Anda di halaman 1dari 120

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329483279

TEKNIK PENYUSUNAN INSTRUMEN UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS


PENELITIAN EKONOMI SYARIAH

Book · April 2018

CITATIONS READS

8 7,831

1 author:

Purwanto Purwanto
STAI Al Husain Magelang
16 PUBLICATIONS   22 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Research on the Development of the Sharia Economic Study Program View project

All content following this page was uploaded by Purwanto Purwanto on 07 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ii
TEKNIK PENYUSUNAN INSTRUMEN
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN
EKONOMI SYARIAH

Penulis:

Purwanto, SEI., MSI

iii
TEKNIK PENYUSUNAN INSTRUMEN
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN
EKONOMI SYARIAH

Penulis:
Purwanto, SEI., MSI

ISBN:978-602-51885-1-0

Editor:
Ahmad Saifudin

Penyunting:
Ahmad Saifudin

Desain Sampul dan Tata Letak:


Faiq Yunianto

Penerbit :
StaiaPress

Redaksi :
Jl. Meteseh – Purworejo No. 11
Tempuran Magelang
Telp. (0293) 3191827
E-mail :staiapress@staia-sw.ac.id

Distributor Tunggal :
Koperasi Mahasiswa, Karyawan dan Dosen
Kampus STAI Al Husain Lantai I
Jl. Meteseh – Purworejo No. 11
Tempuran Magelang
E-mail: koperasikomandan@gmail.com

Cetakan Pertama, Mei 2018


Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah SWT pencipta alam semesta


dengan segala kelebihannya masing-masing. Sholawat beserta
salam senantiasa penulis haturkan kepada ruh junjungan alam
yakni Nabi agung Muhammad Saw juga keluarga, sahabat dan
para pengikutnya hingga akhir masa. Amien
Sebagai wujud pengembangan diri penulis sebagai salah
satu pengajar di STAI Al Husain Magelang, penulisan buku ini
merupakan bentuk dari pelaksanaan Tridharma Perguruan
tinggi yaitu Penelitian. Penulis sangat termotivasi untuk
menulis buku dengan judul “Teknik Penyusunan Instrumen,
Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian Ekonomi Syariah” ini
karena dalam rangka mendukung STAI Al Husain Magelang
khususnya Prodi Ekonomi Syariah untuk mewujudkan visi nya
yaitu “Unggul dalam pengembangan kajian ekonomi syariah
yang berlandaskan Keilmuan dan Keindonesiaan”. Jadi dengan
tersusunnya buku ini diharapkan para dosen dan mahasiswa
mendapat kemudahan dalam proses melakukan penelitian dan
pada akhirnya dapat mewujudkan misi STAI Al Husain yaitu
“Unggul dalam Pengembangan Kajian Keilmuan dan
Keislaman yang Berwawasan Keindonesiaan”.
Selain untuk kepentingan internal, buku ini juga dapat
digunakan oleh dosen dan mahasiswa dari perguruan tinggi
lainnya di seluruh Indonesia, khususnya dalam menyusun
instrumen uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian
ekonomi syariah. Hal ini dikarenakan instrumen penelitian
sangat menentukan dalam keberhasilan dalam mendapatkan
data yang berkualitas. Instrumen yang berkualitas perlu diuji
kevalidtan dan reliabilitasnya. Instrumen penelitian yang tidak
valid dan reliabel tentunya tidak akan dapat menghasilkan

v
data yang akurat. Jadi valid dan reliabel merupakan “nyawa”
dalam melakukan penelitian ekonomi syariah terutama dalam
penelitian kuantitatif.
Akhir kata penyusun mengucapkan banyak terimakasih
kepada keluarga besar STAI Al Husain terutama kepada bapak
Ahmad Fuad HS, MPd.I dan Ahmad Mustofa, MSI yang telah
mendorong penulis untuk menulis buku ini. Kepada para
pembaca penulis mengharapkan kritik dan sarannya agar buku
ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para
peneliti, dosen dan mahasiswa khususnya di bidang Ekonomi
Syariah.

Magelang, 24 Januari 2018


Penulis

Purwanto, SEI., MSI

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................... iv


KATA PENGANTAR ..................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................... vi
DAFTAR TABEL ....................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... ix
BAB IJENIS DATA DALAM PENELITIAN .................................1
A. Data Primer ...........................................................................1
1. Kelebihan Data Primer ...................................................3
2. Kekurangan Data Primer ...............................................5
3. Contoh penelitian dengan Data Primer .......................9
B. Data Sekunder ....................................................................14
1. Kelebihan Data Sekunder .............................................15
2. Kekurangan Data Sekunder .........................................17
3. Contoh penelitian dengan Data Sekunder.................19
BAB IIINSTRUMEN PENELITIAN.............................................23
A. Mengenal Instrumen Penelitian .......................................24
B. Pentingnya Instrumen Penelitian ....................................26
C. Macam-macam Instrumen Penelitian .............................27
D. Cara Menyusun Instrumen Penelitian ............................32
E. Contoh Pengembangan Instrumen Penelitian ...............38
BAB IIISKALA INSTRUMEN PENELITIAN .............................43
A. Skala Likert ...........................................................................43
B. Skala Guttman .....................................................................46
C. Skala Semantic Deferential ..................................................48
D. Rating Scale ..........................................................................51
BAB IVKONSEP UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ........56
A. Konsep Uji Validitas ..........................................................56
1. Pengertian Uji Validitas Instrumen ............................58
2. Mengapa Uji Validitas Instrumen ...............................60

vi
3. Jenis Validitas Instrumen .............................................61
B. Konsep Uji Reliabilitas ......................................................71
1. Pengertian Uji Reliabilitas Instrumen.........................73
2. Mengapa Uji Reliabilitas ..............................................75
3. Jenis Reliabilitas .............................................................76
BAB VUJI VALIDITAS DAN RELIABILITASDENGAN SPSS ........89
A. Uji Validitas Data dengan SPSS .......................................91
B. Uji Reliabilitas Data dengan SPSS..................................102
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................107
TABEL t dan r STATISTIK ..........................................................110

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengembangan Instrumen Penelitian ...........................39


Tabel 2 Skor Jawaban ...................................................................40
Tabel 3 Pengembangan Kuesioner .............................................41
Tabel 4 Kuesioner Rating Scale .....................................................52
Tabel 5 Distribusi Jawaban Kuesioner Rating Scale...................53

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Contoh Konsep Penelitian dengan Menggunakan Data


Primer ......................................................................................... 9
Gambar 1 Contoh Konsep Penelitian dengan Menggunakan Data
Primer dan Sekunder ............................................................. 11
Gambar 3 Contoh Konsep Penelitian dengan Menggunakan Data
Primer ..................................................................................... 13
Gambar 4 Kedudukan Instrumen dalam Penelitian ......................... 23
Gambar 5 Variabel Laten dan Manifes ................................................ 59

ix
BAB I
JENIS DATA DALAM PENELITIAN

Dilihat dari sumbernya data penelitian terdiri dari dua


macam yaitu data primer dan sumber sekunder. Keduanya
dapat saling melengkapi, namun demikian banyak peneliti
yang terkadang hanya menggunakan salah satunya saja. Pada
bagian ini akan diuraikan mengenai jenis data primer dan
sekunder serta kelebihan dan kekurangannya dari jenis data
tersebut.

A. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh
peneliti atau pengambil data secara langsung dari
sumbernya. Data primer pada umumnya dapat diperoleh
dengan melakukan wawancara, pemberian kuesioner dan
melakukan observasi.
1. Pengumpulan data Primer dengan Wawancara
Wawancara merupakan dialog antara peneliti dengan
informan secara tatap muka atau melalui media (misal
telepon) guna memperoleh data penelitian. Melalui
kegiatan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal
yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi

1
yang tidak mungkin bisa ditemukan melalui observasi
(Sugiyono, 2011). Pengumpulan data primer dengan
menggunakan wawancara biasanya dilakukan pada
penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009).
2. Pengumpulan data Primer dengan Kuesioner
Pengumpulan data primer dengan menggunakan
kuesioner biasanya dilakukan oleh peneliti yang
melakukan penelitian dengan metode kuantitatif.
Penggunaan kuesioner lebih efisien dan cocok karena
dapat menjangkau responden yang cukup banyak.
3. Pengumpulan data Primer dengan Observasi
Observasi adalah aktivitas pengamatan secara sistematis
terhadap objek penelitian untuk memperoleh data
penelitian. Ada beberapa jenis observasi yang dapat
diaplikasikan dalam mendapatkan data primer
diantaranya adalah observasi berpartisipasi, observasi
yang secara terang-terangan dan samar serta dan
observasi tak berstruktur (Sugiyono, 2011).
Proses pengumpulan data primer pada penelitian
pada umumnya akan diawali dengan membuat instrumen
penelitian. Instrumen penelitian yang disusun tentunya
sesuai dengan teori atau konsep yang ditawarkan oleh para
ahli mengenai variabel tertentu.

2
1. Kelebihan Data Primer
Sebagai salah satu jenis data, data primer cukup
banyak digunakan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian. Banyaknya peneliti yang menggunakan data
primer karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Adanya interaksi antara pengumpul data dengan
sumber data
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya jika data
primer diperoleh dari sumbernya secara langsung oleh
pengumpul data, sehingga memungkinkan adanya
interaksi secara langsung. Pada penelitian kualitatif
yang menggunakan wawancara, interaksi ini
diperlukan guna menambah informasi yang barangkali
dibutuhkan namun tidak terdapat pada interview guide.
Namun untuk penelitian kuantitatif yang
menggunakan kuesioner interaksi dengan responden
jarang dilakukan, karena kuesioner dapat dibagikan
melalui internet ataupun kantor pos. Jadi interaksi
akan sulit terjadi manakala pengumpulan data tidak
dilakukan secara langsung.
b. Data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan
Sejak pembuatan proposal penelitian baik kualitatif
dan kuantitatif peneliti sudah menentukan tujuan

3
penelitian, sehingga dalam pembuatan kuesioner,
interview guide dan pedoman observasi tentunya sudah
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan
demikian pada saat pengumpulan data, peneliti tidak
akan menanyakan atau memberikan kuesioner yang
tidak dibutuhkan dalam penelitian. Jadi pada intinya
penggunaan data primer dalam penelitian dapat
mengontrol peneliti untuk hanya mengambil data yang
sesuai dengan kebutuhan.
c. Informasi yang Bias dapat dihindari
Pada penelitian yang menggunakan wawancara data
primer dapat menghindari akan adanya bias informasi.
Interaksi antara pewawancara (peneliti) dengan
terwawancara (informan) secara langsung dapat
membuat pewawancara menggali informasi yang
mendalam.
d. Data Penelitian Lebih Update
Data primer memungkinkan untuk menggali informasi
yang terkini dan apa yang dirasakan oleh responden
pada saat itu juga. Dengan demikuan data primer
dapat dijadikan rujukan yang tepat terutama bagi
perusahaan pemasaran dan pengembangan produk.
Data yang update ini juga dimungkinkan dapat
digunakan oleh pihak berkepentingan dalam rangka

4
memperbaiki kualitas pelayanan, jika yang diteliti
tentang pelayanan.
Misalnya sebuah kampus ingin mengetahui sejauh
mana kualitas pelayanan yang telah diberikan menurut
mahasiswa. Dengan data primer maka kampus data
segera mengetahui kualitas pelayanan yang telah
dirasakan oleh mahasiswanya secara langsung dan
pada saat itu juga.
e. Pengamatan dapat Dilakukan Secara Langsung
Pada penelitian yang menggunakan teknik
pengumpulan data dengan observasi, maka data
primer memungkinkan peneliti dapat merasakan
secara langsung kondisi lokasi atau subjek penelitian.
Misalnya peneliti ingin mengetahui tentang
kenyamanan kerja, dengan mengamati secara langsung
maka peneliti dapat memberikan penilaian secara
langsung tentang kondisi dan situasi dalam ruangan
kerja.
2. Kekurangan Data Primer
Disamping memiliki kelebihan, penggunaan data
primer juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya
adalah sebagai berikut:

5
a. Waktu yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data
relatif lebih lama.
Berkaitan dengan waktu, pengumpulan data primer
memang relatif lama. Pada proses pengumpulan data
dengan wawancara dan kuesioner misalnya peneliti
harus terlebih dahulu membuat janji dengan
narasumber. Cepat dan lambatnya proses penelitian ini
tergantung pada responden penelitian bukan pada
peneliti. Hal inilah yang membuat peneliti atau
mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhir tidak
dapat diprediksi waktu penyelesaiannya.
b. Perizinan Membutuhkan Proses
Penelitian dengan menggunakan data primer salah
satu kesulitan yang mungkin dihadapi oleh peneliti
adalah sulitnya mendapatkan izin penelitian. Izin
penelitian biasanya dikeluarkan oleh perusahaan
dimana penelitian akan dilaksanakan. Ada
kemungkinan perusahaan tidak memberikan izin agar
karyawannya untuk diwawancarai atau untuk mengisi
kuesioner dengan berbagai alasan.
c. Membutuhkan uji coba instrumen penelitian
Guna mendapatkan data yang berkualitas, pada
penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner
diharuskan melakukan uji coba instrumen penelitian

6
terlebih dahulu. Adakalanya instrumen setelah diuji
coba ternyata kurang baik hasilnya, sehingga harus
dilakukan perubahan pertanyaan atau pernyataan
dalam kuesioner penelitian.
d. Membutuhkan Banyak Dana
Pada penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan datanya, maka peneliti
membutuhkan dana untuk membiayai penyebaran
kuesioner. Dana yang dibutuhkan tentunya
bergantung pada jumlah sampel penelitian. Dana yang
harus dikeluarkan juga biaya untuk menggandakan
kuesioner dan biaya pengiriman manakala kuesioner
dibagikan melalui perusahaan ekspedisi.
e. Subjektivitas Responden
Seringkali ditemukan responden tidak cukup detail
dalam mengisi kuesioner, sehingga jawaban yang
diberikan tidak sesuai dengan harapan peneliti.
Subjektivitas dalam pengisian kuesioner bisa juga
terjadi jika yang meminta data atau peneliti adalah
orang yang memiliki kepentingan dengan hasil
penelitian, sehingga jawaban yang diberikan yang
bagus-bagus padahal kondisinya tidak demikian.

7
f. Menguasai Bahasa Tokoh
Dalam penelitian pemikiran tokoh misalnya, jika
menggunakan data
TIPS MELAKUKAN
PENELITIAN DENGAN primer maka peneliti
DATA PRIMER
harus menguasai bahasa
1. Pastikan ada dukungan teori
tokoh yang akan
atau penelitian terdahulu
yang membuktikan jika ada ditelitinya. Misalnya
hubungan/pengaruh antara
variabel yang dipilih untuk meneliti ingin mengkaji
diteliti.
2. Pastikan variabel penelitian pemikiran Imam
yang dipilih memiliki
landasan teori yang kuat. Ghozali tentang uang,
3. Pastikan perusahaan yang
maka peneliti harus
menjadi lokasi penelitian
dapat memberikan izin. menguasai bahasa asli
4. Pastikan jika responden mau
untuk menjadi narasumber dari Imam Ghozali.
atau reponden.
Sehingga bagi peneliti
yang ingin mengkaji Imam Ghozali namun tidak
menguasai bahasa Arab tetap dapat melakukannya
namun menggunakan data sekunder (buku yang telah
diterjemahkan). Penggunaan data sekunder tentunya
nilainya tidak sebaik jika menggunakan data primer.
g. Ada kemungkinan untuk Memanipulasi Data
Penggunaan kuesioner dalam pengumpulan data,
dapat dengan mudah dimanipulasi oleh peneliti yang
tidak jujur dalam melakukan penelitian. Misalnya
karena alasan waktu dan sulitnya menemui responden

8
maka peneliti melakukan kecurangan dengan cara
mengisi kuesioner nya sendiri. Kecurangan yang bisa
terjadi seperti hasil kuesioner dirubah karena hasil
yang ditemukan tidak sesuai hipotesis penelitian.
3. Contoh penelitian dengan Data Primer
Banyak para peneliti yang telah melakukan
penelitian dengan menggunakan data primer. Guna
memudahkan pembaca dalam membedakan dan
mengidentifikasi sebuah penelitian yang menggunakan
data primer maka penulis sajikan beberapa contoh
penelitian yang menggunakan data primer.
a. Penelitian dengan judul “Pengaruh Relegiusitas
dengan Minat Menggunakan Produk Bank Syariah”.
Pada judul penelitian di atas ada dua variabel
penelitian yaitu relegiusitas sebagai variabel
independen dan variabel minat menggunakan sebagai
variabel dependen. Jika digambarkan dalam bagan
maka konsep dari penelitian tersebut adalah sebagai
berikut:

Minat
Relegiusitas
Menggunakan (Y)

Gambar 2 Contoh Konsep Penelitian


dengan Menggunakan Data Primer

9
Kenapa penelitian di atas menggunakan data primer?
Jawabannya adalah variabel relegiusitas (X) dan minat
menggunakan (Y)tidak dapat diperoleh jika kita
sebagai peneliti tidak menanyakannya secara langsung
kepada responden penelitian. Nah untuk mendapatkan
data tentang relegiusitas (X) dan Minat Menggunakan
(Y)inilah peneliti melakukan pengambilan data primer
dengan menggunakan kuesioner penelitian.
Selain itu alasan peneliti menggunakan data primer
adalah tidak ada satu lembaga pun yang menyediakan
data tentang relegiusitas (X) dan minat menggunakan
(Y). Jadi data hanya dapat diperoleh jika peneliti terjun
langsung kelapangan dalam rangka memperoleh data
penelitian.
b. Penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi dan
tingkat Pendidikan dengan Ketaatan Membayar
Zakat”.
Pada judul penelitian di atas ada dua variabel
penelitian yaitu motivasi dan tingkat pendidikan
sebagai variabel independen dan variabel Kepatuhan
membayar zakat sebagai variabel dependen. Jika
digambarkan dalam bagan maka konsep dari
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

10
Motivasi
(X1)
Kepatuhan
Membayar Zakat
(Y)
Tingkat
Pendidikan
(X2)

Gambar 3 Contoh Konsep Penelitian dengan


Menggunakan Data Primer dan Sekunder

Dari konsep penelitian di atas manakah data primer


dan manakah variabel yang dapat diperoleh nilainya
dengan data sekunder?
Pada model penelitian di atas maka variabel motivasi
(X1) jenis data yang akan diperoleh adalah data primer,
karena hanya dengan menanyakan langsung kepada
responden variabel motivasi dapat diketahui nilainya.
Lalu bagaimana dengan variabel Tingkat Pendidikan
(X2) dan Kepatuhan Membayar Zakat(Y)? Jenis data
apakah yang digunakan?
Kedua variabel tersebut yang tepat adalah
menggunakan data sekunder, karena jika
menggunakan data primer kemungkinan informasi
yang disampaikan tidak sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Untuk variabel Tingkat Pendidikan(X2)
data dapat diperoleh dengan melihat Kartu keluarga

11
responden atau kartu tanda penduduk atau data
pendukung lainnya, data ini dapat diperoleh dengan
teknik dokumentasi.
Demikian halnya dengan variabel Kepatuhan
Membayar Zakat (Y). Peneliti dapat melakukan
pengecekan data di Lembaga Amil Zakat terdekat,
sehingga data tersebut adalah data sekunder karena
peneliti tidak langsung memperolehnya dari
responden tetapi melalui pihak ke tiga dalam hal ini
Lembaga Amil Zakat.
c. Penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan
dengan Loyalitas Nasabah Bank Syariah X di
Kabupaten Magelang”.
Kualitas pelayanan menurut Parasuraman dkk (1988)
ada lima dimensi tersebut yang disingkat dengan
RATER (reliability, assurance, tangible, empathy, dan
responsiveness).Dimensi-dimensi tersebut data menjadi
variabel laten, sehingga jika digambarkan dalam
bentuk bagan akan menjadi sebagai berikut:

12
Reliability
(X1)

Assurance
(X2)

Tangible Loyalitas Nasabah


(X3) (Y)

Emphaty
(X4)

Responsiveness
(X5)

Gambar 3 Contoh Konsep Penelitian dengan


Menggunakan Data Primer

Penelitian dengan model di atas membutuhkan data


primer untuk mengumpulkan datanya. Data-data
dapat dikumpulkan dengan membuat instrumen
penelitian berupa kuesioner penelitian. Kuesioner-
kuesioner tersebut kemudian disebarkan kepada
nasabah Bank Syariah X di Kabupaten Magelang.
Penelitian di atas menggunakan data primer karena,
semua data yang dibutuhkan untuk mengukur

13
variabel penelitian tidak dapat ditemukan pada
penyedia data manapun, bahkan dokumentasi
mengenai kualitas pelayanan dan loyalitas nasabah
tidak ada. Dengan demikian hanya dengan data primer
lah data dapat dikumpulkan.

B. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh tidak secara
langsung oleh peneliti. Dengan demikian peneliti tidak
berhadapan langsung dengan sumber data. Sementara itu
data sekunder menurut Sugiyono (2005) adalah data yang
tidak langsung diperoleh oleh peneliti, misalnya penelitian
harus melalui orang lain atau mendapatkan data melalui
dokumentasi.
Dokumentasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan
penyimpanan informasi di bidang pengetahuan atau
pengumpulan bukti dan keterangan seperti gambar,
kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain
(Depdikbud, 1988). Sedangkan menurut Sugiyono (2011)
dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu.
Lebih lanjut Sugiyono (2011) menyatakan dokumen
bukan hannya berbentuk tulisan tetapi bisa berbentuk

14
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen
yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat
berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Hasil penelitian
dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau
dapat dipercaya kalau di dukung oleh sejarah pribadi
kehidupan masa kecil, sekolah, di tempat kerja, di
masyarakat dan auto biografi.
Jadi data sekunder pada umumnya diperoleh dengan
menggunakan studi literatur, catatan–catatan, laporan
keuangan perusahaan, dan lain sebagainya. Pada umumnya
data sekunder telah ada/tersedia tanpa harus dikumpulkan
sendiri oleh peneliti.
1. Kelebihan Data Sekunder
Ada beberapa kelebihan ketika seorang peneliti
melakukan penelitian dengan menggunakan data
sekunder. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hemat Biaya dan Waku
Keuntungan dari pemanfaatan data sekunder dalam
penelitian menurut (Singarimbun dan Effendi, 2016)
adalah peneliti tidak lagi mengeluarkan banyak dana

15
untuk merekrut pengumpul data dan tidak perlu
terjun langsung kelapangan yang memakan banyak
waktu serta energi. Kendati data sekunder tetap ada
yang harus diperoleh dengan cara membayar namun
biaya yang dikeluarkan tidak sebesar jika harus
melakukan penelitian dengan data primer.
b. Skala Data Bertaraf Nasional dan Internasional
Data sekunder tidak hanya berskala lokal namun juga
nasional bahkan internasional. Jadi data sekunder lebih
luas cakupannya dari pada data primer.
Berkembangnya teknologi informasi seperti internet
sekarang ini lebih memudahkan penelitian dengan
menggunakan data sekunder.
c. Data Diperoleh Walaupun diluar Kemampuan Peneliti.
Data pertumbuhan aset bank syariah, pembiayaan,
pembiayaan bermasalah dan kinerja keuangan bank
syariah lainnya dapat dengan mudah diperoleh oleh
peneliti tanpa harus melakukan perhitungan sendiri.
d. Data Sulit untuk Dimanipulasi
Kemudahan dalam mengecek data, membuat
penggunakan data primer sulit untuk dimanipulasi
oleh peneliti. Data yang sudah terpublikasi secara luas
memungkinkan setiap orang dapat melakukan
pengecekan terhadap data yang digunakan.

16
2. Kekurangan Data Sekunder
Disamping kelebihan penggunaan data sekunder dalam
penelitian, namun ada juga kelemahannya, Diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Data terkadang kurang update
Misalnya peneliti ingin melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Pembiayaan yang diberikan oleh Bank
Syariah terhadap Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia tahun 2010-2017”. Dari judul ini maka
sumber data dapat diambil dari OJK (Otoritas Jasa
Keuangan) untuk Pembiayaan yang diberikan oleh
Bank Syariah dan data Ketimpangan Pendapatan dapat
ditemukan di BPS. Namun data untuk Ketimpangan
Pendapatan belum dipublikasikan oleh BPS, karena
untuk data tahun 2017 baru dipublikasikan pada tahun
2018.Hal inilah tentunya membuat data sekunder
dinilai kurang update. Permasalahan ini terkadang
disiasati oleh peneliti dengan mengurangi waktu
penelitian yang tadinya 2010-2017 menjadi 2010-2016.
b. Data yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
Misalnya dalam upaya mengumpulkan data penelitian
tentang “Pengaruh Pembiayaan yang diberikan oleh
Bank Syariah terhadap Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia tahun 2010-2017”. Data yang disediakan oleh

17
OJK bukan hanya tentang Pembiayaan yang diberikan
oleh Bank Syariah, namun ada data lainnya. Dengan
demikian peneliti harus menyeleksi data yang
dibutuhkan saja.
c. Perubahan Perhitungan Data oleh Pihak Terkait
Misalnya Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan
perubahan dalam
TIPS MELAKUKAN
PENELITIAN DENGAN perhitungan PDB
DATA SEKUNDER
(Produk Domestik
1. Pastikan ada dukungan
teori atau penelitian Bruto) yang sebelumnya
terdahulu yang
membuktikan jika ada menggunakan tahun
hubungan/pengaruh
antara variabel yang
dasar 2000 namun mulai
dipilih untuk diteliti. tahun 2015 perhitungan
2. Pastikan variabel
penelitian yang dipilih PDB menggunakan
memiliki landasan teori
yang kuat. tahun dasar 2010.
3. Pastikan kecukupan data
pada variabel penelitian Dengan adanya
4. Pastikan data yang
dibutuhkan dapat
perubahan semacam ini
diakses/diperoleh tentunya akan
menyulitkan penelitian
manakala harus melakukan penelitian yang
mengambil rentang waktu 2010-2016, karena pada
tahun 2015 dan 2016 metode perhitungannya sudah
berbeda.

18
Penelitian dengan menggunakan data sekunder
memang memiliki kelemahan seperti data kurang update,
data yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan dan
adanya perbedaan perhitungan oleh pihak terkait.
Berkaitan dengan data kurang update peneliti tidak dapat
melakukan intervensi apapun, kecuali hanya
menyesuaikan periode penelitian. Akan tetapi untuk
kelemahan data tidak sesuai kebutuhan dan perubahan
metode perhitungan peneliti masih dapat mengatasinya
dengan memilah dan menyesuaikan perhitungannya.
3. Contoh penelitian dengan Data Sekunder
Banyak penelitian tentang ekonomi syariah yang
menggunakan data sekunder terutama penelitian
mengenai lembaga keuangan syariah. Alasan
penggunaan data sekunder dalam penelitian ekonomi
syariah selain penelitian dapat dilaksanakan dengan
mudah, penggunaan data sekunder juga dapat
mempercepat proses penelitian. Data-data yang
dibutuhkan juga dapat dengan mudah diperoleh di OJK
(Otoritas Jasa Keuangan), Bank Indonesia dan BPS (Badan
Pusat Statistik), laporan keuangan perusahaan dan
sumber-sumber lainnya.
Berikut beberapa contoh penelitian dengan
menggunakan data sekunder.

19
a. Kontribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap
Disparitas Pendapatan di Indonesia Tahun 2015-2016.
Dari judulnya mungkin kita sudah dapat menebaknya
bahwa penelitian ini menggunakan data sekunder.
Data tentang Pembiayaan Perbankan Syariah dapat
diunduh dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sementara
data tentang Disparitas Pendapatan dapat dilihat di
BPS (Badan Pusat Statistik). Data-data tersebut dapat
langsung digunakan untuk diolah kemudian dianalisis.
b. Pengaruh Kinerja Keuangan Bank Syariah dan Good
Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Bank
Syariah di Indonesia Tahun 2010-2012.
Semua data baik berupa kinerja keuangan, Good
Corporate Governance dan profitabilitas Bank syariah
dapat ditemukan pada laporan tahunan di masing-
masing bank syariah di Indonesia. Data-data yang
disajikan pada laporan tahunan setiap bank syariah
tersebut tidak hanya menyajikan data yang kita
butuhkan oleh karenanya kita harus memilah dan
memilihnya data yang dibutuhkan.
c. Kinerja bank Syariah dengan Maqashid al-syariah. Data-
data penelitian dapat diperoleh dalam laporan tahunan
di bank syariah yang hendak kita ukur kinerjanya
dengan Maqashid al-syariah. Rujukan tentang kinerja

20
dengan Maqashid al-syariah dapat menggunakan
konsep yang diajukan oleh Mohammed dan Taib
(2015). Kendati data-data yang diperlukan untuk
melakukan analisis, namun data mengenai kinerja
bank Syariah dengan Maqashid al-syariah tidaklah
langsung disajikan dalam laporan keuangan tersebut,
sehingga kita harus menghitungnya sendiri.
Salah satu dari aspek Maqashid al-syariah adalah
perlindungan terhadap agama, untuk mengukur aspek
ini menurut Mohammed dan Taib (2015) adalah
sebagai berikut:
 Investasi mudharabah dan musyarakah/Total investasi
 Pendapatan bebas bunga/Total pendapatan.
Dalam menghitung aspek perlindungan terhadap
agama data mudharabah dan musyarakah dan total
investasi diperoleh melalui laporan tahun bank
syariah. Data-data tidak dapat langsung menjadi aspek
perlidungan terhadap agama jika peneliti tidak
melakukan perhitungan sendiri.
Pada aspek lainnya dari Maqashid al-syariah seperti
melindungi akal juda dapat dihitung sendiri. Begitu
seterusnya sampai semua aspek dalam Maqashid al-
syariah dapat dihitung semuanya, sehingga pada
akhirnya kita dapat mengetahui bagaimana kinerja

21
bank syariah dengan menggunakan Maqashid al-
syariah.

22
BAB II
INSTRUMEN PENELITIAN

Secara umum proses penelitian akan melalui tahapan-


tahapan berikut:

Menentukan Studi
Masalah Pendahuluan

Merumuskan Merumuskan
Hipotesis Masalah

Memilih
Pendekatan

Menentukan Menentukan
Variabel Jenis data

Sekunder Primer

Menyusun Instrumen

Mengumpulkan Data

Analisis Data

Kesimpulan

Sumber: Diadopsi dari Arikunto (2013)


Gambar 4 Kedudukan Instrumen
dalam Penelitian

23
Dari gambar mengenai tahapan penelitian di atas dapat
diketahui jika instrumen penelitian menempati posisi sebelum
pengumpulan data (pada penelitian dengan jenis data
primer).Dengan demikian sebelum melakukan pengumpulan
data maka peneliti diharuskan membuat instrumen penelitian.
Instrumen penelitian disusun tentunya berdasarkan dengan
variabel-variabel penelitian yang akan diteliti.
A. Mengenal Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian pada dasarnya alat digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Instrumen
penelitian sangat diperlukan manakala jenis data yang akan
digunakan adalah data primer, oleh karenanya pada
penelitian yang menggunakan data sekunder tidak
diperlukan instrumen penelitian.
Sebagai sebuah alat, instrumen penelitian memiliki
peranan penting dalam proses penelitian sebagaimana
dijelaskan pada gambar 4. Tanpa instrumen penelitian
maka data tidak dapat dikumpulkan.
Pada penelitian kualitatif instrumen penelitiannya
adalah peneliti itu sendiri, namun dalam melakukan
wawancara tetap membutuhkan panduan wawancara yang
disusun sedemikian rupa. Adapun pada penelitian
kuantitatif instrumen yang digunakan dapat berupa
kuesioner penelitian. Kuesioner merupakan suatu teknik

24
atau cara dalam mengumpulkan data penelitian secara tidak
langsung, karena peneliti tidak bertanya dan responden
kemudian menjawab (Sukmadinata, 2015). Sementara itu
menurut Sugiyono (2011) kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan secara tertulis kepada responden
penelitian.
Berbeda dengan pedoman wawancara yang dapat
disusun secara umum, instrumen penelitian berupa
kuesioner penyusunannya dilakukan lebih khusus dan lebih
rinci, sehingga dalam proses penyusunannya lebih rumit
daripada menyusun panduan wawancara. Akan tetapi
instrumen berupa panduan wawancara maupun instrumen
berupa kuesioner memiliki kedudukan yang sangat penting
dalam penelitian.
Selain instrumen dalam bentuk panduan wawancara
dan instrumen kuesioner masih ada lagi yang umumnya
dijumpai dalam melakukan penelitian yaitu observasi dan
dokumentasi. Observasi merupakan aktivitas pengamatan
secara sistematis terhadap objek penelitian untuk
memperoleh data penelitian dengan menggunakan semua
indera.

25
B. Pentingnya Instrumen Penelitian
Sebagaimana telah di singgung sebelumnya, bahwa
sebelum pengumpulan data terlebih dahulu peneliti harus
membuat instrumen peneliti. Instrumen penelitian pada
dasarnya merupakan nyawa dalam penelitian dengan data
primer. Hal ini dikarenakan instrumen penelitian yang baik
akan menghasilkan data yang baik, data yang baik akan
menghasilkan simpulan penelitian yang baik pula. Dengan
demikian kualitas dari instrumen penelitian pada akhirnya
menentukan kualitas hasil penelitian.
Instrumen penelitian menduduki posisi penting
dalam proses penelitian. Pentingnya kedudukan instrumen
inilah yang kadangkala dalam proses penelitian seperti tesis
ketika telah memasuki penyusunan instrumen penelitian
proses bimbingan memakan waktu yang lama. Lamanya
waktu ini tidak lain dan tidak bukan adalah dosen
pembimbing menginginkan agar instrumen yang disusun
mampu menghasilkan data penelitian yang benar-benar
berkualitas. Maka dari itu mempelajari teknik penyusunan
instrumen penelitian bagi para peneliti/mahasiswa adalah
keharusan, karena instrumen penelitian adalah “nyawa”
dalam proses penelitian terutama penelitian yang
menggunakan data primer.

26
C. Macam-macam Instrumen Penelitian
Ada beberapa macam instrumen penelitian yang
dapat digunakan dalam melakukan penelitian ekonomi
syariah. Instrumen tersebut tidaklah digunakan semuanya
dalam sekali penelitian, namun sesuai dengan jenis dan
pendekatan penelitian. Jika pendekatan penelitian adalah
kualitatif menggunakan instrumen berupa panduan
wawancara dan observasi lebih cocok, sementara itu untuk
penelitian dengan pendekatan kuantitatif menggunakan
kuesioner akan lebih tepat.
1. Instrumen Berupa Panduan Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab antara
pewawancara (peneliti) dengan terwawancara
(narasumber) mengenai suatu persoalan atau masalah
yang sedang diteliti. Guna mendapatkan data maka
terlebih dahulu peneliti membuat panduan wawancara
atau guide interview.
Guide interview pada dasarnya disusun sebagai pedoman
saja, namun pada praktiknya guide interview justru
menjadi batasan dari pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan oleh peneliti kepada narasumber. Artinya
peneliti tidak menggali lebih dalam manakala ada hal
menarik lainnya diluar guide interview yang telah disusun.

27
Dengan demikian guide interview seharusnya tidak
menjadi patokan utama dalam pengumpulan data,
namun hanya berupa pedoman saja. Artinya peneliti
masih memiliki peluang yang lebih besar untuk
melakukan eksplorasi terhadap masalah yang sedang
diteliti.
Menurut Esterberg sebagaimana dikutip oleh Sugiyono
(2011) terdapat tiga macam wawancara antara lain
sebagai berikut:
a. Wawancara Terstruktur
Pada wawancara ini, peneliti telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang alternatif jawaban telah disiapkan,
narasumber diberi pertanyaan yang telah disiapkan
kemudian pewawancara mencatatnya.
b. Wawancara Semi Terstruktur
Pelaksanaan wawancara menggunakan model ini lebih
bebas daripada wawancara terstruktur yaitu
narasumber diminta pendapat dan ide-idenya karena
tujuan wawancara ini untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka.
c. Wawancara Tidak Berstruktur
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang
bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman

28
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan data-datanya. Pedoman
wawancara hanya menggunakan garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
Ada tujuh langkah wawancara sebagaimana yang
menurut Sugiyono (2011) yaitu sebagai berikut:
1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan
dilakukan
2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi
bahan pembicaraan.
3) Mengawali atau membuka alur wawancara
4) Melangsungkan alur wawancara
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan
mengakhirinya
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan
lapangan
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang
telah diperoleh
2. Instrumen Berupa Kuesioner
Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang
umumnya digunakan untuk penelitian dengan
pendekatan kuantitatif. Kuesioner berisi pernyataan-
pernyataan yang disusun sedemikian rupa tentang
variabel penelitian. Keuntungan menggunakan kuesioner

29
penelitian menurut Arikunto (2013) adalah sebagai
berikut:
a. Kehadiran peneliti bukan merupakan keharusan
b. Dapat diisi secara serempak, artinya data dapat
dikumpulkan sekali waktu dengan jumlah yang
banyak.
c. Responden dapat menjawab dengan cepat
d. Responden tidak diharuskan menyebut nama aslinya,
sehingga lebih leluasa dalam menjawab pernyataan.
e. Semua responden menjawab semua pernyataan yang
sama dengan responden lainnya.
3. Instrumen Berupa Observasi
Observasi merupakan aktivitas pengamatan secara
sistematis terhadap objek penelitian untuk memperoleh
data penelitian dengan menggunakan semua indera.
Melalui pengamatan maka dapat yang diperoleh lebih
komprehensif. Faisal sebagaimana dikutip Sugiyono
(2011) observasi memiliki beberapa macam seperti
menjadi observasi berpartisipasi, observasi yang secara
terang-terangan dan samar serta dan observasi tak
berstruktur.
Menurut Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip oleh
Idrus (2009) teknik observasi memiliki beberapa
keunggulan diantaranya sebagai berikut:

30
a. Pengamatan dilakukan berdasarkan pada pengalaman
secara langsung
b. Pengamatan juga memungkinkan melihat dan
mengamati sendiri, kemudian dicatat perilaku dan
kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat
peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data
d. Sering terjadi keraguan pada peneliti, jangan-jangan
yang dijaring nya ada yang melenceng atau bias dan
memerlukan pengamatan ulang.
e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mengerti
situasi-situasi rumit
f. Dalam kasus tertentu, saat teknik komunikasi lainnya
tidak memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat
yang sangat bermanfaat.
4. Instrumen penelitian berupa Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
lalu yang berupaya dikumpulkan kembali oleh seorang
peneliti untuk kemudian dijadikan sebagai sumber data.
Instrumen penelitian berupa dokumentasi bukanlah
sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau
melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang

31
sejumlah dokumen. Akan tetapi yang dilaporkan dalam
penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-
dokumen tersebut bukan dokumen-dokumen mentah
(dilaporkan tanpa analisis).Untuk bagian-bagian tertentu
yang dipandang kunci dapat disajikan dalam bentuk
kutipan utuh, tetapi yang lainnya disajikan pokok-
pokoknya dalam rangkaian uraian hasil analisis kritis dari
peneliti (Sukmadinata, 2015).

D. Cara Menyusun Instrumen Penelitian


Instrumen sebagaimana telah dijelaskan di atas
memiliki kedudukan penting dalam proses penelitian. Lalu
bagaimana cara menyusun instrumen penelitian yang baik?
Berikut langkah-langkah dalam menyusun instrumen
penelitian.
1. Cara Menyusun Panduan Wawancara
Sebagai instrumen penelitian, panduan wawancara harus
disusun sedemikian rupa agar memudahkan peneliti
pada saat melakukan wawancara. Langkah-langkah
untuk membuat panduan wawancara adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan Fokus Penelitian
Masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian harus
sudah ditentukan dari sejak penyusunan proposal

32
penelitian. Masalah yang telah ditentukan dapat
memudahkan peneliti membuat panduan wawancara
penelitian.
b. Menyusun daftar pertanyaan
Wawancara merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan informasi. Oleh karena itu, narasumber
yang diwawancarai harus orang yang menguasai
informasi sesuai dengan topik yang ditentukan. Selain
itu, pewawancara harus melakukan persiapan yang
matang. Salah satu persiapan yang sangat penting
adalah membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan
kepada narasumber. Daftar pertanyaan sebaiknya
tidak menyimpang dari fokus atau tujuan dari
penelitian.
c. Memilih Narasumber
Pilihlah narasumber yang memiliki data (informasi)
atau keahlian sesuai dengan tujuan penelitian. Jika
dalam penelitian kuantitatif sumber data biasanya
dikenal dengan sampel penelitian namun pada
penelitian kualitatif sumber data biasanya dikenal
dengan informan atau narasumber.
Narasumber atau informan juga harus ditentukan sejak
penyusunan proposal penelitian. Peneliti dapat
menentukan karakteristik dari narasumber penelitian.

33
Misalnya peneliti ingin mengetahui tentang
pengelolaan zakat di lembaga Zakat X, maka peneliti
harus dapat menentukan siapa yang tepat untuk
menjadi informan tentang pengumpulan dana zakat,
siapa yang tepat untuk menjadi informan tentang
penyaluran dana zakat dan seterusnya.
d. Menentukan Informasi yang Dibutuhkan
Informasi yang dibutuhkan dalam wawancara dapat
ditentukan dengan rumus 5W + 1H, yakni, What (apa),
Who (siapa), Where (di mana), When (kapan), Why
(mengapa), dan How (bagaimana). Susunlah
pertanyaan dengan menggunakan kata tanya tersebut.
e. Mengurutkan Pertanyaan
Pertanyaan diurutkan berdasarkan pertimbangan
tertentu, misalnya, dari masalah yang mudah ke
masalah yang lebih sulit, dari masalah yang kurang
penting ke masalah yang penting, dan sebagainya.
f. Melakukan Wawancara dengan Memerhatikan Etika
Agar dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan,
seorang pewawancara harus memahami etika dalam
berwawancara. Etika berwawancara tercermin pada
penggunaan bahasa dan sikap yang ditunjukkan
kepada narasumber.

34
2. Langkah Menyusun Kuesioner
Langka-langkah dalam menyusun instrumen penelitian
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan menjadi
objek penelitian.
Pada tahap ini peneliti perlu menentukan semua
variabel penelitian. Variabel-variabel tersebut sedari
awal tentunya sudah dijelaskan dalam landasan teori.
Pada proses ini semua variabel baik independen
ataupun dependen harus sudah jelas.
b. Mencari/menentukan indikator dari setiap variabel
penelitian.
Mencari berkaitan dengan teori atau konsep mengenai
variabel tersebut, sementara menentukan adalah
peneliti harus memilih indikator mana yang akan
digunakan. Pada variabel tertentu para ahli memiliki
pandangan yang berbeda mengenai indikator sebuah
variabel, oleh karena itu sebaiknya peneliti sudah
memastikan indikator dari ahli mana yang akan
digunakan. Pada proses ini sebaiknya peneliti
menjelaskan alasannya.

35
c. Menyusun butir-butir pernyataan setiap indikator
variabel penelitian.
Setiap indikator sebaiknya memiliki beberapa butir
pernyataan. Butir-butir pernyataan sebaiknya dibuat
secara singkat dan jelas, sehingga responden tidak
multitafsir dalam memahami butir pernyataan. Pada
instrumen penelitian berupa kuesioner peneliti juga
dapat menentukan mana pernyataan yang positif
(favorable)atau butir pernyataan yang (unfavorable).
d. Menentukan skor skala penelitian.
Penentuan skor juga harus dilakukan oleh peneliti,
sehingga responden yang menjawab pernyataan dapat
memahami dan mengerti jika menjawab “Setuju”
mendapatkan skor berapa, dan jika menjawab “Tidak
Setuju” mendapat skor berapa dan seterusnya
tergantung jenis instrumen penelitian yang digunakan.
e. Menentukan dimana butir soal diletakkan.
Setelah butir-butir pernyataan telah disusun kemudian
dimasukkan kedalam kuesioner. Setiap butir sebaiknya
diletakkan pada nomor-nomor yang berjauhan guna
menghindari pola tertentu.
f. Melakukan uji coba instrumen
Instrumen penelitian yang telah disusun tidak serta
merta dapat digunakan untuk pengumpulan data,

36
namun terlebih dahulu harus diuji validitas dan
reliabilitasnya. Proses ini akan dijelaskan pada BAB
IV.
g. Menggunakan instrumen untuk Mengumpulkan Data
Setelah validitas dan reliabilitas terpenuhi baru
instrumen penelitian dapat digunakan untuk
mengumpulkan data.
3. Cara Menyusun Instrumen Observasi
Tahapan observasi menurut Spradley sebagaimana
dikutip oleh Sugiyono (2011) meliputi:
1) Observasi deskriptif
Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang
akan diteliti sehingga peneliti melakukan penjelajahan
umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi
terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
Semua data direkam akibatnya hasil observasi
disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata.
2) Observasi terfokus
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan penyempitan
observasi untuk difokuskan pada aspek tertentu.
Observasi ini disebut observasi terfokus karena pada
tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi
sehingga dapat menemukan fokus.

37
3) Observasi terseleksi
Pada tahap ini, peneliti telah menguraikan fokus yang
ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Pada tahap
ini, peneliti telah menemukan karakteristik, persamaan
atau perbedaan, kesamaan antar kategori, serta
menemukan pola hubungan antara satu kategori
dengan kategori yang lain.

E. Contoh Pengembangan Instrumen Penelitian


Pada bagian akan dijelaskan bagaimana
mengembangkan instrumen penelitian. Contoh yang akan
diberikan adalah pengembangan instrumen penelitian
berupa variabel “Etika Bisnis Islam”. Variabel etika bisnis
Islam menurut Djakfar (2008) memiliki indikator 1) Jujur
dan transparan, 2) Menjual barang yang baik mutunya, 3)
Dilarang menggunakan sumpah, 4) Longgar dan bermurah
hati, 5) Membangun hubungan baik dengan rekan, 6) Tertib
administrasi, 7) Menetapkan harga dengan transparan dan
8) Menepati Janji. Dari indikator-indikator inilah kemudian
akan dikembangkan menjadi instrumen penelitian berupa
kuesioner penelitian.
Langkah pertama yang sebaiknya dilakukan adalah
membuat tabel tentang jumlah dan nomer dari pernyataan

38
setiap indikator dari variabel etika bisnis Islam. Tabel
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Pengembangan Instrumen Penelitian

Variabel Indikator Item Item Total


favorable unfavorable
1. Jujur dan
1,13 6 3
transparan
2. Menjual barang
9,19 22 3
yang baik mutunya
3. Dilarang
menggunakan 2,15 7 3
sumpah
Etika bisnis
4. Longgar dan
Islam (Djakfar, 8,21 23 3
bermurah hati
2008)
5. Membangun
hubungan baik 3,18 20 3
dengan rekan
6. Tertib administrasi 4,14 23 3
7. Menetapkan harga
5,17 10 3
dengan transparan
8. Menepati Janji 12,16 11 3
Total 16 8 24

Tabel 1 di atas merupakan pedoman peneliti dalam


menyusun kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian terdiri
atas 24 pernyataan dengan 16 pernyataan bersifat favorable
dan 8 pernyataan bersifat unfavorable. Kenapa diperlukan
pernyataan unfavorable? Secara umum responden cenderung
memberi tanggapan selalu setuju atau selalu tidak setuju,
sehingga dengan pemberian pernyataan unfavorable

39
responden akan membaca satu persatu dari setiap
pernyataan yang ada dalam kuesioner penelitian.
Selain membuat tabel penyusunan instrumen, yang
perlu dilakukan adalah memberikan petunjuk kepada
responden tentang bagaimana cara mengisi kuesioner dan
skor dari jawaban yang diberikan. Peneliti dapat membuat
tabel mengenai skor seperti berikut:
Tabel 2
Skor Jawaban

Alternatif Jawaban Skor favorable Skor unfavorable


Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Netral (N) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Dari tabel 2 di atas maka dapat diketahui bahwa


kuesioner penelitian menggunakan skala likert dengan skor
1-5. Pada pernyataan yang bersifat favorable jika responden
menjawab Sangat Setuju (SS) maka skor nya adalah 5,
menjawab Setuju (S) skor nya adalah 4 begitu seterusnya.
Namun pada pernyataan yang bersifat unfavorable jika
responden menjawab Sangat Setuju (SS) maka skor nya
adalah 1, menjawab Setuju (S) skor nya adalah 2 begitu
seterusnya.

40
Contoh dari pengembangan instrumen penelitian dari
variabel etika bisnis Islam dalam bentuk kuesioner adalah
sebagai berikut:
Tabel 3
Pengembangan Kuesioner
Jawaban
No. Pernyataan
SS S N TS STS
Saya memberikan informasi mengenai
1 barang yang saya jual kepada pembeli
dengan benar
Saya tidak perlu menggunakan
2
sumpah agar barang dagangan laku
Saya tidak pernah mengecewakan
3
rekan penyuplai barang
Saya memiliki karyawan yang
4
menangani keuangan
Harga yang saya terapkan sesuai
5
dengan ongkos produksi
Saya hanya memberikan informasi
6 kepada pembeli tentang kelebihan
barang dagangan saya
Meyakinkan calon pembeli dengan
7 sumpah lebih efektif untuk menarik
pembeli
Saya tidak pernah mengambil
8
keuntungan yang terlalu tinggi
Saya hanya menjual barang yang
9
berkualitas baik
Harga yang saya terapkan tidak
10
berdasarkan harga beli “kulakan”
Saya sulit untuk mempercayai rekanan
11
yang pernah mengecewakan saya
Pesanan selalu saya berikan tepat
12
waktu
Saya tidak pernah menyembunyikan
13 tentang kecacatan barang yang saya
jual
Saya memiliki laporan keuangan baik
14
bulanan maupun tahunan

41
Meyakinkan pembeli dengan sumpah
15
akan saya hindari
Tagihan selalu saya berikan sesuai
16
dengan kesepakatan
Saya memberikan informasi mengenai
17
harga barang yang saya jual
Banyak rekanan yang ingin terus
18
bekerjasama dengan saya
Barang yang sudah lama langsung
19
saya sisihkan
Saya sering menunda pengambilan
20
barang di toko rekanan
Saya sering memberikan diskon
21
kepada pembeli
Barang yang berkualitas baik saya
22 campur dengan barang dengan
kualitas buruk
Saya tidak suka dengan pembeli yang
23 menawar harga yang telah saya
tentukan
Saya tidak memiliki perencanaan yang
24 baik mengenai pencatatan kegiatan
usaha saya

42
BAB III
SKALA INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian menurut Arikunto (2006) adalah


alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan
sistematis sehingga lebih mudah diolah. Sedangkan menurut
Sugiyono (2009) instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial
yang diamati, secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian.
Berbicara instrumen berarti kita membicarakan alat
untuk melakukan pengumpulan data. Alat pengumpulan data
primer dalam penelitian kuantitatif pada umumnya berbentuk
skala. Model skala menurut Riduwan dan Kuncoro (2011)
terdiri dari lima macam yaitu
A. Skala Likert
Skala likert diambil dari nama pengembangnya yaitu
Rensis Likert pada tahun 1932 (Nazir, 2009).Skala ini sering
digunakan untuk mengukur sikap, persepsi, dan pendapat
seseorang terhadap suatu gejala sosial (Riduwan dan
Kuncoro, 2011). Kemudahan dan kepraktisan dalam
menggunakan skala likert inilah yang membuat skala ini

43
sangat popular di kalangan para ahli psikologi sosial dan
para peneliti. Selain itu, skala likert yang dirancang dengan
baik pada umumnya memiliki reliabilitas yang tinggi,
sehingga menghasilkan data yang berkualitas (Risnita,
2012).
Mengenai pilihan alternatif jawaban, terjadi
perdebatan diantara para ahli ada peneliti yang
menyediakan alternatif jawaban 5 dan ada juga yang
menyediakan 7 alternatif jawaban atau lebih (Croasmun dan
Ostrom, 2011).
Contoh dari alternatif 5 dan 7 jawaban dalam skala
likert adalah
Alternatif 5 Jawaban Alternatif 7 Jawaban
5 = sangat setuju 7 = sangat sangat setuju
4 = setuju 6 = sangat setuju
3 = netral 5 = setuju
2= Tidak Setuju 4 = netral
1 = sangat tidak setuju 3= Tidak Setuju
2 = sangat tidak
1 = sangat sangat tidak

Secara tersirat Symonds (dalam Croasmun dan


Ostrom, 2011) menyatakan bahwa alternatif jawaban dari
skala likert maksimal adalah 7alternatif jawaban. Hal ini
dikarenakan alternatif jawaban yang lebih dari 7alternatif
jawaban berdampak pada menurunnya tingkat reliabilitas
dari skala likert (Croasmun dan Ostrom, 2011).

44
Selain perdebatan mengenai jumlah alternatif
jawaban dari skala likert, perdebatan juga terjadi apakah
dalam skala likert perlu memasukkan alternatif Netral
ataukah tidak. Responden cenderung memilih jawaban
netral (N) menurut Shaw dan Wright (dalam Widhiarso,
2010) karena pertama responden tidak memiliki sikap atau
pendapat, kedua mereka ingin memberikan penilaian secara
seimbang, atau ketiga mereka belum memberikan sikap atau
pendapat yang jelas. Namun ada juga yang berpendapat
responden menjawab netral ketika ada butir pernyataan
dalam skala likert yang sulit dipahami (Widhiarso, 2010).
Dengan demikian penyebab dari responden yang
memiliki jawaban netral, disebabkan oleh kesulitan
responden dalam memahami pernyataan dalam skala likert.
Secara teknis Klopfer (dalam Widhiarso, 2010) berpendapat
bahwa alternatif jawaban netral menganggap bahwa
responden benar‐benar mendukung posisi netral.
Akibatnya, jika responden dipaksa untuk memilih alternatif
yang ada (tanpa adanya alternatif netral) maka
“keterpaksaan” pilihan jawaban ini menyebabkan tingkat
kesalahan dalam pengukuran.
Ketersedian jawaban alternatif netral dapat
meningkatnya jumlah responden untuk memiliki jawaban
netral, sehingga meningkatkan partisipasi responden dalam

45
menjawab pernyataan. Secara statistik, skala likert yang
menyediaan alternatif jawaban netral dengan yang tidak
menyediakan jawaban netral tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dan tingkat validitas dan reliabilitas juga tidak
mengalami perbedaan. Perbedaannya hanyalah pada varian
skor, dimana skala likert dengan alternatif jawaban netral
memiliki variasi data lebih tinggi dibanding dengan yang
tidak. Oleh karena itu menyediakan kategori tengah akan
menghasilkan data yang lebih bervariasi (Widhiarso, 2010).
Dengan demikian pilihan alternatif jawaban netral
dalam skala likert tetap harus disertakan guna memfasilitasi
responden benar‐benar mendukung posisi netral. Selain itu
adanya alternatif secara statistik juga tidak berdampak pada
menurunya validitas dan reliabilitas data. Guna
menghindari responden menjawab netral bukan karena
ingin menjawab netral maka Widhiarso (2010) peneliti harus
membuat pernyataan yang mudah dipahami oleh
responden.

B. Skala Guttman
Skala Guttman dikenal juga dengan nama skala
Scalogram atau analisa skala (scale analisis) yang
dikembangkan oleh Louis Guttman (Singarimbun dan
Effendi, 2016). Skala ini sangat baik untuk meyakinkan

46
peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang
diteliti karena alternatif jawaban yang disediakan pada skala
ini adalah jawaban yang jelas seperti Ya-Tidak, Yakin-Tidak
Yakin dan lainnya(Riduwan dan Kuncoro, 2011).
Ciri penting dari skala Guttman menurut Nazir (2009)
ada dua yaitu, pertama sifatnya adalah kumulatif karena jika
responden menginginkan pertanyaan yang berbobot lebih
berat, maka ia juga akan menyetujui pertanyaan yang
kurang berbobot lainnya. Kedua skala Guttman ingin
mengukur satu dimensi saja dari suatu variabel yang
multidimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat
unidimensional atau spesifik. Oleh karenanya Singarumbun
dan Effendi (2016) menyatakan jika skala Guttman
sebaiknya hanya mengukur satu dimensi (indikator) dari
variabel yang memiliki banyak dimensi (indikator).
Cara dalam membuat skala Guttman menurut Nazir
(2009) adalah sebagai berikut:
1. Menyusun pertanyaan yang sesuai dengan masalah yang
hendak diteliti.
2. Melakukan uji coba skala Guttman terhadap sampel yang
besarnya minimal 50.
3. Hasil jawaban kemudian di analisis dan menseleksi hasil
jawaban dengan cara membuang jawaban yang ektrem

47
dimana sebanyak 80% pertanyaan dijawab tidak oleh
responden.
4. Membuat tabel skala Guttman.
5. Melakukan perhitungan koefisien reprodusibiltas dan
koefisien skalabilitas.

C. Skala Semantic Deferential


Skala semantic deferential dikembangkan oleh Osgood
dkk pada tahun 1975.Skala semantic deferential merupakan
salah satu skala yang dapat digunakan untuk mengukur
sikap, komunikasi, kepribadian dan lain sebagainya (Azwar,
2016).
Skala semantic deferential atau skala perbedaan
semantik yang memiliki karakteristik bipolar (dua
kutub).Seperti rendah-tinggi, hitam-putih, baik-buruk dan
lain sebagainya (Riduwan, 2015). Skala semantic deferential
memiliki tiga dimensi utama yaitu potensi (kekuatan atau
atraksi suatu obyek), evaluasi (hal-hal yang dianggap
menguntungkan atau merugikan suatu obyek) dan aktivitas
(tingkat pergerakan suatu objek) (Riduwan, 2015). Contoh
dari dimensi utama dari skala semantic deferential adalah
sebagai berikut:

48
Evaluasi Potensi Kegiatan
Baik-buruk Besar-kecil cepat-lambat
Cantik-tidak cantik Berat-ringan tajam-tumpul
Bersih-kotor Kuat-lemah
Sumber: Nazir (2009)

Skala semantic deferential dapat digunakan untuk


menilai bagaimana pandangan obyek terhadap suatu
konsep apakah sama ataukah beda (Nazir, 2009). Langkah-
langkah dalam menyusun Skala semantic deferential menurut
Nazir (2009) adalah sebagai berikut:
1. Tentukan konsep yang ingin diukur dalam penelitian.
2. Pilih sifat bipolar yang sesuai dengan masalah penelitian.
3. Menentukan sifat bipolar yang sesuai dengan konsep
yang hendak diteliti.
4. Skor untuk setiap responden adalah jumlah dari
pasangan sifat bipolar yang digunakan.
Lebih lanjut Nazir (2009) menyatakan bahwa ada dua
hal yang harus diperhatikan, pertama dalam merumuskan
sifat bipolar yang sesuai dengan konsep dalam rangka
memecahkan masalah. Sifat bipolar yang dirumuskan dapat
berupa satu dimensi saja (evaluasi, potensi atau kegiatan),
namun juga dapat digunakan semuanya. Kedua sifat bipolar
yang dipilih harus relevan dengan konsep dan sesuai
dengan masalah penelitian.

49
Skala semantic deferential dapat diterapkan dalam
penelitian ekonomi syariah. Misalnya seseorang ingin
mengetahui tentang Penerapan Etika Bisnis Islam dalam
Bisnis. Maka bentuk skalanya dalam proses pengumpulan
data disesuaikan dengan dimensi atau indikator. Contohnya
peneliti akan mengukur Etika Bisnis Islam dengan delapan
indikator maka bentuk skalanya adalah sebagai berikut:
Menepati Janji
Sering Jarang
Menetapkan harga dengan transparan
Kecil besar
Tertib administrasi
Selalu Tidak Pernah

Membangun hubungan baik dengan rekan


Lemah Kuat
Longgar dan bermurah hati
Ketat Longgar
Dan seterusnya sampai semua indikator atau dimensi
dari etika bisnis Islam memiliki bipolar (kutub). Dalam
penyusunan skala semantic deferential semakin ke kanan
semakin baik pandangan obyek mengenai suatu konsep
atau dimensi yang ditanyakan. Pada contoh di atas tidak
semua sifat bipolar diletakkan di sebelah kanan, hal ini

50
dimaksudkan agar jawaban dari pertanyaan tidak mudah
ditebak oleh responden. Skala pada contoh di atas memiliki
7 titik, namun menurut Nazir (2009) titik-titik tersebut boleh
berjumlah 5 titik saja.

D. Rating Scale
Berbeda dari tiga skala yang telah dijelaskan
sebelumnya, dimana semua data merupakan data kualitatif
yang dinilai secara kuantitatif, namun pada rating scale data
yang ada merupakan data kuantitatif yang dinilai secara
kualitatif (Riduwan, 2015).
Dalam rating scale responden tidak menjawab dari
data kualitatif yang sudah disediakan namun responden
menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah berbentuk
data kuantitatif, dengan demikian bentuk rating scale dinilai
lebih fleksibel. Dinilai fleksibel karena skala ini dapat
digunakan untuk mengukur persepsi terhadap sebuah
fonomena bukan hanya untuk mengukur sikap (Riduwan
dan Kuncoro, 2011).
Penggunaan rating scale dalam pengumpulan data
penelitian, hal terpenting adalah responden memahami dan
mengerti tentang makna setiap angka ketika menyiapkan
alternatif jawaban. Hal ini disebabkan antara responden
memiliki penafsiran berbeda mengenai makna angka 3

51
misalnya antar responden A, B, C dan seterusnya belum
tentu sama.
Penggunaan rating scale dalam penelitian ekonomi
syariah misalnya adalah seorang peneliti ingin mengetahui
kualitas pelayanan pada Badan Amil Zakat Daerah
(BAZDA). Kualitas pelayanan menurut Parasuraman dkk
(1988) ada lima dimensi tersebut yang disingkat dengan
RATER (reliability, assurance, tangible, empathy, dan
responsiveness).
Dari semua indikator mengenai kualitas pelayanan di
BAZDA kemudian disusun menjadi sebuah kuesioner yang
menggunakan rating scale. Bentuk dari kuesioner tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 4
Kuesioner Rating Scale

Pernyataan tentang kualitas Skor Jawaban


No 1 2 3 4 5
pelayanan di BAZDA
1 Reliability (Kehandalan)
2 Assurance (Jaminan)
3 Tangible (Bukti langsung)
4 Empathy (Empati)
5 Responsiveness (Daya Tanggap)

Dari kuesioner di atas kemudian disebarkan kepada


10 responden. Setelah direkapitulasi kemudian hasilnya
adalah sebagai berikut:

52
Tabel 5
Distribusi Jawaban Kuesioner Rating Scale

No Responden Jawaban Responden


1 2 3 4 5 Total
1 4 4 4 3 4 19
2 5 5 5 5 5 25
3 3 3 3 3 3 15
4 4 4 3 4 2 17
5 5 5 4 3 4 21
6 4 4 3 2 3 16
7 5 5 5 5 3 23
8 4 4 4 4 4 20
9 5 5 5 5 3 23
10 5 5 4 4 5 23
Skor total 202

Dari hasil penyebaran kuesioner di atas kemudian


akan dihitung termasuk kedalam kategori apakah kualitas
pelayanan di BAZDA menurut responden penelitian. Cara
perhitungannya menurut Riduwan dan Kuncoro (2011)
adalah dengan menghitung skor tertinggi yang mungkin
diperoleh dengan formula berikut:
ST = Sti X Ji X N
Dimana
ST = Skor tertinggi
Sti = Skor tertinggi jawaban
Ji = Jumlah butir
N = Jumlah Responden

53
Dalam kasus ini maka
ST= 5 x 5 x 10
ST=250
Jadi skor tertinggi yang kemungkinan diperoleh
dalam contoh ini adalah 250.Apabila skor jumlah skor pada
contoh ini sebesar 250 maka dapat dipastikan kualitas
pelayanan di BAZDA sangat baik menurut responden.
Namun pada contoh ini skor yang dihasilkan sebesar
202.Dengan demikian kualitas pelayanan di BAZDA dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut:
SE
K= x 100%
SH

Dimana
K = Kategori
SE = Skor empiris
SH = Skor hipotesis

Dalam kasus ini maka


202
K= x 100%
250

K= 80,80

Sehingga kualitas pelayanan di BAZDA adalah


sebesar 80,80% yang masuk dalam kategori baik. Kategori
tersebut diperoleh dari kategorisasi berikut:

54
0 20% 40% 60% 80% 100%

Sangat kurang kurang Cukup Baik Sangat Baik

Dari kategorisasi di atas maka skor empiris sebesar


202 berada dalam kategori baik menuju sangat baik. Dengan
kata lain persepsi responden terhadap kualitas pelayanan
yang diukur dengan lima dimensi menurut Parasuraman
dkk (1988) yaitu reliability, assurance, tangible, empathy, dan
responsiveness atau biasa disingkat dengan RATER termasuk
dalam kategori baik menuju sangat baik

55
BAB IV
KONSEP UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

A. Konsep Uji Validitas


Validitas berkaitan dengan sejauh mana ketepatan
alat ukur dalam mengukur apa yang hendak di ukur.
Konsep validitas mengacu pada kelayakan, kebermaknaan,
dan kebermanfaatan sebuah simpulan yang dibuat
berdasarkan skor hasil tes (Azwar, 2016).
Uji validitas diperlukan manakala variabel yang
digunakan dalam penelitian adalah variabel laten. Variabel
laten merupakan variabel yang tidak dapat dihitung secara
langsung. Sehingga untuk mendapatkan nilai dari sebuah
variabel laten tersebut membutuhkan variabel manifes atau
indikator. Pertanyaannya adalah apakah variabel manifes
atau indikator tersebut merupakan benar-benar variabel
yang dapat mengukur variabel laten ataukah tidak. Pada
konteks ini maka uji validitas merupakan uji yang
dilakukan untuk menguji tingkat validitas dari sebuah
instrumen penelitian.
Sederhananya uji validitas berkaitan dengan kualitas
dari suatu instrumen penelitian. Instrumen yang berkualitas
tidak lain adalah instrumen yang valid, yaitu yang dapat
mengukur apa yang seharusnya di ukur. Jika variabel

56
manifes atau indikator untuk mengukur variabel laten A
maka variabel manifes atau indikator menghasilkan variabel
A.
Jadi validitas pada dasarnya dirancang hanya untuk
tujuan yang khusus dan tidak dapat berlaku umum. Bahkan
suatu instrumen yang dinyatakan valid pada variabel A
pada lokasi A, belum tentu valid manakala digunakan pada
lokasi B padahal variabel nya adalah A. Untuk itulah setiap
penelitian yang menggunakan variabel laten, uji validitas
instrumen penelitian harus dilakukan. Dengan demikian
pada konteks ini uji validitas adalah upaya yang dilakukan
untuk mendapatkan sebuah instrumen yang dapat secara
tepat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pada penelitian sosial, ada instrumen penelitian yang
sudah baku, sehingga para peneliti menggunakannya
sebagai alat pengumpulan data pada variabel yang sama
tanpa membuat instrumen yang baru. Pada kondisi
semacam ini apakah masih diperlukan uji validitas
instrumen? Menurut penyusun masih diperlukan. Adanya
perbedaan karakteristik responden penelitian adalah
alasannya. Sebagian besar instrumen penelitian yang sudah
baku berasal dari barat, sehingga secara budaya memiliki
perbedaan jika diterapkan di Indonesia misalnya.

57
Kembali penulis tegaskan bahwa uji validitas
berkaitan dengan sejauh mana kemampuan dari sebuah
instrumen penelitian dimana variabel manifes atau indikator
yang ada di dalamnya dapat dengan tepat menentukan nilai
dari sebuah variabel manifes.
1. Pengertian Uji Validitas Instrumen
Validitas data merupakan sejauh mana ketepatan sebuah
instrumen penelitian dalam mengukur sebuah variabel
laten. Dengan kata lain validitas instrumen adalah sejauh
mana ketepatan variabel manifes dalam mengukur
variabel laten.
Variabel laten merupakan variabel yang tidak dapat
diketahui nilainya secara langsung. Variabel laten
merupakan konsep abstrak sehingga hanya dapat diamati
secara tidak langsung melalui variabel manifes atau
variabel teramati atau indikator. Jadi sederhananya untuk
mengamati atau mengukur variabel laten, diperlukan
variabel-variabel teramati atau variabel manifes atau
indikator (Wijanto, 2008)
Sementara itu variabel manifes atau variabel teramati
atau juga disebut indikator merupakan variabel yang
dapat diamati secara langsung dan dapat diamati secara
empiris (Wijanto, 2008).Variabel manifes atau variabel
teramati atau juga sering disebut indikator pada dasarnya

58
adalah komponen dari sebuah konsep yang dapat
memberikan indikasi terhadap variabel laten.
Guna memudahkan dalam memahami apa itu variabel
laten dan manifes maka dapat dilihat dari gambar
berikut:
Menepati Janji

Menetapkan harga dengan


transparan

Tertib administrasi

Membangun hubungan
baik dengan rekan Etika
Variabel Bisnis
Manifes
Longgar dan bermurah
Islam
hati

Dilarang menggunakan Variabel


sumpah Laten

Menjual barang yang baik


mutunya

Jujur dan transaparan

Gambar 5 Variabel Laten dan Manifes

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa variabel Etika


Bisnis Islam sebagai variabel laten. Variabel laten tersebut
diukur dengan menggunakan delapan variabel manifes
atau indikator.

59
Dari gambar 5 di atas pertanyaan yang muncul adalah
apakah memang benar variabel laten “Etika Bisnis Islam”
dapat diukur dengan delapan indikator tersebut? Atau
apakah benar kedelapan variabel manifes yang berada
pada gambar 5 tersebut merupakan variabel manifes yang
valid dalam menentukan nilai dari variabel laten “Etika
Bisnis Islam”? pada konteks inilah uji validitas perlu
dilakukan.
2. Mengapa Uji Validitas Instrumen
Variabel laten telah disebutkan sebelumnya tidak dapat
diamati secara empiris secara langsung, sehingga
memerlukan variabel-variabel manifes. Ferdinand (2014)
menyatakan
Karena variabel laten tidak mudah atau tidak
serta merta dapat dilihat maka ia tidak dapat
secara langsung diukur, oleh karena itu ia masih
harus didefinisikan secara operasional sehingga
dengan operasionalisasi devinisi tersebut faktor
atau variabel laten dapat dimengerti atau dapat
dirasakan dan diamati.

Gambar 5 menunjukkan jika variabel laten (Etika Bisnis


Islam) dapat diukur dengan delapan variabel manifes.
Dengan mengamati delapan variabel manifes inilah maka
variabel Laten (Etika Bisnis Islam) dapat diketahui
nilainya secara empiris.

60
Karena variabel manifes memiliki peranan penting dalam
menentukan nilai empiris dari variabel laten, maka
diperlukan uji validitas, untuk membuktikan apakah
delapan variabel manifes tersebut secara tepat dalam
mengukur variabel laten (Etika Bisnis Islam) ataukah
tidak. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah validitas
alat ukur. Validitas alat ukur dilakukan untuk
membuktikan jika delapan variabel manifes dari variabel
laten (Etika Bisnis Islam) merupakan variabel manifes
yang valid (yang dapat mengukur Etika Bisnis Islam).
3. Jenis Validitas Instrumen
Jenis validitas secara umum menurut Azwar (2016) terdiri
atas validitas isi, validitas konstruk dan validitas berdasar
kriteria. Penjelasan dari jenis validitas data adalah sebagai
berikut:
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan sejauh mana isi dari
instrumen penelitian dapat mewakili semua aspek
dari sebuah variabel (Singarimbun dan Effendi, 2016).
Sementara itu Azwar (2016) menyatakan jika validitas
isi pada intinya adalah untuk menjawab pertanyaan
apakah setiap butir pernyataan dapat menjadi tolak
ukur dalam menentukan sebuah variabel dan apakah

61
butir telah mencakup semua domain isi yang hendak
diukur.
Mencakup semua domain isi menurut Azwar (2016)
tidak hanya komprehensif isinya namun harus pula
memuat butir-butir pernyataan yang relevan dengan
variabel penelitian. Kendati isinya komprehensif
tetapi tes dilakukan dengan melibatkan butir-butir
pernyataan yang tidak relevan dengan dengan
variabel penelitian maka validitas isi tidak
mencerminkan data yang sesungguhnya.
Contoh dari validitas isi adalah sebagai berikut:
Variabel “Etika Bisnis Islam” menurut Djakfar (2008)
memiliki dimensi 1)Jujur dan transparan, 2) Menjual
barang yang baik mutunya, 3) Dilarang menggunakan
sumpah, 4) Longgar dan bermurah hati, 5)
Membangun hubungan baik dengan rekan, 6) Tertib
administrasi, 7) Menetapkan harga dengan transparan
dan 8) Menepati Janji.
Dengan demikian secara konsep Etika Bisnis Islam
sebagai variabel laten dapat diukur dengan delapan
indikator. Jadi ketika semua indikator yaitu sebanyak
delapan indikator tersebut dimasukkan kedalam
pertanyaan atau kuesioner penelitian maka validitas
isi telah terpenuhi. Guna membuktikan apakah

62
kedelapan indikator tersebut merupakan indikator
yang valid maka diperlukan pengujian secara statistik.
Secara statistik uji validitas isi dari instrumen
penelitian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan Bivariate Correlation Pearson dan Corrected Item-
Total Correlation (Wiyono, 2011).
1) Bivariate Correlation Pearson
Uji ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan
antara skor butir pertanyaan dengan skor total
butir pertanyaan, artinya suatu butir pertanyaan
dalam sebuah instrumen penelitian dikatakan valid
jika memiliki korelasi terhadap skor total dari butir
pertanyaan tersebut (Wiyono, 2011). Uji validitas
dengan bivariate correlation pearson dapat dilakukan
dengan menggunakan korelasi bivariate pearson.
Koefisien korelasi butir total dengan bivariate
pearson dapat dicari dengan menggunakan formula
bivariate pearson menurut Wiyono (2011) sebagai
berikut:
𝑛 ∑ 𝑖𝑥 − (∑ 𝑖)(∑ 𝑥)
𝑟𝑖𝑥 =
√[𝑛 ∑ 𝑖 2 − (∑ 1)2 ][𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 ]
Keterangan:
rix : Koefisien Korelasi butir-total (bivariate
pearson)
i : Skor butir
x : Skor total
n : Banyaknya subjek

63
2) Corrected Item-Total Correlation
Corrected Item-Total Correlation merupakan upaya
untuk mengatasi persoalan dalam melakukan uji
validitas dengan bivariate pearson. Hal ini
dikarenakan pada uji validitas dengan bivariate
pearson menyebabkan over estimasi. Over estimasi
terjadi karena besarnya kontribusi dari butir
pertanyaan dalam menentukan skor total sebuah
instrumen penelitian (Azwar, 2016).
Sementara itu pada uji validitas corrected item-total
correlation pengujiannya dilakukan dengan cara
mengkorelasikan masing-masing skor butir dengan
skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai
koefisien korelasi yang over estimasi (Azwar,
2016).
Jika jumlah butir pernyataan cukup banyak maka
skor butir terhadap skor total tidak besar, namun
jika jumlah butir pernyataan sedikit maka
dampaknya menjadi besar. Untuk itu diperlukan
formula terkoreksi dalam pengujian validitas
instrumen. Formula tersebut menurut Azwar
(2016) adalah sebagai berikut:
𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑖 −𝑠𝑖
𝑟𝑖(𝑥−𝑖) =
√(𝑆𝑥 2 +𝑆12 − 2𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑖 𝑠𝑥 )

64
Keterangan:
rix : Koefisien Korelasi skor butir-total
sebelum dikoreksi
Si : Deviasi standar skor butir yang
bersangkutan
Sx : Deviasi standar skor tes

b. Validitas Konstruk
Konstruk merupakan kerangka dari sebuah konsep
(Singarimbun dan Effendi, 2016). Misalnya seorang
peneliti ingin mengukur variabel “Etika Bisnis Islam”
maka yang harus dilakukan adalah mencari apa saja
indikator dari Etika Bisnis Islam tersebut. Guna
mencari indikator dari variabel tersebut ada tiga cara
yang dilakukan menurut Singarimbun dan Effendi,
(2016) yaitu:
Pertama, mencari definisi-definisi dari variabel yang
telah dikemukakan oleh para ahli. Kedua, manakala
tidak ditemukan indikator dari sebuah variabel maka
peneliti dapat memberikan indikator sendiri dengan
cara mengkonsultasikan nya dengan ahli yang
kompeten di bidangnya. Ketiga, peneliti dapat
menanyakan indikator dari variabel penelitian kepada
responden penelitian. Misalnya ketika peneliti hendak
mengukur variabel “Etika Bisnis Islam” peneliti dapat

65
menanyakan langsung kepada responden. Dari
jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden
inilah kemudian peneliti menyusun indikator dari
variabel penelitian.
Sementara itu menurut Magnusson (Azwar, 2016)
validitas konstruk dapat dilakukan melalui tahapan
berikut:
Pertama, melakukan studi mengenai perbedaan
diantara kelompok-kelompok yang secara teori harus
berbeda. Kedua, melakukan studi tentang pengaruh
perubahan dalam diri individu dan lingkungannya
terhadap hasil tes. Ketiga, melakukan studi tentang
korelasi diantara berbagai variabel yang secara teoritis
dapat mengukur aspek yang sama. Keempat,
melakukan studi tentang korelasi antar butir-butir tes.
c. Validitas Berdasar Kriteria
Merupakan validitas data dengan cara
mengkorelasikan penggunaan instrumen yang telah
ada dengan hasil yang dicapai di masa depan. Artinya
antara instrumen input dengan outputnya berbeda
namun memiliki korelasi yang tinggi. Validitas jenis
ini menurut Azwar (2016) dapat dibagi dua yaitu
validitas prediksi dan validitas konkuren.

66
Validitas prediksi menurut (Singarimbun dan Effendi,
2016) adalah alat ukur yang digunakan untuk
memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang. Contoh dari validitas prediksi adalah
persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan di bank
syariah. Umumnya untuk mendapatkan pembiayaan
dari bank syariah calon nasabah harus memenuhi
unsur 5C yang merupakan singkatan dari (Character,
Capacity, Capital, Condition, Collateral). Jika nasabah
telah memenuhi unsur tersebut besar kemungkinan
bank bersedia memberikan pembiayaan kepada
nasabah terbut, namun apakah unsur 5C sebagai
pengukur dari kelayakan nasabah untuk
menadapatkan pembiayaan dapat diketahui pada
waktu yang akan datang. Jika nasabah yang telah
memenuhi unsur 5C ternyata dapat membayar
angsuran secara teratur atau dapat melunasi
kewajibannya tepat waktu maka unsur 5C telah
memenuhi kriteria prediktif.
Dengan demikian validitas prediktif baru diketahui
dalam waktu yang relatif lama. Hal ini dikarenakan
unsur 5C untuk mendapatkan pembiayaan tidak
dapat secara langsung diketahui korelasi nya dengan
kualitas nasabah yang mendapatkan pembiayaan.

67
Sementara itu validitas konkuren atau merupakan
penyusunan indikator baru untuk mendapatkan hasil
yang memiliki karakteristik sama dengan indikator
lama yang sudah baku. Jadi validitas konkuren
merupakan bagaimana kemampuan sebuah indikator
yang baru dibuat menghasilkan korelasi yang tinggi
dengan indikator lama yang telah baku. Ketika
korelasi yang dihasilkan dari indikator baru dengan
indikator yang telah ada mendekati angka satu maka
indikator yang telah disusun memiliki validitas
konkuren.
Selain ketiga jenis validitas data di atas Singarimbun dan
Effendi (2016) menambahkan tiga jenis validitas data
yaitu validitas eksternal, validitas budaya dan validitas
1) Validitas Eksternal
Validitas eksternal dapat dilakukan dengan cara
melakukan korelasi antara instrumen penelitian yang
baru dengan instrumen yang telah teruji validitas nya
(Singarimbun dan Effendi, 2016).Cara mengetahui
tingkat kevalitannya adalah dengan melakukan
korelasi antara instrumen baru dengan instrumen
yang telah ada sebelumnya. Jika kedua instrumen
tersebut memiliki korelasi yang tinggi maka

68
instrumen tersebut telah memenuhi kriteria validitas
eksternal.
Syarat dalam melakukan uji ini adalah subjek
penelitian adalah sama. Misalnya dalam meneliti
tentang kepuasan hidup seorang peneliti membuat
instrumen baru, padahal instrumen tentang kepuasan
hidup sudah ada yang teruji seperti instrumen SWLS
(satisfaction with life scale) yang dibuat oleh Diener, dkk
(1985).Namun peneliti tersebut tidak menggunakan
instrumen SWLS (satisfaction with life scale) tetapi
membuat yang baru. Jika hasil dari instrumen yang
baru ternyata memiliki hasil yang berkorelasi tinggi
dengan skala SWLS (satisfaction with life scale) maka
instrumen baru tersebut telah memenuhi validitas
eksternal.
2) Validitas Budaya
Validitas budaya muncul karena adanya perbedaan
budaya dalam lingkungan masyarakat. Suatu
indikator barangkali telah valid di luar negeri namun
belum tentu ketika di gunakan di Indonesia.
Termasuk juga di negara yang memiliki keragaman
suku seperti Indonesia. Untuk mengukur tingkat
kesejahteraan orang jawa barangkali akan berbeda
dengan indikator yang digunakan untuk orang yang

69
berasal dari Sumatera (Singarimbun dan Effendi,
2016).

3) Validitas Rupa
Menurut Singarimbun dan Effendi (2016) pada
dasarnya validitas rupa hanya menunjukkan bahwa
dari segi rupanya suatu alat ukur tampaknya sudah
dapat mengukur apa yang ingin diukur. Misalnya
untuk membuktikan bahwa seseorang dapat
mengendarai mobil maka tes yang dilakukan adalah
menggunakan simulator. Jika menggunakan tes
tertulis tentunya alat ukur itu tidak memenuhi kriteria
validitas rupa.
Dalam melakukan penelitian ekonomi syariah uji
validitas terhadap instrumen penelitian penting untuk
dilakukan. Ibaratnya uji validitas merupakan sebuah
kendaraan yang akan digunakan oleh penumpang untuk
menuju ke suatu tempat, jika kendaraan itu rusak maka
tidak akan dapat membawa penumpangnya sampai ke
tujuan. Begitu juga halnya dengan instrumen penelitian,
instrumen yang rusak tidak akan dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang sesuai dengan apa yang
diharapkan. Padahal data merupakan unsur penting
dalam menentukan kualitas hasil penelitian. Tanpa data

70
yang berkualitas mustahil hasil penelitian akan
berkualitas pula.

B. Konsep Uji Reliabilitas


Semua penelitian baik itu penelitian kualitatif atapun
kuantitatif data merupakan unsur utamanya, karena dari
data lah seorang peneliti memulai melakukan interpretasi
dan analisis data. Dengan demikian hasil penelitian atau
kesimpulan yang diambil dalam penelitian juga berdasarkan
data yang interpretasi dan dianalisis.
Telah dijelaskan pada BAB I bahwa dalam melakukan
penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan data primer
dan data sekunder. Jika data penelitian yang digunakan
berupa data sekunder maka peneliti langsung dapat
menggunakannya. Kenapa data sekunder dapat langsung
digunakan? Ya karena data yang dipublikasikan merupakan
data yang dapat dipercaya atau diandalkan. Data mengenai
Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) atau data-data mengenai PDB
(Produk Domestik Bruto) yang dipublikasikan oleh BPS
(Badan Pusat Statistik) misalnya semuanya merupakan data
yang dapat dipercaya dan tidak diragukan kebenarannya.
Oleh karena data yang dipublikasikan tersebut dapat

71
langsung digunakan sebagai dasar dalam melakukan
analisis.
Lalu bagaimana dengan penelitian yang
menggunakan data primer, Apakah semua data yang telah
diperoleh merupakan data yang dapat diandalkan, sehingga
dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis
dan interpretasi data? Jawabannya adalah belum tentu,
karena keandalan data primer sangat bergantung pada
kualitas instrumen pengumpulan datanya. Jadi untuk
menghasilkan data yang dapat diandalkan maka diperlukan
instrumen penelitian yang baik. Disini lah yang
membedakan penggunaan data primer dengan data
sekunder, jika peneliti menggunakan data sekunder maka
tidak diperlukan instrumen penelitian yang reliabel, namun
bagi peneliti yang menggunakan data primer maka
instrumen penelitian yang reliabel mutlak diperlukan.
Bahkan instrumen penelitian yang digunakan haruslah
instrumen yang memenuhi kriteria reliabilitas. Instrumen
yang memenuhi kriteria reliabilitas merupakan sejauh mana
tingkat konsistensi sebuah instrumen penelitian dalam
mendapatkan data penelitian.
Uji reliabilitas bukanlah semata-mata uji yang
dilakukan untuk menguji instrumen penelitian, namun
reliabilitas berkaitan dengan sejauh mana instrumen

72
penelitian menghasilkan data yang dapat dipercaya
(Arikunto, 2013). Dengan kata lain ungkapan instrumen
yang reliabel merujuk pada kemampuan sebuah instrumen
dalam menghasilkan data penelitian yang dapat dipercaya.
Terdapat dua konsep penting dalam uji reliabilitas
data yaitu reliabilitas alat ukur dan reliabilitas hasil ukur.
Reliabilitas alat ukur berkaitan dengan masalah eror
pengukuran. Eror pengukuran merujuk pada ketidak
konsistenan hasil pengukuran jika instrumen penelitian
digunakan untuk mengukur pada kolompok subjek yang
sama. Sementara itu reliabilitas hasil ukur merujuk pada
eror dalam pengambilan sampel subjek, dimana ada
ketidakkonsistenan hasil ukur yang dilakukan secara
berulang pada sampel subjek yang berbeda dari populasi
yang sama (Azwar, 2016).
Instrumen penelitian dikatakan baik adalah
instrumen yang dapat menghasilkan konsistensi data.
Konsistensi data dapat berupa kesamaan antar responden
penelitian dalam memberikan tanggapan dari sebuah
instrumen penelitian.
1. Pengertian Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas memiliki nama lain seperti konsistensi,
keterandalan, keterpercayaan, kestabilan, dan lain
sebagainya, namun ide utama dari konsep reliabilitas

73
adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat
dipercaya (Azwar, 2016). Jadi fokus utama dalam uji
reliabilitas adalah data yang dihasilkan dapat dipercaya.
Data yang dipercaya merupakan kunci dalam
sebuah penelitian, karena dari data lah analisis dan
kesimpulan dibuat. Jika data yang digunakan adalah data
yang handal maka hasil dari sebuah penelitian akan
memuaskan, begitu sebaliknya.
Reliabilitas berasal dari terjemahan dari kata
reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Bila
digabungkan, kedua kata tersebut akan mengerucut
kepada pemahaman tentang kemampuan alat ukur untuk
dapat dipercaya dan menjadi sandaran pengambilan
keputusan.
Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel jika
instrumen tersebut dapat menghasilkan data penelitian
yang konsisten, karena dengan konsisten lah sebuah data
dapat dipercaya kebenarannya. Jadi sebuah instrumen
dapat dikatakan reliabel jika menghasilkan data yang
sama kendati digunakan dalam waktu yang berbeda
asalkan karakteristik dari subjek adalah sama. Sebagai
contoh alat pengukur suhu (Termometer), walaupun
digunakan pada saat kapanpun akan menghasilkan data
yang sama tentang (suhu) karena memang Termometer

74
adalah alat pengukur suhu. Informasi yang diberikan
oleh Termometer akan tetap sama walaupun alat ini
digunakan pada waktu yang berbeda-beda. Dengan
demikan Termometer merupakan alat yang reliabel untuk
mengukur suhu.
2. Mengapa Uji Reliabilitas
Kualitas sebuah penelitian ditentukan oleh kualitas
dari data penelitian. Data penelitian yang berkualitas
merupakan data yang dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Sebuah data yang dapat dipercaya atau
diandalkan dapat dibuktikan dengan tingkat
reliabilitasnya, oleh karenanya data penelitian perlu diuji
tingkat reliabilitasnya.
Data yang reliabel hanya dapat dilihat apabila
dilakukan pengambilan data secara berulang akan
menghasilkan data yang sama (konsisten), dengan
demikian data yang reliabel juga sering dinamakan
tingkat keajegan atau konsistensi sebuah data.
Pada alat ukur fenomena fisik seperti panjang, suhu,
berat badan konsistensi dari alat ukur dalam
menghasilkan data bukanlah perkara yang sulit. Meteran
atau penggaris misalnya, hasil yang diperoleh tentunya
akan selalu sama jika digunakan kapanpun, dimanapun
dan oleh siapapun. Akan tetapi untuk mengukur gejala

75
sosial seperti sikap, opini dan persepsi untuk
mendapatkan hasil atau data yang konsisten akan sulit di
peroleh. Untuk itulah dalam penelitian sosial pengujian
reliabilitas menjadi sebuah keharusan.
3. Jenis Reliabilitas
Azwar (2016) mengemukakan cara melakukan uji
reliabilitas data penelitian secara tradisional dapat dibagi
kedalam tiga jenis yaitu, metode tes ulang, bentuk paralel
dan metode penyajian tunggal. Namun secara spesifik
Arikunto (2013) menggolongkan nya menjadi dua jenis
yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal.Pada
jenis reliabilitas eksternal di dalamnya adalah metode tes
ulang dan bentuk paralel, sementara pada jenis
reliabilitas internal yang dimaksud adalah metode
penyajian tunggal. Adapun penjelasan dari masing-
masing jenis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Metode Tes Ulang
Metode reliabilitas eksternal dengan metode tes ulang
merupakan penggunaan instrumen penelitian yang
dilakukan secara berulang pada subyek yang sama.
Asumsi dari metode tes ulang adalah instrumen
penelitian yang reliabilitas akan konsisten jika
digunakan secara berulang. Waktu yang ideal untuk
melakukan uji reliabilitas dengan metode ini menurut

76
Singarimbun dan Effendi (2016) adalah 15-30 hari.
Waktu ini dianggap ideal karena jika waktu yang
digunakan terlalu dekat untuk melakukan tes ulang
dikhawatirkan hasil tidak akan maksimal karena
responden masih mengingat apa yang pernah di isi
sebelumnya, sedangkan kalau waktu untuk
melakukan tes ulang terlalu lama maka fenomena atau
kondisi yang dirasakan oleh responden telah berbeda.
Guna mengetahui tingkat reliabilitas data hasil dari
pengukuran pertama kemudian dikorelasikan dengan
hasil coba yang kedua. Bila korelasi yang dihasilkan
cukup tinggi maka instrumen penelitian memiliki
tingkat reliabilitas yang baik.
b. Metode Bentuk Paralel
Metode yang kedua dari reliabilitas eksternal adalah
bentuk pararel. Metode bentuk paralel juga
dinamakan dengan alternate-forms (Azwar, 2016).
Metode validitas ini dilakukan dengan cara membuat
dua alat ukur, untuk mengukur variabel yang sama
(Singarimbun dan Effendi, 2016).
Adanya dua alat ukur yang digunakan untuk
mengukur variabel yang sama merupakan cara untuk
mengatasi uji reliabilitas data dengan metode tes
ulang. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

77
metode tes ulang membutuhkan jarak waktu yang
tidak sebentar, sehingga menggunakan metode paralel
merupakan salah satu solusinya.
Azwar (2016) memberikan saran agar metode paralel
dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan
menyatukan terlebih dahulu semua butir pernyataan
dari dua alat ukur, sehingga tampak alat ukur yang
diisi oleh responden adalah satu alat ukur saja.
Pernyataan dari dua alat ukur yang berbeda itu diberi
kode misalnya untuk alat ukur 1 diletakkan pada
pertanyaan nomor ganjil sementara untuk alat ukur 2
diletakkan pada pertanyaan nomor genap.
Setelah data terkumpul untuk mengetahui tingkat
reliabilitasnya dilakukan korelasi antara alat ukur 1
dengan alat ukur 2.Jika keduanya memiliki korelasi
yang tinggi maka dapat dipastikan alat ukur dapat
dinyatakan reliabel.
c. Metode Penyajian Tunggal
Metode ini merupakan uji reliabilitas internal.
Dikatakan reliabilitas internal karena pengambilan
keputusan berdasarkan hasil pengumpulan data dari
satu instrumen dan dilakukan satu waktu.
Sebagaimana dijelaskan di atas pada uji reliabilitas
eksternal dengan metode tes ulang membutuhkan

78
waktu lama, sehingga metode paralel merupakan
solusi untuk mengatasi masalah waktu dalam metode
tes ulang. Akan tetapi dalam metode paralel ternyata
tidak cukup efisien karena harus melakukan tes dua
kali, sehingga solusi yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah ini adalah metode penyajian
tunggal.
Metode penyajian tunggal atau menurut Singarimbun
dan Effendi (2016) disebut dengan metode belah dua
merupakan metode estimasi reliabilitas melalui
penyajian tunggal yang bertujuan untuk melihat
tingkat konsistensi butir pernyataan dalam sebuah
instrumen.
Langkah dalam menjalankan teknik ini menurut
Singarimbun dan Effendi (2016) adalah sebagai
berikut:
1) Membuang butir-butir pernyataan yang tidak
valid.
2) Membagi butir pernyataan yang valid dengan cara
membagi butir secara acak atau membagi butir
yang valid berdasarkan ganjil dan genap.
3) Skor masing-masing butir yang telah dibagi
kemudian dijumlahkan.

79
4) Melakukan korelasi terhadap butir yang telah
dibagi.
Azwar (2016) menawarkan beberapa teknik dalam
melakukan pembelahan dalam uji reliabilitas dalam
metode pembelahan tunggal. Cara tersebut antara lain
sebagai berikut:
1) Pembelahan Cara Acak
Persyaratan utama dalam melakukan pembelahan
secara acak adalah butir pernyataan haruslah
homogen. Homogen mencakup isi, tingkat
kesulitan dan tingkat daya beda dari butir
pertanyaan dalam sebuah instrumen penelitian.
Jika instrumen telah memenuhi persyaratan
tersebut maka cara membelahnya dapat dilakukan
dengan cara undian sederhana guna menentukan
butir manakah yang masuk pada belahan pertama
dan butir pernyataan mana yang masuk pada
belahan kedua.
2) Pembelahan Ganjil Genap
Seperti namanya metode pembelahan ini relatif
mudah untuk dilakukan. Peneliti hanya perlu
melakukan pembelahan butir instrumen
berdasarkan nomor urutnya saja. Dimana butir
instrumen bernomor genap dijadikan belahan

80
pertama dan butir instrumen dengan nomor ganjil
dikelompokkan pada belahan kedua.
3) Pembelahan Matched-Random Subsets
Metode pembelahan ini ditemukan oleh Gulikksen
(1950). Metode ini umumnya digunakan pada
instrumen yang digunakan untuk mengukur
kemampuan seseorang dan koefisien korelasi skor
butir dengan skor total instrumen penelitian.
Pembelahan cara ini dilakukan hal pertama yang
harus dilakukan adalah mengetahui taraf
kesukaran butir dan korelasi butir dengan skor
total instrumen. Setelah diketahui maka dapat
diidentifikasi butir mana yang memiliki tingkat
kesukaran paling tinggi atau butir mana yang
paling mirip. Butir yang memiliki kesulitan
kemudian dipisahkan untuk dimasukkan pada
belahan satu dan belahan dua, begitu juga dengan
tingkat kesulitan.
Selain menawarkan metode pembelahan di atas
Azwar (2016) juga menawarkan beberapa formula
yang dapat digunakan dalam menghitung korelasi uji
reliabilitas dengan cara pembelahan. Formula tersebut
di antaranya adalah

81
1) Formula Spearman-Brown
Formula Spearman-Brown dapat digunakan untuk
instrumen dengan alternatif jawaban dikotomi
ataupun non dikotomi. Formula ini juga dapat
digunakan pada metode pembelahan tes yang
dilakukan dengan cara ganjil-genap dan matched-
random sub tes serta belahan yang dihasilkan adalah
paralel (Azwar, 2016). Selain itu Formula
Spearman-Brown dapat menghasilkan reliabilitas
yang tepat jika koefisien korelasi yang dihasilkan
tinggi. Formula dari Spearman-Brown adalah
sebagai berikut:
2(ry1y2 )
rxx′ =
(1 + ry1y2 )
Dimana
rxx’’ : Koefisien reliabilitas Spearman-Brown
ry1y2 : Koefisien korelasi antar skor kedua
belahan

2) Formula Alpha (α)


Formula Spearman-Brown mensyaratkan agar
setiap belahan memiliki sifat paralel. Jika syarat
tersebut tidak terpenuhi maka dapat
menggunakan formula Alpha (α)(Azwar, 2013).
Namun formula ini dapat digunakan jika
terpenuhinya asumsi τ-equivalent. Indikasi dari

82
terpenuhinya asumsi τ-equivalent adalah adanya
kesetaraan varian skor antar kedua belahan. Jika
asumsi τ-equivalent tidak terpenuhi maka koefisien
reliabilitas α yang diperoleh merupakan koefisien
yang under estimasi terhadap reliabilitas
pengukuran yang sebenarnya (reliabilitas yang
sebenarnya ada kemungkinan lebih tinggi dari
pada koefisien hasil perhitungan) (Azwar, 2016).
Formula Alpha (α) untuk belahan dua bagian dan
sama panjang adalah sebagai berikut:
(Sy12 + Sy22 )
α=
S x2
Dimana
Sy12 danSy22 : Varian skor belahan 1 dan belahan 2
Sx2 : Varian skor tes

Selain untuk menguji reliabilitas dengan instrumen


yang dibagi dua, formula Alpha (α) juga dapat
digunakan untuk instrumen yang dibagi tiga.
Formula ini juga dapat digunakan apabila
terpenuhinya asumsi τ-equivalent. Formula Alpha
(α) untuk belahan tiga bagian dan sama panjang
adalah sebagai berikut:
(3/2)(1 − Sy12 + Sy22 + Sy32 )
α=
S x2
Dimana
Sy12, Sy22 danSy32 : Varian skor belahan 1, belahan 2dan

83
belahan 3
Sx2 : Varian skor tes

Adapun untuk instrumen yang tidak dapat dibelah


menjadi dua atau tiga dan sama panjang maka
instrumen dapat langsung diuji dengan
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service
Solutions). Pengujian reliabilitas dengan
menggunakan SPSS akan dipraktikkan dalam bab
V buku ini.
3) Formula Rulon
Formula ini diusulkan oleh Rulon (1939).
Perbedaan dengan formula sebelumnya dengan
formula ini adalah estimasi reliabilitas dengan
belah dua tidak diperlukan asumsi bahwa kedua
belahan memiliki sifat τ-equivalent (Azwar, 2016).
Formulasi Rulon adalah sebagai berikut:

1 − Sd2
rxx′ =
S x2
Dimana
S d2 : Varian perbedaan skor kedua belahan
Sx2 : Varian skor tes
d : Perbedaan skor kedua belahan

84
4) Formula Kuder-Richardson
Formula ini digunakan jika suatu instrumen hanya
memiliki butir-butir pernyataan yang sedikit dan
skor setiap butir adalah dikotomi. Jumlah butir
yang sedikit berdampak pada pembelahan yang
tidak efektif, karena jika instrumen dibelah
menjadi dua setiap bagian menjadi tidak setara
dan jika dibelah lebih dari dua mengakibatkan
jumlah butir dalam tiap belahan terlalu sedikit.
Sehingga cara yang paling tepat adalah dengan
membelah instrumen sebanyak jumlah butir.
Artinya setiap belahan hanya terdiri dari satu butir
pernyataan. Pada kondisi semacam inilah formula
Kuder-Richardson dapat digunakan untuk
melakukan uji reliabilitas. Ada dua formula Kuder-
Richardson yaitu formula Kuder-Richardson-20 (KR-
20) dan Kuder-Richardson-21 (KR-21)
Formulanya Kuder-Richardson-20 (KR-20) adalah
sebagai berikut:
k ∑ p(1 − p)
KR − 20 = [ ] [1 − ]
k−1 S x2
Dimana
Sx2 : Varian skor tes
k : banyaknya butir dalam tes
p : proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada
suatu butir

85
Koefisien yang dihasilkan pada formula KR-20
merupakan rata-rata dari koefisien reliabilitas yang
dihitung dari semua kombinasi cara belah dua
apabila mungkin untuk dilakukan. Sementara itu
untuk formula KR-21 perhitungannya
menggunakan rata-rata harga p yaitu p dari
keseluruhan butir pernyataan dalam instrumen.
Formula KR-21 adalah sebagai berikut:
k kp̅(1 − p̅)
KR − 21 = [ ] [1 − ]
k−1 S x2
Dimana
Sx2 : Varian skor tes
k : banyaknya butir dalam tes
p̅ : rata-rata p yang diperoleh dari ∑p/k

5) Formula Feldt
Formula ini dapat digunakan untuk mengatasi
persoalan dari formula spearman-Brown dan
formula Rulon. Kedua formula tersebut
mensyaratkan pembelahan harus sama panjang.
Dalam kasus instrumen penelitian tidak dapat
dibelah menjadi dua atau tiga maka formula Feldt
dapat digunakan asalkan belahan tersebut masih
homogen dan data diperoleh pada subyek yang

86
banyak jumlahnya (Azwar, 2016).Formula Feldt
adalah sebagai berikut:
4(sy1y2 )
rxx′ =
Sx2 − {(sy12 − sy22 )/Sx }2

Dimana
Sx : Deviasi standar skor tes
Sy12 : Varians skor pada belahan 1
Sy22 : Varians skor pada belahan 2
Sy1y2 : kovarians skor pada belahan 1 dan 2

6) Formula Kristof untuk Belah Tiga


Instrumen dengan jumlah butir pernyataan yang
berjumlah ganjil jika dibelah dua maka
menghasilkan dua bagian yang tidak sama
banyaknya. Dua belahan pada jumlah butir yang
tidak genap ini maka tidak memenuhi asumsi τ-
equivalent dan juga tidak paralel sehingga tidak
dapat menggunakan formula α namun dapat
menggunakan formula Feldt (Azwar, 2016).
Selain formula Feldt, dalam hal butir dalam
instrumen tidak berjumlah genap dan memiliki
butir yang cukup banyak maka salah satu
pilihannya adalah membelahnya menjadi tiga
bagian. Walaupun ketiga bagian tidak berisi butir
yang sama banyaknya formula ini dapat
digunakan asalkan butir pernyataan dalam

87
instrumen adalah homogen (Azwar, 2016).
Formula Kristof untuk belah tiga adalah sebagai
berikut:
Sy1y2 Sy1y3 Sy1y2 Sy2y3 Sy1y3 Sy2y3
St2 = + + + 2(Sy1y2 + Sy1y3 + Sy2y3 )
Sy2y3 Sy1y3 Sy1y2

Dimana
Sy1y2 : kovarians belahan y1 dan y2
Sy1y3 : kovarians belahan y1 dan y3
Sy2y3 : kovarians belahan y2 dan y3

7) Formula Hoyt
Formula ini menurut Arikunto (2013) digunakan
untuk menghitung reliabilitas jika sebuah
instrumen penelitian menggunakan penskoran 1
dan 0. Formula koefisien reliabilitas Hoyt adalah
sebagai berikut:
V Vr −Vs
r11 = 1 − Vs ataur11 = 1 −
r Vr

Keterangan:
r11 = Reliabilitas seluruh soal
Vr = Varians responden
Vs =Varians sisa

88
BAB V
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
DENGAN SPSS

Pada awal dikembangkannya SPSS memiliki singkatan


Statistical Package for the Social Sciences hal ini dikarenakan SPSS
dibuat memang bertujuan untuk menganalisa data statistik
dalam ilmu-ilmu sosial. Seiring dengan peningkatan
kemampuannya dalam melakukan analisis produksi,
penelitian ilmu sains dan lain sebagainya maka singkatan dari
SPSS berubah menjadi Statistical Product and Service Solutions.
Pada bab ini akan di paparkan mengenai pemanfaatan
SPSS untuk melakukan pengujian validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian. Dalam melakukan uji validitas
umumnya ada dua cara yang dapat digunakan yaitu Bivariate
Correlation Pearson dan Corrected Item-Total Correlation (Wiyono,
2011). Guna mempermudah dalam mempraktikkan uji
validitas maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang
bagaimana kriteria sebuah butir pernyataan dikatakan valid
dan reliabel.

89
1. Bivariate Correlation Pearson
Uji validitas dengan Bivariate Correlation Pearson
dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir
pertanyaan dengan skor total butir pertanyaan, artinya
suatu butir pertanyaan dalam sebuah instrumen penelitian
dikatakan valid jika memiliki korelasi terhadap skor total
dari butir pertanyaan tersebut (Wiyono, 2011). Sebuah butir
pernyataan dikatakan valid jika memiliki nilai korelasi >0,30
(Azwar, 2016).
2. Corrected Item-Total Correlation
Corrected Item-Total Correlation merupakan upaya
untuk mengatasi persoalan dalam melakukan uji validitas
dengan bivariate pearson. Hal ini dikarenakan pada uji
validitas dengan bivariate pearson menyebabkan over
estimasi. Over estimasi terjadi karena besarnya kontribusi
dari butir pertanyaan dalam menentukan skor total sebuah
instrumen penelitian (Azwar, 2016).
Sementara itu pada uji validitas corrected item-total
correlation pengujiannya dilakukan dengan cara
mengkorelasikan masing-masing skor butir dengan skor
total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien
korelasi yang over estimasi (Azwar, 2016). Jika jumlah butir
pernyataan cukup banyak maka skor butir terhadap skor

90
total tidak besar, namun jika jumlah butir pernyataan sedikit
maka dampaknya menjadi besar.
Sebuah item pernyataan dikatakan valid pada
pengujian dengan Corrected Item-Total Correlation jika rhitung >
dari rtabel. Nilai rtabel dapat diketahui dengan ketentuan degree
of freedom (df)=n-2, n adalah jumlah sampel. Jadi jika sebuah
instrumen diuji coba dengan melibatkan 30 responden maka
r tabel sebesar 0,361.Artinya setiap butir pernyataan yang
memiliki nilai r hitung > dari 0,361 maka butir pernyataan
tersebut adalah valid.
A. Uji Validitas Data dengan SPSS
1. Bivariate Correlation Pearson
Dalam melakukan uji validitas dengan metode ini maka
langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai
berikut:
Siapkan data penelitian dalam format Excel.

91
Jumlah butir
pernyataan

No 1 2 3 4 5 Total
1 2 2 4 2 4 14
2 4 2 4 2 4 16
3 4 3 4 2 4 17
4 5 2 4 2 4 17
5 5 2 4 2 4 17
6 3 3 3 2 2 13
7 4 2 4 2 4 16
8 5 3 4 3 2 17
9 4 2 4 2 2 14
No urut 10 4 2 4 2 4 16
responden 11 4 2 2 2 4 14
12 4 2 2 2 4 14
13 2 2 4 2 2 12
14 4 2 4 2 3 15
15 4 4 4 4 5 21
16 4 3 3 4 4 18
17 4 4 4 4 4 20
18 4 4 4 3 4 19
19 4 3 5 4 5 21
20 4 5 5 3 4 21
Kemudian buka program SPSS, sehingga tampak pada
gambar berikut:

92
Setelah terbuka kemudian klik “Variabel View” sehingga
tampilan menjadi sebagai berikut:

Setelah terbuka berilah nama pada kolom “Label” dan


“Name” sesuai dengan nama butir pernyataan. Sehingga
tampilan program SPSS akan menjadi sebagai berikut:

93
Setelah selesai diberi nama kemudian klik pada “Data
View”, sehingga tampilan menjadi sebagai berikut:

Kemudian Copy Paste data pada halaman 91, sehingga


tampilan SPSS menjadi sebagai berikut:

94
Sampai tahap inilah uji validitas instrumen dengan
Bivariate Correlation Pearson siap untuk dijalankan. Cara
untuk melakukan uji validitas instrumen dengan Bivariate
Correlation Pearson adalah Klik Analyze Correlate
Bivariate“ Klik” sehingga muncul tampilan sebagai
berikut:

Setelah itu pindahkan semua file yang dilingkari,


sehingga tampilan menjadi seperti berikut:

95
Pada bagian Correlation Coefficients beri√ Pearson,
kemudian pada Test of Significance aktifkan Two-tailed
dan beri√ pada Flag significant correlations. Setelah
semua selesai kemudian klik ok sehingga akan muncul
output SPSS berikut:

96
Dari output di atas maka dapat diketahui bahwa korelasi
antar butir pernyataan dengan total skor memiliki nilai >
0,30, sehingga semua butir pernyataan pada kasus ini
adalah butir yang valid. Cara lain untuk mendeteksi ada
tidaknya korelasi yang kuat antara butir pernyataan
dengan total skor adalah adanya tanda bintang, jika tanda
bintang lebih dari satu maka tingkat korelasi nya semakin
tinggi.
2. Corrected Item-Total Correlation
Uji validitas dengan corrected item-total correlation
pengujiannya dilakukan dengan cara mengkorelasikan
masing-masing skor butir dengan skor total dan
melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang
over estimasi (Azwar, 2016). Jika jumlah butir pernyataan
cukup banyak maka skor butir terhadap skor total tidak
besar, namun jika jumlah butir pernyataan sedikit maka
dampaknya menjadi besar.
Cara untuk melakukan uji validitas dengan corrected
item-total correlation dapat dilakukan dengan cara Buka
kembali data pada halaman 94 yaitu sebagai berikut:

97
Kemudian pilih Analyze Scale Reliability
Analysis

98
Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut:

Pada bagian yang diberi lingkaran merah pindahkan


semua ke kolom “Item” kecuali butir yang diberi nama
“Total”, karena itu bukanlah butir pernyataan tetapi skor
total dari semua item pernyataan. Setelah dipindahkan
kemudian tampilan akan menjadi sebagai berikut:

Kemudian Klik pada bagian yang diberi lingkaran


“Statistic”. Sehingga akan muncul tampilan sebagai
berikut:

99
Kemudian beri tanda √ pada bagian yang diberi
lingkaran “Scale if item deleted” kemudian klik
Continue dan OK, sehingga akan muncul output SPSS
sebagai berikut:

Perhatikan kolom Corrected Item-Total Correlation


yang diberi lingkaran, pada bagian inilah dapat diketahui

100
apakah butir-butir pernyataan dari setiap indikator dapat
dinyatakan valid ataukah tidak. Guna menentukan valid
tidaknya sebuah butir pernyataan maka terlebih dahulu
kita harus mengetahui r hitung dari 20 responden.
Dari tabel r statistik pada halaman 103 dapat
diketahui bahwa untuk responden 20 maka diperoleh df
(degree of freedom)sebesar 18 diperoleh dari 20-2, sehingga
r tabel untuk df 18 dengan tingkat signifikansi 0,05 maka
nilai r tabel sebesar 0,4438. Dengan demikian hasil uji
validitas Corrected Item-Total Correlatioan menjunjukkan
dari 5 butir pernyataan hanya dua butir pernyataan yang
dapat dikatakan valid yaitu Pert2 dan Pert4.
Dari hasil uji validitas dengan menggunakan SPSS
baik metode Bivariate Correlation Pearson dan Corrected
Item-Total Correlation ternyata menghasilkan tingkat
validitas data. Pada pengujian Bivariate Correlation Pearson
semua butir pernyataan diketahui valid namun setelah
menggunakan Corrected Item-Total Correlation dari lima
pernyataan hanya dua pernyataan yang dapat dikatakan
valid.
Perbedaan ini menurut Azwar (2016) disebabkan
oleh adanya koreksi terhadap efek spurious overlap.
Spurious overlap merupakan korelasi dari skor pernyataan
dengan skor pernyataan total, sehingga setiap skor dari

101
tiap butir pernyataan dengan sendirinya berkontribusi
terhadap skor pernyataan total. Penyebab lainnya
perbedaan dari hasil uji validitas tersebut adalah jumlah
butir pernyataan yang sedikit yaitu hanya 5butir. Selain
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah butir
pernyataan koefisien korelasi setelah adanya koreksi juga
ditentukan oleh varians skor butir dan varians skor total
dari sebuah instrumen penelitian.

B. Uji Reliabilitas Data dengan SPSS


Pengujian reliabilitas instrumen penelitian secara
umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu reliabilitas
eksternal yang terdiri dari metode tes ulang dan bentuk
paralel dan jenis reliabilitas internal berupa penyajian
tunggal. Pengujian reliabilitas secara eksternal jarang
dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama.
Sehingga banyak peneliti yang memilih untuk
menggunakan reliabilitas internal dalam melakukan
pengujian reliabilitas internal.
Ada banyak formula yang dapat digunakan untuk
menghitung koefisien reliabilitas instrumen penelitian
seperti formula Spearman-Brown, Alpha (α), Rulon, Kuder-
Richardson, Feldt, Kristof untuk Belah Tiga dan Hoyt. Dari
beberapa formula tersebut, formula Alpha (α) lebih sering

102
digunakan untuk menguji reliabilitas internal. Formula
Alpha (α) sering digunakan karena instrumen pernyataan
dapat dibelah sebanyak jumlah butir pernyataan (Azwar,
2016).
Cara untuk melakukan uji reliabilitas internal dengan
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service
Solutions)adalah sebagai berikut:
Buka kembali data pada halaman 97 yang telah di
input dalam program SPSS. Tampilan program SPSS akan
menjadi sebagai berikut:

Kemudian pilih Analyze Scale Reliability Analysis

103
Kemudian akan tampil, kotak dialog berikut:

Silahkan pindahkan semua yang dilingkari kecuali “Butir


Total” ke dalam kotak Items

104
Kemudian OK, sehingga akan output dari hasil uji
reliabilitas berikut:

Dari pengujian reliabilitas instrumen penelitian maka


dapat disimpulkan jika instrumen penelitian dapat
dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach's Alpha> 0,60
(Sujarweni, 2008). Dari hasil ini maka dapat disimpulkan
jika instrumen penelitian telah memiliki kriteria reliabilitas.

105
BIOGRAFI PENULIS

Purwanto SEI., MSI lahir di Aceh Barat, 28 Februari 1989


merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sholikhun dan Ibu
Biati.Penulis telah memiliki Istri “Riska Amalia” dan Tiga orang
Putra (Salman Fawwazul Tsaqib, Bhadra Hafidzul Tsaqib (Alm) dan
Zafran Ahsanul Tsaqib). Walaupun namanya identik dengan Jawa
namun sebenarnya penulis dilahirkan dan dibesarkan di NAD
(Nangroe Aceh Darussalam).
Penulis merupakan alumni dari Program Pasca Sarjana
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
konsentrasi Ekonomi Syariah dan sekarang berstatus sebagai dosen
tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Husain Magelang. Selain
mengajar sebagai dosen tetap, penulis juga mengelola perusahaan di
bawah naungan CV. Etis Consulting yang bergerak dalam bidang
jasa pengolahan data statistik.
Buku yang saat ini ada di tangan pembaca merupakan karya
pertama dalam bentuk buku. Adapun karya dalam bentuk jurnal
yang telah diterbitkan adalah jurnal dengan judul “Kontribusi
Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Disparitas Pendapatan Di
Indonesia Tahun 2015-2016 di publikasikan oleh Jurnal Cakrawala:
Jurnal Studi Islam, Vol. XII, No. 1, 2017.Jurnal dengan judul
“Kontribusi Pembiayaan yang Diberikan oleh Perbankan Syariah
Terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Pulau Jawa dan
Sumatera Tahun 2012-2016 di publikasikan oleh Iqtishadia Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Vol. 4 No. 2 Desember 2017. Jurnal dengan
judul Funding Agriculture Contribution Of Sharia Bank Sector To Farmer
Welfare In Sumatra Island Period 2016-2017 diterbitkan oleh Share
Journal of Islamic Economics and Finance Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

106
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi


Aksara

________, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, S. 2016. Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

________. 2016. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi2.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Croasmun, J.T dan Ostrom L. 2011. “Using Likert-Type Scales


in the Social Sciences”, Journal of Adult Education, Vol
40, No 1; 19-22

Depdikbud.1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.


Jakarta

Djakfar, M. 2008. Etika Bisnis Islami: Tataran Teoritis dan Praktis.


Malang: UIN-Maliki Press

Ferdinand A. 2014. Structural Equation Modeling Dalam


Penelitian Manajemen. Semarang: Undip Press

Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Edisi 2. Jakarta:


Erlangga

Mohammed, M.O dan Taib, F.M.D. 2015. “Developing Islamic


Banking Performance Measures Based On Maqasid Al-
Shari’ ah Framework: Case of 24 Selected Banks”,

107
Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, Vol 1,
No 1; 55-77

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Parasuraman, dkk. 1988. “SERVQUAL: A Multiple-Item Scale


for Measuring Consumer Perceptions of Service
Quality”. Journal of Retailing. Vol 64 No 1; 12-37

Riduwan dan Kuncoro E.A. 2011.Cara Menggunakan dan


Memaknai Path Analysis (Analisis Jalur). Bandung:
Alfabeta

Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian.


Bandung: Alfabeta

Risnita. 2012. “Pengembangan Skala Model Likert”. Jurnal Edu-


Bio. Vol 3; 86-98

Singarimbun, M dan Effendi, S. 2016. Metode Penelitian Survei.


Jakarta: LP3ES

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

________. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung

________. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sujarweni,V.W. 2008. Belajar Mudah SPSS untuk Penelitian :


Skripsi, Tesis, Disertasi & Umum. Yogyakarta: Global
Media Informasi

Sukmadinata, N.S. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya

108
Widhiarso, W. 2010. “Pengembangan Skala Psikologi : Lima
Kategori Respons ataukah Empat Kategori Respons ?”,
diakses dari
http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/widhiarso_2010
_-_respon_alternatif_tengah_pada_skala_likert.pdf

Wijanto, S.H. 2008.Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8


Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wiyono, Gendro. 2011. Merancang penelitian Bisnis Dengan Alat


Analisis SPSS. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

109
TABEL t dan r STATISTIK

Tabel Distribusi t atau t tabel Tabel Distribusi r atau r tabel


Tingkat Signifikansi Tingkat Signifikansi
df df
0,1 0,05 0,01 0,1 0,05 0,01
1 6,314 12,706 63,657 1 0,9877 0,9969 0,9999
2 2,920 4,303 9,925 2 0,9000 0,9500 0,9900
3 2,353 3,182 5,841 3 0,8054 0,8783 0,9587
4 2,132 2,776 4,604 4 0,7293 0,8114 0,9172
5 2,015 2,571 4,032 5 0,6694 0,7545 0,8745
6 1,943 2,447 3,707 6 0,6215 0,7067 0,8343
7 1,895 2,365 3,499 7 0,5822 0,6664 0,7977
8 1,860 2,306 3,355 8 0,5494 0,6319 0,7646
9 1,833 2,262 3,250 9 0,5214 0,6021 0,7348
10 1,812 2,228 3,169 10 0,4973 0,5760 0,7079
11 1,796 2,201 3,106 11 0,4762 0,5529 0,6835
12 1,782 2,179 3,055 12 0,4575 0,5324 0,6614
13 1,771 2,160 3,012 13 0,4409 0,5140 0,6411
14 1,761 2,145 2,977 14 0,4259 0,4973 0,6226
15 1,753 2,131 2,947 15 0,4124 0,4821 0,6055
16 1,746 2,120 2,921 16 0,4000 0,4683 0,5897
17 1,740 2,110 2,898 17 0,3887 0,4555 0,5751
18 1,734 2,101 2,878 18 0,3783 0,4438 0,5614
19 1,729 2,093 2,861 19 0,3687 0,4329 0,5487
20 1,725 2,086 2,845 20 0,3598 0,4227 0,5368
21 1,721 2,080 2,831 21 0,3515 0,4132 0,5256
22 1,717 2,074 2,819 22 0,3438 0,4044 0,5151
23 1,714 2,069 2,807 23 0,3365 0,3961 0,5052
24 1,711 2,064 2,797 24 0,3297 0,3882 0,4958
25 1,708 2,060 2,787 25 0,3233 0,3809 0,4869
26 1,706 2,056 2,779 26 0,3172 0,3739 0,4785
27 1,703 2,052 2,771 27 0,3115 0,3673 0,4705
28 1,701 2,048 2,763 28 0,3061 0,3610 0,4629
29 1,699 2,045 2,756 29 0,3009 0,3550 0,4556
30 1,697 2,042 2,750 30 0,2960 0,3494 0,4487

110

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai