Anda di halaman 1dari 16

POTRET PRAKTIK PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF

PADA IBU – IBU PASCA MELAHIRKAN DI WILAYAH PUSKESMAS


JATEN KABUPATEN KARANGANYAR

Sri Sugiarsi1, Ratno Saputro2

APIKES Mitra Husada Karanganyar


Sri_sugiarsi@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji praktik pemberian Air Susu Ibu
(ASI) Eksklusif pada ibu – ibu pasca melahirkan di Wilayah Puskesmas Jaten
Kabupaten Karanganyar. Rancangan penelitian ini adalah descritptive kualitatif
dengan studi eksplorasi yang mana dilakukan penyelidikan untuk mengungkap
praktik pemberian ASI Eksklusif. Informan dalam penelitian ini adalah ibu –
ibu pasca melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Jaten. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian ini
adalah pedoman wawancara dan pengumpulan data dengan acara In depth
interview. Hasil penelitian akan dilakukan analisis kualitatif.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa praktik pemberian ASI Eksklusif hanya dua orang yang
berhasil sedangkan dua belas orang gagal dalam pemberian ASI Eksklusif.
Mayoritas penyebabnya adalah 1) bayi telah diberi prelaktat saat masih dirawat
di rumah sakit atau rumah bersalin oleh bidan atau perawat; 2) kebiasaan yang
salah dalam pemberian ASI Eksklusif; 3) dukungan dari petugas/ penolong
persalinan dan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan; promosi produk susu
yang semakin gencar.Simpulan dalam penelitian ini adalah faktor penghambat
dalam pemberian ASI Eksklusif yang paling kuat adalah peran para petugas
kesehatan yang seharusnya memberikan dukungan terhadap program ASI
Eksklusif dengan cara menginformasikan terkait sepuluh langkah menuju
keberhasilan menyusui, dan tidak melakukan promosi produk susu.

Kata Kunci : Praktik, Pemberian, ASI Eksklusif

PENDAHULUAN

Target 80% cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh


dari kenyataan. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007
memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada
tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Depkes RI,
2007). Bahkan angka ini berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2010 semakin mengkhawatirkan turun menjadi 15,3%. Hal ini disebabkan
kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif
rendah (Depkes,2011). Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Jawa Tengah
mengalami penurunan yang signifikan; dari 45,18% pada tahun 2011 menjadi
25,6% pada tahun 2012. (Dinkes Jateng, 2012).
Kenyataan rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui di
Indonesian disebabkan oleh 2 (dua) faktor yakni faktor internal yang meliputi
rendahnya pengetahuan serta sikap ibu tentang kesehatan secara umum dan ASI
Eksklusif secara khususnya dan faktor eksternal yang meliputi kurangnya
dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah sebagai
pembuat kebijakan terhadap pemberian ASI Eksklusif, gencarnya promosi susu
formula, adanya faktor sosial budaya serta kurangnya ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak (Baskoro, 2008).
Menurut Giri (2013) ibu yang memberikan ASI Eksklusif, cenderung
memiliki balita dengan status gizi lebih baik dari pada ibu yang tidak memberikan
ASI Eksklusif. Declercq dan Augene (2009) melaporkan dalam penelitiannya
yang berjdul “Hospital Practices and Women’s Likelihood Their
Intention to Execluively Breastfeed” bahwa rumah sakit melakukan praktik yang
bertentangan dengan 10 langkah keberhasilan menyusui; 49 % memberikan
prelaktal berupa susu formula dan 50% penggunaan dot.
Berdasarkan fenomena tersebut dan pentinganya pemberian ASI Ekskulsif
yang akan berdampak pada generasi yang akan datang maka perlu dikaji tentang
hal – hal yang terkait dengan praktik pemberian ASI Ekskulsif. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui potret praktik pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
pada ibu – ibu pasca melahirkan di Wilayah Puskesmas Jaten Kabupaten
Karanganyar.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah descritptive kualitatif dengan studi


eksplorasi yang mana dilakukan penyelidikan untuk mengungkap praktik
pemberian ASI Eksklusif. Informan dalam penelitian ini adalah ibu – ibu
pasca melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Jaten. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian ini adalah
pedoman wawancara dan pengumpulan data dengan acara In depth interview.
Hasil penelitian akan dilakukan analisis kualitatif.

HASIL PENEITIAN

1. Karakteristik Subyek
No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Umur (tahun)
<25 4 28,6
25-30 6 42,8
>30 4 28,6

2 Pendidikan
SMP 4 28,6
SMA 10 71,4
3 Status Bekerja
Bekerja 8 57,1
Tidak Bekerja 6 42,9
4 Penghasilan/bulan
<1.800.000 8 57,1
≥1.800.000 6 42,9
5 Paritas
≤2 9 64,3
>2 5 35,7

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 25 – 30


tahun; 6 orang (42,8%), berpendidikan SMA;10 orang (71,4%), berstatus
bekerja; 8 orang (57,1%), berpenghasilan < 1.800.000 Juta/bulan; 8 orang
(57,1%), jumlah paritas ≤2 ;9 (64,3%).
2. Praktik Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian terhadap 14 ibu pasca melahirkan dan atau menyusui


tentang praktik pemberian ASI Eksklusif, yang berhasil memberikan ASI
Eksklusif hanya ada 2 orang, sedangkan yang gagal ada 12 orang.
Berikut hasil wawancara dengan responden yang gagal dalam
memberikan ASI Eksklusif :
“Saya memberikan ASI kepada bayi saya sejak saya melahirkan di rumah
bersalin, namun sebelumnya bidan telah memberikan susu botol, karena
anak saya kesulitan menyusu, dan ASI saya belum keluar, kasihan”( Resp
A, 32 th)

“Setelah bayi saya lahir, selang waktu sekitar 30 menit langsung saya
susui, dengan cara membuang terlebih dahulu air kuning kental, sesuai
anjuran ibu saya” (Resp B, 21 th)

“Saya menyusui secara penuh anak saya sampai umur 3 bulan karena masa
cuti sudah habis dan harus masuk kerja, saya menyusui sebelum berangkat
kerja dan sepulang kerja sampai saat ini anak saya sudah berumur 5 bulan”
(Resp C, 30 th)

“Anak pertama, saya bisa menyusui secara eksklusif, selama 6 bulan tanpa
memberi makanan/minuman dalam bentuk apapun, dan anak kedua, sejak
umur 3 bulan, saya sudah melatih anak saya untuk minum susu
botol(formula), agar sudah terbiasa kalau saya tinggal kerja minum dengan
susu itu” (Resp D, 34 th)

“Saya telah menyusui anak saya selama 6 bulan dan saya juga tambahkan
roti sejak umur 3 bulan karena anak saya laki – laki butuh susu banyak
padahal ASI saya keluarnya tidak begitu banyak”(Resp N, 32 th)

“Saya telah menyiapkan ASI yang saya masukkan ke dalam plastik kecil –
kecil yang saya masukkan ke dalam freezer, satu plastik kecil untuk satu
botol kecil, ketika saya bekerja, mertua yang akan memberikannya kepada
anak saya, dan saya pernah melihat mertua juga memberikan pisang
ambon, saat itu anak saya masih berusia 2,5 bulan, saya kecewa” (Resp D,
25 th)

Berikut ini adalah hasil wawancara terhadap responden yang telah berhasil
memberikan ASI Eksklusif :
“Saat periksa kehamilan saya telah berpesan kepada keluarga dan bidan
yang membantu persalinan bahwa saya akan menyusui bayi dengan ASI
Eksklusif. Dan bidan saat itu yang membantu bayi saya akhirnya bisa
menghisap ASI, sampai saat ini keluarga juga sangat mendukungnya”
(Resp E, 26 th)

“Saya memberikan ASI Ekslusif secara penuh, karena Al Quran juga


menganjurkan demikian, ASI juga lebih sehat dan hemat pengeluaran
rumah tangga untuk beli susu formula”(Resp. F, 30 th)
“Tangisan bayiku membuat saya tertekan dan ikut menangis, dan saya
tidak tega melihatnya, sehingga dalam kondisi apapun saya memberikan
ASI sampai umur 6 bulan” (Resp E2, 26 th)

3. Faktor – Faktor yang Mendorong dan Menguatkan Dalam Penerapan ASI

Eksklusif

a) Faktor pengetahuan
Pemahaman responden tentang pengertian ASI Eksklusif sangat
bervariasi, namun 8 responden mampu mendefinisikan dengan benar,
sedangkan 6 orang menjawab dengan kurang tepat. Berdasarkan hasil
wawancara adalah sebagai berikut :
“ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayinya
sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa memberikan minuman
maupun makanan apapun”(Resp E,26 th)

“ASI Eksklusif ialah pemberian air susu ibu kepada bayinya mulai 0
bulan sampai dengan 6 bulan, kalau hanya selingi air putih maupun
sedikit susu botol, asalkan bukan makanan ya gak papa” (Resp G, 30
th)

Sebagian besar responden memperleh informasi tentang ASI Eksklusif


dari petugas kesehatan dan kader kesehatan saat memberikan
penyuluhan dalam kegiatan posyandu.
b) Sikap

“Saya setuju kalau ASI harus diberikan kepada anak saya minimal 6
bulan tanpa memberikan makanan tambahan apapun, namun situasilah
yang menjadikan saya tidak mampu untuk memberikannya” (Resp H,
29 th)

“Semua ibu wajib memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya, dalam


kondisi apapun tetap harus diupayakan” (Resp I,30 th)

“Kalau memang tidak mampu memberi ASI Eksklusif ya gak papa,


yang penting anaknya harus diberi susu agar bisa tetap tumbuh dan
berkembang serta sehat” (Resp D, 34 th)

c) Motivasi
Sebagian besar motivasi responden untuk memberikan ASI Eksklusif
masih kurang.
“Saya tidak percaya kalau hanya dengan ASI bayi saya sudah
terpenuhi makanannya”(Resp J, 30 th)

“Sebagai ibu yang bekerja di pabrik, tidak mungkin saya mampu


memberikan ASI Eksklusif, paling ya diselang seling gitu”(Resp K,25
th)

“Saya yakin bisa memberikan ASI Eksklusif demi masa depan anak
saya, tentu harus mendapat dukungan dari keluarga”

d) Fasilitas RB/RS

Berdasarkan hasil wawancara sebagian responden menjawab bahwa


rumah sakit maupun rumah bersalin cukup mendukung pemberian ASI
Eksklusif, namun masih ada yang kurang mendukung, sebagaimana
hasil wawancara berikut ini :
“Saat saya melahirkan di rumah bersalin secara otomatis saya sudah
mendapat paket susu formula, susu tersebut diberikan kepada bayi saya
saat ASI belum keluar” (Resp M, 23 th)

“Saya dirawat di rumah sakit dalam satu kamar dengan bayi saya
sehingga saya dapat menyusuinya sesuai dengan kebutuhan bayi,
kapanpun” (Resp E, 26 th)

e) Peranan petugas kesehatan

Peranan petugas kesehatan sangat strategis dalam praktik pemberian


ASI Eksklusif, namun tidak semua petugas menjalankan peran
tersebut, berikut ini hasil wawancara dengan responden:
“Justru bidan yang pertama kali memberikan susu formula dengan
menggunakan dot kepada bayi saya karena ASI belum keluar“(Resp
M,23th)

“Bidan tidak menginformasikan tentang ASI Eksklussif dan cara


menyusui yang benar”(Resp D, 34th)

“Beberapa saat setelah lahir bidan langsung menyerahkan bayiku


untuk disusui dan menjelaskan pentingnya kolostrum”
f) Peranan keluarga

“Suami yang mendukung saya untuk memberikan ASI selama 2 tahun


penuh dengan cara mewajibkan dan membantu pekerjaan rumahku
sehingga saya punya cukup waktu untuk menyusui”(Resp F,30 th)

“Saya pengennya menyusui minimal 6 bulan atau ASI Eksklusif


namum orang tua saya yang kurang mendukung, contohnya
menyuruhku menambah susu formula karena bayi belum kenyang”

4. Hambatan – Hambatan yang dialami dalam penerapan ASI Eksklusif

Hambatan yang dialami responden sebagian besar adalah karena


sebagai ibu yang bekerja di luar, hambatan lainnya bervariasi.
Sebagaimana hasil wawancara dengan mereka yang tidak berhasil
memberikan ASI Eksklusif berikut ini :
a) Promosi Susu

“Adanya produk susu yang dipromosikan melalui TV dan Rumah


Bersalin, bayi saya langsung diberi susu botol oleh bidan yang telah
tersedia di rumah bersalin” (Resp M, 26 th)

“di RB Saya selalu menyediakan susu merk tertentu untuk diberikan


pada bayi dimana ASI belum bisa keluar, yah lumayan hasilnya, saya
bisa umroh dan lainnya” (triangulasi bidan A)

“Saya tidak menyediakan susu bubuk di RB ini karena jelas ini


merupakan sebuah pelanggaran terhadap undang – undang kesehatan,
dan saya selalu menganjurkan terhadap pasien untuk memberikan ASI
secara eksklusif” (Triangulasi bidan B)

b) Kebiasaan yang kliru

“Saya membuang cairan yang kuning agak kental, ini tidak baik buat
kesehatan bayiku”

“Selama menyusui saya tidak diperbolehkan makan daging kambing


maupun ayam”
“Saya memberikan ASI diselingi dengan susu formula karena saya
harus bekerja”

c) Sosial ekonomi

“Saya harus bekerja, sehingga tidak bisa memberikan ASI lebih dari 4
bulan, cuti saya hanya 3 bulan, rumah saya 7KM dari tempat kerja”

“Saya memberikan susu formula kepada bayiku yang masih berumur 3


bulan, menurutku ini sudah jaman modern, seperti ini saya meniru
teman – teman yang saya pandang pinter dan modern”

d) Kurangnaya dukungan

“Saya kurang mendapat dukungan dari keluarga dalam memberikan


ASI Eksklusif, dengan alasan kasihan, ASI saja tidak cukup”

“Saya belum pernah mendapat penyuluhan tentang langkah menuju


keberhasilan ASI Eksklusif dari petugas kesehatan secara langsung
baik melalui posyandu maupun pertemuan PKK”

PEMBAHASAN

1. Praktik pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat belas responden


hanya dua orang yang berhasil melakukan praktik dalam pemberian ASI
Eksklusif. Responden E menjelaskan bahwa telah berkomitmen untuk
memberikan ASI Ekskulsif secara benar dan penuh. Sejak melakukan
pemeriksaan kehamilan responden tersebut telah menyampaikan keinginannya
tersebut kepada keluarga maupun bidan yang membantu persalinan. Ibu – ibu
harus dibangkitkan kemauan dalam kesediaannya menyusui anaknya, terutama
sebelum melahirkan. Dan Sedangkan responden F berpendapat bahwa
pemberian ASI Eksklusif merupakan perintah Al-quran. Dengan demikian
akan lebih mudah anjuran pemberian ASI Eksklusif dilakukan oleh
penceramah atau ustadz. Menurut Rusli (2005) Faktor keberhasilan dalam
menyusui adalah 1) komitmen ibu untuk menyusui; 2) Pemberian ASI secara
dini yang dimulai di tempat bersalin; 3) teknik dan posisi menyusui yang
benar; 4) menyusui atas permintaan bayi; 5) diberikan secara eksklusif.
Praktik pemberian ASI Eksklusif yang tidak berhasil terjadi pada 12
subjek, sebagian besar telah memberikan prelaktal dan MP-ASI yang terlalu
dini. Prelaktal berupa susu formula diberikan pada bayi yang dilahirkan di
BPS, RB, RS dengan bantuan bidan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Permana(2006) menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian tidak
menginginkan pemberian ASI Eksklusif karena subyek merasa tidak yakin
dengan produksi ASI, anak menjadi susah makan, mudah sakit dan subyek
menganggap pemberian ASI Eksklusif tidak mencukupi kebutuhan bayi.
Ketidakinginan subyek memberikan ASI Eksklusif mendorong subyek untuk
tidak memberikan ASI Eksklusif. Sebagian besar subyek memberikan
kolostrum kepada bayinya, mereka memahami arti kolostrum, namun masih
ada yang membuangnya karena mengikuti anjuran orang tuanya yang masih
berpendapat bahwa air susu yang keluar pertama kali yang berwana
kekuningan dan kental tidak baik bagi kesehatan bayi, bersifat merusak. Bayi
yang diberi ASI Ekslusif jauh lebih sedikit terkena infeksi dibnding bayi yang
tidak diberi ASI Eksklusif (Cox, 2006).
Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar, berwarna kekuningan
dan kental. Cairan ini banyak mengandung antibodi, penghambat pertumbuhan
virus dan bakteri, protein, vitamin A dan berbagai macam mineral sehingga
sangat dianjurkan diberikan kepada bayi. Pemberian kolostrum dapat dilakukan
dengan baik jika early initiation dilakukan oleh bidan atau perawat. Ibu yang
berhasil menyusui pada jam pertama dan minggu pertama setelah persalinan
maka ia akan berhasil memberikan ASI Eksklusif.
Sebagian subyek memberikan prelaktat berupa susu formula. Pada
umumnya bayi mereka langsung mendapatkan susu formula dari bidan yang
disusukan menggunakan dot. Subyek tidak ditanya terlebih dahulu apakah akan
disusui dengan ASI atau susu formula. Dalam hal ini bidan/perawat kurang
mendukung program ASI Eksklusif.
Terdapat 3 subyek yang memberikan makanan tambahan berupa pisang
ketika bayinya masih berusia 2 bulan. Pemberian makanan pendamping ASI
yang terlalu dini tidak tepat karena akan menyebabkan bayi kenyang dan
mengurangi keluarnya ASI. Selain itu bayi menjadi malas menyusu karena
sudah mendapatkan makanan atau minuman terlebih dahulu (Depkes RI,
2005).
2. Faktor – Faktor yang Mendorong dan Menguatkan Dalam Penerapan ASI

Eksklusif

Pengetahuan subyek tentang ASI Eksklusif masih dangkal atau sebatas


pernah mendengar sehingga akan berpengaruh pada praktik pemberian ASI
Eksklusif. Ada yang menyatakan bahwa ASI Eksklusif diberikan selama enam
bulan tanpa diberi makanan tambahan lain, namun boleh diberi minuman air
putih atau sejenisnya. Ada yang mengatakan bahwa ASI Eksklusif adalah ASI
yang diberikan kepada bayi dan tidak bermasalah jika diberi makanan
tambahan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar ibu menuyusui
belum bisa memahami ASI Eksklusif dan manfaatnya secara benar. Hal ini
juga berdampak terhadap rendahnya ibu untuk menyusui bayinya. Dan juga
terdapat ibu menyusui yang paham, namun belum bisa mempraktikkan karena
pengaruh sosial budaya di keluarganya. Kurangya penjelasan seputar
menyusui membuat pengetahuan para ibu tentang ASI Eksklusif sangat
kurang. Bidan umumnya menganggap bahwa menyusui bukan suatu masalah
dan tidak perlu diajarkan sehingga jika ibu tidak bertanya maka bidan tidak
akan menjelaskan seputar menyusui. Namun ada bidan yang menganjurkan
subyek untuk memberikan ASI saja sampai 6 bulan. Menurut Abdulah(2004)
pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam
proses menyusui.
Menurut Notoadmodjo(2005) sikap adalah reaksi atau respon yang
masih tertutup terhadap suatu obyek. Penelitian Purnama (2005) menunjukkan
bahwa sikpa positif ibu terhadap praktikpemberian ASI Eksklusif tidak diiukti
dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayinya. Sikap belum terwujud dalam
suatu tindakan. Untuk terwujudnya suatu tindakan nyata diperlukan faktor
dukungan dari pihak – pihak tertentu; tenaga esehatan dan keluarga.
Menurut Ahmadi (2002) motif manusia merupakan dorongan,
keinginan, yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Petugas
kesehatan harus menjalankan perannya untuk memberikan penyuluhan tentang
pentingnya ASI Eksklusif kepada para remaja atau wanita usia produktif.
Subyek yang tidak memberikan ASI Eksklusif karena merasa tidak yakin
dengan kemampuannya, tidak tersedianya waktu, tidak tersedianya tempat
menyusui di tempat kerja. Subyek penelitian menyampaikan bahwa motivasi
terbesar muncul dari diri pribadinya , suami dan orang tua.
Fasilitas rumah bersalin sebenarnya sangat mendukung pelaksanaan
ASI Eksklusif karena sebagian besar telah memiliki fasilitas rawat gabung.
Subyek penelitian yang dirawat di rumah bersalin sebagian besar menyatakan
bahwa bidan tidak menginformasikan tentang ASI Eksklusif. Rumah sakit
bersalin menyediakan susu bubuk maupun dot. Fasilitas rumah sakit sebagian
besar ruang perawatan bayi dan ibu dipisah. Kepenkes 450 menyatakan bahwa
kunci lain keberhasilan menyusui setelah dilaksanakan IMD adalah rawat
gabung, dimana bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam dan tidak
ditempakan pada kamar bayi.Berdasarkan hasil triangulasi dengan bidan
alasan tidak dilakukannya rawat gabung adalah agar bayi tidak mudah terkena
infeksi atau tetap steril karena masih sangat rentan serta agar ibu bisa istirahat
dengan cukup. Namun kini rawat gabung sudah menjadi kebijakan pemerintah
karena keuntungannya yang lebih besar. Fasilitas pelayanan baik rumah
bersalin maupun rumah sakkit tidak menginformasikan secara tertulis tentang
kebijakan peningkatan pemberian ASI.
Dalam kepmenkes No 450 tahun 2004 tentang pemberian ASI
Eksklusif disebutkan bahwa petugas kesehatan agar menginformasikan kepada
semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif dengan
mengacu pada 10 langkah keberhasilan menyusui (LMKM). Hanya terdapat
satu bidan yang telah mendukung dengan cara menginformasikan tentang ASI
Eksklusif dan membantu bayi agar bisa menghusap ASI dengan sendirinya.
Sebagian besar bidan lainnya kurang mendukung program ASI Eksklusif,
misalnya; memberikan susu formula kepada bayi baru lahir, tidak menjelaskan
tentang manfaat ASI. Dalam proses pemberian ASI Eksklusif kepada bayi,
faktor penolong persalinan juga sebagai penguat untuk memberikan yang terbaik
untuk bayinya. Jika penolong kesehatan atau petugas kesehatan sejak dini atau
pada saat melahirkan telah memberikan penjelasan tentang pentingnya ASI
Eksklusif, maka si ibu akan paham sehingga punya keinginan untuk
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.
Dalm UU Kesehatan No 36 tahu 2009 pasal 128 disebutkan bahwa
selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu
dan fasilitas khusus. Ini sangat mendukung praktik pemberian ASI Eksklusif.
Peranan keluarga terutama orang tua dan ibu sangat besar terhadap praktik
pemberian ASI Eksklusif. Terdapat subyek yang menyatakan bahwa suami
mewajibakan agar istrinya memberikan ASI sampai bayi berumur 6 bulan.
Namun demikian terdapat subyek yang menyatakan bahwa orang tua yang
justru mempengaruhi untuk tidak memberikan ASI selama 6 bulan dengan
cara memberikan selingan susu formula.Bahkan ada yang memberikan pisang
saat bayi masih berumur 2 bulan ketika ditinggal ibunya bekerja.

3. Hambatan – hambatan yang dialami dalam praktik pemberian ASI


Eksklusif
Pemasaran susu formula langsung ke rumah bersalain, balai
pengobatan sampai saat ini semakin gencar dan sangat mengganggu
keberhasilan program ASI Eksklusif. Bahkan para produsen susu berlomba –
lomba mengadakan seminar dan mengundang para bidan ke hotel berbintang
untuk mendengarkan penjelasan tentang produk mereka.
Pelaku pelanggaran kode etik internasional gini bergeser dari
perusahaan makanan bayi kepada petugas kesehatan/sarana pelayanan
kesehatan. Rumah sakit/rumah bersalin membagi produk susu formula dalam
bingkisan untuk ibu sehabis bersalin. Selain itu diketahui pula, ada sebagian
petugas kesehatan secara halus mendorong ibu untuk tidak memberi ASI
melainkan susu formula kepada bayinya (Siswono, 2001).
Sebagian besar subyek tidak berhasil memberikan ASI Eksklusif pada
bayinya karena bayi telah diberi prelaktal susu formula saat di rumah
bersalin/rumah sakit.Kebiasaan yang keliru merupakan seperangkaat
kepercayaan, nilai – nilai dan cara perilaku yang dipelajari secara umum dan
dimiliki bersama warga di suatu masyarakat. Kebiasaan yang keliru yang
ditemukan di masyarakat dalam peneitian ini adalah pemberian susu formula
menggunakan dot dan pemberian MP-ASI yang telalu dini. Masih
ditemukannya kebiasaan membuang kolostrum pada sebagian subyek.
Kebiasaan terdiri dari dua aspek yaitu pengetahuan dan praktik. Praktik
seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan. Jika pengetahuan tradisional masih
bertahan, maka praktiknyapun tetap berjalan. Dalam pemberian penyuluhan
juga harus meyakinkan ibu – ibu bahwa kebiasaan yang keliru dapat
membehayakan status gizi dan kesehatan bayi. Walaupun masyarakat
tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena
pada umunya ibu memberikan ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah
pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Pekerjaan ibu merupakan salah satu faktor pemicu yang seringkali
menghambat ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi. Ibu yang
bekerja merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara maksimal, dengan
berbagai alasan misalnya; anak tidak mau menyusu, ASI menjadi berkurang,
tidak ada fasilitas ruang menyusui di tempat kerja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Februhartanty (2012) yang menyatakan bahwa pekerjaan ibi di luar
rumah juga sangat terkait dengan lamanya ibu memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya. Namun pemberian ASI Eksklusif kepada bayinya sangat
tergantung dari komitmen dan niat si ibu untuk memberikan yang terbaik
kepada bayinya dan juga faktor lingkungan. Untuk mendukung pemberian
ASI eksklusif di Indonesia, pada tahun 1990 pemerintah mencanangkan
Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) yang salah satu
tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara eksklusif
kepada bayi dari lahir sampai dengan berumur 4 bulan. Pada tahun 2004,
sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia (WHO), pemberian ASI
Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004.
Dukungan emosional dari ayah dalam hal pemberian ASI ini
merupakan faktor yang sangat penting dalam pemberian ASI Eksklusif kepada
bayi.Dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang mencakup
afeksi positif, penegasan, dan bantuan. Dukungan sosial pada umumnya
menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan
oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan
rekan kerja. Dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi,
dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan
sosial juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang
berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan
menjaga individu. Sehingga dapat dikatakan bahwa dukungan Sosial adalah
bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang
diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat,
teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh
individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan
dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan,
mendapat dukungan, dihargai dan dicintai. Dalam hasil penelitian oleh
Sherriff., (2011) menyebutkan bahwa suami memiliki potensi yang
besar untuk memberikan dukungan kepada isterinya dalam hal pemberian
ASI Eksklusif ini.
Selain itu, para suami yang memiliki kesibukan kerja yang banyak,
ketika menyaksikan ASI isterinya tidak lancar maka susu formula pun
dianggap sebagai solusi utamanya. Padahal seharusnya para suami
menganjurkan ibu untuk mengonsumsi berbagai makanan atau vitamin
pelancar ASI. Kemudian yang terpenting adalah bagaimana si suami berusaha
memberikan ketenangan batin kepada isterinya yang boleh ajdi hal tersebut
yang menghambat ASI si isteri. Hal yang lebih menyedihkan lagi diperoleh
dari informan keluarga yang menyebutkan bahwa mereka menganjurkan
pemberian makanan tambahan kepada bayi sejak masih berusia 4-5 bulan.
Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Monica., (2010) di Brazil
memperlihatkan bahwa peran keluarga sangat menentukan perilaku Ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya.

SIMPULAN
1. Praktik pemberian ASI Eksklusif yang berhasil hanya terjadi pada dua subyek
penelitian yang pada dasarnya mereka mempunyai pemahaman yang baik
tentang ASI Eksklusif yang diikuti dengan niat, motivasi, prinsip yang kuat
disertai dukungan keluarga terdekat. Dan yang gagal sebagian besar karena
sejak di rumah bersalin bidan telah memberinya prelaktat berupa susu formula
dengan menggunakan dot.
2. Faktor pendorong yang paling kuat dalam praktik pemberian ASI Eksklusif
adalah pengetahuan tentang ASI Eksklusif baik pada ibu maupun keluarga ibu.
Hal ini akan menimbulkan motivasi yang kuat juga pada ibu untuk
memberikan ASI Eksklusif yang mendapatkan dukungan yang kuat dari
keluarga.
3. Faktor penghambat dalam pemberian ASI Eksklusif yang paling kuat adalah
peran para petugas kesehatan yang seharusnya memberikan dukungan
terhadap program ASI Eksklusif dengan cara menginformasikan terkait
sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, dan tidak melakukan promosi
produk susu.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. 2003. Survei


Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan.2007.


Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2006-2007. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.

Baskoro, A. 2008. ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui. Yogyakarta :


Banyu Media

Declercq, Eugene, PhD; Labbok, Miriam H, MD, MPH; Sakala, Carol, PhD,
MPH; O'Hara, MaryAnn, MD, MPH. Hospital Practices AND Women’s
Likelihood Their Intention to Execluively Breastfeed. American Journal of
Public Health 99.5 (May 2009): 929-35n

Departemen Kesehatan RI, 2004b, Kebijakan Departemen Kesehatan tentang


Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita, Departemen
Jakarta :Kesehatan RI

Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, 2005, Profil


Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003, Pradipta. Diakses pada
tanggal 22 Mei 2006, dari http://www.jawatengah.go.id

Fikawati S, Syafiq A. Hubungan antara Immediate Breastfeeding dan


ASI eksklusif 4 bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti 2003; 22(2): 47-55.

Kepmenkes RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara


Eksklusif pada Bayi di Indonesia

Kramer MS, Tong Guo, Platt RW, Shapiro S, Collet JP, Chalmers B, et al.
Breastfeeding and infant growth: Biology or bias? Journal.
Pediatrics 2002;

Ngarambe. 2008."Assessment of the Level of Knowledge of Pregnant Women


about Breastfeeding, if the Health Cen- ter Gitwe [Thesis Study]," Institute
of Education Gitwa- A1

Partiwi, Purwanti. 2008. Kendala Pemberian ASI Eksklusif, Bedah ASI. IDI DKI-
BP FKUI ; Jakarta

Fikawati S, Syafiq A. Kajian Implementasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu


Eksklusif Dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Jurnal Kesehatan
Makara. VOL.14, NO. 1, JUNI 2010: 17-24

Anda mungkin juga menyukai