang paling ekonomis.
Kontraktor harus menyadari bahwa contoh-contoh bahan tersebut tidak mungkin dapat
menentukan batas-batas mutu bahan dengan tepat pada seluruh deposit, dan variasi mutu
bahan harus dipandang sebagai hal yang biasa dan sudah diperkirakan. Dengan demikian,
harga bahan konstruksi akan menjadi lebih mahal jika banyak lokasi deposit yang tidak
memenuhi batas-batas mutu bahan konstruksi.

1.3 LINGKUNGAN HIDUP

Kontraktor harus memahami dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pelak-
sanaan kegiatan konstruksi, serta cara penanganannya sesuai dengan petunjuk
Engineer. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontraktor harus menyusun
program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari
Engineer.
Upaya Pengelolaaan Lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan
jembatan :

1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus
diperhatikan :
a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana
jumlah dan mutunya memenuhi.
b. Lokasi sumber bahan harus dipilih yang memberikan rasio tertinggi antara
kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan
sumber daya negara.
c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat
mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan.
d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari,
seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah
penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya.
e. Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan lokasi
sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan lokasi sumber bahan di luar
dasar sungai tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau
saluran kecil tetap tidak boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-2


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab I Pendahuluan

bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi
tidak dialiri air pada kondisi air normal.

2. Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau bilamana
kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka penggalian bertangga
harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang telah dibentuk kembali harus
mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah
pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase harus dilakukan
dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran
drainase yang memadai.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-3


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

BAB II
KONSTRUKSI JEMBATAN

2.1 UMUM

Konstruksi jembatan terdiri dari :


1. Pondasi (Foundation)
Pemilihan jenis pondasi tergantung dari kondisi tanah dan aliran sungai atau
pertimbangan lainnya. Pondasi langsung (telapak) dari beton bertulang digunakan
sebagai pondasi dangkal tanpa adanya penggerusan. Pondasi sumuran digunakan
sebagai pondasi dangkal dengan mempertimbangkan bahaya penggerusan. Pondasi
tiang pancang jenis apapun maupun pondasi bor beton digunakan sebagai pondasi
dalam.
Pondasi sumuran terdiri dari :
a. Cincin sumuran yang terbuat dari beton bertulang
b. Beton siklop (campuran beton struktur dan batu-batu besar) yang merupakan isi
dari cincin sumuran)
c. Sumbat sumuran pada kedua ujung yang terbuat dari beton struktur
Tiang pancang dapat terbuat dari :
a. Cerucuk Kayu
b. Tiang Pancang Kayu dengan atau tanpa Pengawetan
c. Tiang Pancang Beton Bertulang, pracetak atau bukan.
d. Tiang Pancang Beton Pratekan, pracetak atau bukan.
e. Tiang Pancang Pipa Baja.
Tiang pancang beton dapat berbentuk segitiga (masif), bujur sangkar (masif) dan bulat
(berongga maupun tidak). Tiang pancang beton bulat dan berongga maupun tiang
pancang pipa baja sangat cocok untuk friction pile.
Karena harga kayu mahal, maka sekarang banyak digunakan cerucuk beton bertulang
untuk meningkatkan daya dukung tanah.
Tiang bor beton bertulang juga banyak digunakan karena gangguan getaran ke
lingkungan di sekitarnya relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang, juga tiang
bor cocok untuk daerah yang banyak terdapat lensa-lensa tanah keras karena tiang
pancang tidak dapat menembus lensa yang agak tebal.
Sering dijumpai loading test pada tiang pancang beton maupun tiang bor beton.
Umumnya tiang uji akan dibebani sampai 2 kali beban rencana dengan penambahan
maupun penurunan beban secara bertahap, setelah selesai pengujian maka dilakukan
pemeriksaan terhadap settlement maksimum dan recovery dari settlement. Settlement

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-1


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

maksimum yang diijinkan umumnya 2,5 cm dan selisih recovery dari settlement
maksimum 6,5 mm.

2. Bangunan Bawah (Sub-Sructure)


Bangunan bawah terdiri dari :
a. Abutment
Abutment adalah kepala jembatan tempat bertumpu gelagar-gelagar pada kedua
ujung jembatan. Bentuk paling sederhana dari Abutment adalah pile cap (poer).
b. Pier
Pier adalah pilar jembatan yang terletak di antara kedua abutment, berfungsi
sebagai tempat bertumpu gelagar-gelagar jembatan.
c. Tie Beam (Sloof)
Tie Beam jarang dijumpai pada bangunan bawah, akan tetapi sering digunakan
untuk menahan goyangan akibat daya dukung lateral tanah yang rendah.

3. Bangunan Atas (Super Structure)


Banguanan Atas dapat terbuat dari kayu, beton bertulang, beton pratekan dan baja,
terdiri dari :
a. Gelagar
Merupakan balok-balok dalam arah memanjang, berbentuk I, U, ‫ ڤ‬dan T. Gelagar
berbentuk U mungkin saja tanpa difragma karena dimensi-nya yang besar dan
cukup kaku.
b. Diafragma
Merupakan balok-balok dalam arah melintang, umumnya berbentuk masif atau
rangka batang.
c. Lantai
Merupakan pelat murni dari gelagar ataupun balok berbentuk papan. Balok-balok
berbentuk papan juga tidak mempunyai diafragma.

2.2 BETON BERTULANG

Beton bertulang terdiri dari :


1. Beton Struktur
Beton struktur untuk standar jembatan baru kimpraswil minimum K250 (lama masih
K225), pemakaian mutu beton yang agak tinggi ini sehubungan dengan pemakaian
baja tulangan ulir dengan kuat tarik yang lebih tinggi.
Beton struktur untuk pelat beton bertulang pada lantai jembatan rangka baja adalah
K350. Pelat lantai ini hanya menumpu pada keempat tepinya dengan bentang sekitar

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-2


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

3 ~ 5 meter. Dibandingkan dengan jarak gelagar jembatan beton bertulang yang lebih
rapat (120 ~ 150 cm) maka lantai jembatan rangka baja lebih lentur sehingga
diperlukan mutu beton yang lebih tinggi yaitu K350.

2. Baja Tulangan
Baja tulangan terdiri dari :
a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Tegangan tarik yang digunakan untuk kode mutu baja adalah tegangan leleh.
Perlu diperhatikan bahwa jarak tulangan maksimum adalah 20 cm kecuali tulangan
pembagi 25 cm. Untuk itu tulangan montase (jarak lebih dari 30 cm) harus diberikan
sekalipun tidak terdapat dalam Gambar Rencana.
Baja ulir dengan tegangan tarik yang tinggi tidak berfungsi sebagaimana mestinya
bilamana beton struktur yang digunakan mempunyai mutu yang agak rendah,
keduanya harus selaras sehubungan dengan elastisitas masing-masing.

2.3 BETON PRATEKAN

Beton pratekan terdiri dari :

1. Beton Struktur
Umumnya mempunyai kuat tekan karakteristik yang tinggi, paling tidak K350. Beton
pratekan dapat digunakan untuk gelagar maupun tiang pancang.

2. Tendon Baja
Tendon baja dapat berupa batang atau anyaman kawat, harus mempunyai tegangan
leleh yang tinggi, paling tidak 16.000 kg/cm2.
Penarikan tendon baja dapat dilakukan secara :
a. Pre-Tensioning
Penarikan tendon dilakukan sebelum pengecoran sehingga hanya da-pat
dilakukan di pabrik dengan perlengkapan khusus.
b. Post Tensioning
Penarikan tendon dilakukan setelah pengecoran dan waktu perawatan (curing)
selesai. Selongsong tendon harus diberi gruouting (disi air semen) setelah
penarikan tendon selesai dilakukan dan dijangkar.
Besarnya gaya untuk menarik tendon tidak sama, tergantung tendon mana yang
ditarik terlebih dahulu sehubungan dengan kehilangan gaya pra-tegang akibat slip
setelah penjangkaran.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-3


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

Voided Slab (Papan Berongga) merupakan papan-papan pratekan yang tidak


mempunyai diafragma sehingga memerlukan stressing melintang.
Beberapa produk tendon baja antara lain : Fressinet, VSL, dsb.

3. Baja Tulangan
Baja tulangan tetap diperlukan meskipun sudah ada stressing dari tendon. Baja
tulangan yang terpenting di sisni adalah di sekitar jangkar (end block) karena stressing
setempat harus dapat ditahan oleh tulangan yang ada.

2.4 KOMPOSIT

Umumnya struktur komposit terdiri dari :

1, Gelagar Baja
Gelagar baja umumnya berbentuk I atau H dimana bagian flens atas dengan terdapat
shear connector berbentuk V atau paku.
2. Diafragma
Diafragma pada struktur komposit umumnya terbuat dari rangka baja
3. Pelat Beton Bertulang
Pelat lantai jembatan ini sama halnya dengan pelat lantai jembatan lainnya.

2.5 RANGKA BAJA

Jembatan rangka baja terdiri dari :


1. Rangka Batang Baja
Rangka batang ini dapat dengan atau tanpa batang tegak. Jembatan Belanda dengan
batang tegak dan jembatan Australia tanpa batang tegak. Di samping itu banyak
jembatan rangka jenis lainnya seperti dari Austria, Hamilton, dsb.
Titik buhul umumnya mempunyai pelat penyambung dan pelat buhul yang dikunci
dengan baut atau paku keling. Beberapa jenis jembatan rangka baja lama masih
menggunakan paku keling, tetapi jembatan rangka baja yang digunakan sekarang ini
umumnya menggunkan high strength bolt. Baut jenis ini tidak dihitung secara
konvensional yaitu geser dan tumpuan tetapi dengan memperhitungkan kekuatan jepit
dari pengencangan baut.
Kekencangan baut diukur dengan :
a. Pelat pengukur celah ring
Bilamana baut dikencangkan maka tonjolan-tonjolan di sekeliling ring akan
melesak ke dalam sedemikian hingga celah antara kepala baut atau moer dengan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-4


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

ring menjadi kecil. Kekencangan dianggap cukup bilamana celah tersebut tidak
lebih dari tebal pelat tolok ukur.
b. Torsi
Kekencangan baut dianggap cukup bilamana sudut torsi dari kunci pengencang
baut sudah melampaui batas yang disyaratkan.

Pemasangan tiap elemen rangka batang harus cocok dengan elemen lainnya
sehingga lubang-lubang baut yang tersedia benar-benar tepat untuk tiap-tiap titik
buhul. Penggunaan drift (pengungkit) pada lubang baut yang kurang tepat akibat
lendutan elemen rangka baja tidak diperkenankan karena akan memperlebar lubang
baut sehingga camber (lendutan balik) rencana tidak tercapai.
Pemasangan rangka batang dengan cara cantilever (menggantung) maupun lauching
(peluncuran) akan memerlukan linking steel (segitiga perantara untuk
menghubungkan 2 jembatan rangka baja).

2. Pelat Beton Bertulang


Pelat lantai jembatan ini sama halnya dengan pelat lantai jembatan lainnya.

3. Ikatan Angin
Sebenarnya ikatan angin merupakan bagian dari rangka batang, hanya saja ikatan
angin bawah tidak nampak sedangkan ikatan angin atas nampak.

2.6 LAIN-LAIN

1. Expansion Joint
Expansion Joint dipasang antara akhir pelat lantai jembatan dengan abutment atau
pier jembatan, fungsinya agar memberikan transisi yang mulus antara pelat lantai
jembatan dengan abutment atau pier jembatan.
Terdapat berbagai jenis expansion joint :
a. Baja Siku-siku
Berbentuk baja siku-siku dengan variasi lekukan bergigi maupun tidak..
b. Karet
Berbentuk karet pengisi celah
c. Aspal Karet
Berbentuk aspal karet pengisi celah yang distabilisasi dengan butiran agregat.
Dewasa ini terdapat pengembangan “hings slab” sebagai pengganti expansion joint
sehingga lebih nyaman bagi kendaraan yang melintasinya. Pada prinsipnya “hings
slab” adalah pelat yang dipasang di daerah expansion joint dengan delatasi sehingga

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-5


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan
Bab II Jembatan

terpisah dengan pelat lantai utama, namun terdapat semacam dowel yang panjang
dan menerus dari pelat yang dipasang di daerah expansion joint sampai pelat lantai
utama.

2. Perletakan
Terdapat berbagai jenis perletakan yaitu :
a. Perletakan Baja
Perletakan untuk balok yang umumnya bersifat 1 sendi & 1 rol dimana sendi
merupakan titik yang tetap (tidak bergerak) dan rol (terdiri dari roda dan alur roda)
merupakan titik yang dapat bergerak horisontal sejajar dengan balok
b. Elastomeric Bearing Pad (Perletakan Bantalan Karet)
Perletakan untuk balok yang bersifat semi sendi artinya pergerakan horisontal
dapat terjadi pada perletakan akibat perubahan bentuk pada bantalan karet yang
mempunyai penulangan pelat baja yang berlapis-lapis.
c. Perletakan Strip
Perletakan sepanjang lebar abutment atau pier. Biasanya digunakan untuk balok
berbentuk papan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-6


Modul SIB-03 Bab III Bahan Jembatan

BAB III
BAHAN JEMBATAN

3.1 AGREGAT

Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk
beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam
yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan
pasir plesteran atau pasir urug).
Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut :

1. Pasir
Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau
pemecahan batuan pasir-batu. Kehalusan pasir untuk beton dinyatakan dalam
“Fineness Modulus“ (FM), merupakan jumlah persen tertahan ayakan berikut : 1½“;
¾“; ⅜“; No.4; No.8; No.16; No.30; No.50 dan No.100, dibagi dengan 100. Pasir kasar
akan mempunyai FM yang besar dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis pasir yang
dapat digunakan untuk beton semen.
a. Pasir Sungai
Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga tidak
bersudut tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan ukuran
butiran antara No.4 sampai No.100.
b. Pasir Gunung
Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya
berukuran antara ⅜“ sampai No.200
c. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4

2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“ sampai ½“
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat
berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir
sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ¼“ ini termasuk
pasir sungai.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-1


Modul SIB-03 Bab III Bahan Jembatan

3. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau
berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan.
Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi
beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak
pipih.
b. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam,
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan
mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali
terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal.

3.2 SEMEN PORTLAND

Terdapat 8 jenis Semen Portland berikut ini :


1. Tipe I : jika sifat-sifat khusus yang disebutkan tipe lainnya tidak diperlukan.
2. Tipe IA : sama dengan tipe I, jika air entraining diperlukan.
3. Tipe II : jika ketahanan sedang terhadap sulfat dan hidrasi panas diperlukan.
4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan.
5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan
6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan.
7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan
8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan

Umumnya tipe I banyak dijumpai di pasaran, sedangkan tipe lainnya dapat diperoleh
hanya dengan pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan Semen Putih (warna putih) dan
Semen Adukan (lebih rendah dari tipe I) tidak dibahas di sini.

3.3 BAJA TULANGAN

Baja tulangan terdiri dari :


a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Tegangan tarik yang digunakan untuk kode mutu baja diatas adalah tegangan leleh.
Terdapat kode mutu baja lain seperti BJ40, sdb.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-2


Modul SIB-03 Bab III Bahan Jembatan

3.4 BAJA STRUKTUR

Syarat-syarat baja struktur sangat tergantung jenis dan proses pembuatannya :

Material Rujukan ASTM


Pelat yang dilengkung dan dibentuk secara A 283/A 283M. Grade C*
dingin
Paku Keling Baja A 502 Grade I*
Baut A307*. Grade A atau F 568.
Class 4.6
Baut tegangan tinggi A 325 atau A 325M
Moer Baja A 563 atau A563M
Baja Cor A 27/A 27M. Grade 65-35*
[450-240]*
Penempaan (Baja Karbon) A 668, Class D
Pelat atau strip yang dirol secara panas A 570/A 570M. Grade 36
Pipa dengan dibentuk dingin A 500. Grade B
Pipa yang dibentuk panas A 501
Catatan :
* : mempunyai tegangan leleh lebih rendah dari Baja A 36/A 36M

Tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.500 kg/cm2. Syarat-syarat
komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan, antara lain : karbon; mangan; phosphor;
sulfur; silikon dan tembaga.

3.5 KABEL BAJA PRA-TEGANG

3.5.1. BAJA PRATEGANG

 Untaian kawat (strand) pra-tegang harus terdiri dari 7 kawat (wire) dengan kuat tarik
tinggi, bebas tegangan, relaksasi rendah dengan panjang menerus tanpa sambungan
atau kopel sesuai dengan AASHTO M203 - 90. Untaian kawat tersebut harus
mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 16.000 kg/cm2 dan kekuatan batas
minimum dari 19.000 kg/cm2.

 Kawat (wire) pra-tegang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan panjang
menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan AASHTO M204 - 89.

 Batang logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemu-dian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 9.100 kg/cm2.

Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut :

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-3


Modul SIB-03 Bab III Bahan Jembatan

 Kekuatan batas tarik minimum : 10.000 kg/cm2


 Kekuatan leleh minimum, diukur dengan perpanjangan
0,7% menurut metode pembebanan tidak boleh : 9.100 kg/cm2
kurang dari
 Modulus elastisitas minimum : 25.000.000
kg/cm2
 Pemuluran (elongation) min. setelah runtuh (rupture)
dihitung rata-rata terhadap 20 batang : 4%
 Toleransi diamater : + 0,76 mm
- 0,25 mm

1. Pemasokan
Kawat baja kuat tarik tinggi atau batang baja kuat tarik tinggi yang akan digunakan dalam
pekerjaan pra-tegang harus dipasok dalam gulungan berdiameter cukup besar agar
dapat mempertahankan sifat-sifat yang disyaratkan dan akan tetap lurus bila dibuka dari
gulungan tersebut. Bahan harus dalam kondisi baik, tidak tertekuk atau bengkok.

Bahan tersebut harus bebas dari karat, kotoran, bahan lain yang lepas, minyak, gemuk,
cat, lumpur atau bahan-bahan lainnya yang tidak dikehendaki tetapi juga tidak licin
karena digosok.

b. Pemberian tanda
Kabel harus disimpan dalam kelompok-kelompok menurut ukuran dan panjangnya, diikat
dan diberi label yang menunjukkan ukuran kabel dalam gulungan.

c. Penyimpanan
Bahan kabel, kawat, batang baja, jangkar, selongsong harus disimpan di bawah atap
yang kedap air, diletakkan terpisah dari permukan tanah dan harus dilindungi dari setiap
kemungkinan kerusakan.

3.5.2. PENJANGKARAN

 Penjangkaran harus mampu menahan paling sedikit 95 % kuat tarik minimum baja pra-
tegang, dan harus memberikan penyebaran tegangan yang merata dalam beton pada
ujung kabel pra-tegang. Perlengkapan harus disediakan untuk perlindungan jangkar dari
korosi.

 Alat penjangkaran untuk semua sistem pasca-penegangan (post-tension) akan dipasang


tepat tegak lurus terhadap semua arah sumbu kabel untuk pasca-penegangan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-4


Modul SIB-03 Bab III Bahan Jembatan

 Jangkar harus dilengkapi dengan selongsong atau penghubung yang cocok lainnya
untuk memungkinkan penyuntikan (grouting).

3.5.3. SELONGSONG

 Selongsong yang disediakan untuk kabel pasca-penegangan harus dibentuk dengan


bantuan selongsong berusuk yang lentur atau selongsong logam bergelombang yang
digalvanisasi, dan harus cukup kaku untuk mempertahankan profil yang diinginkan
antara titik-titik penunjang selama pekerjaan penegangan. Ujung selongsong harus
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gerak bebas pada ujung jangkar.
Sambungan antara ruas-ruas selongsong harus benar-benar merupakan sambungan
logam dan harus ditutup sampai rapat dengan menggunakan pita perekat tahan air untuk
mencegah kebocoran adukan.

 Selongsong harus bebas dari belahan, retakan, dan sebagainya. Sambungan harus
dibuat dengan hati-hati dengan cara sedemikian hingga saling mengikat rapat dengan
adukan. Selongsong yang rusak harus dikeluarkan dari tempat kerja. Lubang udara
harus disediakan pada puncak dan pada tempat lainnya dimana diperlukan sedemikian
hingga penyuntikan adukan semen dapat mengisi semua rongga sepanjang seluruh
panjang selongsong sampai penuh.

3.6 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE)

Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain :


1. Retarder : bahan untuk memperlambat setting time.
Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan
lokasi pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui.
2. Accelerator : bahan untuk mempercepat kenaikan kekuatan.
Bahan ini digunakan jika kenaikan kekuatan beton ingin dipercepat sehingga
penyangga (scalfoding) dapat segera dilepas.
3. Plasticizer : bahan untuk memperbaiki kelecakan (workability).
Bahan ini digunakan untuk menghemat pemakaian Semen Portland. Secara umum,
kelecakan dapat ditingkatkan bilamana kadar air ditambahkan, tetapi penambahan air
ini akan menurunkan kekuatan beton sehingga kadar Semen Portland harus juga
ditambahkan.
4. dan sebagainya

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-5


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

BAB IV
SIFAT DAN KARAKTERISTIK BAHAN JEMBATAN

4.1. BETON

1. Kekuatan nominal

a. Kuat tekan

Bila tidak disebutkan lain dalam spesifikasi teknik, kuat tekan harus diartikan
sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari, fc’, dengan berdasarkan suatu
kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut :
 Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian
tekan pada sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi
300 mm, dinyatakan dalam satuan MPa, dengan kemungkinan kegagalan
sebesar 5 %.
 Sama dengan mutu kekuatan tekan beton yang ditentukan dalam kriteria
perencanaan, dengan syarat perawatan beton tersebut sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.
 Mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, berdasarkan hasil
pengujian pada benda uji silinder, dinyatakan dalam satuan MPa, yang
memenuhi kriteria keberhasilan sebagaimana disyaratkan SNI mengenai “Tata
Cara Perancangan Struktur Beton untuk Jembatan”.
Dalam segala hal, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari
20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk
jembatan, kecuali untuk pembetonan massa yang tidak dituntut persyaratan
kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton pratekan, sehubungan dengan
pengaruh gaya pratekan pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak
lebih rendah dari 30 MPa.

Tabel 4.1. berikut dapat digunakan sebagai acuan penggunaan bahan konstruksi.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-1


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

Tabel 4.1. : Kelas Dan Mutu Beton Serta Penggunaan Sebagai Bahan
Konstruksi.

Kuat
rencana uji
Kelas Kegunaan
silinder
(kg/cm2)
A –1 415 - Segmental prestressed concrete box girder with cantilever
method
- Precast prestressed concrete box girder
- Precast prestressed concrete I- girder
- Precast prestressed concrete U girder
- Precast prestressed concrete hollow core slab units

A–2 415 - Prestressed concrete box gider staging method


- Prestressed concrete hollow slab, beam and columns of
portal pier

A–3 415 - Prestressed concrete pile

AA 500 - Prestressed concrete spun pile

B–1 290 - Reinforced concrete slab bridges


- Precast concrete deck slabs
- Diaphragm I girder bridges
- Reinforced concrete cantilever pier head and columns pier
- Reinforced concrete hollow slab

B-2 290 - Cost in place reinforced concrete piles

B-3 290 - Precast prestressed concrete box gider

C-1 210 - Abutments, pondasi piles, dinding penahan tanah


- Wall pier
- Box culvert (termasuk wingwall)

C-2 210 - Approach slabs


- Precast concrete for side ditch
- Kerb (bertulang), parapet dan precast plates untuk slab
- Tangga jembatan penyeberangan
- Reinforced cocrete trences
- Planting Boxes

D 145 - Dinding penahan tanah tipe gravitasi


- Concrete footpaths, kerb (tidak bertulang)
- Head wall, concrete, bedding for pipe

E 105 - Levelling concrete,backfill concrete pada stone masonry


- Dasar, haunch dan sekitar gorong-gorong pipa.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-2


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

b. Kuat tarik
Kuat tarik langsung dari beton, fct, bisa diambil dari ketentuan :

 0,4 fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
 dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.

c. Kuat tarik lentur


Kuat tarik lentur beton, fcf, bisa diambil sebesar :

 0,6 fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
 Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.

2. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan beton dapat digambarkan berdasarkan ketentuan :
 Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian, seperti di antaranya dari
formulasi empiris Sargin
2x
 f 0' (1)
1 x2

di mana : x (2)
0
 f c'  20 
 0  0,002    0,001  (3)
 80 
 Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian dalam bentuk bilinier.

3. Tegangan ijin
a. Tegangan ijin tekan pada kondisi batas layan
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi beban tetap
pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui nilai
0,45 fc’, di mana fc’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28 hari,
dinyatakan dalam satuan MPa.

b. Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer
gaya pratekan untuk komponen beton pratekan.
Untuk kondisi beban sementara, atau untuk komponen beton pratekan pada saat
transfer gaya pratekan, tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh
melampaui nilai 0,60 fci’, di mana fci’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-3


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya pratekan, dinyatakan dalam
satuan MPa.

c. Tegangan ijin tarik pada kondisi batas layan


Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton, boleh diambil untuk :
 beton tanpa tulangan : 0,15 fc’
 beton pratekan penuh : 0,50 fc’
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.

d. Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya pratekan untuk komponen
beton pratekan
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk kondisi transfer
gaya pratekan, diambil dari nilai-nilai :
 Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai fci’/4, kecuali
untuk kondisi di bawah ini.
 Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan
mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai fci’/2.
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.

4. Berat jenis
Berat jenis beton, wc, ditentukan dari nilai-nilai :
 Untuk beton dengan berat normal, diambil tidak kurang dari 2400 kg/m3; atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

5. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan beton bisa digambarkan sebagai :
 Dianggap kurva bilinier atau trilinier berdasarkan persamaan matematik yang
disederhanakan.
 Dianggap linier, berdasarkan tegangan kerja.
 Ditentukan dari hasil pengujian.

6. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas beton, Ec , nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan
yang tidak melampaui 50 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang tidak

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-4


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 MPa, nilai Ec bisa
diambil sebagai :

 E c  wc
1, 5
0,043 f , dengan pertimbangan bahwa kenyataannya harga ini bisa
c
'

bervariasi  20%. wc menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’
menyatakan kuat tekan beton dalam satuan MPa, dan Ec dinyatakan dalam satuan
MPa. Untuk beton normal dengan berat jenis sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil
sebesar 4700fc’, dinyatakan dalam MPa, atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

7. Angka Poisson
Angka Poisson untuk beton, , bisa diambil sebesar :
 0,2 atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

8. Koefisien muai panas


Koefisien muai panjang beton akibat panas, bisa diambil sebesar :
 10 x 10-6 per oC, dengan pertimbangan bisa bervariasi  20 %; atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

9. Susut beton
Bila tidak dilakukan pengukuran atau pengujian secara khusus, nilai regangan susut
rencana beton pada umur t (hari), untuk beton yang dirawat basah di lokasi pekerjaan,
bisa ditentukan berdasarkan rumusan di bawah ini :
cs.t = (t / (35 + t)) cs.u (4)
di mana cs.t menyatakan nilai regangan susut beton pada umur t hari, dan cs.u
menyatakan nilai susut maksimum beton, yang besarnya bisa diambil sebagai :
cs.u = 780 x 10-6 cs (5)
Nilai cs ditentukan oleh kondisi campuran beton dan lingkungan pekerjaan :
cs = Khs.Kds.Kss.Kfs.Kcs.Kacs (6)
di mana :
t = umur beton yang dirawat basah di lokasi pekerjaan, terhitung sejak 7
hari setelah pengecoran [hari]
Khs = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat [H (%)]
Kds = faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
Kss = faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
Kfs = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-5


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

Kcs = faktor pengaruh jumlah semen dalam beton [C (kg/m3)]


Kacs = faktor pengaruh kadar udara dalam beton [AC (%)]
Besaran faktor-faktor Khs, Kds, Kss, Kfs, Kcs, dan Kacs akan diberikan kemudian
dalam penyusunan peraturan rinci.
Untuk komponen beton yang dirawat dengan cara penguapan (steam cured), maka
nilai cs.t ditentukan oleh rumusan (7) di bawah ini:
cs.t = (t / (55 + t)) cs.u (7)
di mana t menyatakan umur beton yang dirawat dengan cara penguapan, terhitung
sejak 1 - 3 hari setelah pengecoran, dalam satuan hari.

Tabel 4.2. : Regangan Susut Beton

Umur beton (t) 1 2 3 7 14 21

cs.t 1,32E-5 2,56E-5 3,74E-5 7,90E-5 13,55E-5 17,78E-5

Umur beton (t) 30 60 120 365 730 1000

cs.t 21,89E-5 29,95E-5 36,71E-5 43,27E-5 45,25E-5 45,82E-5

10. Rangkak pada beton


Rangkak yang merupakan regangan jangka panjang yang tergantung waktu pada
suatu kondisi tegangan tetap, dan yang akan mengakibatkan suatu tambahan
regangan terhadap regangan elastis beton, bisa dihitung dalam perbandingannya
terhadap regangan elastis, melalui suatu koefisien rangkak cc(t), di mana :
cc.t = cc(t).e (8)
e merupakan regangan elastis sesaat, yang diakibatkan oleh bekerjanya suatu
tegangan tetap. Dalam hal koefisien rangkak cc(t), bila tidak dilakukan pengukuran
atau pengujian secara khusus, bisa dihitung dari rumusan :
cc(t) = (t0,6 / (10 + t0,6)) Cu (9)
Cu = 2,35 cc (10)
cc = Khc.Kdc.Ksc.Kfc.Kacc.Ktoc (11)
di mana :
t = waktu setelah pembebanan [hari]
Cu = koefisien rangkak maksimum
Khc = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat [H (%)]
Kdc = faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
Ksc = faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
Kfc = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-6


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

Kacc = faktor pengaruh kadar udara dalam beton [AC (%)]


Ktoc = faktor pengaruh umur beton saat dibebani [to (hari)]
Besaran faktor-faktor Khc, Kdc, Ksc, Kfc, Kacc, dan Ktoc akan diberikan kemudian
dalam penyusunan peraturan rinci.

Namun demikian bila tidak dilakukan suatu perhitungan rinci seperti yang dirumuskan
dalam persamaan (9) sampai (11), atau bila dianggap memang tidak dibutuhkan suatu
perhitungan rinci yang sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam asumsi pada
suatu kondisi yang standar, nilai koefisien rangkak maksimum Cu bisa diambil secara
langsung dari Tabel 13 & 14 di bawah ini.

Tabel 4.3. : Koefisien Standar Rangkak Sebagai Fungsi Terhadap Waktu

Umur beton (t) 1 2 3 7 14 21

cc(t) 0,166 0,240 0,296 0,444 0,598 0,700

Umur beton (t) 30 60 120 365 730 1000

cc(t) 0,784 0,983 1,166 1,415 1,533 1,576

Tabel 4.4. : Koefisien Rangkak Maksimum Beton Sebagai Tambahan Regangan


Jangka Panjang

Kekuatan karakteristik fc’ [MPa] 20 25 30 35 40 – 50


Koef. Rangkak maksimum Cu 2,8 2,5 2,3 2,15 2,0

Dalam hal ini, yang disebut sebagai suatu kondisi standar adalah :
(a). Kelembaban relatif udara setempat H = 70 %
(b). Ketebalan minimum komponen beton d = 15 cm
(c). Konsistensi (slump) adukan beton s = 7,5 cm
(d). Kadar agregat halus dalam beton F = 50 %
(e). Kadar udara dalam beton AC = 2 %.

11. Kriteria penerimaan kekuatan beton


Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton dikatakan dicapai dengan memuaskan bila
dipenuhi kedua persyaratan berikut :
 Rata-rata dari semua nilai hasil uji kuat tekan (satu nilai hasil uji = rata-rata dari
nilai uji tekan sepasang benda uji silinder yang diambil dari sumber adukan yang

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-7


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

sama), yang sekurang-kurangnya terdiri dari empat nilai (dari empat pasang) hasil
uji kuat tekan yang berturut-turut, harus tidak kurang dari (fc’ + S), di mana S
menyatakan nilai deviasi standar dari hasil uji tekan.
 Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan (1 hasil uji tekan = rata-rata dari hasil uji dua
silinder yang diambil pada waktu bersamaan) mempunyai nilai di bawah 0,85 fc’.

4.2. BAJA TULANGAN NON-PRATEKAN

1. Kekuatan nominal
a. Kuat tarik putus
Ditentukan dari hasil pengujian.
1). Kuat tarik leleh
Kuat tarik leleh, fy, ditentukan dari hasil pengujian, tetapi perencanaan
tulangan tidak boleh didasarkan pada kuat leleh fy yang melebihi 550 MPa,
kecuali untuk tendon pratekan.

Tabel 4.5. : Tegangan Leleh Baja.

Tegangan Leleh
Jenis Penandaan
(kg/mm2)

Baja Tulangan 24 BJTP–24


Baja Tulangan Ulir 39 BJTD / BJTS 40

b. Tegangan ijin
1). Tegangan ijin pada pembebanan tetap
Tegangan ijin tarik pada tulangan non-pratekan boleh diambil dari ketentuan di
bawah ini :

 Tulangan dengan fy = 300 MPa, tidak boleh diambil melebihi 140 MPa.
 Tulangan dengan fy = 400 MPa, atau lebih, dan anyaman kawat las (polos
atau ulir), tidak boleh diambil melebihi 170 MPa.
 Untuk tulangan lentur, diameter 10 mm atau kurang, untuk pelat satu arah
yang bentangnya tidak lebih dari 4 m, tidak boleh diambil melebihi 0,50 fy
namun tidak lebih dari 200 MPa.
2). Tegangan ijin pada pembebanan sementara
Boleh ditingkatkan 30 % dari nilai tegangan ijin pada pembebanan tetap.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-8


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

c. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan untuk baja tulangan non-pratekan diambil
berdasarkan ketentuan
 Dianggap mempunyai bentuk seperti yang diperoleh berdasarkan persamaan-
persamaan yang disederhanakan dari hasil pengujian dalam bentuk bilinier.
 Dianggap linier pada kondisi tegangan kerja, dengan nilai modulus elastisitas
seperti yang diberikan pada 5.11.2.d).
 Ditentukan dari data pengujian yang memadai.

d. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja tulangan, Es, untuk semua harga tegangan yang tidak
lebih besar dari kuat leleh fy, bisa diambil sebesar :
 Diambil sama dengan 200.000 MPa, atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

e. Koefisien muai panas


Koefisien muai baja tulangan non-pratekan akibat panas bisa diambil sebesar:
 Diambil sama dengan 12 x 10-6 per oC, atau
 Ditentukan dari hasil pengujian.

4.3. BAJA TULANGAN PRATEKAN

4.3.1. BAJA TENDON PRATEKAN

1. Kekuatan nominal
a. Kuat tarik putus
Kuat tarik baja untuk tendon pratekan, fpu, harus ditentukan dari hasil pengujian,
atau diambil sebesar mutu baja yang disebutkan oleh fabrikator berdasarkan
sertifikat fabrikasi yang resmi.

b. Kuat tarik leleh ekivalen


Kuat leleh baja untuk tendon pratekan, fpy, harus ditentukan dari hasil pengujian,
kecuali bila tidak ada hasil pengujian, dapat dianggap mempunyai besaran
sebagai berikut :
 untuk kawat baja untuk tendon pratekan : 0,75 fpu
 untuk semua kelas strand dan tendon baja bulat : 0,85 fpu

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-9


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

2. Tegangan ijin
a. Tegangan ijin pada kondisi batas layan
Tegangan tarik baja untuk tendon pratekan pada kondisi batas layan tidak boleh
melampaui nilai berikut :
 Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan sambungan, sesaat setelah
penjangkaran tendon, sebesar 0,70 fpu.
 Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 fpu.
b. Tegangan ijin pada kondisi transfer gaya pratekan
Tegangan tarik baja untuk tendon pratekan pada kondisi transfer tidak boleh
melampaui nilai berikut :
 Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar dari
0,85 fpu atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh fabrikator pembuat
tendon pratekan atau jangkar.
 Sesaat setelah transfer gaya pratekan, boleh diambil sebesar 0,82 fpy, tetapi
tidak lebih besar dari 0,74 fpu.

3. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja untuk tendon pratekan, Ep, bisa diambil sebesar :
 untuk kawat tegang-lepas : 200 x 103 MPa
 untuk strand tegang-lepas : 195 x 103 MPa
 untuk baja ditarik dingin dengan kuat tarik tinggi : 170 x 103 MPa
 ditentukan dari hasil pengujian.

4. Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan baja untuk tendon pratekan ditentukan dari hasil
pengujian.

5. Relaksasi baja untuk tendon pratekan


Relaksasi baja untuk tendon pratekan harus diperhitungkan pada tiap umur dan
tahapan penegangan, dari kondisi kawat baja, strand, dan batang-batang baja untuk
tendon pratekan yang berperilaku relaksasi rendah, sesuai dengan hasil pengujian.
Tendon baja untuk tendon pratekan yang digunakan tidak boleh diberi galvanisasi.
Bila tidak ada jaminan dari pabrik, kualitas tendon harus ditentukan melalui pengujian
sesuai dengan standar yang berlaku.
Kawat polos tidak boleh digunakan untuk sistem pratekan pratarik.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-10


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

4.3.2. SELONGSONG

Selongsong untuk sistem pasca tarik harus memenuhi ketentuan berikut :


 Selongsong untuk tendon baja untuk tendon pratekan harus kedap mortar dan tidak
reaktif dengan beton, baja untuk tendon pratekan, atau bahan grouting yang akan
digunakan.
 Selongsong untuk tendon yang di-grout harus mempunyai diameter dalam setidaknya
6 mm lebih besar dari diameter tendon.
 Selongsong tendon yang di-grout harus mempunyai luas penampang dalam minimal 2
kali luas tendon.

4.3.3. ANGKUR

Angkur yang dipakai harus diproduksi oleh fabrikator yang dikenal dengan jaminan mutu
yang sesuai dengan spesifikasi teknik, yang bila perlu ditentukan dengan pengujian.

4.3.4. PENYAMBUNG (COUPLER)

Penyambung (coupler) harus dapat menyalurkan gaya yang tidak lebih kecil dari kuat tarik
batas tendon, fpu.

4.3.5. KEHILANGAN GAYA PRATEKAN

Kehilangan pratekan dalam tendon untuk setiap waktu harus diambil sebagai jumlah dari
kehilangan tegangan seketika dan kehilangan tegangan yang tergantung waktu.
Nilai perkiraan harus direvisi untuk kehilangan tegangan pada kondisi yang tidak biasa
atau bila digunakan proses atau material baru.

1. Akibat gesekan
Variasi tegangan sepanjang profil rencana tendon akibat gesekan pada jack, angkur
dan selongsong harus diperhitungkan dalam memperkirakan gaya pratekan pada
penampang kritis yang diperhitungkan dalam perencanaan.
Perpanjangan tendon harus dihitung dengan mengijinkan adanya variasi tegangan di
sepanjang bentangnya.
Kehilangan tegangan akibat gesekan pada jack dan angkur tergantung pada tipe jack
dan sistem pengangkuran yang digunakan.
Kehilangan akibat gesekan sepanjang tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya
desak tendon pada selongsong. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, tegangan
dalam tendon pa pada jarak a dari ujung jack dapat diambil sebesar :

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-11


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

 pa   pj e 
 (   kL )
i i
(12)

di mana :
pj = tegangan pada tendon di ujung jack saat ditarik.
e = bilangan dasar logaritma Navier.
 = koefisien gesekan akibat kelengkungan tendon, yang bila tidak ada
data khusus dan bila semua tendon dalam satu selongsong ditegangkan dalam waktu
bersamaan, nilainya dapat diambil berdasarkan ketentuan di bawah ini :
 Untuk selongsong yang diberi pelumas dan lapisan yang dililit bisa diambil
sebesar 0,15.
 Untuk selongsong logam yang diberi lapisan seng bisa diambil sebesar 0,15
sampai 0,20.
 Untuk selongsong logam berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,20
sampai 0,25.
i = jumlah dari nilai mutlak simpangan sudut tendon di sepanjang Li.
K = koefisien gesekan akibat simpangan menyudut persatuan panjang
tendon yang tidak direncanakan (dalam rad/m), sebagai pendekatan
pertama dapat diambil :
 Untuk selongsong berisi tendon selain baja bulat dan mempunyai diameter dalam :
 50 mm : 0,0024 sampai 0,0016 rad/m
 50 mm tapi  90 mm : 0,0016 sampai 0,0012 rad/m
 90 mm tapi  140 mm : 0,0012 sampai 0,0008 rad/m.
 Untuk selongsong logam berpermukaan rata berisi tendon selain baja bulat:
0,0024 sampai 0,0016 rad/m.
 Untuk selongsong berisi baja bulat dan mempunyai diameter dalam 50 mm atau
kurang : 0,0016 sampai 0,0008 rad/m.
 Untuk baja bulat dari berbagai diameter yang diberi pelumas dan lapisan yang
dililit : 0,0008 rad/m.
Li = panjang tendon yang ditinjau.
Besar gesekan akibat kelengkungan selongsong dan simpangan menyudut yang
digunakan dalam perencanaan harus diperiksa selama pelaksanaan penegangan.

2. Akibat perpendekan elastis beton


Kehilangan pratekan akibat perpendekan elastis beton besarnya tergantung pada
modulus elastisitas beton saat transfer tegangan, modulus elastisitas baja untuk
tendon pratekan, dan tegangan beton pada titik berat baja untuk tendon pratekan
akibat gaya pratekan dan beban mati segera setelah transfer.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-12


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

Untuk komponen pratarik :


Es
ES  
Eci ci
(13)

Untuk komponen pasca tarik :


Es
ES  0,5 
Eci ci
(14)

di mana :
Eci = modulus elastisitas beton saat transfer tegangan.
ci = tegangan beton pada garis berat baja untuk tendon pratekan akibat
gaya pratekan dan beban mati segera setelah transfer, dihitung pada
penampang dengan momen maksimum.

Dalam hal tendon pasca tarik yang terdiri hanya dari satu tendon tunggal saja,
kehilangan gaya pratekan akibat perpendekan elastis beton bisa diabaikan.

3. Kehilangan pratekan akibat slip pengangkuran


Pada komponen pasca tarik, kehilangan saat transfer gaya pratekan dari alat
penegangan ke angkur harus diperhitungkan. Besar kehilangan yang dihitung harus
diperiksa di lapangan dan harus dilakukan penyetelan seperlunya.

4. Kehilangan akibat susut pada beton


Kehilangan tegangan dalam tendon akibat penyusutan pada beton harus diambil
sebesar Epcs.
Bila tulangan disebar ke seluruh bagian komponen, maka pengaruhnya terhadap
susut perlu dipertimbangkan terutama dalam arah aksial, sehingga kehilangan gaya
pratekan dalam tendon dapat diambil sebesar :
E p  cs
A (15)
1  15 s
Ag

5. Akibat rangkak pada beton


Kehilangan gaya pratekan akibat rangkak dihitung dari analisis regangan rangkak ada
beton. Kecuali ada perhitungan yang lebih detail, bila tegangan yang ditahan dalam
beton pada permukaan tendon tidak melebihi 0,5 fc’, kehilangan tersebut bisa dihitung
sebesar Epcc, di mana :

  ci 
 cc   cc   (16)
 E ci 
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-13
Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Bab IV Sifat-Sifat Bahan

dengan :
cc = faktor rangkak rencana yang dihitung sesuai ketentuan pada sub pasal
5.11.1.j), dan
ci = tegangan beton pada level titik berat tendon, dihitung pada penampang
yang menerima momen maksimum, dengan menggunakan gaya
pratekan awal sebelum kehilangan pratekan yang tergantung waktu
Eci = modulus elastisitas beton pada saat penarikan tendon

6. Kehilangan pratekan akibat relaksasi baja untuk tendon pratekan


Besarnya kehilangan gaya pratekan tergantung pada relaksasi rencana baja untuk
tendon pratekan, dengan memperhitungkan kehilangan tegangan akibat susut dan
rangkak, yang bisa dihitung sebagai berikut :
  p 
R t 1   (17)
  pi 
 
di mana :
Rt = relaksasi rencana tendon, ditentukan sesuai sub pasal 5.11.3.e).
p = kehilangan pratekan akibat susut dan rangkak pada beton.
pi = tegangan dalam tendon segera setelah transfer.

7. Akibat pengaruh lain


Bilamana dianggap perlu, dalam perencanaan harus diperhitungkan kehilangan
tegangan seketika akibat :
 Deformasi acuan pada komponen pracetak.
 Perbedaan suhu antara tendon yang ditegangkan dan struktur yang dipratekan
selama perawatan pemanasan beton.
 Perubahan suhu antara saat penegangan tendon dan saat pengecoran beton.
 Deformasi pada sambungan struktur pracetak.
 Relaksasi tendon sebelum transfer.
Demikian juga harus diperhitungkan kehilangan yang tergantung waktu bila terdapat :
 Kehilangan akibat deformasi pada sambungan struktur pracetak yang dipasang
pada penampang.
 Kehilangan akibat pengaruh penambahan rangkak yang disebabkan oleh beban
berulang yang sering terjadi.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-14


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Rangkuman

RANGKUMAN

Bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara teknis harus :


 Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku.
 Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan
Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer.
 Semua produk harus baru.
dan secara ekonomis harus :
 Murah
 Jumlah banyak
 Mudah diperoleh
serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan
konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan
sekitarnya.
Pondasi sumuran terdiri dari :
a. Cincin sumuran yang terbuat dari beton bertulang
b. Beton siklop (campuran beton struktur dan batu-batu besar) yang merupakan isi
dari cincin sumuran)
c. Sumbat sumuran pada kedua ujung yang terbuat dari beton struktur
Tiang pancang dapat terbuat dari :
a. Cerucuk Kayu
b. Tiang Pancang Kayu dengan atau tanpa Pengawetan
c. Tiang Pancang Beton Bertulang, pracetak atau bukan.
d. Tiang Pancang Beton Pratekan, pracetak atau bukan.
e. Tiang Pancang Pipa Baja.
Bangunan Bawah (Sub-Sructure)
Bangunan bawah terdiri dari :
a. Abutment
Abutment adalah kepala jembatan tempat bertumpu gelagar-gelagar pada kedua
ujung jembatan. Bentuk paling sederhana dari Abutment adalah pile cap (poer).
b. Pier
Pier adalah pilar jembatan yang terletak di antara kedua abutment, berfungsi
sebagai tempat bertumpu gelagar-gelagar jembatan.
c. Tie Beam (Sloof)
Tie Beam jarang dijumpai pada bangunan bawah, akan tetapi sering digunakan
untuk menahan goyangan akibat daya dukung lateral tanah yang rendah.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R- 1


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Rangkuman

Bangunan bawah terdiri dari :


a. Abutment
Abutment adalah kepala jembatan tempat bertumpu gelagar-gelagar pada kedua
ujung jembatan. Bentuk paling sederhana dari Abutment adalah pile cap (poer).
b. Pier
Pier adalah pilar jembatan yang terletak di antara kedua abutment, berfungsi
sebagai tempat bertumpu gelagar-gelagar jembatan.
c. Tie Beam (Sloof)
Tie Beam jarang dijumpai pada bangunan bawah, akan tetapi sering digunakan
untuk menahan goyangan akibat daya dukung lateral tanah yang rendah.
Beton bertulang terdiri dari :
1. Beton Struktur
Beton struktur untuk standar jembatan baru kimpraswil minimum K250 (lama masih
K225), pemakaian mutu beton yang agak tinggi ini sehubungan dengan pemakaian
baja tulangan ulir dengan kuat tarik yang lebih tinggi.
2. Baja Tulangan
Baja tulangan terdiri dari :
a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Beton pratekan terdiri dari :
1. Beton Struktur
Umumnya mempunyai kuat tekan karakteristik yang tinggi, paling tidak K350.
2. Tendon Baja
Tendon baja dapat berupa batang atau anyaman kawat, harus mempunyai tegangan
leleh yang tinggi, paling tidak 16.000 kg/cm2.
Penarikan tendon baja dapat dilakukan secara :
a. Pre-Tensioning
Penarikan tendon dilakukan sebelum pengecoran sehingga hanya da-pat
dilakukan di pabrik dengan perlengkapan khusus.
b. Post Tensioning
Penarikan tendon dilakukan setelah pengecoran dan waktu perawatan (curing)
selesai. Selongsong tendon harus diberi gruouting (disi air semen) setelah
penarikan tendon selesai dilakukan dan dijangkar.
3. Baja Tulangan
Baja tulangan tetap diperlukan meskipun sudah ada stressing dari tendon. Baja
tulangan yang terpenting di sisni adalah di sekitar jangkar (end block) karena stressing
setempat harus dapat ditahan oleh tulangan yang ada.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R- 2


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Rangkuman

Umumnya struktur komposit terdiri dari :


1. Gelagar Baja
Gelagar baja umumnya berbentuk I atau H dimana bagian flens atas dengan terdapat
shear connector berbentuk V atau paku.
2. Diafragma
Diafragma pada struktur komposit umumnya terbuat dari rangka baja
3. Pelat Beton Bertulang
Pelat lantai jembatan ini sama halnya dengan pelat lantai jembatan lainnya.
Jembatan rangka baja terdiri dari :
1. Rangka Batang Baja
2. Pelat Beton Bertulang
3. Ikatan Angin
Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk
beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam
yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan
pasir plesteran atau pasir urug).
Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut :
1. Pasir
a. Pasir Sungai
b. Pasir Gunung
c. Pasir Buatan
2. Kerikil
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
b. Kerikil Sungai
3. Batu Pecah
a. Batu Pecah Bergradasi
b. Terak (Slag)
Terdapat 8 jenis Semen Portland berikut ini :
1. Tipe I : jika sifat-sifat khusus yang disebutkan tipe lainnya tidak diperlukan.
2. Tipe IA : sama dengan tipe I, jika air entraining diperlukan.
3. Tipe II : jika ketahanan sedang terhadap sulfat dan hidrasi panas diperlukan.
4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan.
5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan
6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan.
7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan
8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R- 3


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Rangkuman

Baja tulangan terdiri dari :


a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Syarat-syarat baja struktur sangat tergantung jenis dan proses pembuatannya :
Tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.500 kg/cm2. Syarat-syarat
komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan, antara lain : karbon; mangan; phosphor;
sulfur; silikon dan tembaga.
Karakteristik baja prategang meliputi:
 Untaian kawat (strand) pra-tegang harus terdiri dari 7 kawat (wire) dengan kuat tarik
tinggi, bebas tegangan, relaksasi rendah dengan panjang menerus tanpa sambungan
atau kopel sesuai dengan AASHTO M203 - 90. Untaian kawat tersebut harus
mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 16.000 kg/cm2 dan kekuatan batas
minimum dari 19.000 kg/cm2.
 Kawat (wire) pra-tegang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan panjang
menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan AASHTO M204 - 89.
 Batang logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemu-dian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 9.100 kg/cm2.
 Penjangkaran harus mampu menahan paling sedikit 95 % kuat tarik minimum baja pra-
tegang, dan harus memberikan penyebaran tegangan yang merata dalam beton pada
ujung kabel pra-tegang. Perlengkapan harus disediakan untuk perlindungan jangkar dari
korosi.
 Alat penjangkaran untuk semua sistem pasca-penegangan (post-tension) akan dipasang
tepat tegak lurus terhadap semua arah sumbu kabel untuk pasca-penegangan.
 Jangkar harus dilengkapi dengan selongsong atau penghubung yang cocok lainnya
untuk memungkinkan penyuntikan (grouting).
 Selongsong yang disediakan untuk kabel pasca-penegangan harus dibentuk dengan
bantuan selongsong berusuk yang lentur atau selongsong logam bergelombang yang
digalvanisasi, dan harus cukup kaku untuk mempertahankan profil yang diinginkan
antara titik-titik penunjang selama pekerjaan penegangan. Ujung selongsong harus
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gerak bebas pada ujung jangkar.
Sambungan antara ruas-ruas selongsong harus benar-benar merupakan sambungan
logam dan harus ditutup sampai rapat dengan menggunakan pita perekat tahan air untuk
mencegah kebocoran adukan.
 Selongsong harus bebas dari belahan, retakan, dan sebagainya. Sambungan harus
dibuat dengan hati-hati dengan cara sedemikian hingga saling mengikat rapat dengan
adukan. Selongsong yang rusak harus dikeluarkan dari tempat kerja. Lubang udara
harus disediakan pada puncak dan pada tempat lainnya dimana diperlukan sedemikian

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R- 4


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Rangkuman

hingga penyuntikan adukan semen dapat mengisi semua rongga sepanjang seluruh
panjang selongsong sampai penuh.
Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain :
1. Retarder : bahan untuk memperlambat setting time.
Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan
lokasi pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui.
2. Accelerator : bahan untuk mempercepat kenaikan kekuatan.
Bahan ini digunakan jika kenaikan kekuatan beton ingin dipercepat sehingga
penyangga (scalfoding) dapat segera dilepas.
3. Plasticizer : bahan untuk memperbaiki kelecakan (workability).
Bahan ini digunakan untuk menghemat pemakaian Semen Portland. Secara umum,
kelecakan dapat ditingkatkan bilamana kadar air ditambahkan, tetapi penambahan air
ini akan menurunkan kekuatan beton sehingga kadar Semen Portland harus juga
ditambahkan.
4. dan sebagainya

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R- 5


Modul SIB-03 : Bahan Jembatan Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Dayaratman, Pasala, Prestressed Conrete Structures, Oxford & IBH Publishing Co.,
New Delhi, 1976.

2. Jones, Russel C., Construction Materials, Section 5 of Standard Handbook for Civiel
Engineers, Second Edition by Frederick S. Merrit, McGraw-Hill Book company, New
York, 1976.

3. Kozak, John J. and Lepmann, Joachin F., Bridge Engineering, Section 17 of


Standard Handbook for Civiel Engineers, Second Edition by Frederick S. Merrit,
McGraw-Hill Book company, New York, 1976.

4. Libby, James R., Prestressed Concrete, Part 9 of Handbook of Concrete Engineering


by Mark Fintel, September 1974.

5. Sabnis, Gajanan M., Ph.D., P.E., Handbook of Composite Construction


Engineering, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1979.

6. Zeltin, Lev. and Grif, Donald, Concrete Design and Construction, Section 8 of
Standard Handbook for Civiel Engineers, Second Edition by Frederick S. Merrit,
McGraw-Hill Book Company, New York, 1976.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) DP- 1

Anda mungkin juga menyukai