Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan dunia industri terus mengalami perubahan yang signifikan
di mana seluruh sektor merasakan dampaknya, baik sektor ekonomi, politik,
maupun sektor pendidikan. Dunia industri itu sendiri telah memasuki era baru
yang bernama Revolusi Indusri 4.0. Schwab (2016) melalui bukunya “The Fourth
Industrial Revolution” menyatakan bahwa dunia telah mengalami empat tahapan
revolusi, yaitu: 1) Revolusi industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan
mesin uap, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui
penggunaan listrik, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970-an
melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 terjadi pada
sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai
penghubung antara manusia dan mesin.
Revolusi industri 4.0 juga berdampak pada dunia pendidikan di Indonesia,
dimulai dengan digitalisasi sistem pendidikan yang mengharuskan setiap elemen
dalam bidang pendidikan untuk beradapatasi dengan perubahan yang terjadi
(Rohman & Ningsih, 2018). Guru sebagai pionir utama dalam mendidik generasi
berikutnya dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perubahan zaman yang semakin
maju. Setidaknya terdapat 4 pilar utama di industri 4.0 yang harus diketahui oleh
guru, yaitu internet of things, artificial intelligence, big data, dan technical
assistance. Teknologi baru tersebut dapat dimanfaatkan guru untuk memperkaya
penyampaian materi serta membuat pengalaman belajar siswa menjadi lebih
menyenangkan. Demi mewujudkan hal tersebut, pemerintah sebagai pengambil
kebijakan di bidang pendidikan harus mampu membuat sistem yang dirancang
mampu untuk mencetak guru yang berkualitas dan memenuhi syarat kualifikasi
akademik melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Universitas Negeri Malang merupakan salah satu dari LPTK yang
memiliki tujuan yaitu menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat untuk menyiapkan mahasiswa menjadi lulusan yang cerdas, religius,

1
2

berakhlak mulia, mandiri dan mampu berkembang secara profesional (Peraturan


Rektor nomor 12 tahun 2017 tentang Pedoman Pendidikan UM). Program studi
S1 Pendidikan Teknik Elektro (PTE) merupakan salah satu program studi
keguruan UM yang berada di bawah naungan Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik UM. Prodi S1 PTE mempunyai visi mewujudkan program studi S1 PTE
sebagai program studi yang unggul dan menjadi rujukan nasional dalam
pengembangan pendidikan dan sain khususnya dalam bidang Pendidikan Teknik
Elektro yang relevan dengan kebutuhan pembangunan, masyarakat dan
kemanusiaan (Kurikulum S1 PTE, 2014).
Mahasiswa lulusan S1 PTE diharapkan mampu menjadi guru yang layak
mengajar dengan memenuhi syarat kualifikasi akademik berdasarkan peraturan
Kemendikbud. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru di
Indonesia yang belum memenuhi kategori sebagai guru layak mengajar. Menurut
Badan Pusat Statistik (2019), persentase guru layak mengajar pada tahun ajaran
2018/2019 yaitu 89,33% cenderung stagnan jika dibandingkan tahun ajaran
2017/2018 yaitu dari 89,86%. Apabila dilihat menurut jenjang pendidikan, pada
tahun ajaran 2018/2019 jenjang SMK mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan capaian tahun ajaran 2017/2018 yaitu 74,38% berbanding 94,55%.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa guru yang layak mengajar
pada jenjang SMK pada tahun ajaran 2018/2019 mengalami penurunan yaitu
sebesar 20,17%.
Penurunan persentase guru yang layak mengajar tersebut dimungkinkan
terjadi karena banyak guru yang tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi
yang semakin maju. Padahal dengan memanfaatkan teknologi yang ada, guru
dapat terbantu dalam berbagai hal. Salah satunya adalah kreativitas guru saat
proses belajar mengajar berlangsung, mengingat siswa di era digital sekarang
mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda (Ida dalam Mario, 2019). Terdapat
empat kompetensi yang harus dikuasai guru di era industri 4.0 atau biasa disebut
dengan 4C, yaitu critical thinking, collaboration, communication, dan creativity
(Honest, 2019).
Era revolusi industri 4.0 secara tidak langsung akan menyeleksi guru-guru
yang tidak kompeten. Menurut UNESCO dalam Global Education Monitoring
3

(GEM) Report tahun 2016, dari 3,9 juta guru yang ada, masih terdapat 25% guru
yang belum memenuhi syarat kualifikasi dan 52% di antaranya belum memiliki
sertifikat profesi. Belum lagi, masih banyak guru yang mengajar mata pelajaran di
sekolah yang tidak sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Rendahnya
kualitas dan kesiapan guru dalam mengajar menunjukkan bahwa banyak calon
guru yang tidak mempersiapkan karirnya dengan baik. Hal tersebut menjadi bukti
bahwa perlu adanya perencanaan karir yang tepat untuk menentukan kesiapan
karir seseorang.
Kesiapan karir merupakan aspek yang perlu dimiliki oleh seorang
mahasiswa untuk menunjang karirnya di masa depan. Super (dalam Gysbers dkk.,
2014) menyatakan bahwa kesiapan karir adalah kondisi yang ideal untuk terlibat
dalam tugas perkembangan yang sesuai tingkat usia seseorang. Hartung (2013)
menambahkan, kesiapan berupa sikap dan kognitif untuk membuat pilihan
pendidikan dan pekerjaan. Kesiapan sikap meliputi aktif dalam perencanaan dan
eskplorasi wawasan dunia kerja di masa depan. Sedangkan kesiapan kognitif
adalah memiliki pengetahuan tentang pekerjaan dan bagaimana membuat
keputusan karir yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, seorang mahasiswa
hendaknya telah siap terhadap pilihan karir mereka, khususnya di era revolusi
industri 4.0 agar memiliki kualitas yang mumpuni serta membawa perubahan ke
arah yang lebih baik pada pendidikan di Indonesia.
Kesiapan karir seorang mahasiswa sebagai calon guru dapat dicapai
seiring dengan jumlah jam mengajar yang semakin banyak. Salah satunya dengan
menjadi guru atau tenaga pendidik di lingkup pendidikan formal maupun non
formal. Pengalaman di lingkup pendidikan formal bisa didapatkan dari kegiatan
Kajian Praktik Lapangan (KPL) yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri
Malang yang bekerjasama dengan sekolah formal, sedangkan dalam lingkup
pendidikan non formal bisa didapatkan dari lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, sanggar, dan lain sebagainya. Proses belajar mengajar di era
industri 4.0 identik dengan pemanfaatan teknologi untuk memudahkan siswa
dalam memahami materi yang disampaikan. Dibutuhkan pengalaman guru dalam
mengembangkan media dan metode belajar yang bervariasi agar siswa tidak
bosan.
4

Seorang guru juga harus mampu berinovasi menyesuaikan diri dengan


lingkungan pendidikan yang terus mengalami perubahan. Era industri 4.0 akan
memaksa guru untuk beradaptasi dengan teknologi yang telah disediakan. Guru
yang kesulitan dan lambat untuk beradaptasi tentu akan mengalami hambatan
pada perjalanan karirnya. Maka dibutuhkan kemampuan adaptasi yang baik agar
bisa bertahan dan memiliki suatu bidang karir atau pekerjaan yang benar-benar
dikuasai dengan maksimal.
Melalui pemaparan di atas, diindikasikan bahwa dengan memiliki
pengalaman keberhasilan (mastery experience) dapat menunjang kesiapan karir
seorang mahasiswa sebagai calon guru di era industri 4.0. Ditambah dengan
kemampuan adaptasi (adaptability skill) yang baik, mahasiswa akan lebih siap
dan percaya diri dalam bersaing di era industri 4.0.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dilakukanlah penelitian
dengan judul “Hubungan Mastery Experience dan Adaptability Skill Terhadap
Kesiapan karir Sebagai Calon Guru di Era Revolusi Industri 4.0 Pada Mahasiswa
S1 Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka ditarik beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi mastery experience mahasiswa program studi S1 PTE
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang?
2. Bagaimana deskripsi adaptability skill mahasiswa program studi S1 PTE
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang?
3. Bagaimana deskripsi kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri
4.0 pada mahasiswa program studi S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Negeri Malang?
4. Bagaimana signifikansi hubungan antara mastery experience secara parsial
dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Negeri Malang?
5. Bagaimana signifikansi hubungan antara adaptability skill secara parsial
dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
5

mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas


Negeri Malang?
6. Bagaimana signifikansi hubungan antara mastery experience dan adaptability
skill secara simultan dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tingkat mastery experience pada mahasiswa S1 PTE
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.
2. Mendeskripsikan tingkat adaptability skill pada mahasiswa S1 PTE Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.
3. Mendeskripsikan tingkat kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang.
4. Mengungkap signifikansi hubungan secara parsial antara mastery experience
secara parsial dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang.
5. Mengungkap signifikansi hubungan secara parsial antara adaptability skill
secara parsial dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang.
6. Mengungkap signifikansi hubungan antara mastery experience dan
adaptability skill secara simultan dengan kesiapan karir sebagai calon guru di
era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dicapai, maka hipotesis alternatif
(Ha) pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
6

1. Ha1 : terdapat hubungan positif dan signifikan antara mastery experience


secara parsial dengan kesiapan karir sebagi calon guru di era revolusi industri
4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri
Malang.
2. Ha2 : terdapat hubungan positif dan signifikan antara adaptability skill secara
parsial dengan kesiapan karir sebagi calon guru di era revolusi industri 4.0
pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang.
3. Ha3 : terdapat hubungan positif dan signifikan antara mastery experience dan
adaptability skill secara simultan dengan kesiapan karir sebagi calon guru di
era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro
Universitas Negeri Malang.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan mampu mengungkap
hubungan antara mastery experience dan adaptability skill terhadap kesiapan karir
sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Penelitian ini
memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk melihat sejauh mana tingkat kesiapan karir
sebagai calon guru, terutama untuk peningkatan kesiapan karir sebagai calon guru
pada mahasiswa S1 PTE Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Negeri Malang. Bagi peneliti juga diharapkan dapat digunakan sebagai literatur
penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi jurusan TE, sebagai bahan informasi dalam menambah dan memperkaya
ilmu pengetahuan, khususnya mahasiswa. Selain itu, dapat menjadi
penghubung antara industri dengan jurusan dalam menjalin kerja sama.
b. Bagi dosen prodi PTE, dapat memberikan masukan mengenai hal yang perlu
disampaikan kepada mahasiswa dalam rangka meningkatkan kesiapan karir
sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 melalui pengetahuan tentang
mastery experience dan adaptability skill.
7

c. Bagi mahasiswa, menambah wawasan mengenai mastery experience,


adaptability skill dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0, sehingga dapat menjadi aspek pertimbangan dalam mencapai
kesiapan karir sebagai calon guru sesuai dengan tahap perkembangannya.
d. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan serta
perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai
mastery experience dan adaptability skill terhadap kesiapan karir sebagai
calon guru di era revolusi indsutri 4.0.

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah


Sebuah penelitian memiliki ruang lingkup dan batasan pada penelitiannya,
maka penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup pada penelitian ini yaitu di mana penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui adanya hubungan dari ketiga variabel yang akan diteliti yaitu:
a. Mastery experience sebagai variabel bebas (X1).
b. Adaptability Skill sebagai variabel bebas (X2).
c. Kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 sebagai variabel
terikat (Y).
d. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2016 prodi S1 PTE Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.
e. Lokasi penelitian ini adalah Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang.
2. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada hal-hal berikut:
a. Mastery experience dalam penelitian ini membahas tentang pengalaman
keberhasilan suatu hal yang memiliki pengaruh terhadap kesiapan karir
seseorang.
b. Adaptability skill dalam penelitian ini terbatas pada kemampuan seseorang
untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi serta sosial budaya di
lingkungan sekolah yang mengalami perubahan.
c. Kesiapan karir dalam penelitian ini akan membahas mengenai kesiapan karir
dalam bidang keguruan meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang
8

pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, dan kemampuan merencanakan


langkah-langkah menuju karir yang diharapkan.

G. Definisi Operasional
Dalam setiap penelitian perlu adanya penjelasan terkait istilah yang
digunakan agar tidak menimbulkan tafsiran yang berlainan dan memudahkan
dalam melakukan penelitian, maka dalam hal ini akan dijelaskan masing-masing
definisi variabel yang diteliti:
1. Mastery experience
Mastery experience adalah pengalaman di masa lalu yang memuat
informasi tentang keberhasilan dan kegagalan mahasiswa S1 Pendidikan Teknik
Elektro selama kegiatan perkuliahan, seperti pengerjaan tugas, kegiatan
praktikum, ujian semester, Kajian dan Praktik Lapangan (KPL), dan Praktik
Industri (PI).

2. Adaptability skill
Adaptability skill adalah penyesuaian psikologis, kognitif, emosi, perilaku
serta perubahan sikap dan pemikiran yang selaras dengan perubahan kondisi
lingkungan yang terus berubah secara dinamis, khususnya di bidang pendidikan di
era revolusi industri 4.0.

3. Kesiapan karir
Kesiapan karir adalah keadaan individu yang sudah siap secara fisik
maupun mental dalam mengambil keputusan karir yang sesuai dengan bakat dan
minatnya dengan dilandasi perencanaan yang baik serta mampu mengerjakan
tugas perkembangan yang sesuai dengan tahap perkembangan karirnya.

4. Calon guru di era revolusi industri 4.0

Calon guru di era revolusi industri 4.0 merupakan mahasiswa yang


mengambil jurusan di bidang kependidikan yang dibekali oleh dasar pengetahuan,
keahlian, dan keterampilan yang telah dipersiapkan untuk menjadi guru
profesional di era revolusi industri 4.0.
9

5. Mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang


Mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elektro angkatan 2016 yang telah
mengambil matakuliah keilmuan dan keterampilan guna mempersiapkan karirnya
sebagai calon guru profesional di era revolusi industri 4.0.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Era Revolusi Industri 4.0


1. Pengertian Industri 4.0
Lee, dkk. (2013) mengemukakan bahwa era revolusi industri 4.0 dimulai
dengan adanya digitalisasi manufaktur yang meningkat secara drastis yang
dipengaruhi oleh empat faktor: (1) peningkatan jumlah data, pemanfaatan
komputasi, dan konektivitas; (2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan
di bidang bisnis; (3) terdapat interaksi antara manusia dengan mesin; (4) evolusi
transfer data digital ke dunia fisik. Liffler dan Tschiener (2013) menambahkan,
prinsip dasar industri 4.0 adalah pemanfaatan kecerdasan buatan untuk membuat
sebuah jalur koneksi antara mesin, alur kerja, dan sistem dalam proses produksi
yang bekerja secara mandiri.
Hermann, dkk. (2016) menyatakan terdapat empat desain prinsip industri
4.0. Pertama, interkoneksi yaitu kolaborasi antara mesin, perangkat, sensor, dan
manusia yang saling terhubung dan berkomunikasi melalui Internet of Things
(IoT) yang sesuai standar dan keamanan. Kedua, transparansi informasi yaitu
mengubah data informasi dunia fisik ke dalam dunia digital yang dapat dibaca,
dianalisis, dan diakses dengan mudah dalam sebuah sistem informasi. Ketiga,
bantuan teknik yang meliputi; (a) kemampuan sistem dalam mengolah informasi
dengan cepat sehingga mampu menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan
yang tepat; (b) kemampuan sistem untuk menggantikan peran manusia dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak mungkin manusia dapat lakukan; (c)
bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yaitu kemampuan
sistem untuk menyelesaikan pekerjaan secara efektif dan mampu mengambil
keputusan secara mandiri. Hermann, dkk. (2016) menambahkan, prinsip industri
4.0 dapat digambarkan sebagai berikut.

10
11

Gambar 2.1. Prinsip Industri 4.0


(Sumber: Hermann, dkk., 2016)

2. Kompetensi Guru di Era Industri 4.0


Suwardana (2017) mengatakan bahwa dengan dimulainya era industri 4.0,
sistem pendidikan dituntut agar mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik
dalam segala aspek, baik dalam proses pembelajaran maupun manajemen
pendidikan. Selain itu, guru juga memiliki peran penting dalam memajukan
kualitas pendidikan. Menurut Yuara, dkk. (2019) terdapat beberapa kompetensi
yang harus dikuasai oleh guru profesional guna menunjang tugas dan fungsinya,
seperti mengajar, mendidik, membimbing, melatih, mengarahkan, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik. Di samping itu, guru harus mampu beradapatasi
dengan segala perubahan teknologi maupun lingkungan di era industri 4.0.
Menurut Grant dan Young (2010) terdapat perbedaan mendasar antara kata
competence dan competency meskipun kedua kata tersebut memiliki arti yang
sama yaitu kompetensi. Trotter dan Ellison (dalam Sten, 2012) menambahkan
bahwa competence secara spesifik merujuk pada output atau hasil yang
dibutuhkan dalam standar minimum, sedangkan competency adalah input atau
bekal yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan kinerja yang baik.
Sukartono (2018) mengemukakan bahwa perkembangan teknologi di era
industri 4.0 akan menggeser peran guru sebagai tenaga pendidik apabila mereka
tidak bisa beradaptasi dan tidak mengembangkan kompetensinya sebagai seorang
guru. Nurkholis dan Badawi (2019) mengemukakan terdapat lima kompetensi
yang harus dikuasai oleh guru di era industri 4.0., yaitu (1) educational
competence atau kompetensi mendidik merupakan kemampuan guru dalam
12

memanfaatkan internet of things di dalam proses pembelajaran. Tidak bisa


dipungkiri bahwa zaman sekarang peserta didik sudah mahir dalam
memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Guru yang tidak mampu
mengimbangi atau bahkan menolak dan masih menggunakan model pembelajaran
yang lama, maka perannya sebagai tenaga pendidik akan tergantikan; (2)
competence for technological commercialization merupakan kemampuan guru
dalam mengembangkan jiwa entrepreneurship (kewirausahaan) peserta didiknya
dengan memanfaatkan teknologi yang dikolaborasikan dengan hasil karya inovasi
peserta didik; (3) competence in globalization yaitu guru dituntut mampu
membekali siswa dalam menghadapi era globalisasi dalam segala aspek seperti
sosial, budaya, politik, dan ekonomi; (4) competence in future strategies
strategies adalah kompetensi guru dalam mempersiapkan peserta didiknya di
masa depan agar mereka mampu bertahan dan bersaing di era industri 4.0; dan (5)
conselor competence merupakan peran guru sebagai konselor bagi peserta
didiknya. Guru dituntut mampu mendampingi dan memberikan jalan keluar bagi
siswanya yang memiliki masalah, tidak hanya kesulitan dalam bidang akademis,
tetapi juga terkait masalah psikologis yang sangat mungkin terjadi.

B. Kesiapan Karir
1. Pengertian Kesiapan Karir
Rehfuss & Sickinger (2015) menjelaskan bahwa kesiapan karir adalah
proses seorang individu dalam mengambil keputusan karir dan sudah menyiapkan
segala sesuatu dalam memilih karir yang tepat yang sesuai dengan tahap
perkembangan karir. Lebih lanjut Rehfuss & Sickinger (2015) menyatakan dalam
kesiapan karir terdapat empat dimensi, yaitu concern, curiosity, confidence, dan
consultation. Concern ialah proses pengambilan pilihan karir oleh seorang
individu berdasarkan pandangannya terhadap masa depan. Curiosity merupakan
pemenuhan perencanaan karir individu yang didasari oleh informasi dan
pengetahuannya seputar dunia kerja. Confidence merujuk pada seberapa besar
keyakinan individu dalam memilih karir yang sesuai dengan keahlian yang
dimiliki. Sementara consultation adalah proses individu dalam bertukar informasi
dengan orang lain serta meminta pendapat mereka dalam mengambil keputusan
karirnya.
13

Savickas (dalam Riady, 2014) menyatakan bahwa kesiapan karir adalah


keputusan dalam memilih karir yang sesuai dengan naluri dan minat individu
yang sesuai tahap perkembangan karirnya. Pickworth (dalam Mubiana, 2010)
mengatakan bahwa kesiapan karir merupakan keadaan individu yang sudah siap
secara fisik maupun mental serta tuntutan sosial dari orang lain terhadap individu
tersebut dalam melakukan berbagai pekerjaan yang sesuai pada tahap
perkembangannya.
Levinso, dkk. (dalam Aquila, 2012) menyatakan bahwa kesiapan karir
adalah individu memiliki sikap realistis dalam membuat pilihan karir yang sesuai
dengan kemampuannya dan secara sadar telah mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pilihan karirnya. Brown & Brooks (dalam Wijaya,
2012) menambahkan kesiapan karir merupakan hubungan antara kesiapan mental
dan sikap seorang individu terhadap tugas perkembangan yang sesuai dengan
tahap perkembangan karirnya. Terdapat empat aspek yang dibutuhkan agar
individu mampu memilih dan merencanakan karir dengan tepat, yaitu 1)
pengetahuan akan diri, 2) pengetahuan tentang pekerjaan, 3) kemampuan memilih
pekerjaan, dan 4) kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir yang
diharapkan.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dirumuskan bahwa kesiapan karir
(career maturity) adalah keadaan individu yang sudah siap secara fisik maupun
mental dalam mengambil keputusan karir yang sesuai dengan bakat dan minatnya
dengan dilandasi perencanaan yang baik serta mampu mengerjakan tugas
perkembangan yang sesuai dengan tahap perkembangan karirnya.

2. Tahap Perkembangan Karir


Super (dalam Winkel dan Hastuti, 2013) mengemukakan terdapat lima
tahap perkembangan karir seseorang, yaitu:
14

Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Karir


Fase Perkembangan Karakteristik
Fase pengembangan (lahir-15 tahun) Mengembangkan berbagai potensi, pemikiran,
perilaku, dan minat.
Fase eksplorasi (15-24 tahun) Memikirkan berbagai macam pilihan karir,
namun belum mengambil keputusan yang
pasti.
Fase pemantapan (25-44 tahun) Mengembangkan kemampuan dengan kerja
keras seiring bertambahnya pengalaman pada
bidang karir tertentu.
Fase pembinaan (45-64 tahun) Menekuni lebih serius pada jabatan yang
dijalani untuk mempersiapkan masa tuanya.
Fase kemunduran (65 tahun keatas) Telah memasuki masa pensiun dan
melanjutkan hidup dengan pola yang berbeda
dibandingkan saat masih aktif bekerja.
(Sumber: Super dalam Winkel dan Hastuti, 2013)

3. Indikator Kesiapan Karir


Super (dalam Suherman, 2013:114) menyatakan bahwa kesiapan karir
dapat diukur dengan indikator-indikator berikut:
a. Perencanaan karir (career planing)
Perencanaan karir adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh individu
untuk mencapai tujuan karirnya di masa depan yang disokong oleh berbagai
macam wawasan mengenai dunia kerja, seperti mengetahui pentingnya
mempersiapkan karir, menyadari baik dan buruk pilihan karir, dan memiliki
perencanaan karir yang matang.
b. Eksplorasi karir (career exploration)
Eskplorasi karir merupakan cara yang ditempuh oleh individu untuk
berusaha mendapatkan berbagai macam informasi karir yang berasal dari berbagai
tempat, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pertemanan,
media cetak, media elektronik, dan lain sebagainya. Indikator dari aspek
eksplorasi karir adalah seberapa banyak individu dapat menyatukan berbagai
informasi karir yang diperoleh yang dapat digunakan secara efektif dan efisien.
c. Pengetahuan tentang membuat keputusan karir (decision making)
Informasi karir yang telah individu peroleh selanjutnya digunakan untuk
membuat perencanaan karir yang tepat. Penting bagi individu untuk mempelajari
kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dalam membuat keputusan karir mereka
sehingga dirinya tidak mengulangi kesalahan yang sama.
d. Pengetahuan tentang dunia kerja (world of work information)
15

Informasi mengenai dunia kerja tidak hanya bersumber dari pengalaman


pribadi saja, namun bisa didapatkan dari hasil pengamatan dan berdiskusi dengan
orang lain, seperti hal-hal yang mereka kerjakan, lingkungan pekerjaan, cara
untuk naik jabatan, pertimbangan orang berganti pekerjaan, dan lain sebagainya.
e. Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai (knowledge of
preferred occupational group)
Pada aspek ini, seorang individu diberikan beberapa jenis pekerjaan untuk
dipilih yang kemudian harus menjelaskan seputar pekerjaan tersebut, meliputi
persyaratan, tuntutan pekerjaan, risiko pekerjaan, dan dampak dari pekerjaan
dengan tujuan agar individu dapat mempersiapkan dirinya sebaik mungkin
sebelum terjun langsung ke dalam dunia kerja yang sesuai dengan minat dan
bakatnya.

f. Realisme keputusan karir (realisme)


Sikap realistis pada keputusan karir adalah di mana individu mampu
mengukur kemampuannya, mengetahui kelebihan dan kekurangan, dan mampu
melihat peluang karir di masa depan sehingga dapat memilih karir pekerjaan
secara bijaksana dan realistis.
g. Orientasi karir (career orientation)
Individu yang telah memiliki orientasi karir dapat dikatakan memiliki
kesiapan karir yang baik. Orientasi karir dinyatakan sebagai skor total dari: (1)
sikap terhadap karir, meliputi perencanaan dan eksplorasi karir; (2) keterampilan
mengambil keputusan karir, yaitu mampu membuat keputusan karir berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki; dan (3) informasi dunia kerja, yaitu
pengetahuan tentang pekerjaan tertentu dan bidang pekerjaan yang lebih diminati.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Karir


Rice (dalam Nugraheni, 2011) mengemukakan terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan karir, yaitu:
a. Faktor orang tua
Setiap orang tua tentu memiliki rencana dan perlakuan yang berbeda-beda
terhadap anaknya. Hal itu tentu berdampak pada perkembangan mental, sikap,
minat, bakat, dan kepribadian anak sehingga mempengaruhi kesiapan karir anak.
b. Faktor teman sebaya
16

Pemilihan karir seseorang tidak terlepas dari peran seorang teman, karena
pertemenan merupakan lingkungan kedua yang paling berpengaruh setelah orang
tua. Seorang teman akan mendukung dan membantu individu mencapai tujuan
karirnya yang sesuai dengan harapan orang tua.
c. Faktor sosial ekonomi
Seorang individu yang memiliki privilege dari orang tuanya seperti
keadaan sosial ekonomi yang stabil tentu memiliki jenjang bidang pendidikan
yang bagus dan cenderung memiliki kesiapan karir yang lebih baik dibandingkan
seseorang yang hidup dalam keterbatasan. Faktor tersebut tentu akan menjadi
pembeda antara satu individu dengan yang lain dalam memutuskan pemilihan
karir.
d. Faktor lingkungan
Terdapat tiga lingkungan yang mempengaruhi kesiapan karir individu,
yaitu lingkungan masyarakat, lingkungan lembaga pendidikan, dan lingkungan
pertemanan. Pandangan dan perilaku individu akan terbentuk dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga akan berpengaruh terhadap pilihan pendidikan dan karir
yang diinginkan. Sedangkan lingkungan sekolah yang bagus akan berdampak
pada kemampuan, keterampilan, minat, dan bakat individu dalam menunjang
karirnya. Selain itu, lingkungan pertemanan yang berkualitas juga berpengaruh
terhadap orientasi pilihan karir di masa depan.
e. Faktor pandangan hidup dan nilai
Lingkungan sekitar akan membentuk pandangan hidup seseorang. Individu
yang mempunyai pandangan hidup tentu memiliki prinsip hidup dan mimpi yang
ingin dicapai. Aspek itulah yang dapat mempengaruhi pemilihan karir nantinya.
f. Faktor jenis kelamin
Faktor gender akan berpengaruh terhadap jenis karir yang akan dijalani.
Seorang laki-laki cenderung memiliki kesempatan dan pilihan karir yang lebih
luas dibandingkan dengan perempuan.
g. Faktor inteligensi
Tingkat inteligensi akan berbanding lurus dengan kemampuan individu
dalam menentukan karirnya di masa depan.
h. Faktor bakat dan kemampuan khusus
17

Individu yang dianugerahi bakat dan mampu memanfaatkannya dengan


baik akan lebih mudah dalam mencapai keberhasilan pada karir yang dipilih.
i. Faktor minat
Selain bakat, minat juga berpengaruh terhadap capaian karir. Individu
yang memiliki banyak minat pada berbagai bidang tentu pilihan karirnya juga
akan meningkat.

5. Kesiapan Karir Calon Guru di Era Revolusi Industri 4.0


Seiring dengan perkembangan zaman, guru di era industri 4.0 dihadapkan
oleh banyak tantangan. Sutamto (2010) menyatakan bahwa terdapat 7 tantangan
guru di era industri 4.0, yaitu (1) mengajar di masyarakat yang memiliki beragam
budaya dengan kompetensi multi bahasa; (2) mengajar untuk mengkonstruksi
makna (konsep); (3) mengajar untuk pembelajaran aktif; (4) mengajar dan
teknologi; (5) mengajar dengan pandangan baru mengenai kemampuan; (6)
mengajar dan pilihan; dan (7) mengajar dan akuntabilitas. Tantangan-tantangan
tersebut akan dihadapi oleh guru secara langsung, sehingga mahasiswa sebagai
calon guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang dibutuhkan,
yaitu (1) kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam mengelola proses
belajar mengajar; (2) kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam
memahami proses pembelajaran; (3) kompetensi kepribadian yaitu guru harus
menunjukkan sikap dan kepribadian yang baik; dan (4) kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru menjalin komunikasi dan interaksi yang baik dengan
warga sekolah maupun masyarakat luas (UU No. 15 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen).
Sagala (2009) berpendapat bahwa terdapat beberapa cara untuk
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru di era digital, yaitu (1)
melanjutkan studi program Strata 2 yang dapat meningkatkan kompetensi guru di
bidang pendidikan serta memperlebar peluang berkarir di masa depan; (2)
mengikuti kursus dan pelatihan yang dapat meningkatkan kreativitas guru dalam
melakukan pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode dan media yang
berbeda yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi; (3) memanfaatkan
jurnal untuk mengetahui perkembangan terkini suatu disiplin ilmu serta menjadi
sarana guru dalam memperoleh sertifikasi dan kenaikan jabatan; dan (4)
18

mengikuti forum seminar yang dapat menjadi sarana untuk mendapatkan angka
kredit serta sebagai tempat untuk berdiskusi tentang bidang ilmu dan profesinya
sebagai guru.
Daryanto dan Karim (2017) dalam bukunya Pembelajaran Abad 21
disebutkan bahwa menurut International Society for Technology in Education,
guru harus mempunyai 5 kategori keterampilan di era industri 4.0, yaitu: (1)
mampu memfasilitasi peserta didik; (2) merancang dan mengembangkan
pengalaman belajar era digital; (3) menjadi model cara belajar dan bekerja di era
digital; (4) mendorong dan menjadi model tanggung jawab dalam masyarakat
digital; dan (5) berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan
profesional.
Memasuki era industri 4.0, keterampilan guru yang menyangkut dengan
pembaruan teknologi sangat dibutuhkan untuk diimplementasikan saat proses
belajar berlangsung. Saavedra dan Opfer (2012) menyarankan guru untuk
menguasai sembilan prinsip keterampilan, yaitu (1) membuat pembelajaran
relevan dengan ‘big picture’; (2) mengajar dengan disiplin; (3) mengembangkan
kemampuan berpikir yang lebih rendah dan lebih tinggi untuk mendorong
pemahaman dalam konteks yang berbeda; (4) mendorong transfer pembelajaran;
(5) membelajarkan bagaimana ‘belajar untuk belajar’ atau metakognisi; (6)
memperbaiki kesalahpahaman secara langsung; (7) menggalakkan kerja sama tim;
(8) memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran; dan (9)
meningkatkan kreativitas siswa.
Prihadi (2017) menyatakan bahwa guru dituntut menguasai kemampuan
4C (critical thinking, communication, collaboration, dan creativity) agar dapat
membiasakan peserta didik dalam proses pembelajaran yang berbasis digital.
Nadiem Makarim menambahkan bahwa sistem pendidikan Indonesia
membutuhkan dua kompetensi baru, yaitu computational thinking dan compassion
(Budiansyah, 2020). Computational thinking merupakan kemampuan untuk
memecahkan masalah di era digital. Sedangkan compassion merupakan sisi
kemanusiaan yang harus dimiliki oleh individu dalam mengembangkan teknologi.
19

C. Mastery Experience
1. Pengertian Mastery Experience
Mastery (penguasaan) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan
pengetahuan, kepandaian, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan
pemahaman adalah mampu menyampaikan ulang sebuah informasi kepada orang
lain dengan kalimatnya sendiri tanpa mengubah makna yang terkandung di
dalamnya (Pratiwi dan Widayati, 2012).
Menurut Loehoer (dalam Nur, 2018) pengalaman (experience) merupakan
kumpulan hal-hal atau kejadian yang dilewati melalui interaksi dengan
lingkungan, ide, serta pikiran yang dilakukan secara terus menerus. Pengalaman
dapat diartikan juga sebagai memory episodic, yaitu memori yang menerima dan
menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat
tertentu yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Syah, 2013:103).
Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari
peristiwa yang dilakukan dalam perjalanan hidupnya (Siagian dalam Nur, 2018).
Pengalaman seseorang dapat ditentukan oleh usia, jenjang pendidikan, keadaan
sosial ekonomi, budaya, jenis pekerjaan, sifat, dan pengalaman berharga di dalam
hidupnya (Notoatmojo dalam Saparwati, 2012).
Mastery Experience atau diartikan sebagai pengalaman keberhasilan
merupakan salah satu dari empat sumber informasi yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan self efficacy (keyakinan individu) seseorang (Bandura dalam
Rustika, 2012). Mastery Experience atau pengalaman keberhasilan adalah segala
pencapaian yang berhasil didapatkan di masa lalu. (Rochmatika, 2019).
Bandura (dalam Rustika, 2012) mengemukakan bahwa mastery experience
memuat informasi tentang keberhasilan dan kegagalan seseorang. Secara spesifik
Bandura menjelaskan jika seseorang berhasil mencapai suatu hal maka akan
meningkatkan self efficacy, sebaliknya kegagalan akan menurunkan self efficacy.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malmberg, dkk. (2014)
menyatakan bahwa semakin bertambah pengalaman dan keyakinan diri seorang
guru dalam mengajar maka meningkat pula tingkat pengalaman keberhasilannya.
Mastery experience merupakan bukti nyata di mana pengalaman-pengalaman di
20

masa lalu dapat membantu guru dalam mengajar di dalam kelas atau
menyelesaikan tugas di dalam sebuah kelompok. (Franziska, 2016).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dirumuskan bahwa mastery
experience (pengalaman keberhasilan) adalah pengalaman di masa lalu yang
memuat informasi tentang keberhasilan dan kegagalan, di mana pengalaman
tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan diri seseorang di masa
depan.

2. Indikator Mastery Experience


Menurut Muliani dan Rangga (2010) pengalaman seseorang dapat diukur
dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu (1) lamanya bekerja, yaitu waktu
yang digunakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan guna meningkatkan
keterampilannya; (2) frekuensi pekerjaan adalah seberapa banyak tugas yang telah
tuntas dilaksanakan sehingga akan meningkatkan pengalamannya; dan (3)
banyaknya pelatihan yang diikuti adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh
pihak tertentu yang berguna untuk menunjang kinerjanya terhadap suatu tugas
atau pekerjaan.
Menurut Foster (dalam Alfentino, 2013) terdapat beberapa hal yang dapat
menentukan berpengalaman tidaknya seseorang yang sekaligus sebagai indikator
mastery experience, yaitu (1) lama waktu/masa kerja adalah ukuran tentang lama
waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang agar dapat memahami
tugas-tugas suatu pekerjaan dan dilaksanakan dengan baik; (2) tingkat
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki merupakan pengetahuan yang
merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, atau informasi lain yang
dibutuhkan oleh seseorang. Pengetahuan mencakup kemampuan untuk memahami
dan mengimplementasikan informasi terhadap tugas pada suatu pekerjaan.
Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu tugas tertentu secara efisien; (3) penguasaan terhadap pekerjaan
dan peralatan, yaitu tingkat penguasaan seseorang dalam melaksanakan aspek-
aspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.

Menurut Handoko (dalam Hapsari, 2017) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi pengalaman seseorang, yaitu (1) latar belakang pribadi meliputi
tingkat pendidikan, pelatihan, dan kursus; (2) minat dan bakat; (3) sikap dan
21

kebutuhan; (4) kemampuan menganalisa; dan (5) keterampilan dan kemampuan


teknik.

D. Adaptability Skill
1. Pengertian Adaptability Skill
Adaptability Skill atau diartikan sebagai kemampuan adaptasi. Arti dari
adaptasi sendiri adalah penyesuaian psikologis terhadap berbagai keadaan yang
berubah untuk mempertahankan fungsi yang normal (Brooker dalam Irfina, 2018).
Hartanto (dalam Putro, 2016) menyatakan adaptasi adalah perubahan tingkah
laku, cara berpikir, dan pendapat individu yang berkembang secara dinamis yang
selaras dengan perubahan lingkungan. Diindikasikan bahwa adaptasi memuat
konsep penyesuaian psikologik, kognitif, emosi, perilaku, dan biofisiologik yang
terus berubah denga kondisi lingkungan yang terus berubah secara dinamis (Putro,
2016). Lebih lanjut, Putro mengemukakan kemampuan adaptasi diri calon guru
respon dan interaksi mencakup: 1) terhadap diri sendiri, 2) terhadap orang lain
baik secara individu maupun kelompok, 3) terhadap lingkungan, 4) terhadap
norma dan aturan yang berlaku, dan 5) terhadap tugas.
Kemampuan adaptasi memiliki peran yang penting untuk keberhasilan
guru dalam hal kepercayaan diri atas kemampuannya pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Selain itu, guru dituntut mampu menyesuaikan diri dengan
adab dan norma yang berlaku di sekolah tempat ia mengajar. (Rivai dan Murni,
2010:214-215).
Schneiders mengemukakan bahwa adaptasi meliputi beberapa aspek, yaitu:
1) secara lapang dada menyadari kegagalan di masa lalu dan berusaha bangkit
untuk mencapai tujuan dalam bekerja, 2) menjadikan kejadian yang telah dilalui
sebagai pengalaman berharga untuk membuat konsep perencanaan yang lebih
matang dalam menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien (Puspitasari, 2015).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dirumuskan bahwa adaptability skill
(kemampuan adaptasi) adalah penyesuaian psikologis, kognitif, emosi, perilaku
serta perubahan sikap dan pemikiran yang selaras dengan perubahan kondisi
lingkungan yang terus berubah secara dinamis.
22

2. Aspek Adaptability Skill


Menurut Putri (2014:20) terdapat dua aspek dalam penyesuaian diri, yaitu
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Penyesuaian pribadi adalah
kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan
yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan
penyesuaian sosial adalah penyesuaian yang terjadi dalam lingkup hubungan
sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-
hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat
tinggalnya, keluarga, sekolah, teman, atau masyarakat luas secara umum.
Teori Runyon & Haber (dalam Warsito, 2013) mengungkapkan bahwa
terdapat lima aspek penyesuaian diri, yaitu (1) persepsi yang akurat terhadap
realita, pengakuan individu terhadap kemungkinan munculnya perubahan persepsi
dan interpretasi pada suatu kejadian; (2) kemampuan mengatasi stres dan
kecemasan, mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan
mampu menerima kegagalan yang dialami; (3) self image positif, gambaran diri
yang positif berkaitan dengan penilaian individu tentang dirinya sendiri sehingga
individu dapat merasakan kenyamanan psikologis; (4) kemampuan untuk
mengungkapkan perasaan, kemampuan individu untuk mengontrol dan
mengeksperiskan emosinya dengan baik; (5) hubungan interpersonal yang baik,
mampu membentuk hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat.
Sementara teori Schneiders (dalam Indrawati & Fauziah, 2012)
mengungkapkan bahwa terdapat tujuh aspek penyesuaian diri yang baik, yaitu (1)
ketiadaan emosi yang berlebihan; (2) ketiadaan mekanisme psikologis; (3)
ketiadaan perasaan frustasi pribadi; (4) pertimbangan rasional dan kemampuan
mengarahkan diri; (5) kemampuan untuk belajar; (6) kemampuan untuk
menggunakan pengalaman masa lalu; serta (7) sikap realistik dan objektif.

3. Faktor yang Mempengaruhi Adaptability Skill


Kemampuan adaptasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti (1)
kondisi fisik yang meliputi hereditas dan konstitusi fisik, sistem utama tubuh, dan
kesehatan fisik; (2) kepribadian yang meliputi kemauan dan kemampuan untuk
berubah, pengaturan diri, realisasi diri, dan intelegensi; (3) edukasi/pendidikan
yang meliputi belajar, pengalaman, latihan, dan determinasi diri; (4) lingkungan
23

yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; serta (5) agama dan
budaya memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang
sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu
(Putri, 2014).
Mu’tadin (dalam Sunarsih 2018) menyatakan bahwa terdapat enam faktor
yang mempengaruhi kemampuan menyesuaiakan diri individu dengan
keterampilan sosialnya, yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, pergaulan
dengan lawan jenis, pertemanan dan solidaritas kelompok, serta kepercayaan diri.
Sementara Fatimah (2010:199) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang, yaitu faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor fisiologis merupakan struktur jasmani, kondisi yang primer dari tingkah
laku yang penting bagi proses penyesuaian diri. Sedangkan faktor psikologis
adalah faktor yang meliputi pengalaman, aktualisasi diri, frusatsi, dan depresi.

4. Kriteria Adaptability Skill


Menurut Semiun (dalam Sunarsih, 2018) terdapat beberapa kriteria untuk
menilai penyesuaian diri. Pertama, kriteria yang berkaitan dengan penyesuaian
diri sendiri, yaitu kesadaran akan motivasi dasar dan pengaruh dari motivasi
tersebut terhadap pemikiran dan tingkah laku. Seseorang yang mampu memahami
diri akan mampu mengetahui kapabilitas dan kekurangan yang dimiliki, mampu
mengatur impuls-impuls, pikiran-pikiran, emosi dan tingkah laku yang ada, serta
mampu menangani masalah.
Kedua, kriteria yang berkaitan dengan penyesuaian dengan orang lain,
yaitu tuntutan agar individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu mampu
mengembangkan hubungan yang sehat dan ramah dengan orang lain, senang
bersahabat dengan orang lain, menghargai hak dan pendapat orang lain, menerima
sikap dan sifat orang lain yang berbeda, dapat berkompromi, dan menerima teman
dengan status ekonomi yang berbeda. Ketiga, kriteria yang berkaitan dengan
kemampuan untuk menghadapi kenyataan, yaitu sikap yang sehat dan realistik
yang menyanggupi seseorang untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya,
bukan sebagaimana yang diharapkan atau yang diinginkannya.
24

5. Adaptability Skill Calon Guru di Era Revolusi Industri 4.0


Rivai dan Murni (2010) mengatakan bahwa guru yang berhasil adalah
yang mampu berdapatasi terhadap teknologi dan berinovasi terhadap
perkembangan zaman. Selain itu, guru juga harus beradaptasi dengan sistem
sekolah yang meliputi perorangan, struktural, kebudayaan, politik, dan pendidikan
di tempat ia bertugas.

Guru mempunyai peran yang penting untuk mempersiapkan sumber daya


manusia yang unggul di era industri 4.0. Pendidikan modern telah
memperkenalkan metode pengajaran dengan pola pendekatan STEAM (Science,
Technology, Engineering, Art, dan Mathematic) yang bertujuan melatih peserta
didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah di kehidupan nyata sesuai
bidang keilmuan masing-masing (Wijaya, dkk. 2015). Selain itu, terdapat literasi
baru yang harus diajarkan kepada peserta didik agar memiliki karakter yang kuat,
yaitu (1) literasi data merupakan kemampuan dalam membaca, menganalisis, dan
menggunakan informasi (big data) di era digital; (2) literasi teknologi merupakan
kemampuan dalam memahami mesin, aplikasi teknologi (coding, artifical
intelligence, dll.); (3) literasi manusia merupakan kemampuan menjalin hubungan
yang baik antar sesama, dan (4) experiental learning merupakan pembelajaran
yang dilakukan berdasarkan pengalaman yang telah dilalui (Junaidi, 2020).

E. Implementasi Kegiatan Pembelajaran Terkait Mastery Experience dan


Adaptability Skill Pada Kesiapan Karir di Jurusan Teknik Elektro

Kegiatan perkuliahan merupakan salah satu wadah implementasi terkait


mastery experience dan adaptability skill pada kesiapan karir di Jurusan Teknik
Elektro. Mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru pada
kegiatan perkuliahan selama 16 minggu setiap semesternya (Kalender Akademik
UM, 2018). Adapun matakuliah pada Program Studi S1 Pendidikan Teknik
Elektro dibagi menjadi dua macam, yaitu matakuliah bidang keteknikan dan
keguruan (Kurikulum S1 PTE, 2014). Matakuliah keteknikan berfokus pada
bidang elektro itu sendiri, seperti rangkaian listrik, gambar teknik, elektronika
analog, elektronika digital, sistem cerdas, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk
matakuliah bidang keguruan berfokus untuk menyiapkan mahasiswa menjadi
tenaga pendidik yang profesional, seperti belajar dan pembelajaran, perencanaan
25

pembelajaran, praktik pembelajaran mikro, workshop pengelolaan kelas, dan lain


sebagainya. Kemampuan adaptasi mahasiswa akan dilatih saat perkuliahan
berlangsung, karena setiap matakuliah memiliki karakteristiknya masing-masing.
Mahasiswa akan diberikan berbagai macam tugas oleh dosen, baik yang sifatnya
individu maupun kelompok. Tugas individu meliputi presentasi di depan kelas,
mengerjakan latihan soal, dan ujian akhir. Sedangkan tugas kelompok diberikan
melalui kegiatan praktikum atau pembuatan trainer. Seorang mahasiswa yang
terlalu individualis akan mengalami kesulitan saat dihadapkan pada tugas
kelompok, sebaliknya mahasiswa yang terlalu mengandalkan temannya tentu akan
mengalami kesulitan saat mengerjakan tugas individu. Mahasiswa harus mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya agar dapat menyelesaikan setiap tugas
dengan baik.
Selain kegiatan perkuliahan di dalam kelas, terdapat juga matakuliah wajib
yang harus ditempuh di luar kelas, yaitu Praktik Industri (PI) dan Kajian dan
Praktik Lapangan (KPL). Praktik industri merupakan kegiatan belajar mahasiswa
yang dilakukan pada perusahaan atau industri secara terbimbing dan terpadu
dalam keahlian bidang studi sebagai wahana pembentukan kemampuan akdemik
(Petunjuk Teknik Praktik Industri, 2019). Pelaksanaan Praktik Industri
berlangsung selama 8-10 minggu yang dilaksanakan secara individu maupun
berkelompok yang dibimbing oleh satu orang dosen pembimbing dari jurusan dan
satu orang pembimbing dari industri. Tujuan dari kegiatan Praktik Industri adalah
melatih mahasiswa agar memiliki keahlian profesional, meningkatkan wawasan
mahasiswa tentang dunia kerja, dan menyiapkan lulusan yang memiliki
keterampilan dan etos kerja. Di samping itu, mahasiswa juga mendapatkan
pengalaman yang berharga selama kegiatan tersebut. Pengalaman-pengalaman ini
akan mempengaruhi perkembangan mahasiswa, baik pada aspek afektif, kognitif,
maupun psikomotoriknya. Soft skill dan hard skill yang didapatkan dari Praktik
Industri dapat diterapkan saat berkarir menjadi guru, seperti pada kegiatan
praktikum maupun sebagai bahan motivasi kepada peserta didik.
Kajian dan Praktik Lapangan (KPL) juga termasuk salah satu matakuliah
yang wajib ditempuh oleh mahasiswa program studi S1 PTE UM. Kajian dan
Praktik Lapangan merupakan kulminasi dari pengalaman belajar teoritis dan
26

praktis untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa agar siap menjadi tenaga


kependidikan dan non kependidikan yang profesional (Petunjuk Pelaksanaan PPL
Keguruan UM, 2015). Tujuan dari KPL adalah memberikan pengalaman praktis
di sebuah sekolah melalui kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun
mengerjakan tugas-tugas sebagai tenaga pendidik di luar kelas. Sebagai calon
guru, memiliki pengalaman mengajar sebanyak-banyaknya merupakan hal yang
sangat penting. Saat menjadi tenaga pendidik yang profesional, tidak lagi
memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi karena telah menguasai
keterampilan mengajar yang dibutuhkan.
Kegiatan perkuliahan bukanlah satu-satunya tempat atau sumber bagi
mahasiswa dalam mencari ilmu. Bahkan waktu yang singkat tersebut sangat
kurang dalam mengembangkan potensi dan bakatnya. Sebagian mahasiswa akan
mengeskplorasi dirinya melalui kegiatan yang lain dengan menjadi anggota aktif
di Organisasi Pemerintahan Mahasiswa (OPM), seperti Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ), Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF), Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Organisasi-
organisasi tersebut dapat menjadi wahana dan sarana pengembangan diri
mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta
integritas kepribadian (BAKPIK UM, 2020). Sebagai anggota organisasi, tentu
tugas dan tanggung jawabnya akan semakin besar seiring dengan naiknya jabatan
tiap periode kepengurusan. Ilmu dan pengalaman keorganisasian akan membantu
mahasiswa dalam mempersiapkan karirnya di masa depan.
Terdapat juga Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM) seperti
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berfungsi sebagai wadah bagi mahasiswa
dalam mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan minatnya masing-
masing. Mahasiswa dapat menyalurkan hobinya melalui kegiatan UKM, bahkan
mencetak prestasi dengan mengikuti perlombaan, baik di level nasional maupun
internasional. Prestasi tersebut dapat menjadi pemicu bagi individu untuk
mengetahui jenis pekerjaan atau bidang karir apa yang lebih disukai. Sehingga
mahasiswa mampu merencakan karirnya dengan tepat berdasarkan minat dan
bakat melalui kegiatan UKM yang dijalani.
27

Pengetahuan dan persiapan karir merupakan hal yang penting bagi


mahasiswa sehingga individu tidak akan mengalami kesulitan yang berarti (Imam
dan Himam, 2014). Salah satu penyebab tingginya angka pengangguran adalah
lemahnya perencanaan karir lulusan diploma maupun sarjana (Greenbank dan
Hepworth, 2008). Akan tetapi, tidak ada matakuliah yang secara spesifik
membicarakan tentang wawasan karir kepada mahasiswa. Pengetahuan tentang
karir tersebut bisa didapatkan melalui badan layanan yang telah disediakan oleh
Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri
Malang (LP3 UM), yaitu Pusat Pengembangan Bimbingan Konseling Karier dan
Kompetensi Akademik (P2BK3A). Tujuan berdirinya P2BK3A adalah salah
satunya untuk membantu mahasiswa dalam mengembangkan potensi diri dan
kepribadian secara optimal di bidang karir dan akademik (Keputusan Rektor UM,
2019). Bentuk pelayanan yang disediakan adalah salah satunya memberikan
bimbingan dan konseling di bidang karir, seperti bimbingan perencanaan karir,
bimbingan persiapan memasuki dunia usaha dan dunia industri, career days, job
fair, dan konseling karir. Mahasiswa yang berinisiatif melakukan bimbingan dan
konseling di bidang karir dapat berkonsultasi dengan konselor yang telah
disediakan oleh P2BK3A untuk mendapatkan evaluasi terhadap permasalahannya.
Selain itu, P2BK3A juga mengadakan pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan
pengembangan karir, pengembangan akademik, dan pengembangan pribadi yang
bertujuan meningkatkan kualitas mahasiswa agar siap terjun berkarir di era
industri 4.0.

F. S1 Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang


Pendidikan Teknik Elektro merupakan salah satu program studi di Jurusan
Teknik Elektro yang resmi dibuka pada tahun 2009 dan sudah terakreditasi A oleh
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di tahun 2013. Program
studi yang diketuai oleh Dr. Yuni Rahmawati, S.T., M.T ini memiliki visi
menjadikan program studi yang unggul dan menjadi rujukan nasional dalam
pengembangan pendidikan, khususnya di bidang pendidikan teknik elektro. Salah
satu tujuan pendidikan program studi S1 Pendidikan Teknik Elektro adalah
menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan kompetensi di bidang
keguruan dan keteknikan. Kompetensi bidang keguruan meliputi kompetensi
28

pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan kompetensi bidang


keteknikan terbagi menjadi dua, yaitu keahlian elektro dan keahlian elektronika.
Selain itu, lulusan program studi S1 Pendidikan Teknik Elektro juga diharap
memiliki kompetensi-kompetensi yang lain seperti berwirausaha dan
mengembangkan pelatihan keterampilan baik di bidang elektro dan elektronika
(Kurikulum S1 PTE, 2014).

G. Penelitian yang Relevan


Penelitian terkait tentang mastery experience yang dilakukan oleh Putrisari
(2017) dengan judul “Hubungan Antara Self Efficacy, Self Esteem, dan Perilaku
Siswa Madrasah Aliyah Negeri di Malang Raya. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa tingkat self efficacy, self esteem, dan prokrastiansi siswa
Madrasah Aliyah termasuk dalam tingkatan sedang. Hasil uji menunjukkan terjadi
hubungan yang negatif antar variabel, maksudnya adalah jika self efficacy dan self
esteem tinggi maka prokrastinasi rendah, sebaliknya jika self efficacy dan self
esteem rendah maka prokrastinasi tinggi.
Penelitian terkait tentang adaptability skill yang dilakukan oleh Irfina
(2019) dengan judul “Hubungan Self Actualization dan Adaptability Capability
Terhadap Kemandirian dalam Memutuskan Kerja Siswa Kelas XII Kompetensi
Keahlian TKJ SMK Negeri di Kota Malang”. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan pada setiap
variabel untuk mempengaruhi kemandirian siswa dalam memutuskan kerja setelah
lulus sekolah sehingga siswa mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat
dan potensi yang dimiliki.
Penelitian terkait tentang adaptability skill yang dilakukan oleh Sunarsih
(2018) dengan judul “Hubungan Self Esteem dan Pengalaman Belajar yang
Bermakna dengan Kemampuan Adaptasi Terhadap Dunia Kerja Pada Siswa
Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan SMKN Kota Malang. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan secara simultan antara self esteem dan pengalaman belajar yang
bermakna dengan kemampuan adaptasi terhadap dunia kerja pada siswa
Kompetensi Keahlian TKJ SMKN Kota Malang.
29

Penelitian terkait tentang kesiapan karir yang dilakukan oleh Ridho (2018)
dengan judul “Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Kematangan Karir
pada Siswa Kelas XII di SMK 3 Negeri Malang. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa adanya hubungan positif tidak signifikan antara motivasi
berprestasi dan kematangan karir.
Penelitian terkait tentang kesiapan karir yang dilakukan oleh Kholifah
(2018) dengan judul Hubungan Perilaku Positif dalam Praktikum dan
Keterlaksanaan Bimbingan Karir dengan Kesiapan Berkarir di Dunia Industri
Siswa SMKN Kelas XII Program Keahlian Multimedia di Kota Malang. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan secara simultan antara perilaku positif dalam praktikum dan
keterlaksanaan bimbingan karir dengan kesiapan berkarir di dunia industri pada
siswa SMKN kelas XII Program Keahlian Multimedia di Kota Malang.

H. Kerangka Berpikir
1. Hubungan mastery experience terhadap kesiapan karir sebagai calon
guru di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 Pendidikan Teknik
Elektro Universitas Negeri Malang

Mastery experience (pengalaman keberhasilan) merupakan salah satu


faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Bandura (dalam
Rustika, 2012) mengemukakan bahwa mastery experience memuat informasi
tentang keberhasilan dan kegagalan seseorang. Secara spesifik Bandura
menjelaskan jika seseorang berhasil mencapai suatu hal maka akan meningkatkan
self efficacy, sebaliknya kegagalan akan menurunkan self efficacy.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malmberg, dkk. (2014)
menyatakan bahwa semakin bertambah pengalaman dan keyakinan diri seorang
guru dalam mengajar maka meningkat pula tingkat pengalaman keberhasilannya.
Franziska (2016) menambahkan bahwa mastery experience merupakan bukti
nyata di mana pengalaman-pengalaman di masa lalu dapat membantu guru dalam
mengajar di dalam kelas atau menyelesaikan tugas di dalam sebuah kelompok.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diindikasikan bahwa mastery
experience merupakan aspek yang dibutuhkan karena dapat mempengaruhi
kesiapan berkarir individu. Dengan memiliki pengalaman keberhasilan, individu
30

akan lebih siap dan percaya diri untuk memulai karirnya sebagai seorang guru,
baik dari segi kognitif maupun afektif. Pengalaman-pengalaman tersebut
merupakan bekal bagi individu untuk bersaing dan berkembang di era revolusi
industri 4.0.

2. Hubungan adaptability skill terhadap kesiapan karir sebagai calon guru


di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 Pendidikan Teknik
Elektro Universitas Negeri Malang

Adaptability skill (kemampuan beradaptasi) adalah perubahan tingkah


laku, cara berpikir, dan pendapat individu yang berkembang secara dinamis yang
selaras dengan perubahan lingkungan (Hartanto dalam Putro, 2016). Artinya,
seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya
akan memiliki nilai yang lebih di mata masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa adaptability skill
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan berkarir
seseorang, khususnya sebagai calon guru. Era revolusi industri 4.0 menuntut
setiap individu untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang super cepat.
Individu yang kesulitan menyesuaikan diri atau bahkan menolak terhadap
perkembangan teknologi, tentu akan tertinggal oleh para pesaingnya. Sebaliknya,
seseorang yang mengikuti perkembangan zaman dan mampu beradaptasi terhadap
lingkungannya dengan baik, tentunya akan lebih mudah menempatkan dirinya
bekerja di mana dan sebagai apa. Oleh karena itu, individu dinilai akan lebih siap
untuk terjun dan berkarir di dunia industri apabila memiliki kemampuan adaptasi
yang baik.

3. Hubungan mastery experience dan adaptability skill terhadap kesiapan


karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1
Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang

Berdasarkan kerangka berpikir sebelumnya yaitu hubungan mastery


experience terhadap kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0
dan hubungan adaptability skill terhadap kesiapan karir sebagai calon guru di era
revolusi industri 4.0, diharapkan akan memiliki hubungan yang positif dan
signifikan antara mastery experience dan adaptability skill terhadap kesiapan
karor sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 PTE UM.
31

Kesiapan karir sebagai calon guru merupakan hal yang sulit dicapai oleh
seorang mahasiswa, mengingat pengalaman mengajar yang diperoleh dari kampus
hanya didapatkan dari perkuliahan dan kegiatan KPL (Kajian dan Praktik
Lapangan) selama kurang lebih 6 minggu. Dengan waktu yang singkat tersebut,
mahasiswa yang tidak berinisiatif mengembangkan pengalaman mengajarnya di
luar kegiatan perkuliahan maupun KPL, tentu akan mengalami kesulitan di masa
depan ketika sudah menjadi tenaga pendidik di sekolah formal maupun informal.
Kesiapan berkarir ini merupakan bekal bagi mahasiswa di masa depan untuk
memulai karirnya di bidang apapun. Industri kreatif akan lebih tertarik kepada
individu yang sudah siap ditempatkan di manapun, tidak lagi mencari seseorang
yang minim pengalaman karena teknologi informasi sudah terbuka lebar bagi
siapapun yang ingin belajar. Memiliki perencanaan yang jelas, memiliki wawasan
tentang dunia kerja, dan mampu membuat keputusan karir adalah beberapa aspek
yang dapat menunjang kesiapan berkarir. Ketika seseorang sudah siap untuk
berkarir, maka ia akan mudah dalam menyelesaikan tugasnya dalam suatu
pekerjaan tertentu.
Mastery experience merupakan salah satu aspek penting yang harus
dimiliki seseorang. Pengalaman keberhasilan di masa lalu akan membangun
kepercayaan diri seseorang dalam memulai karirnya. Pengalaman-pengalaman
yang telah dilalui, baik keberhasilan maupun kegagalan, dapat menjadi motivasi
dan bahan instrospeksi diri. Pencapaian di masa lalu dapat menjadi modal
seseorang dalam melamar sebuah pekerjaan di suatu instansi. Pihak instansi akan
lebih mempertimbangkan seseorang yang memiliki pengalaman lebih dari pada
yang kurang. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara mastery
experience dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0
saling berkesinambungan.
Sementara hubungan antara adaptability skill dengan kesiapan karir
sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0, menurut Brooker (dalam Irfina,
2018) adaptasi diartikan sebagai penyesuaian psikologis terhadap berbagai
keadaan yang berubah untuk mempertahankan fungsi yang normal. Individu yang
mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya akan terlihat
menonjol di mata orang lain. Hal ini dapat membangun lingkungan kerja yang
32

harmonis. Beberapa indikator yang mempengaruhi adaptasi seseorang, yaitu (1)


kondisi fisik yang meliputi hereditas dan konstitusi fisik, sistem utama tubuh, dan
kesehatan fisik; (2) kepribadian yang meliputi kemauan dan kemampuan untuk
berubah, pengaturan diri, realisasi diri, dan intelegensi; (3) edukasi/pendidikan
yang meliputi belajar, pengalaman, latihan, dan determinasi diri; (4) lingkungan
yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; serta (5) agama dan
budaya memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang
sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu
(Putri, 2014).
Paparan di atas dapat dijelaskan bahwa mahasiswa S1 PTE UM yang
memiliki mastery experience yang tinggi dan adaptability skill yang baik akan
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapan karir sebagai
calon guru di era revolusi industri 4.0 berdasarkan pengalaman keberhasilan yang
dicapai dan kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya
yang memudahkan untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dihadapinya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah ex post facto. Artinya penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang variabel yang diteliti dan untuk
mengetahui hubungan antara variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2017:2)
metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu.
Menurut Sugiyono (2017:8) penelitian kuantitatif adalah suatu metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data mengguakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Menurut Arikunto (2013:234) penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan. Penelitian korelasional dapat dikategorikan sebagai penelitian
deskriptif, di mana Arikunto (2013:247) menjelaskan bahwa penelitian
korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel.
Berdasarkan pokok pikiran tersebut, penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan desain penelitiannya adalah deskriptif korelasional. Penelitian
ini menggunakan dua variabel bebas, meliputi mastery experience (X1) dan
adaptability skill (X2), serta variabel terikat kesiapan karir sebagai calon guru di
era revolusi industri 4.0 (Y). Rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

33
34

X1 r1y
R12y Y
r12
X2 r2y

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian


(Sumber: Sugiyono, 2015:68)

Keterangan:
X1 = Mastery experience
X2 = Adaptability skill
Y = Kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0
r1y = Hubungan parsial antara X1 dan Y
r2y = Hubungan parsial antara X2 dan Y
r12 = Interkorelasi antara X1 dan X2
R12y = Hubungan simultan antara X1 dan X2 dengan Y

Berdasarkan konfigurasi Gambar 3.1. dapat diketahui bahwa penelitian ini


akan mencari hubungan antara mastery experience dengan kesiapan karir,
hubungan antara adaptability skill dengan kesiapan karir, dan hubungan secara
simultan antara mastery experience dan adaptability skill dengan kesiapan karir
sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0. Untuk mengetahui hubungan X1
dengan Y dan X2 dengan Y, digunakan teknik korelasi sederhana atau regresi
sederhana. Sedangkan untuk mengetahui hubungan X1 dan X2 dengan Y
menggunakan teknik korelasi ganda atau regresi linear berganda. Untuk
mengetahui hubungan antara X1 dan X2 menggunakan uji prasyarat data (uji
multikolinearitas).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80).
Populasi adalah keseluruhan yang menjadi target dalam menggeneralisasikan hasil
penelitian (Sanjaya, 2013:228)
35

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Program Studi S1


Pendidikan Teknik Elektro angkatan 2016 Universitas Negeri Malang dengan
jumlah 86 mahasiswa (Teknik Elektro UM, 2019).

2. Sampel
Menurut Sugiyono (2017:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tertentu. Dalam pengambilan sampel dari
populasi harus betul-betul representatif (mewakili) karena sampel harus
mencerminkan bagaimana keberadaan suatu populasi.
Berdasarkan data populasi dari mahasiswa aktif Program Studi S1
Pendidikan Teknik Elektro angakatan 2016, maka penelitian ini mengambil semua
populasi yang ada di dalamnya agar memperoleh hasil yang akurat dan sesuai
dengan apa yang diharapkan. Metode untuk mengambil sampel yaitu
menggunakan jenis sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2017:122) teknik
sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua populasi digunakan
sebagai sampel. Teknik sampling jenuh dipilih karena jumlah populasi hanya 86
mahasiswa, sehingga keseluruhan populasi dijadikan sampel.

C. Instrumen Penelitian
Arikunto (2013:203) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah alat
atau fasilitas yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, sehingga data tersebut mudah
diolah. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan
kuisioner. Menurut Sugiyono (2017:142) kuisioner adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Rancangan instrumen
pengumpulan data terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Instrumen Pengumpulan Data
No. Nama Variabel Variabel Instrumen Pengumpulan Data
1 Mastery Experience X1 Angket/Kuisioner
2 Adaptability Skill X2 Angket/Kuisioner
3 Kesiapan Karir Y Angket/Kuisioner
36

Variabel mastery experience, adaptability skill, dan kesiapan karir sebagai


calon guru di era revolusi industri 4.0 menggunakan skala likert dengan empat
kategori jawaban. Menurut Sugiyono (2017:134) skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial. Data yang terkumpul melalui angket kemudian diolah dengan
cara menetapkan skor jawaban dari pertanyaan yang telah dijawab oleh
responden, di mana pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Skor Pilihan Jawaban pada Angket
No. Keterangan Skor
1 Sangat Setuju/selalu/sangat positif 5
2 Setuju/sering/positif 4
3 Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3
4 Tidak Setuju/hampir tidak pernah/negatif 2
5 Sangat Tidak Setuju/tidak pernah 1
(Sumber: Sugiyono, 2017:135)

1. Instrumen Kesiapan Karir


Teknik untuk mengetahui dan mengukur tingkat kapabilitas kesiapan karir
sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 mahasiswa Program Studi S1
Pendidikan Teknik Elektro angkatan 2016 Universitas Negeri Malang, dibutuhkan
instrumen untuk mengukur tingkat kesiapan karir yang diperoleh mahasiswa
sebagai calon guru. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kesiapan karir
mahasiswa dapat diindikasikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Kesiapan Karir
Indikator Deskriptor
• Pengetahuan karir • Membuat perencanaan karir.
(Suherman, 2013). • Membuat keputusan karir.
• Memiliki wawasan tentang dunia kerja.
• Kemampuan guru di era revolusi • Mampu berpikir kritis.
industri 4.0 • Berkomunikasi dengan baik.
Prihadi (2017); Budiansyah (2020). • Mampu bekerja sama.
• Memiliki kreativitas.
• Mampu memecahkan masalah.
• Memiliki sisi kemanusiaan.
• Keterampilan guru • Mampu memanfaatkan teknologi dalam
Daryanto dan Karim (2017); Saavedra mendukung pembelajaran.
dan Opfer (2012). • Mampu mengajarkan etika dalam
menggunakan teknologi.

Instrumen berupa angket tertutup, pernyataan dalam angket yang dibuat


menjadi kalimat positif dan negatif. Sehinga diberikan aturan penilaian atau
37

pemberian skor berdasarkan dengan pernyataan tersebut dengan empat tingkatan


skala likert yang akan diisi sesuai dengan kondisi responden.

2. Instrumen Mastery Experience


Teknik untuk mengetahui dan mengukur tingkat kapabilitas mastery
experience di era revolusi industri 4.0 mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan
Teknik Elektro angkatan 2016 Universitas Negeri Malang, dibutuhkan instrumen
untuk mengukur tingkat mastery experience yang diperoleh mahasiswa sebagai
calon guru. Instrumen yang digunakan untuk mengukur mastery experience
mahasiswa dapat diindikasikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Instrumen Mastery Experience
Indikator Deskriptor
• Pengalaman belajar • Memiliki pengalaman belajar
Muliani dan Rangga (2010); Alfentino (2013). • Mengetahui prosedur pekerjaan
• Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan • Dapat melaksanakan aspek pekerjaan
Muliani dan Rangga (2010); Alfentino (2013). • Mampu menggunakan peralatan kerja
• Tingkat keterampilan • Menguasai teknik pekerjaan
Muliani dan Rangga (2010); Alfentino (2013). • Dapat bekerja secara mandiri

Instrumen berupa angket tertutup, pernyataan dalam angket yang dibuat


menjadi kalimat positif dan negatif. Sehinga diberikan aturan penilaian atau
pemberian skor berdasarkan dengan pernyataan tersebut dengan empat tingkatan
skala likert yang akan diisi sesuai dengan kondisi responden.
3. Instrumen Adaptability Skill
Teknik untuk mengetahui dan mengukur tingkat kapabilitas adaptability
skill di era revolusi industri 4.0 mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Teknik
Elektro angkatan 2016 Universitas Negeri Malang, dibutuhkan instrumen untuk
mengukur tingkat adaptability skill yang diperoleh mahasiswa sebagai calon guru.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur mastery experience mahasiswa dapat
diindikasikan pada Tabel 3.5.
38

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Instrumen Adaptability Skill


Indikator Deskriptor
• Penyesuaian diri • Mampu mengatasi masalah-masalah
Putri (2014); Warsito (2013). dalam hidup
• Mampu menerima kegagalan yang
dialami.
• Kemampuan memanfaatkan teknologi • Dapat memanfaatkan internet of things
Nurkholis dan Badawi (2019); Wijaya, dkk. pada pembelajaran
(2015). Junaidi (2020). • Dapat menerapkan pembelajaran
berbasis STEAM
• Memiliki literasi teknologi
• Adaptasi guru • Mampu beradaptasi pada sistem
Rivai dan Murni (2010); Putro (2016). sekolah
• Dapat berinteraksi terhadap lingkungan
sekolah

Instrumen berupa angket tertutup, pernyataan dalam angket yang dibuat


menjadi kalimat positif dan negatif. Sehinga diberikan aturan penilaian atau
pemberian skor berdasarkan dengan pernyataan tersebut dengan empat tingkatan
skala likert yang akan diisi sesuai dengan kondisi responden.

D. Uji Coba Instrumen


Uji coba instrumen dilakukan untuk bisa mengetahui validitas dan
reliabilitas kuisioner. Instrumen yang telah disusun sebelumnya harus dilakukan
pengujian untuk mengetahui kelayakan instrumen tersebut sebagai alat untuk
mengumpulkan data yang akurat dan sistematis. Subjek uji coba dalam penelitian
ini yaitu mahasiswa Program Studi S1 Pendidik Teknik Informatika angkatan
2016 dengan jumlah responden sebagai uji coba penelitian sebanyak 30
mahasiswa. Menurut Singarimbun dan Efendi (1995) mengatakan bahwa jumlah
minimal uji coba kuisioner adalah 30 responden. Dengan jumlah minimal 30
orang maka distribusi nilai akan lebih mendekati kurva normal.
Uji coba dilakukan di Program Studi S1 Pendidikan Teknik Informatika
angkatan 2016 dengan alasan mahasiswa tersebut representatif dengan populasi
yang diteliti. Instrumen yang diuji coba adalah mastery experience, adaptability
skill, dan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Menurut Arikunto (2013:211), semakin tinggi
nilai validitas yang diperoleh dalam sebuah instrumen, maka semakin valid
39

instrumen tersebut. Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan


oleh expert judgment. Instrumen disusun kembali dan diuji menggunakan aplikasi
SPSS setelah dilakukan revisi oleh expert judgment. Uji validitas kuisioner
menggunakan korelasi product moment, korelasi ini biasa digunakan dalam
menguji validitas soal, yaitu skor tiap butir soal dikorelasikan dengan skor total
hasil test, di mana instrumen yang valid jika nilai r memiliki signifikansi p < 0,05.
Pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS.

2. Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2017:199), instrumen yang reliabel adalah instrumen
yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan
menghasilkan data yang sama. Dalam pengujian reliabilitas menggunakan
bantuan program SPSS untuk mengetahui nilai dari koefisien Cronbach’s Alpha.
Reliabilitas instrumen dikatakan valid dengan berpedoman pada nilai α > 0,7.
Untuk menentukan tinggi rendahnya reliabilitas instrumen penelitian, maka
digunakan kategori dari Guilford seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kategori Reliabilitas


No. Koefisien Reliabilias Kategori
1 0,9 < rxy ≤ 1 Sangat Tinggi
2 0,7 < rxy ≤ 0,9 Tinggi
3 0,4 < rxy ≤ 0,7 Cukup
4 0,2 < rxy ≤ 0,4 Rendah
5 0,00 < rxy ≤ 0,2 Sangat Rendah

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data-data yang diinginkan sesuai dengan variabel yang diteliti untuk
mencapai tujuan dari penelitian. Melalui beberpa jenis teknik pengumpulan data,
dapat digunakan berdasarkan pertimbangan sesuai dengan masalah dan variabel
yang diteliti. Pengumpulan data untuk seluruh variabel, yaitu mastery experience
(X1), adaptability skill (X2), dan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi
industri 4.0 (Y) diambil menggunakan angket atau kuisioner.
Kuisioner ini dilakukan secara online. Hal ini dilakukan karena adanya
beberapa faktor, yaitu (a) responden merupakan mahasiswa angkatan 2016 atau
mahasiswa semester akhir yang notabenenya rata-rata sudah tidak ada kelas,
40

sehingga akan kesulitan untuk pengambilan data jika dilakukan secara offline; dan
(b) tidak menguras tenaga dan waktu. Pengumpulan data dilakukan secara
bertahap. Adapun tahapan-tahapannya yaitu:
1. Tahap Awal (Persiapan)
Kegiatan awal dilakukan dengan menyusun instrumen dalam bentuk
angket atau kuisioner. Setelah angket tersusun kemudian dilakukan pengujian
instrumen dan pengecekan kelengkapan data angket dan angket siap untuk
dibagikan ke responden. Selanjutnya yaitu memeriksa kembali kelengkapan
angket yang sudah diisi oleh responden.

2. Tahap Kedua (Tabulasi Data)


Tahap kedua dilakukan dengan memberikan skor pada setiap item jawaban
dan menjumlahkan skor yang didapat dari setiap variabel untuk mendapatkan skor
mentah. Selanjutnya data diolah menggunakan uji statistik melalui software SPSS.

3. Tahap Akhir (Analisis Data)


Tahap akhir dilakukan dengan analisis data yang bertujuan untuk
menjawab rumusan masalah dan membuktikan hipotesis penelitian. Selanjutnya
menyusu laporan dan melengkapi lampiran yang dibutuhkan dalam penyusunan
laporan.

F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil rekaman angket dan nilai sekunder
kemudian diperoleh dan diolah untuk memenuhi tujuan penelitian. Tahapan
analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji prasyarat analisis,
dan uji hipotesis.

1. Analisis Deskriptif
Deskripsi data yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul. Analisis deskripsi yang digunakan adalah analisis persentase
untuk menentukan persentase skor perolehan dengan menghitung distribusi
frekuensi, skor total, harga skor rata-rata, serta simpangan skor maksimal dan
minimum.
41

Pada setiap variabel dalam penelitian ini memiliki jumlah item angket
yang berbeda. Interval kelas atau panjang kelas ditentukan dengan persamaan 3.1.
Banyak kelas dibagi menjadi empat, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat
rendah.

Penjang Kelas Interval = ........................................ (3.1)

Setelah panjang kelas interval diketahui, total tiap data nilai mahasiswa
dimasukkan ke kelas interval. Sehingga didapatkan frekuensi tiap klasifikasi atau
kategori yang kemudian dipersentasekan dengan menggunakan persamaan 3.2.
P= 100%.....................................................................................................(3.2)

Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi responden
N = Jumlah responden
2. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis digunakan untuk memperoleh informasi terkait data
yang telah terkumpul untuk mengetahui apakah data sudah memenuhi syarat
untuk dilakukan ke pengujian hipotesis. Beberapa uji prasyarat yang dilakukan
yaitu: (a) uji normalitas; (b) uji lineartias; (c) uji multikolinearitas; (d) uji
autokorelasi; dan (e) uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahi sebaran data pada suatu
kelompok data terdistribusi secara normal ataukah tidak. Apabila sebaran data
tidak normal maka disarankan menggunakan uji statistik nonparametrik. Pada
penelitian ini digunakan uji One-Sample Kolmologrov-Smirnov, dengan ketentuan
jika nilai Psig ≥ 0,05 maka data terdistribusi normal. Uji normalitas menggunakan
bantuan software SPSS.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk menguji apakah dua variabel memiliki
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan (Priyanto, 2013:46). Menurut
Sugiyono (2017:265) kalau data tidak linear maka analisis regresi tidak bisa
dilanjutkan. Pada penelitian ini digunakan analisis regresi sederhana dengan
42

melihat signifikansi test for linearity pada program SPSS dengan taraf signifikansi
0,05. Data dikategorikan linier jika nilai Psig ≤ 0,05.
c. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana antara dua variabel independen
atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linier yang sempurna atau
mendekati sempurna. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya
masalah multikolinieritas. Apabila terjadi multikolinieritas maka sebuah variabel
yang berkorelasi kuat dengan variabel lain, kekuatan prediksinya tidak handal dan
tidak stabil. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dengan melihat
nilai tolerance dan VIP (Vale of Inflation Factor) pada SPSS. Semakin kecil nilai
tolerance dan semakin besar VIP maka semakin mendekati terjadinya masalah
multikoliniearitas (Priyanto, 2013:59).
d. Uji Autokorelasi
Menurut Priyanto (2013:61) autokolerasi adalah keadaan di mana
terjadinya korelasi dari residual untuk pengamatan satu dengan pengamatan yang
lain yang disusun menurut rentan waktu, di mana model regresi yang baik
mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Apabila terdapat autokorelasi
maka variansi sampel tidak dapat menggambarkan variansi populasi serta
koefisien regresi yang diperoleh kurang akurat. Uji autokorelasi menggunakan uji
Durbin-Watson dengan bantuan program SPSS. Keputusan ada tidaknya
autokorelasi adalah (1) bila DW berada di antara dU sampai 4 – dU maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol, artinya tidak ada autokorelasi; (2) bila
nilai DW lebih kecil daripada dL koefisien autokorelasi lebih dari pada nol,
artinya ada autokorelasi positif; (3) bila nilai DW di antara dL dan dU maka tidak
dapat disimpulkan; (4) bila DW lebih besar dari pada 4-dL koefisien autokorelasi
lebih besar dari pada nol artinya ada autokorelasi negatif, serta (5) bila DW
terletak di antara 4 – dU dan d – dL maka tidak dapat disimpulkan (Priyatno,
2013:62).
e. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana terjadinya ketidaksamaan
varian dari residual pada model regresi. Model regresi yang baik mensyaratkan
tidak adanya masalah heteroskedastisitas karena menyebabkan nilai koefisien
43

determinasi akan sangat tinggi. Adanya heteroskedastisitas berarti terdapat salah


satu atau beberapa variabel bebas yang nilai p uji parsialnya signifikan atau
menerima H1. Deteksi heterokedastisitas dengan melihat pola titik pada
scatterplots regresi. Jika titik-titik menyebar pada pola yang tidak jelas di bawah
dan di atas angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas
(Priyanto, 2013:60).

3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk memastikan adanya hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat baik secara parisal maupun secara simultan.
Maka untuk menganalisa data hasil penelitian akan digunakan uji hipotesis
sebagai berikut:
a. Uji Hipotesis Pertama
Uji hipotesis pertama digunakan untuk mengungkap adanya hubungan
antara variabel bebas X1 yaitu mastery experience dengan variabel terikat Y yaitu
kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0. Pengujian ini
menggunakan teknik analisis korelasi parsial dengan bantuan software SPSS.
Analisis korelasi parsial digunakan untuk mengetahui hipotesis pertama dan
kedua dengan melihat tabel coefficient pada kolom sig. Jika p < 0,05, maka terjadi
hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel yang diinterpretasikan
bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Namun jika p > 0,05, maka tidak terjadi
hubungan yang positif dan signifikan dan dapat diinterpretasikan bahwa H0
diterima dan Ha ditolak. Adapun hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
Ha1 = Terdapat hubungan positif dan signifikan antara mastery experience
dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang.
Ho1 = Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara mastery experience
dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elekro Universitas Negeri Malang.
44

b. Uji Hipotesis Kedua


Uji hipotesis kedua digunakan untuk mengungkap adanya hubungan antara
variabel bebas X2 yaitu adaptability skill dengan variabel terikat Y yaitu kesiapan
karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0. Pengujian ini menggunakan
teknik analisis korelasi parsial dengan bantuan software SPSS. Analisis korelasi
parsial digunakan untuk mengetahui hipotesis pertama dan kedua dengan melihat
tabel coefficient pada kolom sig. Jika p < 0,05, maka terjadi hubungan positif dan
signifikan antara kedua variabel yang diinterpretasikan bahwa Ha diterima dan Ho
ditolak. Namun jika p > 0,05, maka tidak terjadi hubungan yang positif dan
signifikan dan dapat diinterpretasikan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Adapun
hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha2 = Terdapat hubungan positif dan signifikan antara adaptability skill dengan
kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang.
Ho2 = Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara adaptability skill
dengan kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 pada
mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elekro Universitas Negeri Malang.

c. Uji Hipotesis Ketiga


Uji hipotesis ketiga digunakan untuk mengungkap adanya hubungan antara
variabel bebas mastery experience (X1) dan adaptability skill (X2) dengan variabel
terikat kesiapan karir sebagai calon guru di era revolusi industri 4.0 (Y). Uji
hipotesis ini menggunakan analisis regresi ganda dengan bantuan software SPSS.
Untuk menggunakan koefisien korelasi ganda R ini, digunakan statistik uji F
dengan cara membandingkan propabilitas p hitung dengan 0,05 (Sudjana,
2005:385). Jika analisis diperoleh p hitung ≥ 0,05, maka kedua variabel bebas dan
terikat dapat diinterpretasikan signifikan, serta dapat diinterpretasikan bahwa Ha
diterima dan Ho ditolak. Adapun hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
Ha3 = Terdapat hubungan positif dan signifikan secara simultan antara mastery
experience dan adaptability skill dengan kesiapan karir sebagai calon guru
di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Elektro
Universitas Negeri Malang.
45

Ho3 = Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan secara simultan antara
mastery experience dan adaptability skill dengan kesiapan karir sebagai
calon guru di era revolusi industri 4.0 pada mahasiswa S1 Pendidikan
Teknik Elekro Universitas Negeri Malang.
Pengujian menggunakan analisis korelasi ganda untuk melihat seberapa
besar hubungan dua variabel tersebut. Adapun persamaan garis regresi lebih dari
satu variabel X terhadap Y secara simultan dapat dilihat pada persamaan 3.3.
Y = a + b1X1 + b2X2 + ε......................................................................................(3.3)
Keterangan:
Y = Variabel terikat
a = Konstanta
b1, b2 = Koefisien regresi
X1 = Variabel bebas 1
X2 = Variabel bebas 2
ε = Error variabel

G. Sumbangan Prediktor
Sumbangan prediktor digunakan untuk mengetahui berapa besaran
sumbangan (konstribusi) dari masing-masing variabel bebas. Terdapat dua jenis
sumbangan, yaitu sumbangan efektif (SE) dan sumbangan relatif (SR). Jumlah
sumbangan efektif untuk semua variabel sama dengan koefisien determinasi,
sedangkan jumlah sumbangan relatif digunakan untuk semua variabel yang
besarnya sama dengan 1 atau 100% (Budiyono, 2009:293). Sumbangan relatif
menghitung besarnya sumbangan masing-masing variabel bebas tanpa
memperhatikan variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Sehingga
besarnya sumbangan masing-masing variabel bebas dapat diprediksi. Persamaan
untuk mencari sumbangan relatif (SR) dapat dilihat pada persamaan 3.4 dan 3.5.

( )
SR%X1 = 100%...................................................................... (3.4)
!( ! )
SR%X2 = 100%.................................................................... (3.5)

Keterangan:
SR = Sumbangan relatif variabel bebas
JKreg = Jumlah kuadrat regresi
46

Sedangkan jumlah sumbangan efektif (SE) masing-masing variabel bebas


terhadap variabel terikat diperoleh langsung dari koefisien determinan (R2)
dengan menggunakan persamaan 3.6 dan 3.7.
"#%$1 = SR%X1 R2.......................................................................... (3.6)
"#%$2 = SR%X2 R2.......................................................................... (3.7)
Keterangan:
SE% = Sumbangan efektif dari suatu variabel bebas
R2 = Koefisien determinan
DAFTAR RUJUKAN

Alfentino, K.L. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan


Nelayan Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Riset
Ekonomi. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Badan Pusat Statistik. 2019. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan
2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BAKPIK UM. 2020. Organisasi Kemahasiswaan. (Online),
(http://bakpik.um.ac.id/kemahasiswaan-2/kemahasiswaan/organisasi-
kemahasiswaan/), diakses 14 Februari 2020.
Budiansyah, A. 2020. Nadiem Usung Computational Thingking Jadi Kurikulum,
Apa Itu? (Online), (https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200218151009-
37-138726/nadiem-usung-computational-thinking-jadi-kurikulum-apa-itu),
diakses 19 Februari 2020.
Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian Edisi ke-2. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Daryanto & Karim, S. 2017. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2005,
Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.
Dessler, G. 2000. Human Resource Management (Eight Edition). New Jersey:
Prentice Hall.
Doyle, A. 2019. Important Adaptability Skill for Workplace Success. The Balance
Career (Online), (https://www.thebalancecareers.com/important-
adaptability-skill-4768260), diakses 10 Desember 2019.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Franziska, P.E. 2016. Why Do I Feel More Confident? Bandura’s Sources Predict
Preservice Teacher’s Latent Changes in Teacher Self-Efficacy. Berlin:
Freeie Universitat Berlin.
Grant, S., & Young, R. 2010. Concept and Standarization in Areas Relating to
Competences. International Journal of IT Standards and Standarization
Research, 8(2), 29-44.
Greenbank, P., & Hepworth, S. 2008. Working Class Students and The Career
Decision Making Process: A qualitative Study. (Online),
(http://www.hecsu.ac.uk/working_class_students_and_the_career_decision_
making_process.htm), diakses 14 Februari 2020.

47
48

Gysbers, N. C., Heppner, M. J., & Johnston, J. A. 2014. Career Counseling:


Holism, Diversity, and Strengths (4th ed.) Alexandria: American Counseling
Association.
Hapsari, W.P. 2017. Faktor-Faktor Apa yang Mempengaruhi Pengalaman Kerja?
(Online), https://www.dictio.id/t/faktor-faktor-apa-yang-mempengaruhi-
pengalaman-kerja/8688 diakses 8 April 2020.
Hartung, P. J. 2013. The Life-Span, Life-Space Theory of Careers. In S. D. Brown
& R. W. Lent (Eds), Career Development and Counseling: Putting Theory
and Research to Work (Second Edi, pp. 83-114). Hoboken: John Wiley &
Sons, Inc.
Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. 2016. Design Principles for Industrie 4.0
Scenarios. Presented at the 49th Hawaiian International Conference on
Systems Science.
Honest, B.G. 2019. Guru di Era Revolusi Industri 4.0. (Online),
(https://www.kompasiana.com/baldwine_honest/5df45e6cd541df6f5d6d20b
2/guru-di-era-revolusi-industri-4-0?page=all), diakses 4 Februari 2020.
Imam, E.S., & Himam, F. 2014. Pengaruh Berbagi Pengetahuan Perencanaan
Karir Terhadap Efikasi Diri Dalam Membuat Keputusan Karir. Jurnal
Intervensi Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Indrawati, E.S., & Fauziah, N. 2002. Attachment dan Penyesuaian Diri dalam
Perkawinan. Jurnal Psikologi Undip. 11(1), 40-49.
Jahidi, J. 2014. Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Ciamis: UNIGAL.
Jurusan Teknik Elektro. 2014. Kurikulum Program Studi S1 Pendidikan Teknik
Elektro. Malang: Universitas Negeri Malang.
Jurusan Teknik Elektro. 2019. Petunjuk Teknis Praktik Industri. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., & Kao, H. 2013. Recent Advances and Trends in
Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment. Manuf. Lett. 1
(1), 38-41.
Lestar, W.T. 2013. Relationship Between Self Efficacy With Career Maturity At
The End College Students. Vol 2, No. 1. Diakses tanggal 7 Desember 2019,
dari http://journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/1572.
Liffler, M., & Tscheiener, A. 2013. The Internet of Things and the Future of
Manufacturing. McKinsey & Company.
Malmberg, L.E., Hagger, H., & Webster, S. 2013. Teacher’s Situatuon-Spesific
Mastery Experience: Teacher, Student Group and Lesson Effects. Lisboa:
Instituto Superior de Psicologia Aplicada.
Mario, A.D. 2019. Peran Guru di Era Industri 4.0. (Online),
(https://www.liputan6.com/tekno/read/4118806/peran-guru-di-era-industri-
40), diakses 4 Februari 2020.
49

Maura, A. 2018. Fakta Kualitas Guru di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui.
(Online), (https://blog.ruangguru.com/fakta-kualitas-guru-di-indonesia-
yang-perlu-anda-ketahui), diakses 5 Desember 2019.
Nur, M.A.P. 2018. Hubungan Antara Relevansi Tempat Prakerin dan
Pengalaman Bermakna Saat Praktikum Terhadap Kematangan Vokasional
Pada Siswa Kelas XII Program Keahlian Teknik Pembangkit Tenaga Listrik
di SMK PGRI 3 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Nurkholis, M. A., & Badawi. 2019. Profesionalisme Guru di Era Revolusi
Industri 4.0. Palembang: Universitas PGRI Palembang.
Pfitzner-Eden, F. 2016. Why Do I Feel More Confident? Bandura’s Sources
Predict Preservice Teachers’ Latent Changes in Teacher Self-Efficacy.
Berlin: Department of Education and Psychology, Freie Universitat Berlin.
Pratiwi, I. & Widayati, A. 2012. Pembelajaran Akuntansi Melalui Reciprocal
Teaching Model Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan
Kemandirian Belajar dalam Materi Mengelola Administrasi Surat Berharga
Jangka Pendek Siswa Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 7 Yogyakarta
Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X,
No. 2. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Prihadi, S. 2017. Penguatan Ketrampilan Abad 21 Melalui Pembelajaran Mitigasi
Bencana Banjir. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP
UMP 2017, 45-50.
Priyanto, D. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta:
Mediakom.
Putri, I.A. 2014. Hubungan antara Efikasi Diri Akademik dengan Penyesuaian
Diri pada Mahasiswa Bertipe Kepribadian Introvert di Fakultas Pendidikan
Psikologi Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Putro, S.C. 2016. Pengetahuan Pedagogik dan Keteknikan Sebagai Prediktor
Kemampuan Adaptasi Calon Guru Pada Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro
FT UM. Jurnal Teknologi, Kejuruan, dan Pengajarannya. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Rehfuss, M.C., & Sickinger, P.H. 2015. Assistin High School Students With
Career Indecision Using A Shortened From of The Career Construction
Interview. Journal of School Conseling. 13(6), pl-23. 23p.
Ristekdikti. Panduan Program Pengembangan Sistem Pembelajaran Daring
(SPADA Indonesia – Revolusi Industri 4.0. 2018. Jakarta.
Rivai, V. & Murni, S. 2010. Education Management: Analisis Teori dan Praktik.
Jakarta: Rajawali Pers.
50

Rochmatika, A. 2019. Pengaruh Self Efficacy Terhadap Self Regulated Learning


Pada Santri PPM Baitul Jannah di Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Rohman, A., & Ningsih, Y. 2018. Pendidikan Multikultural: Penguatan Identitas
Nasional Di Era Revolusi Industri 4.0. Prosiding Seminar Nasional
Multidisiplin, 1, 44-50. Jombang: Universitas KH. A. Wahab Hasbullah.
Rustika, I Made. 2012. Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. Buletin
Psikologi. Vol 2, No.1-2.
Saavedra, A. & Opfer, V. 2012. Teaching and Learning 21st Century Skills:
Lessons from the Learning Sciences. A Global Cities Education Network
Report. New York, Asia Society.
Sagala, S. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Pendidikan. Jakarta:
PT. Pustaka Jaya.
Sagiyono. 2017. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Saparwati, M. 2012. Studi Fenomenologi Pengalaman Kepada Ruang dalam
Mengelola Ruang Rawat Inap di RSUD Ambarawa. Tesis Tidak
Diterbitkan. Universitas Indonesia.
Schawb, K. 2016. The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Business.
Sten, Tiia. 2012. Assesing Globalization Competences in The Information System
Domain-Instruments and Methods. Jyvaskyla: University of Jyvaskyla.
Suherman, U. 2013. Bimbingan dan Konseling Karier Sepanjang Rentang
Kehidupan. Bandung: Rizqi Offset.
Sukartono. 2019. Revolusi Industri 4.0 dan Dampaknya terhadap Pendidikan di
Indonesia. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sunarsih. 2018. Hubungan Self Esteem dan Pengalaman Belajar yang Bermakna
dengan Kemampuan Adaptasi Terhadap Dunia Kerja Pada Siswa
Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan SMKN Kota Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Sutamto. 2010. Tantangan Guru Pada Abad Ke-21. (Online),
(https://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-
21/), diakses 17 Februari 2020.
Suwardana, Hendra. 2017. Revolusi Industri 4.0 Berbasis Revolusi Mental. Jati
Unik, 1(2), 102-110.
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
51

Universitas Negeri Malang. 2014. Petunjuk Pelaksanaan Praktik Pengalaman


Lapangan (PPL) Keguruan Universitas Negeri Malang. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Universitas Negeri Malang. 2017. Peraturan Rektor nomor 12 tahun 2017 tentang
Pedoman Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Universitas Negeri Malang. 2018. Kalender Akademik Universitas Negeri Malang
Tahun Akademik 2018/2019 – 2019/2020. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Universitas Negeri Malang. 2019. Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang
Nomor: 28.1.147-152/UN32/KP/2019. Malang: Universitas Negeri Malang.
Warsito, L.I.S.S.H. 2013. Perbedaan Tingkat Kemampuan dan Penyesuaian Diri
Mahasiswa Perantauan Suku Batak ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal
Character, 1(2), 1-6.
Wijaya, A.D., Karmila, N., & Amalia, M.R. 2015. Implementasi Pembelajaran
Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics)
Pada Kurikulum Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan
Aplikasinya. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Winkel, W.S. & Hastuti, S., MM. 2013. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Yuara, Y. P., Rizal, F., & Kusumaningrum, I. 2019. Kesiapan Guru Vokasi SMKN
1 Sumatera Barat dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Padang:
Universitas Negeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai