Anda di halaman 1dari 13

Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

PAPPASENG: KEARIFAN LOKAL MANUSIA BUGIS YANG TERLUPAKAN

Irwan Abbas

Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun Ternate


Email: irwanabbas@gmail.com

ABSTRAK Studi ini didasari oleh keprihatinan peneliti terhadap perilaku generasi muda Bugis yang
semakin jauh dan telah tercerabut dari nilai-nilai kulturalnya seperti yang terdapat dalam lontaraq
pappaseng. Permasalahan pada studi ini adalah keunggulan apa yang terdapat dalam lontaraq pappaseng,
sehingga baik untuk dijadikan sebagai kajian etnopedagogi dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi & hermeneutik. Pengumpulan data
menggunakan cara: studi pustaka/naskah, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Analisis data
yang digunakan, yakni analisis isi dan analisis domain.Penelitian ini menyimpulkan nilai-nilai luhur yang
terkandung pada naskah lontaraq pappaseng dapat diintegrasikan ke dalam muatan lokal pembelajaran
IPS. Lontaraq pappaseng memiliki keunggulan karena berisi nasihat-nasihat tentang etika berinteraksi
dengan sesama manusia, berhubungan dengan orang tua, dan berhubungan dengan alam sekitar, serta
menjadi resep dan penuntun dalam kehidupan, sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Implikasi dari
penelitian ini diharapkan agar temuan dari penelitian ini dapat diajarkan melalui local content pada
pembelajaran IPS di sekolah, baik itu di tingkat dasar maupun tingkat lanjutan.

Kata Kunci: Pappaseng – Kearifan Lokal – Manusia Bugis

PAPPASENG: LOCAL WISDOM BUGINESE WAS FORGOTTEN

ABSTRACT This study is based on the researcher’s concerns on the behavior of the young people
those are increasingly distant from their cultural values as found in lontaraq pappaseng. The problems
of the research are: what is the advantage of lontaraq pappaseng, so it is good to be used as pedagogical
study in social studies learning. This study used a qualitative approach with phenomenology and
hermeneutic methods. The used methods in data collection are: literature study, interview, observation,
and documentation. The data are analyzed by content and domain analysises. This study concluded
that the noble values ​​contained in the lontaraq pappaseng manuscript can be integrated into the local
content in learning Social Studies Education. Lontaraq pappaseng has many advantages because it
contains advice about interactional ethics with other people, parents and sorroundings as well as a recipe
and guidance for daily life containing Islamic rules. The implications of this study are expected that
the findings can be taught through local content on social studies learning in schools, whether it is at
elementary and high school levels.

Keywords: Pappaseng – Local Wisdom – Buginese


PENDAHULUAN juga beriringan dengan kesengsaraan banyak
anak manusia.
Dalam proses modernisasi tidak selalu Sebagai suatu kekuatan dominan,
dapat dicapai suatu perolehan yang adil globalisasi telah membentuk lingkungan
bagi semua pihak, karena akan ada pihak budaya dan peradaban, baik secara positif
yang lebih diuntungkan dan sebaliknya, ada maupun negatif. Dibalik berbagai pendapat
pihak yang lebih dirugikan. Sebagai suatu yang masih pro dan kontra berkaitan dengan
unit yang terkait dalam proses transfer nilai- peran globalisasi, fenomena tersebut telah
nilai budaya dan pengetahuan, maka bidang membawa berbagai dampak besar dalam
pendidikan di berbagai belahan dunia juga dunia pendidikan, termasuk di Indonesia
mengalami perubahan yang sangat mendasar. (Handayani, 2008: 156). Globalisasi lebih
Banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan banyak mendatangkan manfaat hanya bagi
teknologi yang bisa dinikmati umat manusia, negara-negara yang sudah maju, sementara
namun di sisi yang lain, kemajuan tersebut bagi negara-negara berkembang (developing
272
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

countries), apalagi negara terbelakang Pada saat ini, banyak sekali tingkah
(under developing countries), globalisasi laku dan perbuatan atau adat istiadat yang
lebih sering berdampak pada kemudharatan dahulu dianggap baik, sekarang pun tetap
(Wiyono, 2010: 10). masih baik dan masih perlu dipertahankan.
Arus modernisasi telah banyak Sebaliknya, banyak hal yang baru
memberi perubahan dalam kehidupan sebenarnya tidak baik dan tidak sesuai
masyarakat. Hal yang menyedihkan, dengan adat istiadat atau pandangan hidup
perubahan yang terjadi justru cenderung bangsa kita, yang tidak perlu dikembangkan
mengarah pada krisis moral dan akhlak. dan bahkan harus dibuang (Purwanto, 2007:
Penyakit krisis moral tengah menjalar 28-29). Dengan kata lain, tidak semua yang
dan menjangkiti bangsa ini. Hampir berasal dari masa lampau, tidak relevan lagi
semua elemen bangsa juga merasakannya. dengan kondisi kekinian. Begitu juga, tidak
Misalnya, Pilkada yang ricuh, kasus korupsi semua yang tampak pada masa kini, yang
para politisi, hingga tebar janji-janji politik merupakan produk manusia modern, apalagi
setiap kali menjelang pemilukada. Sementara jika itu berasal dari luar (barat) patut untuk
itu, merebaknya sikap hidup pragmatik, dipelihara dan dipertahankan.
melembaganya budaya kekerasan, disadari Pendidikan harus mampu memberikan
atau tidak, telah ikut melemahkan karakter jawaban atas perubahan zaman, ini berarti
anak-anak bangsa sehingga nilai-nilai luhur bahwa pendidikan harus memiliki orientasi
baku dan kearifan sikap hidup menjadi masa depan. IPS merupakan bagian dari
mandul. Anak-anak sekarang ini, mudah kurikulum sekolah yang tanggungjawab
sekali melontarkan bahasa oral dan bahasa utamanya adalah membantu peserta didik
tubuh yang cenderung tereduksi oleh gaya dalam mengembangkan pengetahuan,
ungkap yang kasar dan vulgar. Nilai-nilai keterampilan, dan nilai yang diperlukan
etika telah terkikis oleh gaya hidup instan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
dan pragmatik (Noor, 2011 : 42-43). masyarakat baik di tingkat lokal, nasional
Dewasa ini, problem remaja, terutama maupun global. Hal ini sejalan dengan
pelajar dan mahasiswa sangat mudah fungsi pendidikan IPS untuk membekali
meluapkan emosi dan gampang terprovokasi anak didik dengan pengetahuan sosial yang
yang tidak terkendali sehingga berujung berguna untuk masa depannya, keterampilan
pada tawuran antarpelajar atau tawuran sosial dan intelektual dalam membina
antarmahasiswa. Frekuensi tawuran atau perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai
perkelahian pelajar dari tahun ke tahun terus SDM yang bertanggung jawab dalam
meningkat (Rifa’i, 2011: 190). Sebetulnya, merealisasikan tujuan pendidikan nasional
persoalan yang sering menjadi pemicu (Ahmadi dan Amri, 2011: 9).
tawuran-tawuran itu sangat sederhana. Berbagai alasan yang telah dikemu-
Biasanya mereka ingin menunjukkan kakan di atas, sudah saatnya kini untuk
kehebatannya dalam hal-hal tertentu (Yamin, kembali merekonstruksi praktik pendidikan
2009: 184). yang berbasis pada kearifan lokal yang
Dalam era global saat ini, anak akan dalam ilmu pedagogi lebih dikenal dengan
dihadapkan pada banyak pilihan tentang istilah etnopedagogi. Kajian Etnopedagogi
nilai yang mungkin dianggapnya baik. dapat dimasukan sebagai muatan lokal
Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu dalam salah satu materi pembelajaran yang
masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi diajarkan di sekolah termasuk mata pelajaran
secara terbuka. Nilai-nilai yang dianggap Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan Permasalahan dalam kajian ini
tak mungkin akan menjadi luntur digantikan adalah menelusuri keunggulan yang
oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok terkandung dalam kearifan lokal manusia
dengan budaya masyarakat (Sanjaya, 2007: Bugis (yang terdapat dalam lontaraq
273-274). Jika hal itu terjadi, maka bangsa pappaseng), sehingga baik untuk dijadikan
ini akan kehilangan identitasnya. sebagai kajian etnopedagogi dalam
273
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

pembelajaran IPS. Penelitian ini bertujuan Sikki dan kawan-kawan (1998), Nilai dan
untuk mendeskripsikan dan menganalisis Manfaat Pappaseng dalam Sastra Bugis;
keunggulan nilai-nilai yang terkandung dan Machmud (1976), Silasa Kumpulan
dalam lontaraq pappaseng, sehingga dapat Petuah Bugis Makassar; Zainuddin (1992),
dijadikan sebagai kajian etnopedagogi dalam Pangngajak Tomatoa. Selain itu juga
pembelajaran IPS di sekolah. diperoleh melalui wawancara mendalam.
Data pendukung lainnya diperoleh dari
METODE buku-buku, tesis, disertasi, buletin dan
jurnal-jurnal ilmiah, serta berbagai dokumen
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang relevan dan membahas mengenai nilai-
kualitatif dengan metode fenomenologi & nilai kearifan lokal Manusia Bugis.
hermeneutik. Pengumpulan data menggunakan
cara: studi pustaka melalui penelusuran Pentingkah Pendidikan Berbasis Budaya?
naskah lontaraq pappaseng, wawancara, Urgensi pendidikan yang berakar
observasi, dan studi dokumentasi. Lokasi pada budaya diperlihatkan oleh Jepang.
Penelitian adalah Kota Makasar. Subjek Pola pikir dan perilaku masyarakatnya yang
penelitian adalah masyarakat etnik Bugis. unik dengan sumber daya alam (SDA) serta
Penelitian ini dikategorikan penelitian struktur geografisnya yang tidak terlalu
kualitatif karena karena prosedur penelitian istimewa, namun mampu mensejahterakan
yang ditempuh menghasilkan data deskrip- rakyatnya dan menjadi negara makmur
tif. Dalam riset ini, mengamati ucapan di kawasan Asia Pasifik. Keberhasilan
atau tulisan dan perilaku dari orang- ini berkat kemampuan Jepang yang bisa
orang (subyek) itu sendiri. Penelitian mengubah sejarah para kesatria dan budaya
ini menggunakan pendekatan penelitian tradisionalnya menjadi senjata ampuh untuk
kualitatif dengan metode fenomenologi memajukan negara di tengah globalisasi
karena fokus dan permasalahan kajian yang menyodorkan imperialisme kultur
mengupas berkaitan dengan makna yang Barat (Setyono, 2008: 44).
terkandung dibalik teks dalam naskah Semangat Bushido oleh masyarakat
lontaraq dan meneropong makna dibalik Jepang sangat berpengaruh terhadap tiga
sikap dan perilaku orang Bugis. Singkatnya, faktor yang menonjol dalam budaya etos
peneliti berusaha memahami subyek dari kerja masyarakat Jepang, yaitu kepercayaan,
sudut pandang subyek itu sendiri, dan tidak disiplin, dan kualitas. Ketiga faktor tersebut
mengabaikan membuat penafsiran, dan merupakan faktor yang harus dijunjung
membuat skema konseptual. tinggi oleh para kesatria Jepang sejak era
Sumber data yang digunakan adalah Shogun Tokugawa Tsunayoshi (1603-1868)
naskah lontaraq yang aslinya berbahasa (Safa, 2011: 103).
Bugis, namun dalam penelitian ini naskah Penghargaan yang tinggi terhadap
lontaraq yang digunakan adalah naskah yang sifat kesatria para samurainya serta budaya
telah dikumpulkan oleh para filolog dan para tradisional, dan kemudian menggunakannya
budayawan Bugis (telah ditransliterasikan ke sebagai nilai-nilai dalam perjuangan hidup
dalam bahasa Indonesia) yang berisi tentang menjadikan masyarakat Jepang memiliki
berbagai pesan-pesan/nasihat-nasihat dari sikap-sikap positif seperti: tidak mudah
para leluhur manusia Bugis. Di antara buku- menyerah, tidak takut cobaan maupun
buku utama yang digunakan adalah buku kesulitan, menjaga harga diri. dan kehormatan
yang ditulis oleh Enre dan kawan-kawan bangsa, melakukan semua pekerjaan dengan
(1985), Pappasenna To Maccae ri Luwuq kesungguhan, menebus kekalahan dengan
sibawa Kajao Laliqdong ri Bone; Mattaliti keberhasilan pada bidang lain, serta pandai
(1986), Pappaseng to Riolota Wasiat Orang memanfaatkan sumber daya alam yang ada
Dahulu; Gani dan kawan-kawan (1990), (Setyono, 2008: 44-45). Pendalaman histori
Wasiat-Wasiat dalam Lontarak Bugis; dan kultur bangsa Jepang berlangsung di
berbagai bidang kehidupan.
274
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

Urgensi pengkajian budaya lokal Indonesia yang memiliki kurang


sebenarnya juga telah dikemukakan oleh lebih 726 suku bangsa dengan adat
Rosidi, seorang Budayawan Sunda. Menurut istiadatnya masing-masing dan tingkat
Rosidi (2010: 72-73) budaya lokal yang perkembangannya yang berbeda-beda boleh
menjadi sumber budaya anak didik akan dikatakan belum mempunyai data yang rinci
mampu mengimbangi imbas pengaruh mengenai perkembangan identitas anak
serbuan budaya global, namun yang pada masing-masing suku tersebut. Kajian-
dilakukan saat ini oleh pemerintah hanyalah kajian akademik mengenai identitas anak
tambal sulam terhadap kurikulum warisan Indonesia masih didasarkan kepada hasil
kolonial. Bahasa dan kesenian daerah hanya riset dan akumulasi pedagogik dari dunia
dijadikan muatan lokal (mulok) yang tidak Barat. Sudah tentu kelemahan ini akan
menentukan lulus tidaknya anak didik, jadi sangat berpengaruh dalam pengembangan
dianggap tidak penting. Hal yang sama juga identitas anak Indonesia (Tilaar, 2007:
mendapatkan sorotan pakar pendidikan UPI, 137-138). Hasil riset menunjukkan bahwa
Alwasilah (2012: 170). identitas budaya pada anak terbentuk
Dalam kurikulum SD tercantum melalui pendidikan dalam etnisitas. Liliweri
muatan lokal (local content) yang harus (2005: 43) menyatakan: “Identitas budaya
diisi oleh penanaman kearifan lokal. merupakan ciri yang ditujukkan seseorang
Kenyataannya hampir sebagian besar karena orang itu merupakan anggota dari
sekolah menjadikan bahasa Inggris sebagai sebuah kelompok etnik tertentu, Itu meliputi
muatan lokal. Bahasa Inggris sudah menjadi pembelajaran dan penerimaan terhadap
muatan lokal, atau bangsa Indonesia tidak tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama,
mampu mengenal kearifan lokalnya sendiri. keturunan, dari suatu kebudayaan.”
Olehnya itu diperlukan adanya perombakan Sesungguhnya berbagai konsep
total terhadap tujuan pendidikan yang harus pendidikan dalam budaya suku bangsa
bertujuan mewariskan budaya yang menjadi Indonesia dapat digali dari berbagai adat
sumber budaya anak didik tersebut. istiadat dan budaya suku bangsa yang ada,
begitu juga terdapat dalam berbagai ajaran
Etnopedagogi: Pendidikan Berbasis Budaya agama yang ada di Indonesia serta praktik
Lokal kepemimpinan yang telah lama diterapkan
Etnopedagogi merupakan wujud di Indonesia, namun karena kurangnya
dari tanggung-jawab masyarakat dalam minat, perhatian, dan pengkajian terhadap
pendidikan. Etnopedagogi adalah fenomena hal tersebut sehingga sebagian orang tidak
pendidikan yang tumbuh dan berkembang memahaminya. Saatnya kini setiap budaya
dalam kebudayaan etnis.Sifat etnopedagogi lokal yang ada mendapatkan perhatian yang
adalah non ilmiah (non scientific pedagogy). serius pada lembaga-lembaga pendidikan.
Menurut Alwasilah, dkk., (2009: 50): Pembelajaran berbasis budaya
“Etnopedagogi adalah praktik pendidikan merupakan strategi penciptaan lingkungan
berbasis kearifan lokal dalam berbagai ranah belajar dan perancangan pengalaman
seperti pengobatan, seni bela diri, lingkungan belajar yang mengintegrasikan budaya
hidup, pertanian, ekonomi, pemerintahan, sebagai bagian dari proses pembelajaran.
sistem penanggalan, dan sebagainya. Pembelajaran berbasis budaya sebagai
Wacana tersebut akan berkembang dalam bagian yang fundamental (mendasar
etnofilosofis, etnopsikologi, etnomusikologi, dan penting) bagi pendidikan, ekspresi
etnopolitik, dan sejenisnya” dan komunikasi suatu gagasan, dan
Etnopedagogi beraksentuasi pada perkembangan pengetahuan (Suprayekti,
norma tertulis maupun tidak tertulis yang harus 2007: 4.12).
ditaati setiap anggota etnis. Etnopedagogi Dalam pembelajaran berbasis budaya,
adalah pendidikan bersumber dari nilai-nilai menjadikan proses pembelajaran sebagai
kultural suatu etnis dan menjadi standar arena eksplorasi bagi siswa maupun guru,
perilaku. dalam mencari pemahaman dan mencapai
275
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

pengertian serta rasional ilmiah dalam mata gagasan-gagasan setempat (lokal) yang
pelajaran, mewujudkan pengembangan bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
keterampilan sampai tercapai keahlian, serta baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
mencari strategi untuk mencapai pemahaman masyarakatnya.
dan perkembangan keterampilan tersebut Kearifan lokal juga dapat dikatakan
(Suprayekti, 2007: 4.13). sebagai usaha manusia yang menggunakan
Pendidikan berbasis budaya akan akal budinya untuk bertindak dan bersikap
mendorong pada penciptaan kurikulum terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
berbasis kearifan lokal. Adanya kurikulum terjadi dalam ruang tertentu (Koestoro,
berbasis kearifan lokal juga akan mendorong 2010: 122). Berbicara tentang kearifan lokal
peserta didik mengerti tentang budaya juga membicarakan warisan ajaran hidup
masyarakat yang ada (Setiawan, 2008: 39). yang disampaikan oleh para pendahulu
Lembaga pendidikan tidak dapat suatu suku atau bangsa bagi penerusnya.
dipisahkan dengan masyarakat itu sendiri. Warisan ajaran hidup itu melalui berbagai
Antara masyarakat dan sekolah saling karya (Koestoro, 2010: 123). Di antara karya
membutuhkan. Masyarakat membutuhkan tersebut berbentuk tertulis, karya seni tulis,
agar para siswa dan para remaja dibina di seni lantun, dan sebagainya.
sekolah, sebaliknya sekolah membutuhkan Berdasarkan hal di atas, maka menurut
agar masyarakat membantu kelancaran Hendrawan (2011: 230) dalam kearifan
proses belajar di sekolah dengan memberikan lokal, terkandung pula kearifan budaya
berbagai macam fasilitas (Pidarta, 2007: lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah
177). Hal yang senada disebutkan oleh pengetahuan lokal yang sudah sedemikian
Daryanto (2012: 136), pendidikan tidak akan menyatu dengan sistem kepercayaan, norma,
pernah dapat dilepaskan dari ruang lingkup dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil dan mitos yang dianut dalam jangka waktu
perolehan manusia selama menjalin interaksi yang lama dalam suatu masyarakat.
kehidupan, baik dengan lingkungan fisik Hilangnya atau musnahnya kearifan
maupun nonfisik. Hasil perolehan tersebut lokal (local genius) berarti pula memudarnya
berguna untuk meningkatkan kualitas hidup kepribadian suatu masyarakat, sedangkan
manusia. kuatnya local genius untuk bertahan dan
berkembang menunjukkan pula kepribadian
Pappaseng: Kearifan Lokal Manusia masyarakat itu. Hal penting sekali adalah
Bugis usaha pemupukan serta pengembangan
Kearifan lokal dalam bahasa asing local genius tersebut yang berfungsi dalam
sering dikonsepsikan sebagai kebijakan seluruh kehidupan masyarakat, baik dalam
setempat (local wisdom) atau kecerdasan gaya hidup masyarakat, dalam pola dan sikap
setempat (local genius). hidup, persepsi, maupun dalam orientasi
Istilah local genius dilontarkan masyarakat (Ayatrohaedi, 1986: 33).
pertama kali oleh Quatritch Wales yang Di Sulawesi Selatan, nilai-nilai
dirumuskan sebagai the sum of the cultural kearifan lokal tersimpan dalam berbagai
characteristics which the vast mayority of a media, antara lain: lisan dan tulisan. Media
people have in common as a result of their tulisan dituangkan melalui naskah lontaraq.
experiences in early life (Poespowardojo, Dalam lontaraq ini, orang Bugis Makassar
1986: 30). menyimpan ilmu dan kearifan masa lalunya,
Wales dalam memberikan makna termasuk berbagai ekspresi kebudayaannya.
kepada local genius menunjuk ke sejumlah Menurut Manyambeang (1997:73),
ciri kebudayaan yang dimiliki bersama Lontaraq memiliki makna ganda, yakni
oleh suatu masyarakat sebagai akibat di satu sisi bermakna tulisan-tulisan yang
pengalamannya pada masa lalu (Soejono, terdapat di daun lontar, namun pada sisi
1983: 23). Secara umum maka local wisdom yang lain bermakna sejarah. Dahulu pada
(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai kerajaan-kerajaan Bugis Makassar, hampir
276
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

semua raja-raja Bugis Makassar memiliki lokal dimaksud, sangat penting untuk dikaji
lontaraq, dalam arti sebagai naskah yang dan diangkat ke permukaan, sebab nilai-
berisi tentang sejarah leluhur mereka. nilai kearifan lokal yang dimuat di dalamnya
Tanpa lontaraq seorang raja belumlah absah masih sangat relevan untuk menghadapi
sebagai raja. Itulah sebabnya lontaraq dalam kehidupan masa kini, begitu juga pada masa
arti sejarah ini dipelihara di dalam istana yang akan datang dalam era modern.
raja-raja yang sewaktu-waktu dibuka apabila Isi pappaseng atau pappasang yang
diperlukan untuk menjelaskan keaslian berbentuk manuskrip berbahasa Bugis
keturunan mereka (PaEni, 2009: 237). Makassar antara lain adalah pemberian
Keunggulan lontaraq sebagai tuntunan kepada masyarakat agar menjadi
sumber ilmu pengetahuan, telah menarik manusia seutuhnya yang berkarakter dalam
perhatian para ilmuwan Barat. Seperti yang dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa,
dikemukakan oleh Abidin (1999: 2): Bahwa baik sebagai pemimpin maupun anggota
lontaraq, kebanyakan isinya dapat dipercaya, masyarakat (Iswary, 2012: 98-99).
lihatlah karangan A.A. Cense, Enige Pesan-pesan yang terdapat di
aantekeningen over Makassar – Boeginese dalamnya perlu diresosialisasikan kepada
geschiedschrijving. Juga karangan masyarakat Bugis Makassar sebagai pemilik
R.A. Kern, Proeve van Boeginieesche budaya, agar masing-masing individu dapat
geschiedschrijving, BKI, deel CIV (1948). menghayati dan menginternalisasikan dalam
Periksa pula karangan J. Noorduyn berjudul kehidupannya. Selanjutnya para orang tua
Een achttiende eeuwse kroniek van wajo dapat mewariskan nilai-nilai kearifan lokal
Dissertatie di Leiden, 1995, South Celebes tersebut dengan jalan mendidik karakter
Historical Writing dalam kumpulan anak-anak mereka sejak dini (Iswary, 2012:
karangan An Introduction to Indonesian 103). Jenis-jenis pesan yang bersumber
Historiography ed. By Soedjatmoko, et. al, dari kearifan lokal Bugis tersebut sangatlah
Cornel University Press, Ithaca New York, kaya akan nuansa pendidikan, khususnya
1965, Een Boeginees geschriftje over Arung pendidikan manusia yang berkarakter.
Singkang, BKI deel CIX (1953) dan De
Islamisering van Makassar, BKI deel CXII HASIL DAN PEMBAHASAN
(1956).
Sebenarnya masih banyak lagi orang Nilai-Nilai Pendidikan dalam Pappaseng
Barat yang menggunakan lontaraq sebagai Sampai saat ini kehadiran pappaseng
bahan kajiannya, ini terlihat dalam tulisan belum dapat diketahui secara pasti, namun
S.A. Buddingh (Makassaarsche Historien, sebagai warisan budaya masa lampau telah
1843), B.F. Matthes (Makassaarsche mencerminkan cita rasa dan pandangan
Chrestomathie, 1883 dan Boegineesche hidup serta cara berpikir masyarakat pada
Chrestomathie, tiga jilid 1872), Eerdmans waktu itu. Cara pengungkapannya pun
(Algemeene Geschiedenis van Celebes; cukup bervariasi, yang biasa dilakukan
Geschiedenis van Bone, tanpa tahun) dan dari kalangan bangsawan atau raja dan
masih banyak karangan para pangrehpraja menjadi sebuah ketentuan di dalam
Belanda (Abidin, 1999: 25). wilayah kekuasaannya. Di samping itu juga
Begitu luas dan dalam jika mengkaji adakalanya para cerdik pandai, guru, bahkan
tentang lontaraq ini, namun dalam kajian ini, terkadang ada pula yang berasal dari orang
hanya dibatasi dengan mengkaji kandungan tua terhadap anak cucunya yang bermuatan
lontaraq pappaseng sebagai bahan untuk norma-norma kesusilaan (Saleh, 2006: 105).
kajian nilai-nilai kearifan lokal yang dapat Pelras (2006: 250) menyebutkan,
digunakan dalam muatan lokal pendidikan pesan-pesan atau petuah-petuah leluhur,
IPS. Jika dicermati dan dikaji secara paling banyak diambil dari tokoh-tokoh
mendalam, lontaraq pappaseng ternyata sejarah, khususnya: La Waniaga Arung Bila;
memuat banyak hal yang berkaitan dengan Datu Soppeng MatinroE ri Tanana; Arung
nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan Saotanre La Tiringeng To Taba (pembesar
277
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

kerajaan Wajo k.l. 1490-1520); La Mangkace 108). Berdasarkan kearifan yang


To Uddama (Arung Matoa Wajo’ 1567- terdapat dalam percakapan Penasihat
1607); La Sangkuru (Arung Matoa Wajo raja Bone, Kajao Laliqdong dengan
1607-1610); La Mellong Kajaolaliqdong, Arung Mpone tentang kejujuran.
Penasihat Arung Mpone (k.l. 1535-1548), Arungpone : Aga appongênna accae
dll. Kajao?
Warisan leluhur orang Bugis yang Kajao : Lempuq e
terdapat dalam naskah lontaraq, jika dikaji Arungpone : Aga sabbinna lêmpuq e
secara mendalam dalam upaya memahami Kajao : Obbiq e
apa yang tersurat dan apa yang tersirat dalam Arungpone : Aga riangngobbirêng
naskah tersebut, maka akan ditemukan Kajao?
pertama-tama rasa kagum terhadap berbagai Kajao : Ajaq muala aju ripas-
pandangan hidup yang merupakan falsafah anrê narekko taniya iko pasanreq-ki;
leluhur orang Bugis pada masa lampau Ajaq muala waramparang narekko tani-
(Moein, 1990: 25). Falsafah tersebutlah ya waramparammu; Ajaq muala aju
yang mewarnai dan mendasari berbagai nilai riwettawali narekko taniya ikompettai
perilaku manusia Bugis pada masa lampau. (Mattalitti, 1986: 88).
Beberapa kearifan Bugis dari berbagai Terjemahan:
sumber naskah lontaraq pappaseng yang Raja Bone : Apa pangkalnya kepin-
mengandung nilai-nilai pedagogik adalah taran Kajao?
sebagai berikut : Kajao : Kejujuran
1). Nilai Religius. Berbagai nilai religius Raja Bone : Apa yang menjadi saksi
(keagamaan) dapat ditemukan dalam kejujuran?
pappaseng, di antaranya disebutkan: Kajao : Panggilan (seruan)
Têllui riala sappo: tauq-e ri dêwata; Raja Bone : Apa yang diserukan Ka-
siriq-ê ri watakkaletaq; siriq-ê ri padatta jao?
tau (Gani, 1990: 52) Kajao : Jangan mengam-
Terjemahan: Tiga hal yang dijadikan bil kayu yang disandarkan dan bukan
pagar/pelindung: Takut kepada Dewa- engkau yang menyandarkan; Jangan
ta (Allah SWT); malu pada diri sendiri; mengambil barang-barang yang bukan
malu pada sesama manusia. milikmu; Jangan mengambil kayu yang
ditetak ujung pangkalnya dan bukan
Dalam kehidupan di dunia ini, yang kamu menetaknya (menebangnya).
dijadikan sebagai penjaga bagi diri seorang Raja Bone mendapatkan suatu nasihat
yang utama adalah rasa takut atau malu yang sangat berharga bahwa dasar dari
kepada Allah Ta’ala, kemudian selanjutnya kecakapan adalah kejujuran. Tidak
ditanamkan rasa malu terhadap diri sendiri mengambil barang yang merupakan
dan malu kepada orang lain. Seorang yang hak dan milik orang lain. Larangan
memegang teguh ketiga prinsip tersebut, untuk tidak menikmati hasil jerih payah
maka dirinya akan selamat dan terjaga dalam dan keringat orang lain, yang bukan
kehidupannya di dunia ini. diusahakan sendiri.

2). Nilai Kejujuran. Nilai-nilai kejujuran 3) Nilai Tanggung Jawab. Melaksanakan


pada masyarakat Bugis sangat dijunjung tugas dan kewajiban adalah perwujudan
tinggi sejak dahulu. Salah satu faktor dari tanggung jawab yang harus
yang sangat mendasari budaya orang dilakukan, baik pada dirinya sendiri,
Bugis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, lingkungan (alam, sosial,
adalah sifat kejujuran. Apabila kejujuran budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
ini terabaikan maka akan menimbulkan Esa. Pentingnya sikap tanggung jawab,
keresahan, kegelisahan, dan penderitaan telah ditekankan sejak dahulu. Hal ini
di kalangan masyarakat (Saleh, 2006: terdapat dalam pappaseng:
278
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

Iapa nakulle taue mabbaine narekko karena itulah dinamakan popogamaru


naulleni maggulilingiwi dapurêngnge (makerre) pantangan besar dalam neg-
wekka pitu (Mattalitti, 1986: 7). eri. Jika hal itu dilakukan, negeri akan
Terjemahan: ditimpa kemarau panjang, penyakit me-
Apabila seseorang pria ingin beristri, wabah, binatang ternak mati bergelim-
harus sanggup mengelilingi dapur tujuh pangan, tak berbuah pepohonan yang
kali. dimakan buahnya, nyiru digantung, an-
Pesan ini mengajarkan bahwa seorang tan diselipkan, lesung ditelungkupkan,
laki-laki yang telah dewasa, jika telah dapur ditumbuhi rumput. Musibah itu
memiliki keinginan untuk berumah tiba jika mengubah adat yang telah ada
tangga, hendaknya mampu mengitari (membatalkan kesepakatan, mengubah
“dapur sebanyak tujuh kali”. Kata tradisi), merusak nilai-nilai luhur yang
“dapur” di sini dijadikan suatu ibarat dijunjung oleh masyarakat, menyalah-
bahwa seorang yang ingin berumah kan yang benar, membenarkan yang
tangga, berarti telah siap bertanggung salah. Adapun yang dimaksudkan tra-
jawab untuk memberikan nafkah disi ialah sesuatu yang milik bersama,
kepada keluarganya. Adapun kata milik orang banyak, dan milik raja.
“tujuh” adalah hitungan hari dalam satu Maksudnya seseorang jangan seka-
minggu terdapat tujuh hari. Jadi seorang li-kali membatalkan suatu kesepakatan,
laki-laki yang ingin berkeluarga, telah mengubah tradisi, merusak nilai-nilai
siap mencukupi kebutuhan sehari- luhur yang dijunjung oleh masyarakat,
hari dari orang yang kelak menjadi menyalahkan yang benar, membenar-
tanggungannya. kan yang salah. Adapun yang dimak-
sudkan tradisi ialah sesuatu yang milik
4). Nilai Disiplin. Kedisiplinan adalah negeri, milik orang banyak, dan milik
merupakan tindakan yang menunjukkan raja. Kalau hal tersebut dilanggar maka
perilaku tertib dan patuh pada berbagai akan mendatangkan bencana dan musi-
ketentuan dan peraturan. Sifat kepatuhan bah di negeri tersebut. Musibah yang di-
dan kesetiaan orang Bugis dalam maksud di sini adalah terjadi kekacauan
berbagai aspek, seperti kepatuhan pada di dalam negeri itu yang diakibatkan
adat, dan kepatuhan kepada pemerintah. dari tidak dipatuhinya aturan-aturan
Hal ini terlihat pada pappaseng: yang ada.
Ajaq siyo mupinrai, murusaq-i, mubic-
arai paimêng pura onroe, iyana ritu 5). Nilai Kerja Keras. Kerja keras adalah
riasêng popo gamaru, makêrrêq. upaya sungguh-sungguh dalam
Natujui tikkaq wanuae, lelei saiye, mengatasi berbagai hambatan dan
makkamateng-matengngi tedongnge, persoalan dalam kehidupan. Perilaku
oloq-koloe, têmmabbuai aju-kajung tersebut telah ditanamkan dalam budaya
ri anrewe buwana, ri sappeyang pat- Bugis. Hal tersebut terlihat dalam
tapie, natuwoi sêrriq dapurêngngê; pappaseng: Ajaq mumaeloq ribettang
Iya natêppa kêrêkênna nanre topi api makkalêjjaq ricappaqna letengnge
adêq-e popo gamaru, rusaqe pura-on- (Tang, 2004: 4)
ro, pura lalêng malêmpuq. narusaq de- Terjemahan:
ceng mallêbbang, napasalai tongêng- Jangan mau didahului menginjakkan
nge napatujui salae; Naiya pura onroe, kaki di ujung titian
appunnanna tanae, appunnanna toi to Dalam berusaha, hendaknya bekerja
maegae, appunnana toi arung-e (Sikki, dengan maksimal dan kepandaian
1998: 26). untuk melihat peluang usaha. Hal ini
Terjemahan: menunjukkan bahwa dalam berusaha
Jangan sekali-kali engkau mengubah, dibutuhkan perhatian dan kerja keras
merusak, dan membicarakan adat tetap yang kompetitif.
279
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

6). Nilai Mandiri. Mandiri adalah sikap dan bantulah orang lain pada tempatnya; ke-
perilaku yang tidak mudah tergantung tiga, lakukanlah pekerjaan yang berman-
pada orang lain dalam menyelesaikan faat; keempat, hadapilah rintangan, ingat-
tugas. Sikap kemandirian ini sangat lah kembali kepada Tuhan; laluilah jalan
ditekankan dalam kearifan Bugis, seperti dengan berhati-hati.
yang disebutkan dalam pappaseng ini: Maksud pesan ini, jika ingin mendapat-
Makkedai pappasenna arung rioloe kan kebaikan di antara yang disebutkan
ri anana ri eppona ri siajinna rekko dalam lima hal di atas adalah suka mem-
sappaqko dalleq koi mutajeng bantu orang yang berada dalam kesulitan.
pammasena Allah ta’ala ri pammasena Dalam menolong atau membantu orang
arung mangkauq-e. Enrengnge ri lain hendaknya dengan hati yang ikhlas.
laonrumangnge. Kuwaeq leppang Keikhlasan ini akan melahirkan suatu
limammu (Hamid, 1996: 46). kepuasan dalam ikut meringankan beban
Terjemahan: orang lain, karena dilakukan tanpa pam-
Berkata (pesan-pesan) raja terdahulu rih dan berharap pujian dari manusia me-
kepada anak cucunya, kepada kerabatnya. lainkan semata-mata mengharap pahala
Kalau engkau mencari rezeki, nantikanlah dan ridho dari Yang Maha Kuasa.
rahmat Allah Ta’ala daripada belas kasih
raja yang berkuasa, serta pada usaha 8). Nilai Peduli Lingkungan. Kepedulian
bercocok tanam. Demikian pula dengan akan lingkungan alam dibuktikan
jerih payahmu sendiri. dengan cara menggunakan alam sesuai
Maksud pesan ini adalah berusaha mandiri dengan kebutuhan secara wajar dan
mencari rezeki dengan keringat sendiri, seimbang (Suparno, 2002: 64). Berbagai
seperti menjadi seorang petani, sambil pesan yang menggambarkan sikap dan
bercocok tanam senantiasa berdo’a dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
berharap rahmat dari Allah Ta’ala agar pada kerusakan lingkungan sekitar
usaha yang dilakukan mendapatkan dan upaya untuk memperbaikinya,
berkah dariNya. Bekerja sambil berdo’a juga terdapat dalam pappaseng, Naiya
adalah lebih mulia daripada berharap rekko maelokko mappalili madecenni
belas kasihan dari orang lain. maddepungeng ri padangnge
tasipakainge madeceng ribicaranna
7). Nilai Peduli Sosial. Peduli sosial adalah laonrumae ri billaqna bareq-e, timoq-e.
sikap dan perilaku yang mencerminkan Poncoqna bosie enrengnge lampeqna
kepedulian dan rasa cinta kepada orang ri alemmana timoq-e, rimakerinna,
lain (Zuriah, 2007: 70). Peduli dan suka nasabaq purana napalalo Matowa
membantu orang lain yang berada dalam pallaonrumae riaddapangi pole
posisi kesusahan adalah sikap terpuji riadanna lontaraq-e enrengnge rapang
yang senantiasa perlu dipupuk dan lalonnae tau parekkengngengngi
dipelihara. Anjuran peduli pada orang laonrrumae temmakkullei pasala (Gani,
lain juga telah terekam dalam pappaseng: 1990: 90).
Limai passalêng namulolongêng Terjemahan:
decennge. Seuani, pakatunai alemu ri Apabila engkau akan turun ke sawah,
sitinajannae; maduanna, saroko mase baiklah (engkau sekalian) berkumpul di
ri sillalênnae; matelluna, makkareso padang kemudian saling memperingati
patujue; maeppaqna, molae roppo-roppo (bermusyawarah), yang baik tentang
narewêq; malimanna, molae laleng musim kemarau, musim hujan, panjang
namatikeq (Hakim, 1992: 42). dan lembutnya musim kemarau itu,
Terjemahan: keringnya udara, berdasarkan yang
Ada lima hal yang perlu diperhatikan jika pernah dilaksanakan oleh Matowa
ingin mendapatkan kebaikan. Pertama, (orang terdahulu yang paham) pertanian
rendahkanlah dirimu sewajarnya; kedua, yang mengambil contoh seperti apa
280
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

yang tertera dalam lontaraq, serta contoh Budayawan lainnya, Takko (2012),
yang pernah dilakukan oleh para ahli mengomentari keunggulan pappaseng.
pertanian sebelumnya dan tak mengalami Dalam lontaraq tersebut terdapat nilai-nilai
kesalahan. moral seperti kejujuran, kecendekiawan,
Maksud dari pappaseng ini adalah keberanian, kesetiaan, etos kerja, yang
berisi suatu pelajaran bahwa sebelum kesemuanya sudah dituliskan sejak dulu
melakukan aktivitas menanam padi oleh para leluhur dalam lontaraq pappaseng
hendaknya betul-betul melihat waktu yang kemudian menjadi suatu keunggulan
yang tepat, kapan mulai masuk musim dan dapat diajarkan di bangku sekolah.
penghujan dan kapan masuk musim Beberapa tokoh masyarakat
kemarau. Hal ini penting untuk diketahui memberikan komentar tentang keunggulan
agar supaya padi yang akan ditanam, lontaraq pappaseng. Menurut Dahlan
diharapkan dapat tumbuh dengan baik (2012) dalam pappaseng mengajarkan
dan kelak bisa dipanen dengan hasil kepada seorang anak untuk menghargai
yang memuaskan. Kebiasaan tersebut orang tuanya, menghargai sesama. Tokoh
telah dilakukan oleh leluhur orang Bugis masyarakat lainnya, Muhammad (2012)
sejak dahulu kala. optimis kepada dunia pendidikan agar ajaran
dalam lontaraq ini dapat tetap diwariskan
Keunggulan Pappaseng sebagai Sumber kepada generasi muda, karena masih sangat
Pembelajaran IPS dibutuhkan sebagai dasar dalam beretika,
Berbagai keunggulan yang terdapat olehnya itu harus tetap diajarkan mulai dari
dalam naskah lontaraq pappaseng, sehingga tingkat dasar sampai perguruan tinggi agar
sangat tepat untuk diajarkan sebagai muatan nilai–nilai di dalamnya tidak hilang begitu
lokal dalam pembelajaran IPS, disebutkan saja.
oleh beberapa pakar budaya dan para Keunggulan dari lontaraq pappaseng
pendidik (guru). Menurut budayawan Bugis, adalah bahasanya sederhana dan mudah
Tang (2012), lontaraq ini berbasis budaya dimengerti dan semua orang bisa meles-
lokal setempat, dan penerapannya dapat tarikannya. Nilai-nilai dalam pappaseng juga
mengangkat kembali budaya lokal. Nilai– sejalan dengan nilai-nilai agama dan nilai yang
nilai yang terkandung dalam lontaraq tersebut terdapat dalam ideologi negara. Selain itu, di
telah diuji dari generasi ke generasi dan dalamnya juga terdapat berbagai nilai etika,
memberikan manfaat terhadap masyarakat seperti nilai kesopanan dan nilai-nilai lainnya
seperti penanaman nilai kejujuran, kerja (Nur, 2012).
keras, kedisiplinan, menghargai nilai Beberapa kepala sekolah dan guru
kepintaran atau orang Bugis menyebutnya juga menyebutkan keunggulan pappaseng,
engkaureqna pettu. di antaranya disebutkan oleh Manganni
Keunggulan lainnya adalah (2012), nilai-nilai dalam lontaraq pappaseng
memberikan keluasan pandangan hidup. masih relevan dengan kondisi kekinian,
Lontaraq pappaseng juga berisi nasihat- bentuknya seperti pepatah-petitih yang kaya
nasihat bagaimana berinteraksi dengan akan nilai pendidikan. Syarifuddin (2012),
sesama manusia, berhubungan dengan juga menilai bahwa keunggulan pappaseng
orang tua dan berhubungan dengan alam adalah di dalam lontaraq banyak terdapat
serta menjadi resep dan penuntun dalam nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan
kehidupan sehari-hari (Ram, 2012). kepada generasi muda, agar mereka tidak
Sejarawan Unhas, Mappangara (2012) mudah begitu saja terpengaruh dengan
menyebutkan bahwa keunggulan lontaraq budaya asing, khususnya budaya Barat.
pappaseng adalah nilai-nilai dalam lontaraq Begitu juga untuk meredam berbagai dampak
pappaseng sejalan dengan religi mayoritas negatif dari kemajuan iptek yang cenderung
orang Bugis yakni Islam. ‘bebas nilai’, siswa harus dibekali dengan
nilai-nilai budi pekerti seperti yang terdapat
dalam pappaseng.
281
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Dahulu, pada masyarakat Bugis, keberadaan Abidin, Andi Zainal. (1999). Capita Selecta
pappaseng selain sangat dimuliakan, juga Kebudayaan Sulawesi Selatan. Ujung
memiliki suatu penekanan ajaran moral dan Pandang: Hasanuddin University Press.
etika yang patut dituruti. Seseorang yang
senantiasa berpedoman pada pappaseng Ahmadi, Iif Khoiru & Amri, Sofan. (2011).
dalam setiap pola tingkah lakunya sehari-hari Mengembangkan Pembelajaran IPS
akan selalu terjaga, terpelihara perilakunya, Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka
dan terpandang, serta disegani di tengah- Publisher.
tengah masyarakatnya. Sebaliknya manakala
seseorang tidak mengindahkannya dan Alwasilah, A. Chaedar. (2012). Pokoknya
meremehkannya maka akan menanggung Rekayasa Literasi. Bandung: Kiblat.
sanksi berat, yakni nama baiknya akan
tercemar dan status sosialnya menjadi Alwasilah, A. Chaedar, Suryadi, Karim,
rendah, sehingga sangat sulit untuk Karyono, Tri. (2009). Etnopedago-
beradaptasi dan berinteraksi dengan baik gi Landasan Praktek Pendidikan dan
dalam masyarakat di sekitarnya, bahkan tak Pendidikan Guru. Bandung: Kiblat.
jarang kehidupannya akan terpuruk.
Dalam pappaseng mengandung berbagai Ayatrohaedi. (1986).Kepribadian Budaya
nilai pendidikan karakter yang berisi nasihat/ Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pus-
pelajaran tentang etika berinteraksi dengan taka Jaya.
sesama manusia, berhubungan dengan
orang tua dan berhubungan dengan alam Daryanto. (2012). Perubahan Pendidikan
sekitar, serta menjadi resep dan penuntun dalam Masyarakat Sosial Budaya.
dalam kehidupan sehari-hari. Kandungan Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani
isi lontaraq pappaseng sarat dengan nilai- Sejahtera.
nilai yang relevan dengan ajaran agama
Islam, keyakinan mayoritas masyarakat Enre, Fachruddin, A., dkk. (1985). Pappasenna
Bugis. Selain itu, juga berisi berbagai nilai To Maccae ri Luwuq sibawa Kajao
yang universal. Cocok untuk generasi lalu, Laliqdong ri Bone. Ujung Pandang:
generasi kini, dan generasi yang akan datang. Depdikbud Proyek Penelitian dan Peng-
Melihat keunggulan dan kekayaan akan kajian Kebudayaan Sulawesi Selatan
nilai-nilai pedagogik yang terdapat di LaGaligo.
dalamnya yang memuat pendidikan budaya
dan karakter bangsa, olehnya itu seyogianya Fitri, Agus Zaenul. (2012). Pendidikan
ajaran pappaseng ini tetap dilestarikan dengan Karakter Berbasis Nilai & Etika di
cara mengajarkannya lewat pendidikan Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
non formal, baik di rumah maupun dalam
lingkungan masyarakat sekitarnya, begitu Gani, Ambo, dkk. (1990). Wasiat-Wasiat dalam
juga lewat pendidikan formal di sekolah Lontarak Bugis. Jakarta: Departemen
dalam bentuk mengintegrasikan nilai-nilai Pendidikan dan Kebudayaan.
pappaseng dalam pembelajaran (local
content), khususnya pada pembelajaran IPS. Hakim, Zainuddin. (1992). Pangngajak
Tomatoa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
UCAPAN TERIMA KASIH Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada
para Budayawan, akademisi, tokoh-tokoh Hamid, Pananrangi. (1996). “Pemahaman
masyarakat, guru, dan orang tua siswa yang Budaya Sulawesi Selatan tentang Nilai
telah memberikan konstribusi dalam riset Pendidikan, Karya, dan Kepemim-
ini. pinan Menurut Lontarak”, dalam
282
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 272 - 284

Bosara Media Informasi Sejarah Mattalitti, M. Arief. (1986). Pappaseng


dan Budaya Sul-Sel No. 4 Th. III. To Riolota Wasiat Orang Dahulu.
Ujung Pandang: Depdikbud Dirjen Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan BKSNT. Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku
Sastra Indonesia dan Daerah.
Handayani, Titik. (2008). Pengembangan
Sumber Daya Manusia di antara Moein MG, A., (1990). Menggali Nilai-Nilai
Peluang & Tantangan. Jakarta: LIPI Budaya Bugis Makassar dan Sirik
Pusat Penelitian Kependudukan. Na Pacce. Ujung Pandang: Yayasan
Mapress.
Hendrawan, Jajang Hendar. (2011). “Trans-
formasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Noor, Rohinah M. (2011). Pendidikan
dalam Kepemimpinan Sunda, Prosiding Karakter Berbasis Sastra Solusi
Konvensi Nasional Pendidikan IPS Pendidikan Moral Yang Efektif.
ke-1 Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Pendidikan IPS untuk Membangun
Karakter Bangsa. Bandung: Fakultas PaEni, Mukhlis, (ed.). (2009). Sejarah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Kebudayaan Indonesia Bahasa,
Sastra, dan Aksara. Jakarta: Rajawali
Iswary, Ery. (2012). “Orientasi Pendidikan Press.
Karakter Berbasis Kearifan Lokal
Makassar: Penguatan Peran Bahasa Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis
Ibu Menuju Good Society”, dalam (terj. The Bugis). Jakarta: Forum Ja-
Suardiana, I Wayan & Astawan, karta-Paris Ecole francaise d’Ex-
Nyoman. Kearifan Lokal dan Pendidik- treme-Orient.
an Karakter Prosiding Konferensi
Internasional Budaya Daerah ke-2 Pidarta, Made. (2007). Landasan Kependi-
(KIBD II). Bali: Denpasar, 22-23 dikan Stimulus Ilmu Pendidikan Ber-
Februari. corak Indonesia. Jakarta: Rineka Cip-
ta.
Koestoro, dkk. (2010). Kearifan Lokal da-
lam Arkeologi Seri Warisan Budaya Poespowardojo, Soerjanto. (1986). “Penger-
Sumatera Bagian Utara No. 0510. tian Local Genius dan Relevasinya da-
Medan: Balai Arkeologi. lam Modernisasi,” dalam Ayatrohaedi.
Kepribadian Budaya Bangsa (Local
Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Konflik Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: Purwanto, Ngalim. (2007). Ilmu Pendidikan
LKiS Pelangi Aksara. Teoretis dan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Machmud, A. Hasan. (tt). Silasa Kumpulan
Petuah Bugis-Makassar. Ujung Pandang: Rifa’i, Muhammad. (2011). Sosiologi
Bhakti Centra Baru. Pendidikan Struktur dan interaksi
Sosial di dalam Institusi Pendidikan.
Manyambeang, Kadir. (1997). “Lontaraq Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Riwayaqna Tuanta Salamaka ri Gowa:
Suatu Analisis Linguistik Filologis”. Rosidi, Ajip. (2010). Mencari Sosok Manu-
Makassar: Disertasi PPs Unhas tidak sia Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya.
diterbitkan.

283
Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan (Irwan Abbas)

Safa, Aziz (ed.). (2011). Restorasi Pen- Soyomukti, Nurani. (2008). Pendidikan
didikan di Indonesia Menuju Masya- Berperspektif Globalisasi. Yogyakarta:
rakat Terdidik Berbasis Budaya. Ar Ruzz Media.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Suparno, Paul, dkk. (2002). Pendidikan Budi
Saleh, Nuralam. (2006), “Pappasang Turiolo Pekerti di Sekolah Suatu Tinjauan
(Revitalisasi Nilai-Nilai Budaya dalam Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Kehidupan Orang Makassar”, dalam
Walasuji Vol I, No. 1 Januari-April. Suprayekti, dkk. (2007). Pembaharuan
Makassar: Depdikbud Balai Kajian Pembelajaran di SD. Jakarta:
Sejarah dan Nilai Tradisional. Universitas Terbuka.

Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Tang, Muhammad Rapi. (2004). “Reso
Pembelajaran. Jakarta: Kencana sebagai Roh Kehidupan Manusia
Prenada Media Group. Bugis: Budaya dari Sisi Mental dan
Fisik”, dalam makalah Seminar
Setiawan, Benni, (2008). Agenda Pendidikan dan Diskusi Peningkatan Apresiasi
Nasional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Masyarakat tentang Budaya Disiplin.
Makassar: Kemenbudpar BKSNT
Setyono, F.X. Gus. (2008). “Pentingnya bekerjasama dengan Fakultas Sastra
Pendidikan yang Berakar pada Budaya” Unhas.
dalam Basis No. 07-08.Tahun Ke-57,
Juli-Agustus. Yogyakarta: Yayasan BP Tilaar, H.A.R. (2007). Mengindonesia
Basis. Etnisitas dan Identitas Bangsa Indo-
nesia Tinjauan dari Perspektif Ilmu
Sikki, Muhammad, dkk. (1998). Nilai dan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Manfaat Pappaseng dalam Sastra
Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Wiyono, Teguh. (2010). Rekonstruksi
Pengembangan Bahasa Depdikbud. Pendidikan Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sikki, Muhammd, dkk. (1991). Nilai-Nilai
Budaya dalam Susastra Daerah Yamin, Moh. (2009). Menggugat Pendidikan
Sulawesi Selatan. Jakarta: Pusat Pem- Indonesia Belajar dari Paulo Freire
binaan dan Pengembangan Bahasa dan Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta:
Depdikbud. Ar Ruzz Media.

Soejono, R.P. (1983). “Local Genius dalam Zuriah, Nurul. (2007). Pendidikan Moral &
Sistem Teknologi Prasejarah” dalam Budi Pekerti dalam Perspektif Peru-
Analisis Kebudayaan. Jakarta: Dep- bahan: Menggagas Platform Pendi-
dikbud. dikan Budi Pekerti Secara Kontekstual
dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.

284

Anda mungkin juga menyukai