Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

TATALAKSANA EXOFTALMOS EC
GRAVE’S DISEASE

Diajukan untuk memenuhi tugas kepanitraan Ilmu Penyakit Mata

Disusun oleh :
Angga Himas Setyawan 4151181425
Disya Fariha Dimyati 4151181435
Putri Tasya Afifah 4151181454
Dwia Indahsari 4151181464

Pembimbing :
dr. Awan Buana, Sp.M, M. Kes.

Bagian Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Unjani–Rumkit Tk II Dustira
Cimahi 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Eksoftalmos atau menonjolnya bola mata dapat disebabkan oleh bermacam-


macam faktor dan biasanya disebabkan oleh bertambahnya jaringan intraorbita.
Jaringan ini dapat disebabkan karena tumor, radang, dan kelainan bawaan rongga
orbita.
Pada penderita dengan kelainan tiroid akan terlihat gejala eksoftalmos ini
dapat disebut sebagai eksoftalmos goiter atau grave’s ophthalmopathy. Bermacam
penyebab yang diduga sebagai penyebab eksoftalmos goiter seperti menebalnya

jaringan otot penggerak mata, bertambahnya jaringan lemak, lumpuhnya otot


Muller kelopak. Kelainan ini biasanya binokular akan tetapijuga dapat terjadi
monokular.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita umumnya kulit putih (rasio 5:1)
antara usia 30 sampai 50 tahun. Exoftalmus berat dan neuropati optik kompresif
agak lebih sering terjadi pada pria berusia lanjut. Hal ini menunjukkan penyakit
tiroid pada perokok relatif lebih beresiko mengalami graves oftalmopati dua kali
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Alasan untuk perbedaan ini tidak
diketahui, tetapi kemungkinannya adalah penurunan imunosupresi pada perokok
dapat menyebabkan peningkatan ekspresi pada proses imun
Gejala dan tanda klinis biasanya berupa kasus ringan, terdiri dari iritasi okular
dengan gejala kemerahan dan berair, mata yang membelalak yang disebabkan
retraksi kelopak dan eksoftalmos serta pembengkakan periorbita. Sekitar 3-5%
Grave’s ophthalmopathy merupakan kasus berat yang disertai keratopati atau
neuropati optik yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan. Onset dan
progresivitas Grave’s ophthalmopathy dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
merokok, disfungsi tiroid dan modalitas terapi hipertiroid sebelumnya.
Penyakit Grave memiliki insidensi pada wanita sekitar 16/100.000 populasi
per tahun dan pada pria sekitar 3/100.000 populasi per tahun, dengan keterlibatan
okular sekitar 25%-50%, Grave’s ophthalmopathy merupakan penyebab tersering
dari eksoftalmos bilateral yaitu sekitar 85% kasus. Grave’s ophthalmopathy juga
dapat timbul sebagai eksoftalmos unilateral yaitu sekitar 15% - 28% kasus.
Pada eksoftalmos kelopak mata tidak dapat menutup bola mata dengan
sempurna. Kelainan ini mengakibatkan trauma pada konjungtiva dan
kornea, sehingga konjungtiva dan selaput bening menjadi kering dan terjadi
infeksi.
Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mataterhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Pada keadaan bola mata yang menonjol kemampuan untuk menutup
kelopak mata dan berkedip sangat sulit sehingga mekanisme berkedip tidak
berfungsi lagi dan mata menjadi kering, sakit dan iritasi. Bahkan dapat
menyebabkan kebutaan.
Tatalaksana pada eksoftalmos ec grave’s disease, khususnya untuk permukaan
mata, termasuk paparan keratitis, biasanya dapat dikontrol dengan pelumas topikal
yang merupakan usaha mempertahankan bola mata tetap basah dengan
memberikan air mata buatan. Neuropati optik kompresif, atau proptosis dengan
keratitis pajanan parah yang tidak terkontrol oleh pelumas, memerlukan
perawatan darurat, awalnya dengan steroid sistemik dosis tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rongga Orbita
Ruang orbita merupakan suatu piramid yang puncaknya di sebelah posterior
dibentuk oleh foramen optikum dan basisnya di bagian anterior di bentuk oleh
margo orbita. Dinding medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya
dari mata kanan tegak lurus terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan
penuh dicapai pada umur 18-20 tahun dengan volume orbita dewasa ±30cc, tinggi
35 mm dan lebar 40 mm. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian
ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri
dari m. levator palbebra, m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus lateralis,
m. rektus medialis, m. obliqus inferior, m. obliqus superior.
Tulang-tulang orbita terdiri dari:

1. Bagian atas : os frontalis, os sphenoidalis


2. Bagian medial : os maksilaris, os lakrimalis, os sphenoidalis, os
ethmoidalis, lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis. Dinding ini
paling tipis.
3. Bagian bawah : os maksilaris, os zigomatikum,os palatinum.
4. Bagian lateral : os zigomatikum, os sphenoidalis, os frontalis. Dinding ini
paling tebal.
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, serat
saraf, yang masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:

1. Foramen optikum yang dilalui oleh N. Optikus, A. Oftalmika.


2. Fisura orbita superior yang dialalui oleh v. Oftalmika, N. III, IV, VI untuk otot-
otot dan N.V (saraf sensibel).
3. Fisura orbita inferior yang dialalui oleh nervus, vena, dan arteri infra orbita.

Ruang orbita dikelilingi sinus-sinus, yaitu :


Atas : Sinus frontalis.
Bawah : Sinus maksilaris.
Medial : Sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan ruang hidung
Gambar 1. Tulang orbita
(Sumber Sobotta : Atlas Anatomi Manusia)

Vaskularisasi Orbita
Arteri utama : Arteri Oftalmika yang bercabang menjadi :
1. Arteri retina sentralis : memperdarahi nervus optikus
2. Arteri lakrimalis : memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas
3. Cabang-cabang muskularis : berbagai otot orbita
4. Arteri siliaris posterior brevis : memperdarahi koroid dan bagian-bagian nervus
optikus
5. Arteri siliaris posterior longa : memperdarahi korpus siliare
6. Arteri siliaris anterior : memperdarahi sklera, episklera,limbus, konjungtiva
7. Arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata
8. Arteri supraorbitais
9. Arteri supratrokhlearis
Vena utama : Vena Oftalmika superior dan inferior. Vena Oftalmika Superior
dibentuk dari :
 Vena supraorbitais
 Vena supratrokhlearis
Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan sinus
kavernosus sehingga dapat menimbulkan trombosis sinus kavernosus yang
potensial fatal akibat infeksi superfisial di kulit periorbita.mempercepat
penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi juga, karena isi dari glandula
meibom, menjaga margo palpebra tertutup rapat pada waktu berkedip.

2.2 Anatmoi Bola mata


Bola mata merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki struktur yang
sangat istimewa.
bola mata berbentuk bulat dengan diameter 24 mm atau lebih kurang 1 inci.
Persarafan organ ini pun cukup unik karena saraf pada mata merupakan satu-
satunya saraf yang dapat dilihat (dengan oftalmokop) secara in vivo.

Mata dilapisi oleh 3 lapis jaringan, yaitu sclera, jari ngan uvea dan retina.
Sklera merupakan bagian terluar dari bola mata. Sklera berwarna putih dan
tersusun atas kolagen. Sklera sebenarnya berhubungan langsung dengan kornea
pada bagian anteriornya. Kornea bersifat transparan dan memudahkan cahaya
masuk ke dalam mata. Jaringan uvea kaya akan vaskularisasi. Jaringanuvea terdiri
atas iris, badan siliar dan koroid. Lapisan paling dalam bola mata adalah retina.
Retina terdiri atas 10 lapisan dan bertanggung jawab merubah sinar yang masuk
menjadi rangsangan pada saraf optik untuk diinterpre tasikan di otak.
Bola mata penuh akan cairan. Ada dua cairan yang berebeda terdapat di bola
mata. Vitreous humour mengisi bagian posterior dari bilik vitreous. Cairan ini
merupakan suspense jelly yang menyerupai Jell-O. Sedangakan aqueous humour
mengisi bilik mata depan dan bilik mata belakang. Cairan ini diproduksi di bilik
mata belakang dan mengalir ke bilik mata depan. Cairan ini kaya akan nutrisi dan
membantu komponen avaskular kornea dan lensa untuk teteap mendapat asupan
nutrisi.

2.3 Definisi
Eksoftalmos merupakan kondisi yang mana salah satu atau kedua bola mata
menonjol keluar, dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor dan biasanya
disebabkan oleh bertambahnya jaringan intraorbita. Jaringan ini dapat disebabkan
karena tumor, radang, dan kelainan bawaan rongga orbita.
Pada penderita dengan kelainan tiroid akan terlihat gejala eksoftalmos ini
dapat disebut sebagai eksoftalmos goiter atau grave’s ophthalmopathy. Grave’s
ophtalmopathy adalah sindrom kelainan klinis yang disebabkan oleh pengendapan
mucopolysacchide dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi kronis pada jaringan
orbital, terutama otot ekstraokular. Ini biasanya terjadi dalam kaitannya dengan
hipertiroidisme autoimun (penyakit Graves).

2.4 Klasifikasi
a. Klasifikasi NOSPECS
Score
0 : tidak ada tanda atau gejala
1 : hanya ada tanda
2 :keterlibatan jaringan lunak, dengan tanda dang gejala
0 tidak ada
a Minimal
b Moderate
c Marked
3 Proptosis
0 <23mm
a 23-24mm
b 25-27mm
c ≥28mm
4 keterlibatan otot Extraocular
0 :Absent
a :Limitation of motion in extremes of gaze
b : Evident restriction of movement
c :Fixed eyeball
5 Corneal involvement
0 :Absent
a :Stippling kornea
b :Ulserasi
c :Clouding
6 hilangnya penglihatan
0 :Absent
a :20/20 – 20/60
b :20/70 – 20/200
c :<20/200

b. Klasifikasi Rootman
Rootman (Kanada) menggunakan sistem yang lebih sederhana dimana dapat
menilai aktivitas dan beratnya penyakit dengan membagi 3 derajat yaitu ringan
yang terdiri dari retraksi palpebra, lid lag, lagoftalmos dan tidak atau disertai
dengan proptosis. Derajat sedang terdiri dari edem palpebra, miopati intermitten,
proptosis, retraksi palpebra dan lid lag. Derajat berat terdiri dari proptosis
persisten, gejala jaringan lunak signifikan dan miopati restriktif.

2.5 Etiologi
Fibroblast orbita diduga berperan sebagai target utama dari respon
autoimun pada oftalmopati Graves. Fenotip reseptor TSH yang bervariasi pada
kelenjar tiroid dan orbita berperan sebagai autoantigen.

2.6 Faktor Risiko


a. Genetik. Terdapat asosiasi antara penyakit Graves dan OG dengan
polymorphism pada promoter dan exon 1 dari sel limfosit T cytotoxic dengan
gen antigen-4.
b. Usia. Oftalmopati Graves lebih sering mengenai pada usia 30-50 tahun. Kasus
berat lebih sering mengenai pasien usia lebih dari 50 tahun.
c. Jenis kelamin. Oftalmopati Graves sebagian besar mengenai perempuan 2,5-6
kali lebih sering dibanding laki-laki. Kasus berat lebih sering mengenai laki-
laki dibanding perempuan.
d. Merokok. Pasien dengan Oftalmopati Graves 4 kali lebih berat pada perokok
atau mantan perokok dibanding bukan perokok
e. Status disfungsi tiroid. Diduga kelenjar tiroid tidak menyebabkan Oftalmopati
Graves. Kelenjar tiroid, otot bola mata dan kulit pretibial adalah target dari
proses autoimun.
f. Terapi radioiodine. Terapi ini dapat menimbulkan flare dan memperburuk
Oftalmopati Graves.å

2.7 Diagnosis
 Pada Anamnesis ditemukan keluhan pasien kedua mata tampak menonjol,
kelopak mata tidak dapat menutupi seluruh bola mata sehingga menyebabkan
mata terasa kering, terkadang merah dan perih bila terkena angin. Kemudian
dari keluhan sistemik didapatkan gejala gejala diagnosis hipertiroid yaitu
mudah lelah, mudah lapar dan haus, berkeringat, tubuh terasa panas, berdebar
debar, penurunan berat badan walaupun pasien merasa porsi makanya lebih
banyak dan adanya benjolan dileher.
 Pada Pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar tiroid, dan dari
pemeriksaan fisik mata didaapatkan adanya exoftalmus.
 Pada Pemeriksaan penunjang didapatkan TSH meningkat dan FT4
meningkat.

Gambar Pasien Exoftalmus Ec Grave Disease

2.8 Patofisiologi
Kegagalan sel T untuk reseptor thyrotropin diinternalisasi dan
didegradasi oleh sel-sel penyaji antigen pada reseptor thyrotropin, dalam
kaitannya dengan antigen-antigen MHC kelas II, untuk membantu sel-sel T.
Sel-sel ini menjadi aktif, berinteraksi dengan sel B autoreaktif melalui
jembatan CD154-CD40, dan mengeluarkan interleukin-2 dan interferonγ.
Sitokin ini menginduksi diferensiasi sel B menjadi sel plasma yang
mengeluarkan antibodi anti-thyrotropin-reseptor. Antibodi ini menstimulasi
reseptor tirotropin pada folikel tiroid sel epitel, yang mengarah ke hiperplasia
dan peningkatan produksi hormon tiroid triiodothyronine (T3) dan tiroksin
(T4). Antibodi anti-thyrotropin-reseptor juga mengenali reseptor thyrotropin
pada fibroblas orbital dan sel-sel T helper sitokin T helper 1 yang
disekresikanγ dan tumor necrosis factor (TNF), menginisiasi perubahan
jaringan yang khas dari oftalmopati Graves.

Ketika diaktifkan oleh antibodi anti-thyrotropin-reseptor, fibroblas


orbital (disebut preadipocytes) mulai berdiferensiasi menjadi adiposit dengan
peningkatan ekspresi reseptor thyrotropin, sedangkan yang lain yang
mengandung antigen Thy-1 distimulasi oleh sitokin, termasuk interferon γ dan
tumor necrosis factor (TNF), untuk meningkatkan produksi hyaluronan
mereka. Demikian pula, stimulasi reseptor faktor pertumbuhan seperti insulin
(reseptor IGF-I) yang diekspresikan pada fibroblas orbital menghasilkan
sekresi chemokines interleukin-16 dan RANTES (diatur pada aktivasi sel T
normal yang diekspresikan dan disekresikan), yang meningkatkan rekrutmen
dari mengaktifkan sel T dan sel imun mononuklear lainnya ke dalam orbit.
Ekspresi CD154 dalam sel T memungkinkan untuk interaksi langsung dengan
fibroblas orbital melalui pembentukan jembatan CD40 – CD154,
menghasilkan produksi fibroblast dari interleukin-1. Sel T helper 1 tipe aktif
pada pasien dengan oftalmopati Graves dini menghasilkan interferon-γdan
TNF, dan makrofag lokal mensekresikan interleukin-1. Sitokin ini
merangsang fibroblas orbital untuk menghasilkan kadar prostaglandin E yang
tinggi dan hyaluronan hidrofilik yang terakumulasi di antara serat otot
ekstraokular yang masih utuh dan di dalam jaringan adiposa orbital untuk
memperbesar volume jaringan-jaringan ini. Sel T yang teraktivasi pada pasien
dengan oftalmopati Graves juga menghasilkan prostaglandin proadipogenik
yang merangsang preadiposit untuk berdiferensiasi menjadi sel lemak dewasa,
semakin memperluas volume jaringan. Adiposit dan fibroblast menghasilkan
interleukin-6, yang menambah pematangan sel B dan meningkatkan produksi
antibodi anti-thyrotropin-reseptor oleh sel-sel plasma dalam orbit. Fibroblas
orbital juga menghasilkan transformasi faktor pertumbuhanβ (TGF-β), yang
merangsang produksi hyaluronan dan diferensiasi subkelompok Thy-1 +
menjadi myofibroblast yang berpartisipasi dalam pengembangan fibrosis,
terutama pada tahap akhir penyakit.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pada kasus ini diusulkan pemeriksaan ultrasonografi dan CT scan. Ultrasonografi,
dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler dan membantu diagnosis yang
cepat. Disamping dari ketebalan otot, erosi dinding temporal dari orbita,
penekanan lemak pada retroorbita dan inflamasi perineural dari saraf optik dapat
juga diperlihatakan pada beberapa kasus cepat. CT Scan, dapat terlihat proptosis,
otot lebih tebal, saraf optik menebal dan prolaps anterior dari septum orbital
(termasuk kelebihan lemak orbital dan/atau pembengkakan otot)

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus Exsoftalmus ec grave disease adalah
penatalaksanaan untuk hipertiroidisme yang mutlak dilakukan dengan pengobatan
golongan tionamid (tiourasil dan imidazol). Tiourasil pasaranya dengan nama
propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan
karbimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid :
• Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi
biosintesis hormon tiroid T3 dan T4, dengan cara menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium (sintesis hormon tiroid), menghambat coupling
iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis
tiroglobulin.
• Mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol)
Serta pemberian Beta-Adrenergic antagonis (Propanolol) untuk mengurangi
dampak hormon tiroid pada jaringan.
Namun penatalaksanaan pada kasus oftalmopati terdiri atas pengobatan
medis, operasi, dan penyinaran sebagai berikut :
1. Medika mentosa
Stadium awal kelainan retraksi kelopak mata :
 Artificial tears
 Kelopak diplester waktu tidur
Jika terdapat retraksi kelopak mata disertai mata merah, lakrimasi,
fotobia sebaiknya dilakukan :
 Kompres dingin waktu pagi dan tidur dengan pososi bantal tinggi
 Artificial tears
 Kacamata hitam
Jika keluhan memberat, sehingga mata sungkar menutup
sempurna, pergerakan bola mata terhambat dan adanya ulkus kornea dan
gangguan visus dapat diberikan :
 Prednison 40-80 mg/hari atau 1-1,5 mg/kgBB,dosis ini dipertahankan
selama 2 hingga 4 minggu sampai respon klinis dirasakan. Dosis
kemudian dikurangi sesuai respon klinis dari fungsi saraf optik.
 Methyl prednisolone 16-24 mg diberikan retrobulber
2. Radiasi Seperti kortikosteroid terapi radiasi paling efektif dalam tahun
pertama ketika perubahan fibrotik yang signifikan belum terjadi. Iradiasi
retrobulber (tidak boleh pada penderita diabetes melitus) sering diakukan
pada penderita oftalmopati Graves yang aktif dengan protrusis yang berat.
Secara keseluruhan 60% hinggan 70% pasien memiliki respon yang baik
dengan radiasi, walaupun rekuren terjadi lebih dari 25% pasien. Perbaikan
diharapkan selama 2 minggu hingga 3 bulan setelah terapi radiasi tetapi
dapat berlanjut hingga 1 tahun.
3. Operasi penanganan bedah, seperti dekompresi orbital, pembedahan
strabismus dan pembedahan kelopak mata. Berbagai tindakan pencegahan
perlu dilakukan agar oftalmopati tidak menjadi lebih berat.
Kontrol penyakit tiroid merupakan langkah utama untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
 Pasien merokok sebaiknya ditekankan untuk berhenti merokok.
Oleh karena merokok ternyata memperburuk oftalmopati
 Pasien dengan proptosis sebaiknya harus diproteksi misalnya
dengan kacamata, atau cairan tetes khusus agar kornea selalu basah
(artificial tears).

2.11 Prognosis
Bila eksoftalmus disebabkan oleh gangguan pada kelenjar tiroid, walaupun
kelenjar tiroid telah disembuhkan, eksoftalmus masih tetap ada. Hal yang dapat
dilakukan adalah perlakuan operasi untuk menurunkan tekanan pada bola mata
dan saraf mata. Prognosis kesembuhan penderita ditentukan dengan seberapa tepat
dan cepat penatalaksanaannya. Penatalaksanaan yang tepat dapat menghindarkan
penderita dari timbulnya komplikasi yang dapat memperburuk kondisi dan fungsi
mata. Adanya exoftalmos juga dapat menggangu penampilan yang dapat
menurunkan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki penderita.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Eksoftalmos atau menonjolnya bola mata dapat disebabkan oleh
bermacam-macam faktor dan biasanya disebabkan oleh bertambahnya jaringan
intraorbita. Pada penderita dengan kelainan tiroid akan terlihat gejala eksoftalmos
ini dapat disebut sebagai eksoftalmos goiter atau grave’s ophthalmopathy.
Bermacam penyebab yang diduga sebagai penyebab eksoftalmos goiter seperti
menebalnya jaringan otot penggerak mata, bertambahnya jaringan lemak,
lumpuhnya otot Muller kelopak.
Penyakit ini didasari oleh proses imunologi dimana terbentuknya
antirirotropin yang menghambat reseptor TSH sehingga terjadi penumpukan
hormon tiroid di tubuh dan bermaifestasi terbentuknya fibroblast pada jaringan
lunak mata.
Penatalaksanaan pada kasus Exsoftalmus ec grave disease adalah
penatalaksanaan untuk hipertiroidisme yang mutlak dilakukan dengan pengobatan
golongan tionamid (tiourasil dan imidazol). Tiourasil pasaranya dengan nama
propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan
karbimazol.

Anda mungkin juga menyukai